• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PRODUKTIVITAS USAHATANI KAKAO (Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PRODUKTIVITAS USAHATANI KAKAO (Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PRODUKTIVITAS

USAHATANI KAKAO

(

Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo

Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat

)

OLEH :

M. FADLAN S. FATTAH

G 311 06 022

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(2)

ii

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PRODUKTIVITAS

USAHATANI KAKAO

(

Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo

Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat

)

Oleh :

M. FADLAN S. FATTAH G 311 06 022

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Universitas Hasanuddin Makassar

2009 Disetujui Oleh,

Prof. Dr. Ir. Farida Nurland, M.S. Rusli M. Rukka, S.P., M.Si Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Ir. Muslim Salam, M.Ec NIP. 19680616-199203-1-002

(3)

iii

PANITIA UJIAN SARJANA

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

JUDUL

:

ANALISIS

KEUNTUNGAN

DAN

PRODUKTIVITAS USAHATANI KAKAO

(Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan

Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene,

Propinsi Sulawesi Barat)

NAMA

:

M. FADLAN S. FATTAH

STAMBUK :

G 311 06 022

SUSUNAN TIM PENGUJI

Rusli M. Rukka, S.P., M.Si.

Ketua Sidang

Prof. Dr. Ir. Farida Nurland, M.S.

Anggota

Ir. Darwis Ali, M.S.

Panitia Ujian

Prof. Dr. Ir. Muslim Salam, M.Ec.

Anggota

Dr. Ir. Saadah, M.Si.

Anggota

(4)

iv

RINGKASAN

M. FADLAN S. FATTAH (G311 06 022). Analisis Keuntungan dan Produktivitas Usahatani Kakao (Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat), di bawah bimbingan Farida Nurland dan Rusli M. Rukka.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat dari Januari sampai Februari 2009. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah produksi, jumlah pohon, dan umur pohon terhadap produktivitas kakao di daerah penelitian, dan Menganalisis pendapatan usahatani kakao di daerah penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Pengaruh luas lahan, jumlah produksi, jumlah pohon, dan umur pohon terhadap produktivitas kakao dianalisis dengan regresi linear berganda, sedangkan pendapatan usahatani kakao dianalisis dengan analisis keuntungan usahatani.

Jumlah responden yang diambil sebanyak 45 orang dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling) berdasarkan variasi umur tanaman kakao.

(5)

v

RIWAYAT HIDUP

M. FADLAN S. FATTAH, lahir di Ujung Pandang pada tanggal 24 Desember 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Drs. H. M. Subky Fattah dan Dra. Hj. Rosma.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada SD Inpres Perumnas II Makassar pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama pada MTs Negeri Model Makassar pada tahun 2003. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada MA Negeri Model Makassar pada tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin melalui jalur SPMB dan memilih sub program studi Agribisnis.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur ke hadirat Allah SWT., Rabb yang Maha Kuasa yang berkat rahmat dan inayahNya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.

Skripsi ini berjudul “Analisis Keuntungan dan Produktivitas Usahatani Kakao”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Farida Nurland, M.S., dan Rusli M. Rukka, S.P., M.Si. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah produksi, jumlah pohon, dan umur pohon terhadap produktivitas kakao serta menganalisis pendapatan usahatani kakao yang dicapai petani di daerah penelitian.

Disadari sepenuhnya bahwa meskipun tulisan ini telah disusun dengan usaha semaksimal mungkin, namun bukan mustahil bila dalamnya terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan fatwanya dan tegur sapanya atau saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini dan untuk pembelajaran dimasa yang akan datang.

Akhirnya, semoga skripsi dengan judul “Analisis Keuntungan dan

Produktivitas Usahatani Kakao” ini dapat bermanfaat bagi kita semua

serta dalam penyusunan skripsi selanjutnya.

Makassar, Mei 2010

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis mengucapkan rasa syukur dan penghormatan tertinggi kepada Allah SWT. Semoga penulis senantiasa berada dalam ridho-Nya dan selalu dlimpahkan rahmat-Nya

Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,

habiballah. Beliau penyejuk hati bagi ummatnya. Assalamu alaika yaa Rasulullah SAW.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Farida Nurland, M.S., dan Bapak Rusli M. Rukka, S.P., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing dengan ketulusan dan kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dorongan, nasehat dan arahan mulai pra penelitian sampai terwujudnya skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muslim Salam, M.Ec. selaku Ketua Jurusan dan sebagai Dosen Penguji beserta Dr. Ir. Saadah, M.Si. yang menyempatkan waktu menyimak dan memberikan kritik dan saran guna penyempurnaan skripsi ini.

(8)

viii 1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.BO., dan jajarannya serta Dekan Fakultas Pertanian, Prof. Dr. Ir. Yunus Musa, M.Sc., dan jajarannya.

2. Bapak dan Ibu Dosen Sosial Ekonomi Pertanian, atas nasehat, bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Serta staf adminisrasi, atas kerjasamanya selama ini.

3. Ibu Rasyidah Bakri, S.P., selaku Penasehat Akademik yang telah menyempatkan waktu mendengar dan memberi saran selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Ir. Darwis Ali, M.S., selaku panitia ujian atas semua saran dan kritiknya dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Pamanda, Faisal Ambaly, B.Sc., atas bantuannya pada penulis dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku, atas kebersamaan dan rasa persaudaraan selama ini. Senantiasa memberikan dorongan semangat selama penulis menempuh pendidikan, mendengar keluh kesah penulis dan memberikan saran kearah yang lebih baik. Semoga rasa persaudaraan kita tetap terjalin.

(9)

ix 8. Segenap mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dari generasi ke generasi, kanda senior, kakak-kakak angkatan 2004 dan 2005 serta adik-adik angkatan 2007 dan 2008.

9. Teman-teman KKN Gelombang Khusus 2009 Posko Awota dan teman-teman KKN se-Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo.

Penghargaan yang tulus dan teramat sangat istimewa penulis haturkan kepada, Ayahanda Drs. H. M. Subky Fattah dan Ibunda Dra. Hj. Rosma, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atas keikhlasan dalam membimbing, mendidik dengan cinta kasih sayangnya dan atas doa dan pengorbanannya yang diberikan kepada penulis. Saudara-saudaraku ”Mufa brother”, M. Fahman S. Fattah, ST., M. Fathan S. Fattah, S.Pi., dan M. Fahran S. Fattah, atas support dan doanya.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

RINGKASAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan ... 7

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka... 8

2.1.1 Tanaman Kakao ... 8

2.1.2 Petani dan Usahatani ... 10

2.1.3 Faktor Produksi ... 11

2.1.4 Produktivitas Kakao ... 16

2.1.5 Pendapatan Usahatani ... 18

2.2 Kerangka Pemikiran... 20

(11)

xi BAB. III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu ... 23

3.2 Metode Penelitian dan Penentuan Sampel ... 23

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 24

3.4 Analisis Data ... 24

3.5 Konsep Operasional ... 27

BAB. VI KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Batas-batas Wilayah ... 30

4.2 Keadaan Penduduk ... 31

4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 32 4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 34 4.3 Pola Penggunaan Lahan ... 35

4.4 Keadaan Umum Sarana dan Prasarana ... 36

4.4.1 Sarana dan Prasarana Perhubungan ... 36

4.4.2 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 38

4.4.3 Sarana dan Prasarana Perekonomian ... 39

4.4.4 Sarana dan Prasarana Keagamaan, Kesehatan, dan Olahraga ... 40

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identitas Petani Responden ... 42

5.1.1 Umur ... 42

(12)

xii

5.1.3 Pengalaman Berusahatani ... 45

5.1.4 Luas lahan ... 46

5.2 Analisis Usahatani Kakao ... 47

5.3 Keuntungan Usahatani Kakao ... 49

5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Lahan Petani Kakao ... 50

BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 56

6.2 Saran ... 56

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal

1. Luas Areal dan Produksi Kakao di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat Tahun 2004-2008. ... 5 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa

Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009. ... 32

3. Tingkat Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 33

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 35

5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 36

6. Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 37 7. Sarana Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan

Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 38

8. Keadaan Sarana Perekonomian Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 39

9. Sarana Keagamaan dan Kesehatan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009 ... 40

(14)

xiv 11. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 44

12. Identitas Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 45

13. Identitas Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 46

14. Produksi, Nilai Produksi, Total Biaya, Pendapatan Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 48

15. Analisis R/C Ratio, Penerimaan, dan Total Biaya Rata-rata per hektar Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 49

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal

1. Skema Kerangka Pikir Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Kakao. ... 21 2. Skema Kerangka Pikir Analisis Keuntungan Usahatani

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Hal

1. Identitas Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010. ... 59

2. Faktor Produksi Luas Lahan, Jumlah Tanaman, dan Umur Tanaman Usahatani Kakao Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 60

3. Faktor Produksi Luas Lahan, Jumlah Tanaman, dan Umur Tanaman Usahatani Kakao Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 61

4. Faktor Produksi Pupuk Usahatani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 62

5. Faktor Produksi Pestisida Usahatani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 65

6. Faktor Produksi Tenaga Kerja Usahatani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 68

7. Nilai Penyusutan Alat Usahatani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 71 8. Biaya Produksi Usahatani Kakao di Desa Seppong,

Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 72

(17)

xvii 10. Analisis R/C Ratio dan Analisis Titik Impas Usahatani

Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 76

11. Data Dasar Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas Usahatani Kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010 ... 77

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Oleh karena itu pembangunan bangsa dititikberatkan pada sektor pertanian (BPTP Sulawesi Selatan, 2008).

Pembangunan pertanian di masa yang akan datang berfokus pada pengembangan agribisnis yang berorientasi global dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, kesejahteran masyarakat petani, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha di pedesaan. Namun saat ini pembangunan pertanian di Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan antara lain persaingan pasar global, pemenuhan ketahanan pangan, alternatif sumber pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan, serta penyediaan lapangan kerja (Anonim, 2008).

(19)

dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan komoditi kakao sebagai komoditas unggulan daerah.

Keseimbangan produksi dan konsumsi kakao dunia diperkirakan terus berlanjut, bahkan lebih cenderung mengalami defisit karena beberapa negara produsen utama menghadapi berbagai kendala dalam upaya meningkatkan produksinya untuk mengimbangi kenaikan konsumsi. Pantai Gading, Ghana dan Kamerun menghadapi masalah karena ada keharusan untuk mengurangi subsidi dan insentif harga pemerintah serta kestabilan politik dalam negeri. Sedangkan Malaysia menghadapi masalah ganasnya serangan hama PBK dan adanya kebijakan untuk berkonsentrasi ke kelapa sawit. Kondisi tersebut sangat menguntungkan Indonesia. Hal ini karena animo masyarakat Indonesia untuk mengembangkan perkebunan kakao beberapa tahun terakhir sangat besar, sumberdaya lahan masih tersedia dan keinginan masyarakat tersebut dapat terwujud dengan mengandalkan pendanaan sendiri (Goenadi, dkk, 2005).

(20)

Kakao merupakan komoditas ekspor yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga dipasar dunia. Gejolak harga di pasar dunia akan berpengaruh pada penawaran dan permintaan di pasar dalam negeri dan ekspor, dan akan mempengaruhi prilaku petani dalam berusahatani. Sementara itu, pada umumnya petani kakao khususnya di Sulawesi, menghadapi berbagai masalah antara lain skala pemilikan lahan yang relatif sempit, lokasi usahatani yang terpencar, dan kurang didukung sarana/prasarana yang baik, serta modal, pengetahuan dan keterampilan yang terbatas. Akibatnya produktivitas kakao kurang optimal dan mutu produk di bawah baku mutu. Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk hama Penggerek Buah Kakao (PBK) yang dapat menurunkan produksi dan kualitas kakao yang dihasilkan dan belum berkembangnya kelembagaan petani serta pola kemitraan.

Rencana untuk merevitalisasi tanaman kakao telah dilakukan di Sulawesi Barat tahun 2008 yang diharapkan untuk kembali mendobrak angka ekspor tanaman tersebut ke luar negeri. Apalagi telah dicanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Kualitas (Gernas) Kakao 2009 di Sulawesi. Diperkirakan Gernas Kakao akan meningkatkan produktivitas 300 persen per hektar, yaitu dari 560 ton per hektar akan naik menjadi 1.500 ton per hektar. Hingga bulan Oktober 2009, Gernas baru meng-cover sekitar 20% dari total areal kakao di Sulawesi dan kawasan timur lainnya (Anonim B, 2009).

(21)

produksi kakao mencapai 90.436 ton dari lahan seluas 165.000 ha sehingga Sulawesi Barat menjadi produsen Kakao utama di Indonesia (Ari, 2009).

Komoditi kakao telah berhasil memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Barat, khususnya petani kakao yang sedikitnya mencapai 65% dari penduduk Sulawesi Barat. Adapun nilai nominal pemasukan dari komoditi kakao pada tahun 2005, misalnya, tercatat Rp1,25 triliun, dan diestimasi pada tahun 2011 mencapai Rp7 triliun (Ari, 2009).

Salah satu daerah penghasil kakao di Sulawesi Barat yaitu di Kabupaten Majene. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang dimiliki oleh wilayah ini, seperti luas areal pertanaman dan produksi, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kakao di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat Tahun 2004-2008.

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2004 8.484 4.709

2005 8.712 4.765

2006 9.584 5.309

2007 10.296 5.470

2008 11.094 5.717

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene, 2009

(22)

luas areal 8.484 ha atau dengan kata lain produktivitas 0.56 ton/ha. Pada Tahun 2005 hingga 2007 produktivitas masing-masing 0,55 ton/ha, 0,55 ton/ha, dan 0,53 ton/ha. Sedangkan produksi tertinggi yaitu 5.717 ton terjadi pada tahun 2008 dengan luas areal 11.094 ha atau dengan kata lain produktivitas 0,52 ton/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena dalam mengelola usahatani kakao, petani di daerah tersebut terutama dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut merupakan faktor yang berada di luar lingkup diri petani itu sendiri seperti luas lahan, produksi, dan lain-lain.

Peningkatan produksi kakao Kabupaten Majene, Sulawesi Barat dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat, berimbang serta penerapan teknologi. Pengalokasian input produksi yang berlebihan maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga pendapatan akan berkurang. Tersedianya faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh akan tinggi sehingga petani harus melakukan usahataninya dengan efisien, dimana petani secara rasional melakukan usahatani dengan tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimalkan keuntungan.

Besarnya kontribusi perkebunan kakao terhadap pendapatan petani merupakan masalah penting bagi pengembangan skala usahatani. Pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani berkaitan erat dengan produksi dan alokasi faktor produksi. Sebagian besar produksi kakao ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pasar ekspor sehingga perolehan pendapatan dari kakao cukup berarti baik bagi petani maupun bagi peningkatan pendapatan asli daerah.

(23)

peningkatan produtivitas kakao, maka perlu diketahui keuntungan yang diperoleh petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas. Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan Judul “Analisis Keuntungan dan Produktivitas Usahatani Kakao (Studi Kasus di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah pokok yang dapat diidentifikasikan adalah :

1. Bagaimana pengaruh luas lahan, jumlah produksi, jumlah pohon, dan umur pohon terhadap produktivitas kakao?

2. Apakah usahatani kakao yang dikelola menguntungkan petani?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Sesuai pokok masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitan ini adalah untuk :

1. Menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah produksi, jumlah pohon, dan umur pohon terhadap produktivitas kakao di daerah penelitian.

(24)

1. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar atau sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi penelitian lebih lanjut serta sebagai bahan acuan dalam upaya peningkatan produksi sekaligus pendapatan petani kakao.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para perencana dalam menentukan prioritas sektor ekonomi khususnya sektor pertanian dalam rangka pembangunan daerah Sulawesi Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tanaman Kakao

Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560 (Goenadi, dkk, 2005).

Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah (Anonim, 2007).

(25)

pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Anonim A, 2009).

Buah kakao terdiri dari dua kelompok besar yang terdapat di Indonesia antara lain kakao mulia atau biasa disebut kakao Criollo dan kakao lindak (curah) atau biasa disebut kakao Forastero. Perbedaan kedua jenis buah tersebut menjadikan mutunya pun berbeda. Perkembangan penelitian terhadap kakao telah membawa perubahan didalam penggolongan kakao menurut jenisnya. Oleh Chessman, Criollo dan Forastero dan Trinitarios dibedakan lagi atas central American Criollos dan South Criollos serta Amazone Forastero. Saat ini bahan tanam kakao yang banyak digunakan adalah Upper Amazone Hibrid, karena produksinya tinggi dan cepat sekali mengalami fase generatif. Perbedaan diantara ketiga jenis ini terletak pada bentuk, warna buah, dan biji.

Trinitario mempunyai sifat yang dimiliki antara Forastero dan Criollo karena jenis ini merupakan hibrida dari Forastero dan Criollo. Jenis Criollo

menghasilkan biji kakao yang mempunyai aroma khas, yang disebut juga edel kakao. Jenis Forastero mempunyai aroma yang biasa tetapi tanamannya lebih kuat dan lebih banyak menghasilkan buah yang disebut juga bulk cacao

(Siregar, 2003).

(26)

Pengaruh temperatur terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelolah melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Pada umumnya tanaman kakao tumbuh baik di daerah yang suhu udaranya 27-300C, curah hujan 3000-4000 mm dengan penyebaran hujan

yang merata sepanjang tahun dan tanahnya berdrainase baik. Daerah yang demikian biasanya mempunyai ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut (Sadjad, 1983).

Iklim dan kontur tanah Indonesia (terutama di Sulawesi) sangat sesuai untuk pengembangan tanaman kakao. Hal ini dibuktikan dengan luas lahan yang terus meningkat dan produktivitas yang terus membaik. Harga komoditas ini juga terus meningkat dan berada pada level yang tinggi yang menyebabkan banyak petani beralih ke komoditas ini (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).

2.1.2. Petani dan Usahatani

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1989).

(27)

Petani merupakan setiap orang yang melakukan usaha di bidang pertanian (terlibat langsung dalam proses pertumbuhan tanaman atau hewan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usahatani, petani berperan sebagai manager atau penggerak yang menggerakkan setiap elemen yang akan menghasilkan sesuatu produksi (Soeharjo, 1978).

Berdasarkan status kepemilikan tanahnya, maka petani dapat dibedakan yaitu (1) petani pemilik adalah petani yang memiliki tanah dan secara langsung mengusahakan dan mengelola usahataninya, petani bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya tanpa ada pengaruh dari orang lain sehingga segala pengambilan keputusan ada di tangan petani. (2) Petani penyakap adalah petani yang mengelola usahatani dari tanah milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ini ditentukan oleh pemilik bersama-sama dengan petani penyakap. (3) Petani penyewa adalah petani yang mengelola usahatani melalui tanah milik orang lain yang disewa atau dikontrak dengan jangka waktu tertentu. (4) Petani pemilik penyakap adalah petani yang mengelola usahatani dengan lahan milik sendiri ditambah dengan milik orang lain dengan sistem bagi hasil (Soeharjo, 1978).

2.1.3. Faktor Produksi

(28)

kerja, modal untuk membeli bibit, pupuk dan obat-obatan serta aspek manajemen sangat penting dalam menunjang kegiatan produksi (Soekartawi, 2003).

A. Lahan

Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Hal ini karena lahan merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhan. Luas lahan usahatani akan mempengaruhi jumlah produksi tanaman yang dikelola. Menurut Soekartawi (2003), luas lahan mempunyai hubungan yang positif dengan produksi, artinya bila lahan diperluas maka produksi meningkat. Hal ini berarti dengan meningkatnya produksi maka produktivitas meningkat, penerimaan petani bertambah sehingga keuntungan yang diperoleh akan meningkat.

Dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya. Pengukuran luas usahatani dapat diukur dengan berdasarkan hal-hal sebagai berikut (Suratiyah, 2006) :

a) Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah yang ada dalam usahatani termasuk sawah, tegal, pekarangan, jalan saluran, dan sebagainya.

b) Luas lahan pertanaman adalah jumlah seluruh tanah yang dapat ditanami/diusahakan.

c) Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada pada suatu saat.

(29)

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat bergantung musim. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk (Suratiyah, 2006).

Menurut Soeharjo (1978), tenaga kerja dibagi dua berdasarkan sumbernya yaitu tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Berdasarkan jenisnya, tenaga kerja dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Tenaga kerja manusia yang dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasar tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh : umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani.

b. Tenaga kerja ternak yang digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan.

c. Tenaga kerja mekanik yaitu digunakan untuk pengolahan lahan, pemupukan, pengobatan, penanaman serta panen. Tenaga kerja mekanik bersifat substitusi, pengganti tenaga kerja ternak atau manusia.

(30)

a. jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja sejak persiapan sampai panen. Dapat saja menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total) ; b. jumlah setara pria (Men Equivalen) jumlah kerja yang dicurahkan untuk

seluruh proses produksi diukur dengan ukuran hari kerja pria. Ini berarti harus menggunakan konvensi berdasar upah, untuk pria dinilai 1 HK pria, wanita 0,7 HKP, ternak 2 HKP dan anak-anak 0,5 HKP (Hernanto, 1996). C. Modal

Modal umumnya diartikan sebagai barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian barang-barang atau kekayaaan yang digunakan untuk kepuasan saja tidak disebut modal. Modal digunakan untuk menghasilkan barang-barang konsumsi atau jasa, atau untuk menghasilkan modal baru yang dapat digunakan dalam proses produksi berikutnya (Soeharjo, 1978).

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap (modal variabel). Modal tetap didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Sedangkan modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan untuk tenaga kerja (Soekartawi, 2003).

(31)

kekurangan unsur N, dengan demikian penambahan urea atau ZA selalu member respon yang nyata (Muljana, 2001).

Penggunaan pupuk atau input lainnya diupayakan agar mempunyai efisien tinggi. Artinya pemberian pupuk tidak boleh lebih atau ketidaktepatan pemberian yang merupakan pemborosan yang berarti mempertinggi input. Keefiesienan pupuk merupakan jumlah kenaikan hasil panen atau parameter pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan pupuk/hara.

Faktor lain yang dapat menentukan nilai produksi yang diperoleh adalah pengendalian hama dan penyakit tanaman yang ditempuh dengan jalan penggunaan obat-obatan (pestisida). Pengendalian hama dan penyakit terutama dengan kimiawi orientasinya bukan meningkatkan produksi tanaman, tetapi hanya mempertahankan hasil pada tanaman agar tetap maksimum. Dengan demikian pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan sesuai selera petani, tetapi harus berpegang teguh pada prinsip pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.

2.1.4. Produktivitas Kakao

(32)

peningkatan kesejahteraan mereka sementara petani yang tidak cukup produktif akan keluar pasar untuk mencari kesuksesan di tempat lain. Produktivitas pertanian diukur sebagai rasio dari pertanian output untuk pertanian masukan .

Produktivitas lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Daya dukung lahan adalah kemampuan tanah, iklim, organisme, tanaman (genetik), waktu dan manusia sebagai pengelola atau tenaga kerja (Anonim, 2005).

Dalam penentuan produktivitas lahan sangatlah dipengaruhi oleh manusia sebagai “manager”. Manusia sebagai manajer akan menentukan

sistem pertanian yang akan dilaksanakan dari kegiatan usahataninya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka produktivitas usaha (lahan pertanian) adalah kemampuan manusia untuk mengelola semua sumberdaya yang ada agar didapatkan nilai tukar uang optimal dari satuan luas lahan pertanian yang diusahakannya dalam suatu sistem pertanian (Anonim, 2005).

Produksi merupakan kegiatan pengubahan input menjadi output. Dalam ekonomi, proses kegiatan tersebut biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Makin tinggi kuantitas output, maka akan semakin mempengaruhi produktivitas.

(33)

akan mempengaruhi produksi yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produktivitas.

Faktor yang cenderung mempengaruhi produktivitas yaitu umur tanaman. Pada umumnya tanaman perkebunan termasuk kakao produktivitas akan meningkat seiring pertambahan usia hingga batas umur maksimum dan makin tua umur tanaman maka produktivitas cenderung menurun.

2.1.5. Pendapatan Usahatani

Kegiatan usahatani bertujuan untuk mencapai produksi di bidang pertanian. Pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari biaya yang telah dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya inilah yang disebut pendapatan dari kegiatan usahatani. Karena dalam kegiatan usahatani bertindak seorang petani yang berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja, dan sebagai penanam modal pada usahanya, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo, 1978).

(34)

Menurut Soeharjo (1978), biaya produksi dalam usahatani biasanya diklasifikasikan, yaitu :

a) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, contoh: pajak, nilai penyusutan alat.

b) Biaya tidak tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh: biaya pembelian saprodi.

c) Biaya marjinal (marginal cost) yaitu tambahan biaya yang diperlukan untuk menaikkan satu satuan produk.

d) Biaya rata-rata (average cost) adalah keseluruhan jumlah biaya (tetap atau variabel) dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan.

e) Biaya total (total cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

Soekartawi (2003) mengemukakan bahwa keuntungan atau pendapatan didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya, dimana penerimaan total adalah banyaknya output dikalikan dengan harganya. Rumusnya adalah :

TR = Y x Py

Pd = TR – TC

Keterangan :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam satuan usahatani Py = Harga Y

Pd = Pendapatan Usahatani TC = Total pengeluaran

(35)

yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non finansial.

Suatu proyek usahatani disebut layak apabila manfaat yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan selama proyek tersebut dilaksanakan. Karenanya berbagai faktor penunjang yang mendukung proyek tersebut secara pasti harus diketahui sebelum proyek itu dilaksanakan (Siregar, 2003).

Seorang petani dalam melakukan usahataninya selalu berpikir bagaimana ia mengalokasikan sarana produksi (input) seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Untuk memaksimumkan keuntungan petani, maka ada dua pendekatan yang harus ditempuh, yaitu: 1). Maksimalisasi keuntungan yakni mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal dan 2). Minimalisasi biaya yakni memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya (Soekartawi, 2003).

2.2. Kerangka Berpikir

Potensi kakao memiliki prospek yang baik dalam pengembangannya yang mampu mengisi peluang pasar. Semakin melonjaknya harga komoditi pertanian yang berorientasi ekspor khususnya kakao, maka petani terdorong untuk meningkatkan produksi yang akhirnya mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang lebih tinggi.

(36)

pestisida. Dalam proses tersebut, petani akan selalu berusaha mengalokasikan input (faktor produksi) seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal.

Produksi merupakan hasil (output) yang diperoleh. Produktivitas adalah suatu konsep yang menggambarkan hubungan antara jumlah barang yang diproduksi dengan sumber (jumlah tanaman, luas lahan, dan umur tanaman) yang dipakai untuk menghasilkan hasil tersebut.

Produksi kakao yang dihasilkan petani akan memberikan keuntungan yang diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Usaha meningkatkan produksi tidak menguntungkan apabila penggunaan input produksi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dan modal yang dikeluarkan oleh petani.

Lebih lanjut, untuk melengkapi uraian di atas maka kerangka berfikir penelitian ini dapat ditunjukkan dalam skema berikut :

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Produktivitas

Luas Lahan Produksi

Jumlah Tanaman

(37)

Gambar 2. Skema Kerangka Pikir Penelitian Analisis Keuntungan

2.3. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Luas lahan, jumlah produksi, jumlah tanaman, dan umur tanaman berpengaruh nyata terhadap produktivitas usahatani kakao.

2. Usahatani kakao menguntungkan petani.

Usahatani Kakao

Jumlah Produksi

Pendapatan Biaya

Usahatani

Faktor Produksi : - Lahan

(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah ini penduduknya mayoritas mata pencahariannya adalah berusahatani kakao serta cukup potensial untuk pengembangan usahatani kakao. Waktu yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dalam melakukan penelitian ini adalah kurang lebih dua bulan dari Januari 2009 hingga Februari 2010.

3.2. Metode Penelitian dan Penentuan Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan bantuan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Metode survey dilakukan pada petani kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Metode pengambilan sampel atau penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.

(39)

sebanyak 45 orang petani kakao atau sekitar 15% dari jumlah keseluruhan petani kakao yang diharapkan mampu mewakili populasi yang ada.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Teknis pengumpulan data melalui observasi dan wawancara langsung untuk memperoleh data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani kakao yang berkaitan dengan bidang penelitian dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Majene, Kantor Desa Seppong, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene.

3.4. Analisis Data

Penilitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian ditabulasi dan diolah dengan menggunakan analisis sebagai berikut :

1. Hipotesis I

Hipotesis I mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas akan dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah masing-masing

(40)

Secara metematik fungsi linear berganda dapat dituliskan seperti persamaan berikut :

Y = b0 + b1 X1+ b2 X2 + b3 X3+ ………+ bn Xn + e

Adapun rumus regresi yang digunakan untuk hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = b0 + b1 Pi+ b2 Ll + b3 Jt + b4 Um + e

Keterangan :

Y = Produktivitas (kg/ha) bo = Kontanta

b1-5 = Koefisien regresi

Pi = Produksi (kg) Ll = Luas lahan (ha)

Jt = Jumlah tanaman (pohon) Um = Umur (tahun)

Analisis regresi bertujuan untuk menunjukkan ada tidaknya hubungan liniear yang berarti antara variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dimana produktivitas (Y) merupakan variabel dependen, sedangkan Pi, Ll, Jt, dan Um adalah variabel independen. Untuk mengetahui apakah variabel bebas (independen) berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (dependen) maka dapat dilakukan pengujian statistik, melalui analisis varians (Uji-F) dan uji parsial (Uji-T) serta uji koefisien determinasi (R2).

(41)

bersama-sama berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 % terhadap variabel Y (dependen).

Untuk pengujian secara parsial, apabila T – Hitung lebih besar atau sama dengan T – Tabel maka variabel X secara terpisah (variabel lain konstan) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 % terhadap variabel Y, dan sebaliknya apabila T- Hitung lebih kecil dari pada T – Tabel, maka masing-masing variabel X akan terpisah tidak bepengaruh pada variabel Y.

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. Adapun program yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah program SPSS (Statiscal Product and Service Solution) yang merupakan salah satu program olah data statistik.

2. Hipotesis II

Hipotesis II untuk membuktikan bahwa usahatani kakao menguntungkan petani digunakan analisis R/C Ratio. Analisis R/C Ratio digunakan untuk mengetahui apakah usahatani kakao yang dikelola petani tersebut menguntungkan atau tidak yang pengukurannya dengan menggunakan rumus :

(42)

Dimana :

TR = Total Revenue (Rp) TC = Total Cost (Rp)

R/C Ratio > 1, usahatani kakao tersebut menguntungkan R/C Ratio < 1, usahatani kakao tersebut tidak menguntungkan R/C Ratio = 1, usahatani kakao tersebut impas

3.5. Konsep Operasional

Konsep operasional merupakan ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian meliputi pengertian dan berbagai istilah yang digunakan untuk menyamakan persepsi antara peneliti dengan pihak lain yang membaca hasil penelitian. Konsep operasional dapat dilihat pada penjelasan berikut ini :

1. Usahatani kakao adalah kegiatan pertanian di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene dalam mengusahakan komoditi kakao dengan memanfaatkan faktor produksi pada tahun 2009.

2. Petani adalah orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan usahatani kakao di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat yang dinyatakan dengan satuan orang.

3. Produksi kakao adalah jumlah fisik biji kakao yang diperoleh petani pada tahun 2009 per satuan luas lahan yang dinyatakan dalam kg/ha/tahun. 4. Produktivitas ialah perbandingan antara jumlah produksi kakao dengan luas

lahan yang dikelola tahun 2009 yang dinyatakan dalam kg/ha/tahun.

(43)

6. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam berusahatani kakao tanpa mempengaruhi hasil produksi seperti pajak tanah dan penyusutan alat yang dinyatakan dalam rupiah/tahun.

7. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam berusahatani kakao yang mempengaruhi hasil produksi seperti pupuk, pestisida, dan tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah/tahun.

8. Jumlah tanaman adalah banyaknya tanaman kakao yang dimiliki oleh petani pada areal lahannya tahun 2009 yang dinyatakan dalam satuan pohon/ha. 9. Harga jual adalah nilai penjualan biji kakao kering yang berlaku di pasaran

lokasi penelitian tahun 2009 dengan satuan rupiah (Rp/kg).

10. Penerimaan adalah nilai produksi dari hasil penjualan atau hasil perkalian antara jumlah produksi kakao dengan harga penjualan pada tahun 2009 dinyatakan dalam rupiah per ha (Rp/ha/thn).

11. Pendapatan usahatani kakao adalah pendapatan yang diterima petani kakao setelah dikurangi biaya produksi pada tahun 2009 dinyatakan dalam rupiah per ha (Rp/ha/thn)

12. Tenaga kerja adalah orang yang digunakan untuk melaksanakan kerja dalam proses usahatani kakao tahun 2009 yang diukur dengan satuan Hari Kerja Setara Pria (HKSP) per ha.

13. Pupuk adalah bahan yang diberikan pada tanaman kakao pada tahun 2009 untuk menambah unsur hara yang dinyatakan dalam kg/ha/tahun.

(44)

15. Umur tanaman adalah usia tanaman yang dihitung mulai dari pembibitan hingga bulan Desember 2009. Umur tanaman ini dinyatakan dalam satuan tahun.

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Batas-batas Wilayah

Majene merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Banggae. Secara geografis, Kabupaten Majene terletak di 2o 38’ 45” - 3o 38’ 15” LS dan antara 118o 45’ 00” - 119o 4’ 45” BT. Daerah ini

berbatasan dengan Kabupaten Mamuju di utara, Kabupaten Polewali Mamasa di timur, Teluk Mamasa di selatan, dan Selat Makasar di barat. Luas wilayah Kabupaten Majene adalah 947,84 Km2.

(45)

Sebelah utara : Desa Ulidang

Sebelah barat : Desa Ratte, Kecamatan Tutar, Kab. Polman Sebelah selatan : Desa Tallambalao

Sebelah timur : Desa Tammerodo

Desa Seppong berada pada ketinggian 300 mdl di atas permukaan laut. Dengan kondisi topografi datar hingga berbukit. Suhu rata-rata Desa Seppong berkisar 34o C.

4.2 Keadaan Penduduk

Penduduk merupakan salah satu aset yang penting keberadaannya bagi tercapainya kesuksesan dalam kegiatan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Keadaan ini, cukup menguntungkan Desa Seppong karena jumlah penduduk yang ada di daerah tersebut tergolong cukup banyak.

4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

(46)

laki-laki yang berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarganya dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya sehingga mereka memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan kaum wanita.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No Jenis Kelamin Jumlah

(Orang)

Persentase (%) 1.

2.

Laki-laki Perempuan

1.305 1.402

48,21 51,79

Jumlah 2.707 100,00

Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki yang menghuni Desa Seppong lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.305 orang (48,21%), sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.402 orang (51,79%). Komposisi penduduk Desa Seppong berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk lebih besar pada jenis kelamin perempuan atau dengan kata lain tingkat fertilitas yang tinggi terjadi pada perempuan.

4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(47)

fisik yang memadai akan tetapi tidak ditunjang dengan pengetahuan yang baik maka apa yang dikelolanya mungkin saja tidak mencapai hasil yang maksimal.

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pembangunan nasional. Pendidikan merupakan tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Sehingga pemerintah kerap kali mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di era otonomi daerah ini, pemerintah daerah yang merupakan pengawas langsung kegiatan yang menyangkut sektor pendidikan di daerahnya sehingga penduduk daerahnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja. Tingkat pendidikan di Desa Seppong dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No. Tingkat Pendidikan (Orang) Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Belum Sekolah Buta aksara Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D1/D2 Tamat D3 Tamat S1 447 49 319 1.167 479 221 15 1 9 16,51 1,81 11,78 43,11 17,69 8,16 0,55 0,04 0,33

Jumlah 2.707 100,00

(48)

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan Tamat SD menempati urutan tertinggi yaitu 1.167 orang atau 43,11% dari jumlah penduduk keseluruhan dan yang paling sedikit yaitu penduduk yang tamat D3 sebanyak 1 orang atau 0,04%. Berdasarkan tabel 3 bahwa jumlah penduduk yang belum sekolah, buta aksara, dan tidak tamat SD yaitu sebanyak 815 jiwa. Jumlah penduduk yang menempuh pendidikan dasar yaitu sebanyak 1645 jiwa, pendidikan menengah sebanyak 221 jiwa dan pendidikan tinggi sebanyak 25 jiwa. Hal ini dapat dikategorikan bahwa pendidikan penduduk Desa Seppong masih tergolong rendah karena sebagian besar penduduk yang menempati Desa ini hanya lulusan SD. Keadaan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat.

4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

(49)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No. Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Petani Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Penjahit Tukang Batu Tukang Kayu Peternak Sopir TNI/Polri Pengusaha 465 9 3 35 3 15 26 15 11 1 9 78,55 1,52 0,51 5,91 0,51 2,53 4,39 2,53 1,86 0,17 1,52

Jumlah 592 100,00

Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010

(50)

4.3 Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Seppong secara umum meliputi penggunaan untuk sawah, pemukiman, rawa, perkebunan, perkantoran, dan lapangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No. Pola Penggunaan Lahan Luas (ha)

Persentase (%) 1.

2. 4. 5. 6. 7.

Pemukiman Lahan Pertanian Hutan

Perkantoran dan sekolah Kuburan

Prasarana umum lainnya

22 1128,5 315 1,5 3 3

1,49 76,61 21,38 0,10 0,20 0,20

Jumlah 1473 100,00

Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010

(51)

4.4 Keadaan Umum Sarana dan Prasarana 4.4.1 Sarana Perhubungan

Jalan merupakan prasarana angkutan darat untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Sarana perhubungan merupakan sarana yang sangat penting karena sarana perhubungan inilah yang mampu menciptakan mobilitas penduduk. Dengan adanya sarana perhubungan, maka arus berbagai aspek kehidupan akan menjadi lancar dan mudah. Misalnya, dengan adanya sistem transportasi yang baik di daerah pedesaan maka petani dapat dengan mudah dan cepat menjual hasil panennya. Untuk mengetahui secara terperinci sarana dan prasarana transportasi yang terdapat di Desa Seppong dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No. Jenis Jumlah

1.

2.

Prasarana Transportasi

a. Jalan Tanah/Batu (meter) b. Jembatan (unit)

Sarana Transportasi

a. Kendaraan Umum (Kondisi) b. Kendaraan Pribadi (Kondisi)

7500 2

Ada/Baik Ada/Baik Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010.

(52)

urutan pertama dalam hal jumlah yaitu sebanyak 192 unit, mobil sebanyak 15 unit. Sarana dan prasarana inilah yang sering dimanfaatkan oleh penduduk Desa Seppong untuk memperlancar kegiatan mereka, utamanya dalam hal pengangkutan dan pengadaan faktor-faktor produksi usahatani kakao.

4.4.2 Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan termasuk salah satu faktor dalam menunjang pengetahuan masyarakat desa, oleh karena itu maka diperlukan sarana pendidikan. Tingkat pendidikan yang cukup memadai dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan seseorang. Bahwa pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja, dengan produktif karena kualitasnya. Berikut ini disajikan sarana pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene pada Tabel 7.

Tabel 7. Sarana Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No Jenis Sarana Jumlah

(unit)

Persentase (%) 1

2 3

TK

Sekolah Dasar SLTP/MTs

2 3 1

33,33 50,00 16,67

Jumlah 6 100,00

Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010

(53)

hanya sampai SD saja dan pada akhirnya mereka lebih memilih membantu orangtua mereka yang berprofesi sebagai petani kakao.

4.4.3 Sarana dan Prasarana Perekonomian

Sarana perekonomian merupakan sarana yang paling penting dalam menunjang kegiatan perekonomian pada suatu daerah. Dengan adanya sarana perekonomian pada suatu daerah, misalnya pasar maka masyarakat memiliki tempat untuk melaksanakan kegiatan ekonominya.

Adapun keadaan sarana perekonomian di Desa Seppong Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Keadaan Sarana Perekonomian Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No. Sarana dan Prasarana Jumlah

(unit)

1 Pasar Umum 1

2 Warung 3

3 Bengkel 4

4 Industri 4

Sumber : Data Sekunder, 2010.

(54)

4.4.4 Sarana dan Prasarana Keagamaan, Kesehatan dan Olahraga

Sarana keagamaan, kesehatan dan olahraga tersebut merupakan sarana yang mampu menunjang kehidupan dan keberlanjutan kehidupan penduduk pada suatu wilayah, sehingga keberadaan sarana tersebut dapat dijadikan sebagai indikator kemajuan suatu wilayah atau daerah. Suatu daerah yang dapat digolongkan sebagai daerah maju adalah daerah yang memiliki sarana dan prasarana lengkap. Untuk mengetahui secara terperinci jumlah sarana dan prasarana keagamaan dan kesehatan di Desa Seppong dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sarana Keagamaan dan Kesehatan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2009.

No Jenis Sarana Jumlah (unit)

1

2

Sarana Keagamaan a. Masjid

b. Musollah Sarana Kesehatan

- Puskemas Pembantu (Pustu) - Pondok Bersalin

- Posyandu - Pos KB Sarana Olahraga

a. Lapangan Sepakbola b. Lapangan Volly

c. Lapangan Bulutangkis d. Lapangan Takraw e. Tenis Meja

7 1 1 1 3 3 1 6 1 6 4 Sumber : Kantor Desa Seppong, 2010

(55)

sarana kesehatan yang terdapat di Desa ini tergolong memadai dengan terdapatnya puskesmas pembantu, pondok bersalin, posyandu, dan pos KB. Meskipun peralatan dan tenaga medis ini kurang memadai, tetapi salah satu sarana kesehatan seperti puskesmas pembantu yang menjadi tujuan warga setempat apabila ada yang terkena penyakit.

(56)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Petani Responden

Identitas petani responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan dari petani tersebut. Identitas seseorang petani responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usahataninya. Informasi-informasi mengenai identitas petani responden sangat penting untuk diketahui karena merupakan salah satu hal yang dapat memperlancar proses penelitian dan memudahkan dalam menganalisis usahataninya. Identitas petani responden akan dibahas berikut ini.

5.1.1 Umur

Umur merupakan tingkatan nilai usia yang dimiliki seseorang. Dengan umur kita dapat melihat kualitas dari kerja manusia. Dalam bidang pertanian tingkatan umur merupakan faktor penting, semakin muda umur kekuatan untuk dapat bekerja dan berpikir lebih maksimal. Usia sangat mempengaruhi kematangan seseorang dalam berfikir dan bertindak. Umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Identitas Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No. Umur

(Tahun)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%) 1.

2. 3. 4. 5.

25-32 33-40 41-48 49-56 57+

9 14 13

5 4

20,00 31,11 28,89 11,11 8,89

(57)

Pada Tabel 10 terlihat bahwa persentase umur petani responden terbesar berada pada umur 33-40 tahun dengan jumlah 14 orang (31,11%), dan persentase terkecil berada pada umur 57 tahun keatas dengan jumlah 4 orang (8,89%). Pada kisaran umur petani responden antara 25 tahun sampai 65 tahun dengan rata-rata umur 41 tahun, sebagian besar petani responden masih tergolong kelompok umur produktif (25-54 tahun), yaitu sebanyak 39 orang atau 86,67 %. Sedangkan jumlah petani responden Kelompok umur non produktif (diatas 55 tahun), yaitu sebanyak 6 orang atau 13,33%. Menurut Wirosuhardjo (2007), penduduk dibagi menjadi dua tingkatan berdasarkan usia yaitu usia produktif dan usia non produktif. Penduduk yang termasuk usia produktif berada diantara usia 11 sampai 54 tahun. Usia produktif tersebut memiliki ketahanan fisik yang kuat dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan penduduk yang termasuk usia non produktif dibagi atas dua bagian yaitu anak-anak yang berusia dibawah umur 10 tahun dan orang tua yang berusia diatas 55 tahun.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

(58)

Tabel 11. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%) 1

2 3 4

Tidak Sekolah Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi

7 28 8 2

15,56 62,22 17,78 4,44

Jumlah 45 100,00

Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar pendidikan petani responden yaitu tingkat pendidikan dasar berjumlah 28 orang (62,22%). Sedangkan persentase terkecil pendidikan petani responden yaitu pada tingkat pendidikan tinggi berjumlah 2 orang (4,44%).

Berdasarkan Tabel 11, petani responden hanya menamatkan pandidikan dasar pada tingkat SD yaitu sebanyak 16 orang dan tamat SMP sebanyak 12 orang. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya petani responden memiliki pendidikan formal yang masih relatif rendah, hanya sampai pada tingkat pendidikan dasar. Keadaan ini secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi setempat terutama dalam menerima informasi yang berhubungan dengan pengelolaan usahatani kakaonya.

5.1.3 Pengalaman Berusahatani

(59)

merupakan pelajaran besar untuk menuju ke tingkat pengembangan usahanya. Pengalaman berusahatani responden dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Identitas Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No

Pengalaman Berusahatani

(tahun)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%) 1.

2. 3. 4. 5.

5-11 12-18 19-25 26-32 33-39

7 17 11 6 4

15,56 37,78 24,44 13,33 8,89

Jumlah 45 100,00

Berdasarkan Tabel 12, pengalaman berusahatani petani responden berkisar antara 5 tahun hingga 36 tahun dengan rata-rata pengalaman 19 tahun. Pada Tabel 12 terlihat bahwa pengalaman berusahatani berkisar antara 5 - 7 tahun sebanyak 7 orang (15,56%). Petani responden yang memiliki pengalaman berusahatani diatas 11 tahun sebanyak 38 orang (84,44%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden tergolong cukup berpengalaman dalam hal pengelolaan usahatani kakao. Bahkan rata-rata petani sudah menggunakan teknik sambung samping dalam upaya peningkatan produksi.

5.1.4 Luas Lahan

(60)

Tabel 13. Identitas Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No. Luas Lahan (ha)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. <1 8 17,78

2. 1 – 2 31 68,89

3. >2 6 13,33

Jumlah 45 100,00

Luas lahan yang dimilki petani responden berkisar antara 0,4 ha hingga 3 ha, dengan rata-rata kepemilikan 1,4 ha. Dari Tabel 13 terlihat bahwa persentase terbesar yaitu 68,89 % petani responden memiliki lahan dengan luas antara 1 – 2 ha. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan lahan petani sudah tergolong tinggi. Dengan tingkat penguasaan lahan yang tinggi dan sangat berpengaruh bagi kegiatan usahatani kakao, petani dapat memanfaatkan lahannya dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan produksi kakao yang berdampak langsung pada pendapatan yang diterima petani.

5.2 Analisis Usahatani Kakao

(61)

pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani yang dikeluarkan.

Biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi sehingga menghasilkan produk disebut sebagai biaya produksi yang meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah penggunaannya berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan, yang meliputi biaya pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah penggunaannya tidak berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan meliputi pajak lahan dan penyusutan alat. Untuk mengetahui analisis usahatani kakao per hektar dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Produksi, Nilai Produksi, Total Biaya, Pendapatan Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No Uraian Volume Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp/ha/tahun)

1 Produksi (kg) 730.34 21400 15.639.045,58

2 Biaya usahatani

a. Biaya variabel 2.483.063,74

Pupuk (kg)

- Urea 199.81 1500 299.714,81

- SP-36 95.92 1900 182.253,67

- KCL 122.76 1700 208.684,28

(62)

- Kandang 13.93 500 6.965,81

Upah tenaga kerja (HOK)

- Pemupukan 5.17 30000 155.043,59 - Pemeliharaan 7.67 30000 230.082,62

- Panen 24.51 30000 735.169,52

- Pasca panen 9.07 30000 271.976,41

Pestisida

- Bento (ltr) 1.42 80000 113.559,73 - Vigor (ltr) 1.31 50000 65.715,57 - Noxon (ltr) 1.74 90000 156.705,13 - Gramoxone (ltr) 0.34 70000 24.137,04 - Antilla (kg) 0.50 50000 24.833,33

b. Biaya tetap 139.159,65

Pajak lahan (ha) 1.00 20000 20.000,00

Penyusutan alat (unit)

- Cangkul 2.00 15.105,02

- Parang 2.00 16.480,86

- Sabit 1.00 6.702,08

- G. Pangkas 1.00 10.595,17

- G. Galah 1.00 29.778,77

- Gergaji 1.00 9.818,18

- Tangki Semprot 1.00 30.679,56

c. Total biaya (a+b) 2.622.223,39

3 Gross Margin (1 - 2a) 13.155.981,84

4 Net Farm income (3 – 2b) 13.016.822,19

Pada Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata produksi biji kakao kering yang dihasilkan petani responden yaitu 730,34 kg/ha. Dengan harga biji kakao kering rata-rata Rp.21.400,-, maka penerimaan (Gross Output) yang diperoleh sebesar Rp.15.639.045,58. Adapun biaya produksi yang dikeluarkan petani responden terdiri atas biaya variabel senilai Rp.2.483.063,74 per hektar dengan rincian biaya pupuk sebesar Rp.705.840,80, biaya pestisida Rp.384.950,81, dan upah tenaga kerja Rp.1.392.272,14 serta biaya tetap senilai Rp.139.159,65 per hektar. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui besar Gross Margin sebesar Rp.13.155.981,84 per hektar dan pendapatan bersih petani (Net Farm Income) sebesar Rp.13.016.822,19 per hektar.

(63)

Keuntungan usahatani kakao dapat diketehui dengan analisis R/C ratio, dan analisis titik impas dengan menganalisis kuantitas produk pada saat petani responden mulai memperoleh keuntungan.

Analisis R/C Ratio digunakan untuk mengetahui apakah usahatani kakao yang dikelola petani responden tersebut menguntungkan atau tidak. Untuk mengetahui analisis R/C ratio, rata-rata total penerimaan, dan rata-rata total biaya yang diperoleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Analisis R/C Ratio, Penerimaan, dan Total Biaya Rata-rata per hektar Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, 2010.

No Uraian Volume

Harga Satuan

(Rp)

Nilai

1 Total Penerimaan (TR) 730.34 21400 Rp.15.639.045,58

2 Total Biaya (TC) Rp. 2.622.223.39

3 R/C ratio (TR/TC) 5,96

Pada Tabel 15 diperoleh hasil perhitungan nilai R/C ratio dari usahatani kakao adalah 5,96. Berdasarkan kriteria nilai R/C ratio lebih besar dari 1 yang berarti bahwa usahatani yang dilakukan petani responden menguntungkan. Nilai 5,96 memberikan arti bahwa dengan biaya sebesar satu rupiah menghasilkan keuntungan sebesar Rp.5,96.

5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Lahan Petani Kakao

Gambar

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kakao di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat
Gambar 2. Skema Kerangka Pikir Penelitian Analisis Keuntungan
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Seppong,
Tabel 3. Tingkat Pendidikan di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang dimaksudkan suami tidak mampu di sini adalah ketidakmampuan seorang suami untuk memenuhi kebutuhan isterinya, baik berupa nafkah lahir maupun nafkah batin

Peneliti akan memfokuskan kajian pada kebijakan Kepala Pekon dalam proses Integrasi sosial setelah penyelesaian konfllik antar masyarakat (studi di Pekon

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi evaluasi pembelajaran Asuhan Kebidanan II untuk mengukur prestasi belajar Asuhan Kebidanan II

Dalam menjalankan penelitian ini, peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui prestasi siswa dalam kosa kata sebelum diajarkan

Menurut Hines dan Tailor dalam jurnal Rizka dan Rovila (2013), “non value added activities adalah segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa tidak memberikan nilai

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir “Budidaya Ikan Platy Santa Claus Xiphophorus helleri dan Ikan Green Severum Heros appendiculatus di Ilmi Fish Farm, Bogor, Jawa

Pada gagasan ini, pemahaman terhadap musik bersifat subjektif, dalam arti, pemahaman pendengar akan disesuaikan dengan latar belakangnya, sehingga pendengar dapat merasakan

Sementara itu aspek lingkungan eksternal yang menjadi penguat pengembangan bahan ajar bahan ajar bercerita bermuatan nilai-nilai kewira- usahaan berbentuk CD interaktif yaitu