A. Latar Belakang
Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam
bidang ekonomi dan menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan
meningkatkan pembangunan serta perokonomian Nasional. Koperasi lahir pada
permulaan abad ke-19 sebagai reaksi terhadap sistem liberalisme ekonomi, yang
pada waktu itu sekelompok kecil pemilik-pemilik modal menguasai kehidupan
masyarakat. Susunan masyarakat kapitalis sebagai kelanjutan dari liberalisme
ekonomi, membiarkan setiap individu bebas bersaing untuk mengejar keuntungan
sebesar-besarnya, dan bebas pula mengadakan segala macam kontrak tanpa
campur tangan pemerintah. Akibatnya, sekelompok kecil pemilik modal
menguasai kehidupan masyarakat. Mereka hidup berlebih, sedangkan sekelompok
besar dari masyarakat yang lemah kedudukan sosial ekonominya makin terdesak.
Pada saat itulah tumbuh gerakan koperasi yang menentang aliran individualisme
dengan asas kerja sama dan bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Bentuk
kerja sama ini melahirkan perkumpulan koperasi.1
Secara umum yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu badan usaha
bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian lemah yang bergabung secara
sukarela dan atas dasar persamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anggotanya.2
1
Pandji Anoraga dan Ninik Widyanti, Dinamika Koperasi (Jakarta: Rineka Citra, 2007), hlm. 1.
2G. Kartasapoetra & A.G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,
Koperasi Indonesia memberikan pengertian bahwa tidak boleh mengimpor
begitu saja pengertian-pengertian koperasi tersebut di atas, karena cara-cara
berkoperasi yang dianggap baik dijalankan di luar negeri, kemungkinan ada yang
kurang cocok untuk dijalankan di negara Indonesia. Dalam hal mengimpor
pengertian koperasi itu harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan ;
1. cita-cita segenap bangsa Indonesia, yaitu terbentuknya negara adil dan
makmur yang menyeluruh;
2. kondisi-kondisi yang berlaku serta kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari
masyarakat umumnya di tanah air kita;
3. Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.3
Koperasi sebagai usaha bersama, harus mencerminkan
ketentuan-ketentuan sebagaimana lazimnya didalam kehidupan suatu keluarga. Dimana
segala sesuatunya dikerjakan secara bersama-sama dan ditujukan untuk
kepentingan bersama seluruh anggota keluarga.4
Koperasi diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang
Perkoperasian pada awal kemerdekaan Indonesia. Setelah itu terjadi beberapa
peraturan mengenai koperasi tersebut dan diganti oleh Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, kemudian setelah itu diganti
oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Selajutnya
disebut dengan Undang Perkoperasian) dan yang terbaru adalah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Selajutnya disebut dengan
UU 17/2012 tentang Perkoperasian).5
3
Ibid., hlm. 2.
4 Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia (Medan: Galia
Indonesia, 2010), hlm. 113.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkopersian digantikan
oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok–Pokok Perkoperasian degan tujuan untuk membangkitkan peran koperasi sebagai wadah perjuangan
ekonomi rakyat dan mengembalikan koperasi perjuangan untuk meningkatkan dan
membangkitkan peran koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat dan
mengembalikan koperasi pada landasan-landasan asas–asas dan sendi sendi koperasi yang murni. Perbaikan dan pengembangan pada Undang-Undang
Perkoperasian terus dilakukan dalam rangka peningkatan perekonomian rakyat
melalui koperasi. Hal tersebut juga dilakukan dengan memegang teguh
prinsip-prinsip koperasi yang murni dan menjaganya agar tetap ada dan menjiwai seluruh
koperasi yang didirikan di Indonesia. Akhirnya pada tahun 2012 diterbitkanlah
undang-undang tentang perkoperasian terbaru yang dianggap akan membawa
perhatian terhadap koperasi itu sendiri. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
mengenai Perkoperasian ini membawa banyak konsep-konsep baru yang
ditujukan dalam rangka mengembangkan koperasi dan menyesuaikan dengan
perekonomian global. Undang-Undang diamanatkan untuk membawa koperasi
kearah yang lebih baik lagi.6
Koperasi memberikan pengertian secara umum bahwa prinsip dasar,
definisi koperasi, bentuk koperasi dan jenis usahanya sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan” yang mana hal ini
merupakan landasan hukum perekonomian nasional dan merupakan jati diri
koperasi.
Tujuan normatif dari memberlakukan UU 17/2012 tentang Perkoperasian
adalah untuk memberikan status hukum kepada koperasi dan memfasilitasi kerja
mereka unntuk memastikan bahwa koperasi bekeja sesuai dengan prinsip koperasi
yang berlaku universal dari undang-undang. Situasi politik indonesia yang sering
berubah cepat dan cenderung belum stabil ikut juga turut berpengaruh pada dunia
perkoperasian yang ada. Salah satunya adalah seringkali bergantinya
undang-undang yang ada. Dengan alasan mengikuti perkembangan waktu dan global
undang-undang dapat berubah, walaupun terkadang memiliki akibat dan manfaat
yang kurang baik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah
undang-undang tentang pekoperasian.
Salah satu bentuk dari seringnya pergantian undang-undang yang ada
pemerintah menerbitkan UU 17/2012 tentang Perkoperasian untuk menggantikan
Undang Perkoperasian. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan
Undang-Undang Perkoperasian tidak memiliki kapasitas untuk membangun koperasi yang
benar dan kuat. Kebijakan pemerintah dan pelanggaran oleh koperasi sendiri yang
bertolak belakang dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi itu sendiri. Sehingga
dalam reformasi dan perkembangan yang ada dibutuhkan pembaharuan
undang-undang Perkoperasian yang baru.
Diterbitkannya UU 17/2012 tentang Perkoperasian diharapkan dapat
menambah kapasitas dan membangun koperasi yang lebih baik lagi, tapi
sayangnya undang-undang ini ternyata tidak dapat menangkap aspirasi menuju
koperasi yang lebih baik lagi. Sehingga susunannya tidak menciptakan ruang bagi
pertumbuhan gerakan dari jati diri koperasi karena pengertian koperasi menjadi
17/2012 tentang Perkoperasian koperasi adalah asosiasi berbasis modal. Karena
undang ini telah melanggar jati diri koperasi oleh karena itu jelas
undang-undang ini telah melanggar Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 karena telah ditegaskan bawah sistem ekonomi kekeluargaan adalah sistem
dari koperasi itu sendiri.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33
memandang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang kemudian
semakin dipertegas dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkoperasian. Menurut M.
Hatta sebagai pelopor Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian.7 Salah satu
pokok pikiran dari M. Hatta adalah koperasi menentang segala paham yang
berbau individualisme dan kapitalisme, hal ini lah yang membuat pandangan awal
bahwasannya UU 17/2012 tentang Perkoperasian tidak selaras dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (1).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dapat
dikatakan telah merusak otonomi dan jati diri koperasi Indonesia. Yang
merupakan organisasi perkumpulan orang dan bukan perkumpulan modal. UU
17/2012 tentang Perkoperasian yang baru saja diundangkan 30 Oktober lalu masih
mewarisi tradisi kolonial. Koperasi diterjemahkan sebagai badan hukum sebagai
subyek yang tidak ada bedanya dengan badan-badan usaha lainnya. Sehingga
landasan dari Undang-Undang ini adalah asas perorangan yang terjemahannya
tidak ada bedanya dengan perusahaan seperti persero.
Perkembangan ekonomi yang semakin besar juga berpengaruh pada
undang-undang perkoperasian yang baru ini yang mana lebih memandang sebagai
organisasi usaha seperti halnya perusahaan swasta yang dikelola untuk
mendapatkan untung yang sebesar-besarnya.
Uraian yang telah disampaikan sebelumnya UU 17/2012 tentang
Perkoperasian diberi pengertian badan hukum yang sesungguhnya hanya
kontinum dari pengertian Undang-Undang tentang Perkoperasian yang
menyebutkan pengertian koperasi sebagai badan usaha. Hal inilah yang akhirnya
oleh beberapa pihak mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK)
karena banyak dianggap tidak sejalan dengan jati diri koperasi Indonesia yang
menagacu dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 diantaranya Pasal 33 ayat (1) yang dianggap sangat bertentangan dengan UU
17/2012 tentang Perkoperasian.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang diatas, maka
permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perkoperasian menurut hukum positif di Indonesia ?
2. Bagaimanakah penerapan Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam koperasi ?
3. Bagaimanakah aspek usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dalam
pembatalan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 terkait Putusan Mahkamah
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana perkoperasian menurut hukum
positif di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bidang koperasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana aspek usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan dalam pembatalan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 terkait
pembatalan Putusan Mahkamah Konstitusi No 28/PUU-XI/2013.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini baik secara teoritis maupun praktis
adalah :
1. Secara teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum
ekonomi, khususnya dalam bidang perkoperasian.
2. Secara praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan
perundang-undangan yang masih diperlukan.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan Skripsi ini adalah hasil pemikiran penulis sendiri, yang telah
Universitas Indonesia bahwa penulisan tentang Aspek Usaha Bersama
Berdaasarkan Asas Kekeluargaan Dalam Pembatalan UU No. 17 Tahun 2012
Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013, belum pernah
dilakukan sebelumnya. Penulisan ini berdasarkan refrensi buku-buku, media
cetak, dan elektronik. Oleh karena itu penulisan ini merupakan sebuah karya asli
sehingga tulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Koperasi secara etimologis terdiri dari dua suku kata yaitu, co dan
operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan.8 Oleh
karena itu, koperasi adalah suatu perkempulan yang beranggotakan orang orang
atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota
dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi
kesejahteraan jasmaniah para anggota. Dasar hukum keberadaan koperasi di
Indonesia adalah Undang-Undang Perkoperasian dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan menurut pasal 1
Undang-Undang Perkoperasian di Indonesia adalah : “Badan usaha yang beranggotakan
orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
8 Koermen, Manajemen Koperasi Terapan (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya, 2003),
Koperasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
orang-orang yang mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang
berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota. Dari beberapa
pengertian dan definisi yang ada dapat terlihat ciri-ciri koperasi yang menonjol
yaitu :
a. Berasas kekeluargaan.
b. Keanggotaan sukarela dan terbuka bagi setiap warga Republik Indonesia.
c. Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi.
Tujuan koperasi sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2012 tentang Perkoperasian di Indonesia menyebutkan :
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945”.
2. Pengertian asas kekeluargaan dalam perkoperasian
Asas kekeluargaan mengandung makna adanya kesadaran dari hati nurani
setiap anggota koperasi untuk mengerjakan segala sesuatu dalam koperasi yang
berguna untuk semua anggota dan dari semua anggota koperasi itu sendiri. Jadi
bukan untuk diri sendiri maupun beberapa anggota saja dan juga bukan dari satu
anggota melainkan mencakup seluruh anggota. Dengan asas yang bersifat seperti
ini maka semua anggota akan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.9
Asas kekeluargaan yang mencerminkan adanya kesadaran dari hati nurani
manusia untuk bekerja sama dalam koperasi oleh semua untuk semua, di bawah
pimpinan pengurus serta penilikan dari anggota atas dasar keadilan dan kebenaran
serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.
Sikap kekeluargaan memiliki makna sebagai perilaku yang menunjukkan
sebuah manifestasi yang cenderung didasaarasi rasa familiar yang tinggi dengan
wujud responsible yang mempertimbangkan hubungan keakraban sebagai
kedekatan keluarga kepada orang lain, sehingga dengan manifestasi tingkah
lakunya ini menimbulkan keakraban rasa dekat seperti layaknya keluarga yang
memiliki hubungan darah.
Asas kekeluargaan dalam tata kehidupan ekonomi adalah prinsip
kehidupan ekonomi berdasarkan asas kerjasama atau usaha bersama. Hal ini
berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling
membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan
bersama secara adil (adil dalam kemakmuran dalam bidang ekonomi, prinsip
kegotongroyongan dan kekeluargaan terlihat dalam Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945).
3. Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Kostitusi adalah lembaga kenegaraan yang dibuat untuk
mengawal (to guard) konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara maupun warga negara. DI beberapa negara
bahkan dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi juga menjadi pelindung
(protector) konstitusi.10
Fungsi Mahkamah Konstitusi tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menangani perkara tertentu di
bidang ketatanegaraan, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga konstitusi agar
dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan cita-cita demokrasi dan
kehendak rakyat. Keberadaan mahkamah konstitusi sekaligus untuk menjaga
terselenggaranya suatu pemerintahan negara yang stabil dan sebagai koreksi
terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang menimbulkan
tafsir ganda terhadap konstitusi.
Lembaga negara lain dan bahkan orang per orang boleh saja menafsirkan
arti dan makna dari ketentuan yang ada dalam konstitusi, karena memang tidak
selalu jelas dan rumusannya luas dan kadang-kadang kabur atau tidak jelas. Akan
tetapi, yang menjadi otoritas akhir untuk memberi tafsir yang mengikat adalah
Mahkamah Konstitusi. Tafsiran yang mengikat tersebut hanya diberikan dalam
putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian yang diajukan kepadanya. Hal ini
berbeda dengan beberapa mahkamah konstitusi di bekas negara komunis yang
telah melangkah menjadi negara demokrasi konstitusional, mereka boleh memberi
fatwa (advisory) atau bahkan menafsirkan konstitusi jika anggota parlemen,
presiden atau pemerintah meminta.
Tafsiran yang dilakukan secara abstrak tanpa terkait dengan permohonan
pengujian atau sengketa konstitusi lain yang dihadapi oleh Mahkamah Konstitusi,
tentu hanya didasarkan pada ketentuan teks konstitusi, tanpa terkait dengan latar
belakang secara sosial maupun ekonomi yang menjadi dasar penafsiran.
Kehadiran pemohon, termohon maupun pihak-pihak terkait di Mahkamah
Konstitusi sesungguhnya akan sangat membantu untuk merumuskan dan
Tafsir konstitusi memberikan dampak negatif atas permintaan pihak
tertentu di luar pengujian atau permohonan sebagai perkara. Mahkamah
Konstitusi dianggap inkonsisten kalau putusannya berbeda dengan pendapat
penasehat yang diberikan meskipun dikatan bahwa pendapat penasehat tersebut
tidak mengikat.
Wewenang Mahkamah Konstitusi menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24C, yaitu :
a. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang dalam putusannya bersifat final.
b. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang tehadap
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
d. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus pembubaran partai
politik.
e. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan yang terjadi
atas hasil dari proses pemilu yang berlangsung.
f. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memberi putusan atas pendapat
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mengenai dugaan pelanggaran Presiden
atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun.
Secara khusus wewenang Mahkmah Konstitusi diatur dalam
a. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus pembubaran partai
politik.
d. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan yang terjadi
akibat hasil dari pemilihan umum.
e. Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memberi putusan atas pendapat
dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mengenai Presiden atau Wakil
Presiden yang diduga melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan
terhadap negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
a. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa;
1) penghianatan terhadap negara;
2) korupsi;
3) penyuapan;
b. Perbuatan tercela, tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hak Mahkamah Konstitusi:
a. Perorangan warga negara Indonesia (untuk pengujian UU)
b. Kesatuan masyarakat hukum adat (untuk pengujian UU)
c. Badan hukum publik atau privat (untuk pengujian UU)
d. Lembaga negara (untuk pengujian UU dan sengketa antar lembaga)
e. Pemerintah (untuk pembubaran partai politik)
f. Peserta pemilihan umum, baik pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD, maupun pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (untuk
perselisihan hasil pemilu)
Fungsi Mahkamah Konstitusi:
a. Menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum.
b. Pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya
dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa
anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi
konstitusi.
c. Untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari
koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan
konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnyaUntuk menguji apakah
F. Metode Penelitian
Sehubungan yang telah dikemukakan diatas sebelumnya, untuk
melengkapi penulisan skripsi ini agara tujuan dapat terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian
hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi :
1. Spesifikasi penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan
bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.11 Penelitian hukum
normatif ini mencakup:12
a. penelitian terhadap asas-asas hukum;
b. penelitian terhadap sistematika hukum;
c. penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum;
d. penelitian sejarah hukum;
e. penelitian perbandingan hukum;
Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum
sekunder,13 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan
internasional dalam bidang Perkoperasian, jurnal-jurnal dan karya tulis lainnya,
serta artikel-artikel berita terkait.Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian
yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual
dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat,
11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.
12 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 51.
13 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua
karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.14 Penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,
keadaan atau gejala-gejala lainnya.Maksudnya adalah terutama untuk
mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat
teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori-teori-teori baru.15
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang
melakukan pendekatan perundang-undangan dengan bertitik tolak pada analisis
terhadap pembatalan UU 17/2012 tentang Perkoperasian. Penelitian ini
difokuskan terhadap Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menjadi alasan dasar penmbatalan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang di putuskan oleh Mahkamah
Konstitusi dalam Putusan No. 28/PUU-XI/2013.
2. Sumber data
Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data
sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan dibidang hukum koperasi yang mengikat, antara lain :
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
b. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
c. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
14 Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cet.
Kedua (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada,1998), hlm. 36.
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum
sekunder yakni kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.
3. Tehnik pengumpulan data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode library search (penelitian
kepustakaan), yakni mempelajari literatur atau dari sumber bacaan buku-buku,
peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari
surat kabar, majalah, media elektronik, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan
penulisan skripsi ini yang semua itu dimaksudkan untuk memperoleh
bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.
4. Analisis data
Jenis analisi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
normatif kualitatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan. Data yang diperoleh
dari penelusurang kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi
pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan
dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar
belakang penulisan skripsi ini dengan judul “Aspek Usaha
Bersama Berdasarkan Asas Kekeluargaan Dalam Pembatalan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 terkait Putusan
28/PUU-XI/2013” kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan ditutup dengan memberikan sistematikan
dari penulisan skriosi ini.
BAB II PERKOPERASIAN MENURUT HUKUM POSITIF DI
INDONESIA
Bab ini menguraikan mengenai koperasi sebagai gerakan
ekonomi rakyat, fungsi, peran dan prinsip koperasi, pembentukan
koperasi sebagai badan usaha dan pengelolaan organisasi
organisasi koperasi.
BAB III PENERAPAN PASAL 33 AYAT 1 UNDANG-UNDANG
DASAR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM
KOPERASI
Bab ini menguraikan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik
Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai penjamin Hak Konstitusional untuk melakukan
usaha koperasi, penerapan Pasal 33 ayat 1Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 di bidang perkoperasian.
BAB IV ASPEK USAHA BERSAMA BERDASARKAN ASAS
KEKELUARGAAN DALAM PEMBATALAN
UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2012 TERKAIT PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 28/PUU-XI/2013
Bab ini menguraikan mengenai pertimbangan hukum pembatalan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 terkaiit Putusan Mahkamah
Konstitusi 28/PUU-XI/2013, aspek usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan dalam pembatalan Undang-Undang No. 17
Tahun 2012, konsekuensi hukum terhadap pembatalan
Undang-Undang No.17 Tahun 2012 terkait Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 28/PUU-XI/2013.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab.
Seluruhnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan