• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA ULAT JENGKAL HYPOSIDRA TALACA PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAMA ULAT JENGKAL HYPOSIDRA TALACA PADA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA ULAT JENGKAL (

HYPOSIDRA TALACA

) PADA TANAMAN

TEH

PENDAHULUAN

Pada dasarnya jasad hidup dipelajari dalam unit populasi. Populasi dapat diartikan sebagai kumpulan individu suatu species organisme yang sama, hidup dalam suatu tempat tertentu dan waktu tertentu. Batasan populasi ditentukan berdasarkan pengaruh satu individu terhadap individu yang lain dalam populasi tersebut. Jadi populasi dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis dan semua individu yang saling berhubungan/ berinteraksi.

Kumpulan populasi membentuk suatu komunitas. Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh keterangan tentang kemapanan organisasi komunitas tersebut. Biasanya bila suatu komunitas semakin beranekaragam, maka organisasi dalam komunitas tersebut akan semakin kompleks, sehingga kemapanan menjadi lebih mantap. Komunitas berinteraksi dengan faktor abiotik membentuk suatu ekosistem. Ekosistem merupakan suatu tingkat organisasi yang lebih kompleks dibanding komunitas. Ekosistem menurut Odum (1971) adalah suatu sistem yang meliputi semua organisme dalam suatu daerah yang bekerja sama dalam lingkungan fisik, sehingga arus energi di dalamnya menyebabkan terjadinya susunan trofik, diversitas biotis dan daur materi. Yang dimaksud dengan susunan trofik adalah susunan makanan, diversitas biotis adalah keaneka ragaman kehidupan, sedangkan daur materi adalah materi yang berasal dari bumi kemudian beredar dari benda mati ke dalam jasad hidup, kembali ke benda mati lalu masuk lagi ke dalam jasad hidup dan seterusnya.

Ekosistem di alam sangat bervariasi, yang bergantung kepada subjeknya. Ekosistem dalam lingkungan pertanian/ perkebunan/ hutan tanaman disebut agroekosistem. Agroekosistem ini mempunyai kestabilan yang rendah atau relative kurang dibandingkan dengan ekosistem yang masih murni/ alami, seperti hutan alam. Ketidakstabilan agroekosistem ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor biotis maupun faktor abiotis. Salah satu penyebab ketidakstabilan ekosistem ini adalah akibat pertumbuhan populasi serangga yang bertindak sebagai hama adalah cepat. Ekosistem dalam lingkungan pertanian sangat beragam dan banyak, salah satunya ekosistem perkebunan teh. Berbicara tentang perkebunan teh, luas perkebunan teh di Indonesia pada tahun ... adalah .... Begitu banyaknya masalah yang terpadat di ekosistem perkebunan teh, diantaranya yaitu terjadinya ledakan populasi hama. Salah satu hama yang begitu banyak mengakibatkan kerugian pada perkebunan teh adalah ulat jengkal (Hyposidra talaca).

(2)

KLASIFIKASI ULAT JENGKAL/ULAT KILAN

Ulat jengkal pertama kali dilaporkan merusak tanaman yang dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1925. Serangga tersebut menyerang tanaman teh, kopi, kina, kakao (Menzel, 1925 dalam Sudjarwo, 1987). Setelah itu tidak ada laporan tentang adanya serangan hama ulat jengkal dalam kurun waktu yang cukup lama. Pada tahun 1970-an terjadi lagi serangan ulat jengkal pada beberapa perkebunan kakao di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Ulat jengkal umumnya menyerang daun muda tanaman inangya. Kerusakan pada daun tersebut berupa lubang-lubang pada helaian daun. Pada serangan berat seluruh jaringan daun dimakan, sehingga tinggal tulang daun

Serangga hama ini dikenal dengan ulat jengkal atau "twig or cooper caterpillar" termasuk ordo Lepidoptera, tamili Geometridae. Berikut klasifikasi hama ulat jengkal ada tanaman teh.

Kingdom : Animalia Filum : Arthopoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Geometridae Genus : Hyposidra

Spesies : Hyposidra talaca Gambar 1. Hyposidra talaca

Ulat jengkal mempunyai daerah penyebaran di Jawa dan Sumatera. Famii Geometridae ini mempunyai kira-kira 12.000 spesies banyak diantaranya merupakan hama tanaman. Dari hasil pengamatan di lapangan, ada 6 jenis ulat jengkal yang menyerang tanaman teh. Genus Hyposidae ditandai dengan adanya bintik-bintik putih yang sejajar dan melintang pada badannya, ulat jengkal atau ulat kilan, bila berjalan seperti orang mengukur panjang sesuatu dengan memakai jari-jari tangan.

BIOLOGIS DAN DAUR HIDUP

Larva ulat jengkal menjadi hama tidak hanya pada tanaman teh, tetapi juga menjadi hama pada kakao, jarak pagar, kopi dan kina. Ualt jengkal merusak daun-daun yang agak tua, yaitu dengan cara menggigit daun dari arah pinggir. Jika serangan berat, bagian daun yang tersisa hanya tulang daunnya saja. Larva berpupa dalam anyaman daun.

Ulat jengkal berwarna coklat dengan titik putih pada bagian dorsal. Dari jauh titik putih itu tampak seperti garis putih. Ulat jengkal termasuk dalam golongan serangga Holometabola yaitu kelompok serangga yang mengalami metamorphosis sempurna. Serangga ini mengalami empat tahap perkembangan yaitu telur, larva, pupa (kepompong) dan imago. Pada stadia larva, ulat jengkal mengalami lima kali ganti kulit. Imago dari ulat jengkal berwarna coklat tua kehitaman dengan sedikit warna abu-abu. Pada sayap bagian atas terdapat garis yang sedikit melengkung sedangkan pada sayap bagian bawah terdapat garis yang berlekuk dan sedikit melengkung. Ulat jengkal memiliki 5 atau 6 generasi dalam jangka waktu satu tahun. Satu generasi (telur sampai imago)

memerlukan waktu 7,5 - 9 minggu. Tahap perkembangan atau daur hidup ulat jengkal

(3)

1. Telur

Telur yang baru diletakan berwarna bening, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi biru kehijau. Telur dari ulat jengkal berbentuk bulat memanjang atau lonjong. Ukuran panjangnya 0,06 – 0,08 cm dan lebarnya 0,04 - 0,06 cm dan beratnya 0,0001 – 0,0002 gram. Warna telur akan berubah menjelang menetas menjadi coklat kekuningan. Telur diletakan secara koloni tidak teratur pada ketiak daun, bagian bawah daun, ranting dan celah-celah batang atau cabang tanaman inang. Banyak telur yang dihasilkan imago betina berbeda-beda, berkisar antara 250-700 butir telur. Lama periode telur untuk menetas adalah berkisar antara 8-10 hari.

2. Larva

Larva yang baru keluar berwarna coklat. Setelah larva berumur satu hari warna tubuhnya berubah menjadi coklat kehitaman dengan bintik-bintik putih pada ruas toraks pertaman dan abdomen pertama sampai ke empat. Larva yang baru menetas akan menggantung pada tanaman inangnya. Karena telur diletakan secara berkoloni dan waktu menetasnya telur juga hamper bersamaan, sehingga larva juga akan menggatung pada tanaman inangnya secara berkoloni.

Lama periode larva sangat beragan yaitu berkisar antara 28-35 hari. Larva mengalami empat kali hanta kulit. Larva instar awal berwarna coklat kehitaman sedangkan larva instar akhir berwarma coklat sampai coklat keabu-abuan Larva instar akhir memiliki panjang tubuh berkisar antara 70-50 mm.

 Larva instar pertama >> instar larva berwarna hitam dan hitam kecoklatan. Pada tubuhnya terdpat tujuh garis-garis putih melintang pada bagian dorsalnya. Panjang larva instar pertama sekitar 0,15 – 0,2 cm, lebarnya sekitar 0,02 - 0,05 cm dan beratnya sekitar 0,01 gram. Tahap ini berlangsung selama 2 - 5 hari

 Larva instar kedua >> larva berubah warna menjadi coklat gelap. Tujuh garis-garis melintang menjadi bintik-bintik putih di tubuh larva ini. Pada tahap ini larva mempunya tiga pasang kaki pada toraks. Panjang larva ini 0.4 – 0.8 cm, lebarnya 0,06 – 0,08 cm dan beratnya sekitar 0,005 gram. Tahap instar ke dua berlangsung selama 4 – 6 hari.

 Larva instar ketiga >> larva instar ini memiliki panjang sekitar 1,6 – 12 cm, lebarnya sekitar 0,11 – 0,14 cm dan beratnya ± 0,013 gram. Tahap ini berlangsung selama 5 – 7 hari.

 Larva instar keempat >> Warna tubuh larva berubah menjadi coklat terang. Pada bagian punggung berwarna coklat dan bagian perut berwarna coklat kehitaman. Larva mempunyai sepasang kaki di perut, sembilan pasang spirakel dan sepasang clasper hadir di belakang tubuh. Tutup anal sedikit gelap berwarna coklat, sedangkan warna garis lateral tetap sama. Instar larva keempat memiliki panjang 3 – 5 cm, lebarnya sekitar 0,2 – 0,3 cm dan beratnya ± 0,26 gram. Tahap ini berlangsung sekitar 5 – 8 hari.

(4)

ini. Seluruh tubuh ditutupi dengan rambut halus berwarna cokelat sedangkan warna garis lateral tetap sama. Panjang larva instar kelima ± 5 – 7 cm, lebarnya 0,4 – 0,5 cm dan beratnya ± 0,44 gram. Tahap ini berlangsung selama 4- 6 hari.

3. Pupa

Larva instar akhir dari ulat jengkal akan turun dari tanaman inang dengan cara menggantung pada benang liur yang dihasilkannya atau berjalan melalui ranting, cabang dan batang ke tanah. Setibanya di permukaan tanah ulet jengkal instar akhir masuk ketanah yang gembur atau bersembunyi di serasah untuk menjadi pupa. Pada mulanya, pupa berwarna putih coklat kehijauan, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi coklat kemerahan. Jika pupa diletakan di dalam tanah, biasanya dengan kedalaman sekitar 2-5 cm yang terletak di sekitar pangkal batang tumbuhan inang atau di bawah tajuk. Ukuran pupa betina belih besar dibandingkan dan pupa jantan. Panjang pupa betina yaitu ± 1,76 cm, lebarnya ± 0.54 cm dan beratnya ± 1,28 gram, sedangkan pupa jantan memiliki panjang ± 1,34 cm, lebarnya ± 1,38 cm dan beratnya ± 0,157 gram. Lama periode pupa berlangsung antara 6-10 hari. Dan biasanya panjang pupa berkisar antara 10-15 mm, dengan lebar antara 5-6 mm.

4. Imago

Imago ulat jengkal ini berupa ngengat berwarna coklat sampai coklat keabu-abuan. Imago jantan mempunyai tubuh yang relative kecil dibandingkan dengan imago betina. Imago ulat jengkal berkisar antara 4-6 hari. Imago jantan dari ulat jengkal mempunyai rata-rata lama hidup yang relative lebih panjang dibanding dengan imago betina. Imago betina dari ulat jengkal mulai bertelur setelah 2 hari keluar dari pupa.

Warna sayap ngengat jantan kecoklatan dengan titik noda hitam. Dua bintik-bintik putih yang berbeda hadir di wilayah apikal sayap depan itu. Tubuh berwarna cokelat kehitaman di bagian punggung, kepala coklat gelap, dada kehitaman dan perut berwarna cokelat. Bagian perut dalam seluruhnya berwarna cokelat dengan garis rusuk coklat kehitaman di masing-masing sisi tubuh. Antena yang bi-pectinate berwarna coklat kehitaman. rentang sayap ngengat jantan itu ± 3.38 cm. Panjang ngengat jantan ± 1,44 cm, lebar ± 0,25 cm dan beratnya ± 0,I38 gram. Umur dari ngengat jantan adalah ± 4 - 5 hari.

(5)

Gambar 2. Larva instar pertama Gambar 3. Larva instar kedua Gambar 4. Larva instar ketiga Gambar 5. Larva instar keempat

Gambar 6. Larva instar kelima Gambar 7. Pupa Gambar 8. Ngengat Jantan Gambar 9. Ngengat Betina

EKOLOGI DAN FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI POPULASI HAMA ULAT JENGKAL

Tanaman inang dari ulat jengkal sangat beragam jenisnya diantaranya seperti kakao, kopi, teh, jambu biji, rosella, kina, karet rambutan, lamtoro, sengon/Albazia sp., Moghania macrophylla dan lain sebagainya. Namun, belum diketahui tanaman yang menjadi inang utama. Pada perkebunan kakao dan teh, ulat jengkal mulanya menyerang pada tanaman penaung, bila tanaman penaungnya merupakan tanaman inang dari ulat jengkal seperti lamtoro. Mulanya ulat jengkal menyerang tanaman inang, setelah daun dari tanaman iang mulai habis maka larva akan berpindah menyerang tanaman kakao dan teh yang tumbuh dibawahnya.

Status hama dianggap penting apabila pertumbuhan populasinya cepat dan umumnya serangga hama bersifat demikian. Populasi serangga hama bersifat fluktuatif, artinya pada suatu waktu kepadatan populasi serangga tinggi sedangkan diwaktu yang lain kepadatan populasinya rendah. Pertumbuhan dan perkembangan populasi hama ulat jengkal dapat dipengaruhi oleh lingkungan yaitu berupa Daya biotik (Biotic potential = bp) dan Resistensi lingkungan (Environmental resistance = er).

1. Daya Biotik Hama Hyposidra talaca

a. Daya reproduksi

Daya reproduksi adalah kemampuan serangga untuk berkembang biak waktu tertentu dalam kondisi lingkungan yang optimum. Ngengat betina dewasa Hyposidra talaca mampu menghasilkan 250-700 butir telur. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa populasi ulat jengkal mampu berkembang dengan cepat namun dengan kondisi lingkungan yang normal.

b. Siklus hidup

(6)

hal ini tergantung bagaimana pengendalian dilain fase hidupnya, seperti pengendalian tepat pada fase telur

c. Daya Survival

Daya survival meliputi daya mobilitas, daya disperse dan daya adabtasi. Ulat jengkal mempunyai daya mobilitas yang baik sehingga dalam beberapa kurun hari sudah dapat membuat kerugian yang berarti dan jika sampai 1 – 3 bualan makan dapat dipastikan kebun teh berpuluh-puluh hektar menjadi gagal panen karena tiada lagi daun teh yang tersisa melainkan hanya ranting dan tulang daun saja. Sedangkan daya adaptasi pada ulat jengkal terhadap cuaca kurang. Pada musim hujan akan mengganggu tahap perkembangannya karena pupa ulat jengkal biasanya didalam tanah.

2. Resistensi Lingkungan a. Faktor Iklim

Pada musism kemarau perkembangan populasi ulat jengkal lebih cepat dibandingkan dengan musim hujan. Hal ini dapat disebabkan karena ulat dapat terjatuh ketanah oleh hujan dan bisa mati, begitu juga dengan pupa ulat jengkal yag di dalam tanah akan terendam dan gegel manjadi imago serta imago akan rusak sayapnya oleh curah hujan yang tinggi karena sayap ngengat bersifat tipis dan mudah rusak. Curah hujan juga dapat menjadi penyebab ulat jengkal yang menyerang tanaman menjadi mati. Air hujan yang menempel pada daun tanaman inang merupakan perangkap yang menyebabkan larva tidak dapat melepaskan diri. Kondisi cuaca yang panas terik saat siang dan lembab saat malam hari membuat pertumbuhan ulat jengkal pada daun teh mudah berkembang.

Pengaruh kelembapan tanah terhadap mortalitas pupa dapat terjadi karena pupa tergenang air oleh adanya curah hujan yang tinggi. Sedangkan pada tanah yang kering dapat mengakibatkan pupa yang berada didalam tanah, tubuhnya menjadi kering dan mengalami penurunan berat, hal ini terjadi karena larva mengalami dehidrasi. Terdapat perilaku pupa yang berbeda pada tanah dengan kelembapan tinggi dan kelembapan rendah. Pada tanah dengan kelembapan tinggi, larva akan menggali tanah yang tidak terlalu dalam sebagai tempat untuk berpupa. Sedangkan pada tanah dengan kelembapan yang rendah, larva akan menggali tanah yang lebih dalam untuk menemukan kelembapan tanah yang sesuai dengan kebutuhannya sebagai tempat untuk berpupa.

b. Faktor tanaman inang

Ulat jengkal adalah hama yang bersifat polifag, yaitu memiliki banyak inang. Ulat jengkal dapat menjadi hama pada tanaman teh, kopi, kakao, kina dan lamtoro. Ulat jengkal akan mengakibatkan kerugian yang besar jika tanaman yang diserang adalah tanaman perkebunan besar monokultu seperti perkebunan teh yang luas. Dengan begitu akan selalu tersedia makanannya yaitu tanaman teh sehingga hama ini akan terfokus memakan dedaunan teh karena tak ada tanaman lain. Maka dari itu biasanya jika terjdi ledakan populasi ulat jengkal pada perkebunan teh maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

(7)

perkembangan ulat jengkal dapat ditekan, namun jika tanaman inang rentan maka perkembangan populasi ulat jengkal akan berkembang cepat.

c. Faktor hayati

Ulat jengkal memiliki musuh alami diantaranya predator telur, ulat, pupa dan ngengat Hyposidra talaca yaitu cecopet, jangkrik, kepik leher dan kepik perisai, semut rangrang, kumbang, katak, dan kelelawar. Sedangkan parasitoid telur dan ulat Hyposidra talaca yaitu berbagai jenis tawon. Dan Patogen pada Hyposidra talaca yaitu NPV.

Jika pada suatu lahan perkebunan teh dipelihara dengan baik dan bijak dengan mempertimbangkan ekologi musuh alami maka populasi hama ulat jengkal dapat ditekan oleh musuh alami tersebut. Namun jika pemeliharaan suatu lahan tidak bijak dan mengabaikan keberadaan musuh alami dari ulat jengkal maka akan terjadi ledakan populasi ulat jengkal yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar.

d. Faktor manusia

Faktor manusia sering kali menjadi faktor pangaruh perkembangan populasi hama, seperti tindakan pemeliharaan tanaman budidaya baik yang tepat maupun yang tidak tepat. Pemeliharaan tanaman teh jika dilakukan dengan baik, tepat dan memperhatikan segi ekologi tanaman, ekologi tanah, ekologi hama dan ekologi musuh alami maka perkembangan populasi hama akan dapat ditekan. Tetapai jika pemeliharaan tidak tepat dan tidak bijak serta mengabaikan konsep ekologi maka akan terjadi ledakan populasi hama. Berikut beberapa tindakan manusia yang menyebabkan terjadinya peningktan perkembangan ulat jengkal:

 Lahan yang tidak pernah dibersihkan dari sisa-sisa tanaaman dan serasah disekitar pertanaman sehingga menjadi tempat nyama bagi hama hidup dan berkembang

 Penggunaan insektisida secara tidak bijak. Maksudnya dengan dosis yang tidak tepat, dengan jangka waktu yang pendek dan sering, dan penyemprotan yang tidak serempak. Sehingga menyebabkan hama resisten dan menyebabkan ledakan populasi hama.

GEJALA SERANGAN

Ulat jengkal merupakan hama yang poliphag, selama menjadi hama tanaman teh juga menyerang tanaman kakao, kina, jeruk, sengon, gambir, dan beberapa jamur. Ulat jengkal menyerang baik daun muda maupun daun tua. Ulat jengkal menyerang juga menyarang pupus daun, dan pentil teh. Serangan berat menyebabkan daun berlubang dan pucuk tanaman gundul, sehingga tinggal tulang daun saja. Daun teh dimakan dari pinggir.terus ketengah dekat ibu tulang daun dan apabila serangan hebat maka setiap daun hanya tingal cabang dan ranting saja. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat untuk beberapa waktu yang lama.

(8)

jengkla yang lebih berat ditemukan didaerah pertanaman teh tua, oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian lebih serius misalnya dengan melakukan pemangkasan. Banyak tanaman teh tidak berdaun sama sekali akibat gangguan hama ini.

MUSUH ALAMI 1. Predator

a. Laba-laba Lompat (Famili Salticidae, Ordo Araneae)

Laba-laba lompat aktif hanya pada siang hari. Laba-laba lompat bermata delapan. Dua mata besar menghadap ke depan, tetapi mata lainnya kecil. Matanya tajam dan bisa melihat mangsanya dari jauh. Laba-laba ini dapat menerkam mangsanya dengan cepat sekali, bahkan dapat menangkap lalat yang terbang cepat. Laba-laba ini tidak membuat jaring, tetapi meronda di tanaman mencari mangsa. Sutera digunakan untuk menenun tali pengaman, sehingga bila jatuh dari daun, tali itu menghindarinya jatuh sampai ke tanah. Sutera juga dipakai untuk bikin sarung telurnya. Laba-laba dapat menangkap mangsa yang lebih besar darinya dan merupakan pemangsa penting bagi kepik seperti Helopeltis dan ngengat dari ulat jengkal dan hama lain. Laba-laba menusukkan racun yang melumpuhkan mangsa, kemudian mengisap cairannya.

b. Laba-laba bermata tajam (Famili Oxyopidae, Ordo Araneae)

Laba-laba ini tergolong laba-laba pemburu. Aktif sepanjang hari. Tidak membuat sarang, tapi menerkam mangsanya. Kadang-kadang menunggu mangsa lewat, baru diterkamnya, atau berpatroli di tanaman-tanaman untuk mencari mangsa. Laba-laba ini bermata enam, terletak pada segienam yang menonjol di atas kepala. Kakinya berduri panjang. Sutera digunakan untuk menenun tali pengaman, sehingga bila jatuh dari daun, tali itu menghindarinya jatuh sampai ke tanah. Laba-laba ini dapat menangkap mangsam yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri. Bahkan dapat menangkap ngengat, ulat jengkal dan wereng seperti Helopeltis dan memegangnya sambil menghisap cairannya. Laba-laba ini adalah pemburu yang sangat efektif.

c. Semut rangrang (Famili Formicidae, Ordo Hymenoptera)

Ada beribu-ribu macam semut di dunia ini. Semut memiliki pengaruh atas lingkungannya dengan banyak cara. Sebagian bermanfaat untuk manusia dan sebagian tidak. Semut di Indonesia pada umumnya tidak merusak tanaman budidaya. Di kebun teh, semut merupakan musuh alami karena menyerang ulat dan beberapa macam hama lain, contohnya Helopeltis dan ulat jengkal.

d. Tawon kertas (Famili Vespidae, Ordo Hymenoptera)

(9)

e. Kumbang tanah (Famili Carabidae, Ordo Coleoptera)

Ada banyak jenis kumbang tanah, mulai dari yang kecil (panjangnya 1 cm) sampai yang besar (4 cm). Kebanyakan jenis kumbang ini berwarna abu-abu atau hitam. Ada jenis lain yang berwarna ungu atau perunggu, atau berkilauan berwarna warni seperti logam. Kebanyakan jenis kumbang tanah aktif pada malam hari. Pada siang hari mereka bersembunyi di bawah batu, potongan kayu atau dedaunan pada tanah. Beberapa jenis aktif sepanjang hari. Hidupnya kebanyakan di dalam tanah, tetapi larva sering ditemukan pada tanaman. Beberapa kumbang tanah memancarkan bau busuk sebagai pertahanan diri. Dewasa maupun larva memakan berbagai jenis serangga. Kumbang ini efektif sebagai predator berbagai jenis ulat, termasuk ulat jengkal.

f. Kepik perisai Andrallus (Famili Pentatomidae, Ordo Hemiptera)

Kepik perisai Andrallus yang bertanduk dua ini adalah pemangsa ulat-ulat pemakan daun teh. Jenis kepik ini panjangnya antara 12 dan 16 mm. Bila kepik menemukan ulat, ia membuka alatmulutnya yang seperti sedotan dan menusukkan jarumnya ke dalam tubuh ulat untuk mengisap cairannya. Kepik Andrallus merupakan pemangsa hama, antara lain ulat jengkal dan ulat penggulung daun. Kepik Andrallus merupakan pemburu yang sangat efektif.

g. Jangkrik dan belalang antena panjang (Famili Gryllidae dan Tettigoniidae, Ordo Orthoptera)

Sebagian jenis jangkrik dan belalang antena panjang adalah predator. Sebaiknya masing-masing jenis diuji dalam kebun serangga untuk melihat apa yang menjadi makanan jangkrik/ belalang tertentu. Salah satu contoh jangkrik yang bertindak sebagai predator di kebun adalah jangkrik Metioche (lihat foto di kanan). Dia memakan telur serangga. Pada umumnya, jangkrik dan belalang antena panjang predator suka memakan telur atau serangga lain seperti ulat atau kutu. Memang tidak semua jangkrik dan belalang antena panjang adalah predator. Kebanyakan jenis belalang antena panjang memakan tanaman. Dalam golongan jangkrik ada banyak yang bertindak sebagai pengurai.

h. Cecopet (Ordo Dermaptera)

Sebagian jenis cecopet adalah pemangsa. Cecopet mudah dikenal karena ada penjepit pada ekornya. Penjepit dipakai untuk mengambil dan memegang mangsanya, serta pertahanan diri. Kebanyakan jenis cecopet aktif malam hari. Siang hari, sembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Malam hari dia keluar dan mencari telur, larva dan nimfa serangga yang badannya lembut.

Kadang-kadang dia menggerek ke dalam batang untuk mencari mangsa. Seekor cecopet dapat memakan larva 20 sampai 30 ekor setiap hari. Dewasa ada yang bersayap atau tanpa sayap. Jenis-jenis cecopet yang bukan pemangsa, memakan serasah tanaman.

(10)

Dimusim hujan sering terdengar paduan suara yang kompak dan riuh rendah dari arah genangan air di sudut kebun. Konser ini dihasilkan oleh sekelompok bangkong atau katak. Kelompok bangkong ini juga berjasa dalam mengurangi serbuan nyamuk dan serangga pengganggu lainnya. Ada katak yang meloncat dan melayang dari satu daun ke daun yang lain atau dari cabang ke cabang lain. Ini dinamakan katak terbang

atau katak pohon (Rana rhacophorus). Semua jenis katak dapat berfungsi sebagai

musuh alami bagi serangga hama tanaman teh. Katak memakan ngengat, kepik dan serangga hama lainnya yang ada pada tanaman teh. Secara umum daur hidup katak dapat digambarkan seperti di kanan (lihat gambar).

Bunglon dan kadal dapat menangkap dan memakan banyak jenis serangga, seperti kepik pengisap daun teh (Helopeltis) dan ngengat. Bunglon dan kadal memang membantu mengendalikan hama di kebun teh.

2. Parasitoid

a. Tawon ichneumonid (Famili Ichneumonidae, Ordo Hymenoptera)

Ada banyak jenis tawon ichneumonid yang biasa diesebut pinggang ramping, dan tawon ini terdapat dalam berbagai warna. Tawon ini dapat menjadi parasitoid pada berbagai serangga hama, seperti ulat jengkal. Beberapa jenis ichneumonid menyerang inang dengan cara memakannya dari luar. Jenis lain makan ulat inangnya dari dalam.

Tawon ichneumonid terbang mencari ulat sebagai inang untuk generasi yang akan datang. Tawon hinggap pada ulat inangnya dan menaruh telur di dalam atau di atasnya. Telur menetas dan larva makan inang dari dalam atau dari luar. Larva kemudian menjadi kepompong, dan ulat inang mati. Kadang-kadang ditemukan ulat mati tersambung ke kepompong yang sebesar ulat itu. Kepompong itu mengandung kepompong tawon. Biarkan saja, supaya dapat menghasilkan tawon baru. Setelah keluar dari kepompong, tawon dewasa terbang dan kawin. Betina mencari ulat inang lagi untuk meletakkan telurnya. Seekor betina dapat meletakkan telur pada 100 ulat.

b. Lalat tachinid (Famili Tachinidae, Ordo Diptera)

Lalat tachinid kelihatan seperti lalat rumah tetapi bulunya lebih tebal. Lalat tachinid adalah parasitoid hama ulat jengkal yang efektif. Betina dewasa tachinid mendekati ulat yang sedang makan. Ada beberapa jenis lalat tachinid ini. Cara meletakkan telur tergantung pada jenisnya. Ada yang meletakkan telurnya di atas badan ulat. Ada juga yang meletakkan telurnya di atas permukaan daun tempat yang akan dimakan oleh ulatnya.

(11)

3. Patogen

a. Nucleopolyhedrovirus (NPV)

NPV telah digunakan oleh berbagai perusahaan biopestisida untuk mengendalian hama, diantaranya ulat jengkal. Untuk mengendalikan hama ulat jengkal digunakan Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus (HtNPV). Kelebihan HtNPV ini antara lain bersifat sepesifik pada ham aula jengkal sehingga tidak membahayakan serangga bukan sasaran.

Infeksi NPV akan mengakibatkan kerusakan selsel kolumnar yang terdapat di dalam saluran pencernaan bagian tengah, yang mengakibatkan kerusakan sistem pencernaan dan menurunkan konsumsi makan. Infeksi NPV biasanya dimulai dari saluran pencernaan, kemudian menyerang organ-organ internal serangga lainnya. Waktu dari NPV mulai tertelan sampai menunjukkan gejala serangan relatif lama, yaitu 2 sampai 3 hari dan kematian ulat baru terjadi pada hari ke-4 hingga ke-7 setelah infeksi (Indrayani dkk 2009).

TEKNIK PENGENDALIAN

Hama ulat jengkal dapat dikendalikan dengan berbagai metode, diantaranya pengedalian secara budidaya, pengendalian dengan varietas tahan, pengendalian secara fisik dan mekanik dan pengendalian seraca kimiawi.

1. Pengendalian Secara Budidaya

a. Sanitasi

(12)

untuk melanjutkan stadia hidupnya menjadi pupa. Namun pada pembersihan ini di tinggalkan beberapa helai serasah untuk menjaga kelembaban tanah dan menjaga musuh alami yang mungkin hidup pada sisa-sisa tanaman tersebut.

b. Pembersihan atau modifikasi inang atau habitat pengganti

Pembersihan ini ditujukan pada tanaman pelindung pada perkebunan teh yang juga merupakan tanaman inang atau habitat pengganti hama ulat jengkal seperti lamtoro. Pembersihan ini bertujuan mengurangi laju peningkatan populasi ulat jengkal dan mencegah perpindahan dari tanaman pelindung ke tanaman teh. Dalam pembersihan tanaman lamtoro ini juga harus diperhatikan dan dipelajari kemungkinan berkurangnya populasi musuh alami yang menggunakan lamtoro sebagai habitat hidupnya. Agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga.

c. Pengerjaan tanah

Pengerjaan tanah ini bertujuan untuk membunuh dan mencegah pupa ulat jemgkal melanjutkan stadia hidupnya menjadi imago. Pengerjaan tanah ini bisa dengan cara membalikan tanah dengan cangkul sehingga pupa yang berada di dalam tanah terbunuh langsung, atau terpapar langsung dengan sengatan panas cahaya matahari sehingga menyebabkan kematian dan juga dimangsa oleh semut, serangga lain maupun burung.

d. Menghalangi peletakan telur

Pengendalian secara budidaya dengan sasaran gangguan kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama yaitu dengan menghalangi peletakan telur ulat jengkal. Penghalangan peletakan telur Hyposidra talaca dapat dilaukan dengan cara dengan cara pembungkus batang pohon Silver Oak yang merupakan salah satu tanaman pelindung tanaman teh. Pohon Silver Oak yang ada di areal pinggiran kebun yang berada dekat dengan jalan kebun dibungkus karena dapat mencegah persebaran kupu-kupu yang bertelur di batang pohon Silver Oak yang berada ke tanaman teh di bagian dalam lahan kebun.

Pembungkusan batang pohon seperti ini dikatakan efektif mengurangi perkembangan kupu-kupu yang bertelur sampai 50-60 % sehingga akan menekan perkembangan fase hama ulat berikutnya. (Sinder Afdeling Gunung Mas I, 2011).

2. Pengendalan Dengan Varietas Tahan

a. Meningkatkan ketahanan tanaman

(13)

3. Pengendalian Secara Fisik Dan Mekanik a. Metode pengumpulan langsung/manual

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan secara manual pupa-pupa yang terdapat didalam tanah dan serasah sekitar pertanaman teh maupun larva dan telur ulat jengkal yang berada pada tanaman teh baik itu pada ketiak daun, di sisi bawah daun, cabang-cabang maupun ranting dan juga imago Hyposidra talaca yang beristirahat siang hari pada diranting tanaman dan tempat teduh sekitar pertanaman teh.

b. Metode perlakuan panas

Metode perlakuan panas yang digunakan dalam mengandaliakan Hyposidra talaca yaitu denganpembalikan tanah. Pupa ulat jengkal dalam tanah akan terbalik ke permukaan tanah dan secara langsung terpapar panas cahaya matahari secara terus-menerus yang menyebabkan temperatur dan kelembaban pupa berbada dengan keadaan semula dalam tanah. Hal ini dapat mengakibatkan pupa menjadi terganggu perkembangannya menjadi imago dan dapat menyebabkan kematian. Di samping itu, usaha ini juga memberikan peluang predator semut rangrang (Oceophyla sp) untuk memangsanya.

c. Pemasangan lampu perangkap

Lampu perangkap dapat dipasang di sekitar pertanaman teh dan diaktifkan pada malam hari. Yang menjadi sasaran pengendalian ini yaitu ngengat Hyposidra talaca yang aktif pada malam hari. Sifatt ngengat ini sangat tertarik dengan cahaya pada malam hari dan diharapkan dapat mengendalikan ngengat dewasa yang akan bertelur sehingga mengurangi populasi hama Hyposidra talaca ini. Pemasangan lampu perangkap ini juga bisa dikombinasikan dengan perangkap pelekat.

4. Pengendalian Hayati

a. Penggunaan predator, semut rangrang (Oceophyla sp)

Semut rangrang dapat memangsa pupa Hyposidra talaca. Pelestarian semut rangrang pada ekosistem kebun teh ini dapat dilakukan dengan tetap menyediakan tempat tinggal bagi semut rangrang tersebut yaitu dengan menyisakan beberapa lapis sisa-sisa tanaman di permukaan tanah sekitar pertanaman teh. Sehingga diharapkan semut rangrang dapat hidup dan berkembang serta mampu mengendalikan pupa-pupa Hyposidra talaca yang berada dalam tanah maupun di serasah sekitar pertanaman teh.

b. Penggunaan parasitoid larva Apanteles sp. dan parasitoid telur Telenomus sp.

(14)

5. Pengendalian Secara Kimiawi a. Penggunaan insektisida

Insektisida yang biasa digunakan adalah insektisida Karbanil (Sevin 85 S) dosis 2 liter/ha, Metidation (Supracide 40 EC) dosis 1,50 liter/ha. Namun

penggunaan insektisida juga dapat menimbulkan masalah baru seperti resistensi

hama, dan keberadaan populasi hama yang tumpang tindih (overlapping) sehingga untuk dapat mengendalikan hama ini membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan aplikasi yang tidak tepat.

Kegiatan penyemprotan dilakukan secara terjadwal, sedangkan padam kondisi populasi hama tinggi dan jumlah insektisida yang kurang mencukupi, mengakibatkan dosis yang diaplikasikan di bawah anjuran, hal ini dapat menyebabkan ada hama yang dapat bertahan dan menghasilkan generasi yang lebih tahan.

Aplikasi yang terjadwal dan pengulangan yang tidak tepat mengakibatkan populasi hama Hyposidra talaca menjadi tumpang tindih. Penyemprotan yang tidak serempak mengakibatkan ulat berkembang cepat di beberapa blok kebun yang belum diaplikasi, sedangkan di blok lain yang telah diaplikasi belum tentu terkendali 100%, hal inilah yang menyebabkan hama senantiasa ada dengan kondisi instar yang beragam dari larva instar pertama hingga instar akhir.

b. Penggunaan pestisida nabati atau pestisida botani

Tanaman yang dapat dijadikan pestisida nabati untuk pengendalikan ulat jengkal adalah tanaman nimbi dan bagian yang digunakan yaitu daun. Ekstrak daun nimba yang digunakan mengandung bahan aktif lamda sihalotrin dan senyawa azadirachtin yang bersifat sebagai penghambat aktivitas makan ulat jengkal dan penghalau selera makan. Pestisida nabati dari ekstrak daun nimbi dapat digunakan dengan konsentrasi 5-20 %.

c. Penggunaan biopestisida

Salah satu biopestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama Hyposidra talaca adalah HtNPV (Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus). Nucleopolyhedrovirus (NPV) termasuk famili Baculoviridae dari genus Baculovirus. Sebagai parasit obligat, NPV hanya dapat berkembang pada sel-sel hidup. NPV memiliki beberapa keunggulan antara lain: inangnya spesifik, efektif, persisten di alam (tanah, air, tanaman), persisten dalam populasi inang rendah, dan kompatibel dengan cara pengendalian yang lain termasuk insektisida botani dan kimia (Tanada dan Kaya 1993).

Efektivitas NPV sebagai agens pengendalian hama terbukti dari hasil penelitian di laboratorium dan lapangan. Pada dosis 20 Polyhedral Inclusion Bodies (PIB) /mm2 luas pakan, mortalitas ulat H. armigera instar 3 mencapai 95% pada hari ke-8 setelah perlakuan, hampir sama dengan mortalitas ulat pada dosis 160 PIB/mm2 (97,5%) pada hari ke-6 (Gothama et al. 1989).

(15)

(NPV) dengan ukuran larva 3 – 4 cm. Aplikasi HtNPV dilakukan pada waktu sore hari antara pukul 16:00 – 17:00, hal ini dilakukan karena NPV sangat rentan terhadap sinar matahari khususnya sinar ultra violet (Ignoffo dan Montoya 1976). Alat semprot yang digunakan adalah power sprayer bertenaga baterei dengan kapasitas tangki 15 liter.

Menurut Sanjaya (2004), infeksi NPV akan mengakibatkan kerusakan selsel kolumnar yang terdapat di dalam saluran pencernaan bagian tengah, yang mengakibatkan kerusakan sistem pencernaan dan menurunkan konsumsi makan. Infeksi NPV biasanya dimulai dari saluran pencernaan, kemudian menyerang organ-organ internal serangga lainnya. Waktu dari NPV mulai tertelan sampai menunjukkan gejala serangan relatif lama, yaitu 2 sampai 3 hari dan kematian ulat baru terjadi pada hari ke-4 hingga ke-7 setelah infeksi (Indrayani dkk 2009). Larva yang mati karena terinfeksi virus ini di lapangan, banyak ditemukan dalam posisi menggantung pada bagian pucuk tanaman tetapi ada pula yang menempel dan hancur di permukaan daun teh.

Penularan dan infeksi NPV yang terjadi di lapangan tidak hanya terjadi karena penyemprotan inokulum NPV pada daun, tetapi juga karena adanya kontak dengan larva lain yang sudah terlebih dahulu mati atau terinfeksi NPV scara alami di lapangan. Hal ini terjadi karena penularan NPV dapat terjadi melalui kontak langsung antara serangga yang terinfeksi dengan yang sehat (Granados dan Federici 1986).

DAFTAR REFERNSI

Borthakur, Monorama, dkk. 2012. Hyposidra talaca: A Major Defoliating Pest of Tea in North East India. Entomology Departement, Tocklai Association, Johat-785008, Assam, India. Reseacrh Paper, Two and a Bud 59 : 17-20

Prasad, Anjali, Ananda Mukhopadhyay. 2013. A Technique to Measure Teh Lossin Tea Crop by Teh Defoliating Pest (Hyposidra talaca Walker) on Basis of Dry Mass and Leaf Area Parameters. Entomology Research Unit, Departement of Zoology, University of North Bengal, Darjeling, India. International Journal of Bio-resource and Stress Management, 4(2) special : 358-361

Looper Caterpillar Complex And Red Spider Mite – Teh Key Pests Of Darjeeling Terai

Tea Plantation.pdf

Susnianti, Nenet, dkk. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjajaran. Bandung

(16)

Pradana, Rizki. 2013. Pengelolaan Kbeun dan Upaya Pengendalian Hama Ulat Jengkal (Hyposidra talaca) dengan Aplikasi Hyposidra talaca Nucleopolyhedrovirus pada Tanaman Teh di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor

Chandra, David. 2008. Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Pertenaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) di Lampung dan Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor.

Gadjah Mada University Press. Bab IV Ekologi Serangga.pdf

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/bahan_ajar_ilmu_hama-tumbuhan.pdf

http://cybex.ipb.ac.id/indec.php/artikel/detail/topik/324

http://jabar.tribunnews.com/2015/09/03/ulat-jengkal-serang-tanaman-teh-di-sarongge/

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-301-ulat-jengkal-pada-tanaman-kakao/

Referensi

Dokumen terkait

Parasitoid ini hidup di dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara

Bila tidak dibersihkan, larva pada buah cabe yang rontok akan menjadi pupa di dalam tanah, sehingga siklus serangan akan terus berulang.. 

Bila tidak dibersihkan, larva pada buah cabe yang rontok akan menjadi pupa di dalam tanah, sehingga siklus serangan akan terus berulang.. 

Daur hidup dapat diketahui dengan menjumlahkan lama stadium telur, larva, pupa, dan waktu sejak imago terbentuk hingga meletakkan telur..

Ulat kantong merupakan hama potensial perusak daun, serangan yang berat dapat menyebabkan defoliasi pada tanaman.. Ulat kantong termasuk kelompok serangga

1. Bagi mahasiswa, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pengendalian hama ulat grayak menggunakan pestisida nabati daun pepaya guna memperoleh hasil

Kupu-kupu adalah serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola)atau serangga yang melalui stadium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago

Pengendalian OPT UPDKS UPDKS Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Kerugian yang ditimbulkan berupa penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun