TINJAUAN PUSTAKA
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit
Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung
lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran
55 cm hingga 65 cm dan mencakup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. Setiap
pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah
pelepah yang dihasilkan meningkat 30 - 40 batang ketika berumur 3 - 4 tahun.
(http/www.wikipedia.org).
Pelepah sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan
buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap
tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ tahun dengan rataan berat pelepah
daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50
pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan
Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan
potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia.
Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi
pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30 - 40% dari keseluruhan
pakan (Devendra, 1977).
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis
Tabel 1. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit
Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2003). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).
Tingkah kecernaan bahan kering pelepah daun kelapa sawit pada sapi
mencapai 45%. Demikian daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau
pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit
akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan.
Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan
tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun
sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian
pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat
menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balitnak, 2003).
Sapi Bali
Sapi bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng
liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum
diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia
sebagai sapi bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar
dan Bali (Herweijer, 1947; Meijer, 1962; Pane, 1990 dan 1991). Bangsa sapi
mempunyai klasifikasi taksonomi dari phylum chordata, sub phylum vertebrata,
class mamalia, ordo artiodactyla, sub ordo ruminantia, famili bovidae, genus bos,
spesies Bos Indicus (Williamson and Payne, 1993).
Sistem Pencernan Ternak Ruminansia
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, fermentatif dan
hidrolisis. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut
dan gerakan - gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh konstraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme
rumen sedangkan secara hidrolisis dilakuakan oleh jasad renik dengan cara
penguraian dalam rumen (Tillman et al., 1991).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan – gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi -
kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel – sel dalam tubuh hewan yang
berupa getah – getah pencenaan. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian
dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam pencernaan ruminansia.
Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang
enzimnya dihasilkan oleh sel – sel mikroorganisme (Tillman et. al.,1991).
Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya
dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan
faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi
rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa
untuk melakukan transport aktif (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).
Rangkuti et al. (1985) menyatakan bahwa ruminansia mempunyai empat
lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum
merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen
tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang
pada waktu yang sama (Tillman et al., 1991). Tingkat perbedaan konsumsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur,
tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).
Kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor
seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada
keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya (Tillman et. al., 1991).
Protein merupakan suatu zat makanan yang essensial bagi tubuh ternak dan
tersediaan protein yang cukup menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan
mikoorganisme meningkat sehingga proses pencernaan dan konsumsi juga
meningkat (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).
Pencernaan Sapi
Pencernaan adalah rangakaian proses yang terjadi terhadap pakan yang
dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus.
Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi
Hewan ruminansia memiliki perut besar, beruang dan kebanyakan
kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar.
Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen, yang berfungsi sebagai
tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri dari bakteri,
protozoa dan jamur memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain
fementasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesa asam amino dan
pencernaan protei microbial. Lebih kurang 60 - 70% pakan ruminansia terdiri dari
karbohidrat. Dalam makanan kasar terdapat selulosa, hemiselulosa dan lignin
(Tillman dkk., 1991).
Pakan Ternak Sapi
Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk
memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi
yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan
merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumnbuhan ternak
sangat tergantung dari imbangnan protein energi yang bersumber dari pakan yang
dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993).
Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi lapar
atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk
kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel - sel yang rusak dan
untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996). Pakan adalah semua bahan
yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan
pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,
Limbah sendiri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai
penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat
memanfaatkan limbah - limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya
sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi
besar sebagian besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah
-sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan,
limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widayati dan Widalestari, 1996).
Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi
pakan lengkap dengan metode processing yang terdiri dari : Perlakuan
pencacahan (chopper) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar
konsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas
matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan, proses
pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan
perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses
pengemasan (Wahyono dan hardianto, 2004).
Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi
untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi
Pembibitan Penggemukan
Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh
ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan.
Setelah sampai di intestinal, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia
itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi
tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah.
Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung
di usus kecil (konsep protein by pass).
Konsentrat
Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan
makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak
sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991). Konsentrat adalah pakan yang
memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang
digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan
konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh karena itu,
banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar
tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994). Pemberian konsentrat terlalu banyak akan
meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi
sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan
mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales
dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,
glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu
35 - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC (minimum), 45 - 47ºC (maksimum) dan memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna
putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai
hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi
bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora
memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).
Garam
Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam
bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena
hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor
atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et. al., 1991).
Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk
unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis)
mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani
(Parakkasi, 1995).
Onggok
Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah
yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah
varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi
pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi
kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah
yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutrisi onggok kering
Zat nutrisi Kandungan
Bahan kering 90.17
Protein kasar 2.893
Lemak kasar 0.676
Serat kasar 8.264
TDN 77.249
Sumber : Moertinah (1984)
Urea
Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45%
nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat
dikombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam
karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat
digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia
(Kartadisastra, 1997).
Dedak padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses
pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,
tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan Zat Nilai gizi
Bahan kering 89,1
Protein kasar 13,8
Serat kasar 11,2
Lemak kasar 8,2
TDN 64,3 Sumber : Tillman et. al., (1991).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan
minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial
untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Kandungan nilai gizi dari
bungkil kelapa ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil kelapa
Kandungan nutrisi Kadar zat
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 40% dalam pakan domba tanpa
memberikan efek samping yang merugikan Devendra (1997). Didukung juga oleh
Batubara et al., (1993) yang mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat
digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan penggunaan
Tabel 6. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
Molasses
Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai
gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B
kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron,
jodium, tembaga dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi
dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).
Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang
berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak yang berenergi tinggi (Rangkuti et al., 1985).
Tabel 7. Kandungan nilai gizi molasses
Kandungan zat Nilai gizi
Bahan kering 67,5
Ultra Mineral
Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral,
mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi
hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya relatif mengandung kurang mineral
(terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung
defisiensi mineral.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak.
Diantaranya adalah bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan
berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan
hormonal dan kegiatan fali di dalam tubuh (Sumopraswoto, 1993).
Fermentasi
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Namun dapat
juga dilakukan secara aerob (Sembiring, 2006).
Proses fermentasi tidak akan tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim
katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses
fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energy untuk pertumbuhannya
dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi
mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain - lain.
Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk
dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembang biak
dengan baik sekali. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur
media padat, semi padat atau media cair, sedangkan kultur terendam
Melalui fermentasi terjadi pemecahan subtrat oleh enzim - enzim tertentu terhadap
bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula
sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang yang dihasilkan
oleh protein hasil metabolisme dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar
protein (Sembiring, 2006).
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak. Semakin
tinggi bobot hidup ternak, konsumsi bahan kering pakan semakin tinggi pula.
Selain karena bobot hidupnya yang berbeda, konsumsi pakan yang berbeda ini
juga dikarenakan bangsa ternak yang berbeda (Kearl, 1982). Sesuai dengan
pendapat Sumadi et al. (1991), bangsa ternak dapat mempengaruhi konsumsi
pakan karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda
apabila mendapat pakan dengan kualitas yang sama. Tillman et al. (1993),
konsentrat merupakan bahan pakan ternak yang mudah dicerna sehingga laju
aliran pakan dalam saluran pencernaan lebih cepat dan memungkinkan ternak
untuk menambah konsumsi pakan. Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan
pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta
kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan
yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal
harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada
pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh makanan pada
berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan
konversi hasil pencernaan produk yaitu sekitar 15%.
Konsumsi bahan kering memiliki korelasi positif terhadap konsumsi bahan
organiknya yaitu apabila konsumsi bahan kering tinggi maka dapat
mengakibatkan konsumsi bahan organiknya juga tinggi. Bahan kering terdiri dari
bahan organik dan abu sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding
lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering (Kamal, 1994). Bahan organik
berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari
bahan kering Sutardi (1980). Sebagian besar bahan organik merupakan komponen
bahan kering Tillman et al. (1991). Kandungan komponen serat kasar yang lebih
tinggi akan memperlarnbat laju alir nutrien dalarn saluran pencemaan, sekaligus
mengakibatkan makin lamanya waktu tinggal pakan dalam saluran pencemaan
(Ketellars dan Tolkarnp, 1992).
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
Tillman et al., (1991), nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan
pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Komposisi kimiawi
Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar
berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat
dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis.
2. Pengolahan makanan
Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan
menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga
menyebapkan pengurangan daya cerna 5 - 15%.
3. Jumlah pakan yang diberikan
Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus
makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan
jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup
pokok mengurangi daya cerna 1 - 2% penambahan yang lebih besar akan
menyebabkan daya cerna akan semakin turun.
4. Jenis ternak
Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena N
metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih
rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran
mokroorganisme yang terdapat pada rumen.
Aspek Daya Cerna
Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang
tidak diekskresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering
dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna” (Tillman et
al., 1991). Daya cerna suatu bahan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh
komposisi suatu pakan tetapi juga dipengaruhi kompsisi suatu makanan yang lain
yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut. Setiap bahan makanan mungkin
mempengaruhi daya cerna bahn lain. Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang
lebih baik adalah dengan menambahkan secara bertingkat dari bahan makanan
yang sedang diteliti untuk menentukan pengaruh pakan basal terhadap daya cerna
Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding
sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar
dicerna terutama bila mengandung lignin. Tanaman tua biasanya mengandung
serat kasar yang tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan
hemiselulosa pada dinding sel (Tillman et al., 1993). Menurut Tomaszewska
(1988) bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas
paka, fermentasi dalam rumen serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan
ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan
tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam pakan tidak seluruhnya tersedia
untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan
pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba
dalam rumen. Henson and Maiga (1997) yang menyatakan bahwa pemberian
konsentrat yang mengandung nutrisi yang lengkap akan mengaktifkan mikrobia
rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi
yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan.
Menurut Tillman et al. (1993) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau
jumlah proporsional zat - zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh.
Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak
tercerna dan tidak diperlukan kembali (Cullison 1978). Kecernaan dapat
dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin
bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh
gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church and Pond,
daya cerna protein dan asamasam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten
(Doeschate dkk., 1993).
Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat
makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses
hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi
(Ginting, 1992). Tinggi rendahnya kecernaan zat - zat makanan pada ternak
bergantung aktifitas mikroorganisme yang berada dalam tubuh ternak.
Mikroorganisme ini berfungsi dalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna
selulosa juga hemiselulosa dan pati (Apriyadi, 1999). Schneider dan Flatt (1975)
yang menyatakan bahwa kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70%, dan rendah
bila nilainya lebih kecil dari 50%. Penentuan kecernaan dari suatu pakan harus
diketahui terlebih dahulu dua hal yang pening yaitu jumlah nutrisi yang terdapat
dalam pakan dan jumlah nutrisi yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan