• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Perjanjian Kredit Dalam Prespektif Perjanjian Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Perjanjian Kredit Dalam Prespektif Perjanjian Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN HUKUM AKAD PEMBIYAAN DI BANK SYARIAHDANPERJANJIAN KREDIT DI BANK KONVENSIONAL

A. Ketentuan Hukum Perjanjian Kredit di Bank Konvensional

1. Syarat Sah Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dipersetujuan itu.52Sedangkan menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanjiuntuk melaksanakan sesuatu hal.53

Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan. Dalam Buku III KUHPerdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas sesuatu.

Mengenai syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdataadalah :54 a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

52W.J.S. Poerdwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hal. 402 53

Subekti,Hukum Perjanjian, PT. Interasa, Jakarta, 1990, hal. 1 54

(2)

Dalam dunia hukum, kecakapan atau cakap hukum untuk membuat perjanjian terkait dengan subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon). Syarat cakap bertindak bagi orang perorangan menurut KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun dan telah lebih dahulu menikah, serta tidak ditaruh di bawah pengampuan. Sedangkan bagi badan usaha yang berbadan hukum syarat cakap bertindak adalah ketika badan hukum tersebut telah didirikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah mendapat pengesahan dari menteri, sehingga badan hukum ini memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.55

c. Mengenai sesuatu hal tertentu;

Suatu hal tertentu terkait dengan obyek perjanjian atau prestasi yang wajibdipenuhi.Prestasi dalam perjanjian harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan objek perjanjian sangat diperlukan dalam pemenuhan prestasi (hak dan kewajiban). Artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak.

d. Suatu sebab yang halal;

Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.Dalam pengertian ini pada benda (objek hukum)

55 H.R. Daeng Naja,Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Banker Hand Book, PT. Citra

(3)

yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.56

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit dan persyaratan lain yang lazim seperti kewajiban debitur untuk menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit disiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal.

Subekti, menyatakan bahwa dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, semuanya itu pada hakekatnya yangterjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.57

Perjanjian pinjammeminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjammeminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi

56

C.S.T. Kansil,Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hal. 227.

57Subekti,Hukum Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya

(4)

pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.

2. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Di dalam hukum perikatan dikenal tiga asas penting, yaitu :58 a. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “Lahirnya perjanjian adalah pada saat tercapainya kesepakatan dan saat itulah adanya hak dan kewajiban para pihak”.

b. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Berupa asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atautidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukanisi perjanjian, pelaksanaan, persyaratannya, dan menentukan bentuk perjanjianyang tertulis atau tidak tertulis.

3. Subjek dan Objek Perjanjian Kredit di Bank Konvensional

Subjek perjanjian kredit adalah pihak kreditor yang berhak atas prestasi dan pihak debitor yang berkewajiban atas prestasi.59Di dalam suatu perjanjian terdiri dari

(5)

dua pihak atau lebih.Pihak-pihak dalam perjanjian dapat berupa manusia pribadi (naturlijk persoon) dan Badan Hukum (recht persoon).

Objek perjanjian kredit adalah prestasi, yaitu debitor berkewajiban atas suatuprestasi dan kreditor berhak atas suatu prestasi.60

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapatberbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.

Untuk sahnya perikatan diperlukan syarat-syarat tertentu:61 a. Obyeknya harus tertentu;

b. Obyeknya harus diperbolehkan; c. Obyeknya dapat dinilai dengan uang; d. Obyeknya harus mungkin.

4. Hapusnya Perjanjian Kredit

Hapusnya perjanjian tertuang dalam Pasal 1381 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa perikatan hapus karena :

a. Pembayaran;

Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitor kepadakreditor.Pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang.Namun, pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uangatau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.62

59

M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1986, hal. 10.

60Purwahid Patrik,

Dasar-Dasar Hukum Perikatan,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 3

61Ibid.,hal. 4.

(6)

b. Pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

Merupakan suatu pembayaran yang dilakukan oleh si berutang secara tunaikepada si berpiutang, karena si berpiutang menolak untuk menerimanya, dankemudian si berutang menitipkannya di pengadilan.63

c. Pembaharuan utang (novasi);

Novasi lahir atas dasar persetujuan. Para pihak membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian lama, dan pada saat yang bersamaan dengan penghapusan tadi, perjanjian diganti dengan perjanjian baru. Dengan hakikat,jiwa perjanjian baru serupa dengan perjanjian terdahulu.64

d. Perjumpaan utang atau kompensasi;

Ini adalah suatu cara penghapusan utang dengan jalan memperjumpakan ataumemperhitungkan utang piutang secara timbal balik antara kreditor dan debitor.65 e. Percampuran Utang

Percampuran hutang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan debitor dan kreditor pada diri seseorang.66

f. Pembebasan utangnya;

Yaitu apabila kreditor membebaskan kewajiban debitor memenuhi pelaksanaan perjanjian.67

63Ibid.,hal. 192 64

M. Yahya Harahap,Op. Cit., hal. 142

65

Subekti,Op.Cit., hal 72

66M. Yahya Harahap,Op. Cit., hal. 198.

(7)

g. Musnahnya barang yang terutang;

Musnahnya barang terutang adalah hancurnya, tidak dapat diperdagangkan, atauhilangnya barang terutang, sehingga tidak diketahui sama sekali apakah barang itumasih ada atau tidak ada. Syaratnya, bahwa musnahnya barang itu diluar kesalahan debitor dan sebelum dinyatakan lalai oleh kreditor.68

h. Kebatalan atau pembatalan;

Penyebab timbulnya pembatalan perikatan adalah adanya perjanjian yang dibuatoleh orang-orang yang belum dewasa dan dibawah pengampuan, tidakmengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam Undang-undang, dan adanya cacat kehendak.69

i. Berlakunya syarat batal;

Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatandan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUHPerdata).

j. Lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri;

Berdasarkan Pasal 1946 KUHPerdata, yang dinamakan daluwarsa atau lewat waktu ialah supaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atassyarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

68Salim HS,Op.cit.,hal. 198

(8)

5. Wanprestasi

Wanprestasi adalah lalai, ingkar tidak memenuhi kewajiban dalam suatuperikatan. Untuk kelalaian ini, maka pihak yang lalai harus memberikan penggantian

rugi, biaya dan bunga.70

Menurut M. Yahya Harahap wanprestasi adalah pelaksanaan kewajibanyang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.71

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitor dapat berupa empat macam :72

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Akibat adanya wanpretasi adalah :73

a. Perikatan tetap ada.

b. Kreditor masih dapat menuntut kepada debitor pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi.

c. Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor (Pasal 1243 KUHPerdata).

70J.C.T Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo,Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta,

1987, hal. 186

71

M. Yahya Harahap,Op.cit.,hal. 6

72Subekti,Op.cit.,hal. 45

(9)

d. Beban resiko beralih untuk kerugian debitor jika halangan itu timbul setelah debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditor.

e. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapatmembebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi denganmenggunakan Pasal 1266 KUHPerdata, yaitu syaratbatal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan timbal balik, manakalasalah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

B. Ketentuan Hukum Akad Pembiayaan di Bank Syariah

Lafal akad berasal dari lafal Arab Al-‘aqadyang berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan al-ittifaq. Secara terminology fiqih, akad didefinisikan dengan : pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan.74

Selain akad, di dalam Al-Quran dikenal juga kata ‘ahd atau al-‘ahdu yang secara etimologi berarti masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian.75Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nahl ayat 91, yang artinya : “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu), sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” Serta dalam surat Al-Isra ayat 34, yang artinya : “… dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”76

74

H.M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) alam Fiqih Islam dan Praktek di Bank Sistem Syari’ah, Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca Sarjana USU, Medan, 2005, hal. 1

75H.R. Daeng Naja,Akad Bank Syariah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal. 17

(10)

Bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu bank dan syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainya sesuai dengan hukum Islam.77

Bank syariah atau bank Islam, seperti halnya bank konvensional,juga berfungsi sebagai suatu lembaga yaitu menampung dan mengarahkan dana dari masyarakat serta menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian, seperti juga bank konvensional, selain memberikan jasa-jasa pembiayaanbank, bank syariah juga memberikan jasa-jasa-jasa-jasa lain, seperti jasa-jasa kiriman uang, pembukaanletter of credit, jaminan dan jasa-jasa lainya.78

Bank Islam atau yang di Indonesia terkenal dengan bank Syariah, adalah sebuah bank yang didirikan untuk menghindari persoalan bunga uang yang terus menjadi perdebatan berkepanjangan, yang dikhawatirkan mengandung unsur riba. Oleh karena itu setiap aktivitas bank Syariah harus menghindari kekhawatiran adanya unsur-unsur riba. Usaha menghindari kekhawatiran ini dilakukan antara lain

77

Zainudin Ali,Hukum Perbankan Syariah, cetakan ke 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.1

78 Sutan Remy Sjahdeini,

(11)

dengancara mengganti pranata bunga dengan pranata hukum hasil pemikiran para ilmuwan hukum Islam klasik.

Salah satu kegiatan operasional perbankan syariah adalah memberikan pembiayaan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang PerbankanSyariah memberikan pengertian mengenai pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah yaitu penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutangmurabahah, salam, dan istishna’, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentukijarahuntuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau unit usaha syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.79

Kegiatan Usaha Bank Syariah secara garis besar dapat digolongkan menjadi3 (tiga) macam yaitu penghimpunan, penyaluran dan jasa perbankan.Penghimpunan terdiri dari Prinsip Mudharabah (Tabungan, Deposito/Investasi,Obligasi), Prinsip

Wadi’ah Yad Dhamanah (Giro, Tabungan), Prinsip Ijarah(Obligasi). Kegiatan

79 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008tentang Perbankan Syariah,

(12)

Penyaluran terdiri dari Pola Bagi Hasil (Mudharabah,Musharakah), Pola Jual Beli (Murabahah, Salam, Istishna), Pola Sewa (Ijarah,Ijarah wa Iqtina). Sedangkan Jasa Perbankan terdiri dari Jasa Keuangan (Wakalah,Kafalah, Ujr, Qardh, Sharf, Rahn),

JasaNon-Keuangan(Wadi’ahyadamanah),JasaKeagenan(Mudharabah,Muqayyadah).80

1. Syarat Sah Akad Pembiayaan di Bank Syariah

Akad yang banyak dipraktekkan di bank syariah adalahmurabahah, yaitu jual beli dengan harga jual terdiri dari harga beli dan keuntungan yang sudah disepakati.Hal ini dikarenakan terdapat kesalahan persepsi pada murabahah.

Murabahahsering dipersamakan dengan perjanjian kredit biasa, hanya pada namanya diganti akad murabahah atau jual beli. Padahal selain harga jual yang lebih mahal, dari pada harga pada permohonan kredit di bank konvensional, dan juga pada prosedur pelaksanaannya terlihat tidak ada beda antaramurabahahdengan perjanjian kredit perbankan konvensional.

Menurut Kamus Hukum arti kataakadadalah perjanjian. Ditinjau dari Hukum Islam, perjanjian yang sering disebut dengan akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan persetujuan masing-masing. Dengan kata lain akad adalah perikatan antaraijab dankabulsecara yang dibenarkan

syara’, yang menetapkan persetujuan kedua belah pihak. Sementara itu, pengertian akad menurut Ahmad Azhar Basyir adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul

80Ascarya, dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri Ke bank sentralan

(13)

dengan cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan akibat-akibat hukum. Ijab

adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, dan kabul

adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Masing-masing pihak haruslah saling menghormati terhadap apa yang telah mereka perjanjikan dalam suatu akad.81 Hal ini sesuai dengan ketentuan hukum yang hidup dalam Al-Quran Surat al-Maidah (5): 1, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janjimu kepada Allah dan dengan sesamamu.”

Dalam Islam dikenal dua istilah dalam akad, yaitu rukun akad dan syarat akad. Rukun dapat dipahami sebagai unsur essensial yang membentuk akad, yang harus selalu dipenuhi dalam suatu transaksi, terdiri dari:82

a. Subjek Akad, yaitu pihak yang berakad, pihak yang berakad terdiri dari paling sedikit dua orang yang harus sudah baligh, berakal sehat dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum sendiri.

b. Objek yang diakadkan, yaitu objek akad bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Dalam akad jual beli, objeknya adalah barang yang diperjualbelikan dan harganya. Sesuatu akad dapat dipandang sah, objeknya memerlukan syarat sebagai berikut: (1) Telah ada pada waktu akad diadakan. Objek akad harus telah wujud pada waktu akad diadakan. Barang yang belum wujud tidak dapat menjadi objek akad menurut pendapat kebanyakan fukaha sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum berwujud; (2) Dapat

81Ibid.

(14)

menerima hukum akad. Dalam akad jual beli misalnya, barang yang diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual beli; (3) Dapat ditentukan dan diketahui. Objek akad harus dapat ditentukan dan diketahui oleh dua belah pihak yang melakukan akad. Ketidakjelasan objek akad mudah menimbulkan sengketa kemudian hari sehingga tidak memenuhi syarat menjadi objek akad. Adanya syarat ini diperlukan agar pihak-pihak bersangkutan dalam melakukan akad benar-benar atas dasar kerelaan bersama. Oleh karenanya, adanya syarat ini disepakati

fuqaha; (4) Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi. Objek akad harus dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti harus dapat diserahkan seketika. Yang dimaksud adalah pada saat yang telah ditentukan dalam akad, objek akad dapat diserahkan karena memang benar-benar ada dibawah kekuasaan yang sah pihak yang bersangkutan.

Dari empat syarat objek akad tersebut di atas, secara garis besar dapat disebutkan bahwa sesuatu dapat menjadi objek akad apabila dapat menerima hukum akad dan tidak mengandung unsur-unsur yang mungkin menimbulkan sengketa kemudian hari antara pihak-pihak yang bersangkutan. Syarat yang disebut terakhir mengharuskan objek akad itu telah wujud, jelas dan dapat diserahkan. c. Akad/Sighatterdiri dari: (1) Serah (ijab) atau penawaran; (2) Terima (qabul) atau

(15)

buat menyatakan persetujuannya. Yang dimaksud dengan sighat akad adalah dengan cara bagaimana ijab dan kabul yang merupakan rukun-rukun akad itu dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan, isyarat maupun perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalamijabdankabul.

Sementara itu, syarat adalah unsur yang membentuk keabsahan rukun akad. Jadi sahnya suatu akad sangat bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat akad, syarat sahnya perjanjian adalah:83

a. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya. Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum syariah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan hukum syariah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu merupakan perbuatan yang melawan hukum (hukum syariah), maka perjanjian yang diadakan dengan sendirinya batal demi hukum.

b. Terjadinya perjanjian atas dasar salingridhodan ada pilihan, dalam hal ini tidak boleh ada unsur paksaan dalam membuat perjanjian tersebut. Maksudnya perjanjian yang diadakan dan para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihakridhaatau rela akan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak. Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu

(16)

kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada kehendak bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

c. Isi perjanjian harus jelas dan gamblang. Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan dikemudian hari. Dengan demikian pada saat pelaksanaan atau penerapan perjanjian masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian atau yang mengikatkan diri dalam perjanjian haruslah mempunyai interpretasi yang sama tentang apa yang telah mereka perjanjikan, baik terhadap isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh perjanjian itu. Hampir sama dengan perjanjian menurut KUHPerdata, menurut hukum Islam perjanjian juga berdasarkan kata sepakat, dengan syarat objek perjanjian haruslah berwujud pada saat akad dilaksanakan.

2. Bentuk-Bentuk Perjanjian di Bank Syariah

Bentuk-bentuk perjanjian di bank syariah dapat dilihat dari jenis usaha bank syariah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah membedakan kegiatan usaha bank syariah menjadi 4 (empat) bagian yaituMudharabah (pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil),

(17)

menggambarkan lebih rinci lagi mengenai kegiatan bank umum yang berdasarkan prinsip syariah. Adapunkegiatannya adalah sebagai berikut:84

1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanandan investasi antara lain:

a. Giro berdasarkan prinsipwadi’ah;

b. Tabungan berdasarkan prinsipwadi’ahdan ataumudharabah; c. Deposito berjangka berdasarkan prinsipmudharabah.

2. Menyalurkan dana melalui:

a. Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi:

1) Murabahah(jual-beli antara bank dan nasabah dimana bank secaraprinsip membeli barang yang diperlukan oleh nasabah, kemudianmenjualnya kepada nasabah sebesar harga beli ditambah denganmarjin keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah).

2) Istishna (jual beli barang pesanan antara bank sebagai Penjual dengannasabah sebagai Pembeli. Spesifikasi dan harga barang

Istishna’disepakati pada Akad transaksi Istishna’ sedangkan cara pembayarannasabah kepada bank dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan).

3) Salam (jual beli barang pesanan antara bank dan nasabah

denganpembayaran dimuka dan pengiriman barang oleh penjual

84Bank Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia, Vol. 4, ISSN 1858-4233, Bank Indonesia

(18)

dibelakang, spesifikasi barang Salam disepakati dan dituangkan dalam Akad).

b. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain:

1) Mudharabah (kerjasama usaha antara bank sebagai pemilik dana dannasabah sebagai pengelola dana untuk melakukan kegiatan usahatertentu, dengannisbahbagi hasil sesuai dengan kesepakatan). 2) Musyarakah (kerjasama patungan yang terjadi antara bank dannasabah

masing-masing sebagai pemilik modal Musyarakah untukmelakukan usaha tertentu secara bersama dalam suatu kemitraan,denganNisbahBagi Hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkanKerugian Usaha ditanggung secara proporsional sesuai dengankontribusi modalMusyarakah).

c. Prinsip sewa menyewa berdasarkan akadantara lain:

1) Ijarah (sewa menyewa antara bank dan nasabah yang mendasari Pembiayaan Ijarah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku).

2) Ijarah muntahiya bittamlik (sewa-menyewa antara bank dengan nasabah. Pada akhir masa sewa, bank yang secara prinsip sebagai pemilik aset akan mengalihkan kepemilikan aset kepada nasabah, baik secara penjualan atau hibah).

(19)

yang diterimanya kepada bank pada waktu yang telah disepakatiantara bank dan nasabah sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku). e. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antaralain:

1) Wakalah, akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasauntuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

2) Hawalah, akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihaklain yang wajib menanggungnya.

3) Kafalah, akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lainketika pemberian jaminan bertanggung jawab atas pembayarankembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan. 4) Rahn, akad penyerahan barang/harta dari nasabah kepada bank

sebagaijaminan sebagian atau seluruh hutang.

3. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-suratberharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata(underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah.

4. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia.

5. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.

(20)

7. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan danmelakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsipsyariah.

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berhargaberdasarkan prinsipwadi’ah yad amanah.

9. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untukkepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsipwakalah.

10. Memberikan fasilitasletter of creditberdasarkan prinsip syariah. 11. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah.

12. Melakukan kegiatan usaha kartu debet,charge cardberdasarkan prinsipsyariah. 13. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah.

14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujuioleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.

15. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akadsharf.

16. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa gedung usaha,modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaiandan penyimpanan. 17. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsipsyariah

(21)

18. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai ketentuan dalam perundang-undangandana pensiun yang berlaku.

19. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagaipenerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq,

shadaqah,waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama Bank ataulembagaamil zakatyang ditunjuk oleh pemerintah.

3. Hapusnya Perjanjian

Menurut ketentuan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hapusnya perjanjian dilaksanakan dengan kesepakatan para pihak, dan akad penghapusan dipandang sah jika dilakukan seperti pelaksanaan perjanjian, yaitu di sepakati oleh para pihak serta dilakukan dalam suatu majelis.Syarat penghapusan akad adalah bahwa benda yang dijual harus sudah menjadi milik pembeli, penghapusan akad hanya berlaku pada barang yang tidak rusak, serta penurunan harga tidak mempengaruhi keabsahan penghapusan.85

Mengenai berakhirnya suatu akad, para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:86

a. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu;

85

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Naskah Akademik), Mahkamah Agung Republik

Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 33-34.

86 H.M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) alam Fiqih Islam dan Praktek di Bank

(22)

b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat;

c. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad bisa dianggap berakhir jika; (a) jual beli itu fasad, seperti terdapatnya unsur-unsur tipuan salah satu rukunnya atau syarat-syaratnya tidak terpenuhi; (b) berlakunya syarat, khiyar aib, atau

khiyar rukyah; (c) akad tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak; (d) tercapainya tujuan akad itu secara sempurna.

d. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini, para ulama

fiqh menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya seseorang atau salah satu pihak yang melangsungkan akad, diantaranya akad sewa-menyewa,ar-rahn, al-kafalah,asy-syirkah, al-wakalah, dan al-muzara’ah. Akad juga akan berakhir tergantung pada persetujuan lain, apabila tidak mendapat persetujuan dari pemilik modal.

Suatu akad berakhir apabila tercapai tujuannya.Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.Dalam akta gadai dan pertanggungan (kafalah), akad dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar.Kecuali telah tercapainya tujuan, akad dipandang berakhir juga apabila terjadi fasakhatau telah berakhir waktunya.Fasakhterjadi dengan sebab-sebab:87

(23)

a. Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.

b. Dengan sebab adanyakhiyar, baikkhiyar rukyat, cacat, syarat atau majelis. c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa

menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut

iqalah.

d. Karena adanya kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak terpenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan. Misalnya dalam khiyar pembayaran (khiyar naqd) penjual menyatakan bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar akad menjadi rusak (batal).

e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa-menyewa berjangka waktu dan tidak dapat diperpanjang.

4. Wanprestasi

Wanprestasi dalam akad bank syariah Islam apabila salah satu pihak dalam akad karena salahnya (Pasal 34 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah):88

a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;

(24)

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan; e. Dapat dianggap melakukan ingkar janji.

Salah satu pihak dalam akad dianggap melakukan wanprestasi/ ingkar janji, apabila ia dengan surat perintah atau dengan suatu akta sejenis itu telah dinyatakan ingkar janji atau demi perjanjiannya sendiri menetapkan, bahwa pihak dalam akad harus dianggap ingkar janji dengan lewatnya waktu yang ditentukan.89

Sesuai dengan Surat Al Maidah ayat 1, bahwa setiap orang yang beriman harus menepati janjinya, maka para pihak dalam Akad ini sebagai orang yang beriman tidak boleh melanggar janjinya. Dalam prakteknya, untuk mencegah agar nasabah tidak melanggar dan akan memenuhi janjinya pada Bank sesuai dengan akad ini, bank menetapkan semacam hukuman kepada nasabah yang tidak mampu untuk membayar. Sesungguhnya pihak Bank tidak dapat serta merta dapat memberlakukan penghukuman kepada nasabah dengan menyita jaminan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan sepihak tanpa pemberitahuan kepada nasabah. Bank seharusnya mengadakan klarifikasi terhadap nasabah terlebih dahulu penyebab yang mengakibatkan terjadinya penunggakan atau kemacetan tersebut secara obyektif, dan baru setelah diketahui penyebabnya Bank dan Nasabah bersama-sama menyepakati cara penyelesaiannya. Menurut peneliti, masalah penghukuman oleh bank kepadanasabah bila terjadi cedera janji harus dilihat kasus per kasus, setiap kasustidak dapat diberlakukan sama.

(25)

Pemberlakukan hukuman secara serta merta tanpa mengklarifikasi hal tersebut kepada nasabah terlebih dahulu sangat bertolak belakang dengan prinsip keadilan dan kesederajatan dalam banksyariah. Penghukuman baru dapat dilakukan apabila diketahui dengan pastibahwa nasabah tidak jujur atau beritikad buruk.

Dalam akad-akad pembiayaan pada bank syariah terdapat klausul mengenai cara penyelesaian perselisihan. Pencantuman klausul ini dimaksudkan sebagai pilihan hukum terhadap lembaga penyelesaian jika terjadi perselisihan antara bank syariah dengan nasabahnya. Isi klausul tersebut pada intinya mengatur apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menfasirkan bagian-bagian dan isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan akad ini, maka nasabah dan bank akan berusaha untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat, serta apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan ini nasabah dan bank sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberikan kuasa kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) untuk memberikan putusannya, menurut tata cara dan prosedur berarbitrase yang ditetapkan oleh dan berlaku di badan tersebut.

(26)

dalam Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Dengan Prinsip Syariah, mengatur jika terjadi perselisihan antara bank dan nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah, dan jika musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase syariah. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengatur penyelesaian atau sengketa tersebut diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Sehubungan dengan penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara bank syariah dengan nasabahnya tersebut, pada bulan Februari 2006 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998 tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 49 Undang Nomor 7 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diatur bahwa: ”Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syariah”.

(27)

Islam”adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.

Selanjutnya penjelasan Pasal 49 huruf i mengatakan bahwa yang dimaksuddengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi bank syariah; asuransi syariah; reasuransi syariah; reksadana syari’ah; obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah; pegadaian syari’ah; dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; bisnis syari’ah; dan lembaga keuangan mikro syari’ah.

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dalam KUH Perdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang hukum penarikan kembali harta hibah yang ada di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan

Sebagaimana syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah KHES pada Pasal 136 tentang syirkah yaitu kerjasama dapat dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau lebih untuk

Pembagian warisan untuk janda menurut KUHPerdata, terdapat dalam ketentuan Pasal 852a KUHPerdata, bagian warisan Janda dipersamakan dengan bagian seorang anak sah,

Sedangkan dalam konsep pembiayaan pada hukum Islam penggunaan Shopee PayLater menjadi tidak sah karena melanggar ketentuan prinsip-prinsip syariah, yaitu mengandung unsur riba

Para ulama telah sepakat bahwa seorang anak tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya sebagai anak sah, kalau anak itu dilahirkan kurang dari waktu 6 (enam) bulan setelah

Namun dikarenakan perjanjian ini didasarkan pada kesepakatan dan itikad baik kedua belah pihak untuk mengatur tentang harta benda perkawinan mereka dan telah memenuhi syarat-syarat

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut KHES) mengartikan akad sebagai kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau