• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (

Capsicum annuum

L

.

) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA

BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN

I MADE AGUS WIARTANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

i

INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (

Capsicum annuum

L

.

) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA

BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN

I MADE AGUS WIARTANA NIM 1192261014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biologi

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I MADE AGUS WIARTANA NIM 1192261014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

TANGGAL 10 DESEMBER 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Made Pharmawati, M.Sc., PhD. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P. NIP.196807071993032001 NIP.196301221987021001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biologi Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., PhD. Prof.Dr.dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP.196803271993022001 NIP.195902151985102001

(5)

iv Ketua : Ir. Made Pharmawati, M.Sc., PhD. Anggota :

1. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P. 2. Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., PhD. 3. Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons). 4. Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si.

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : I MADE AGUS WIARTANA NIM : 1192261014

Program Studi : Ilmu Biologi

Judul Tesis : INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA

BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam tulisan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 10 Desember 2014 Yang membuat pernyataan

(7)

vi

kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Made Pharmawati, M.Sc, PhD., sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini, serta bantuan zat kimia dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc, PhD., Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons). dan Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K). atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

(8)

vii

Magister Ilmu Biologi Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Ketut Adi Putra selaku Kepala Laboratorium MIPA pada Fakultas MIPA Universitas Hindu Indonesia atas bantuannya dalam analisa klorofil.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu dan mendiang Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta Ni Kadek Yunita, S.Ag., serta anak-anak Ni Putu Chyntia Pradnyandari W., Ni Made Chyntia Wulandari W. dan Pande Komang Wira Adhyaksa Putra W. tersayang serta Ibu dan Ayah mertua terkasih yang dengan penuh pengorbanan dan cinta kasih telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga.

(9)

viii

DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA BERBAGAI

TINGKAT WAKTU PERENDAMAN

Salah satu cara untuk meningkatkan variasi genetik adalah melalui induksi mutasi. Induksi mutasi pada tanaman telah terbukti dapat menghasilkan variasi baru pada tanaman dengan menggunakan mutagen. Ethyl methanesulfonate (EMS) adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan mutasi pada tanaman. Variasi pada cabai merah dalam penelitian ini diinduksi dengan menggunakan EMS yang diberikan melalui perendaman benih. Benih direndam dengan EMS konsentrasi 1% dalam buffer fosfat pH 7 selama 6, 9, 12 dan 15 jam pada suhu ruang. Kontrol adalah benih yang direndam dalam buffer fosfat pH 7. Variasi yang terjadi dilihat dari perubahan karakter morfologi, fisiologi serta reproduktif tanaman. Penelitian dilakukan di lahan terbuka dengan 5 ulangan untuk setiap perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan perendaman benih cabai merah dengan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam memberikan efek menghambat proses munculnya bibit. Tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun akibat perlakuan EMS 1% meningkat pada perendaman selama 6 dan 9 jam. Kandungan klorofil a, b dan total meningkat akibat perendaman EMS selama 9 jam. Perendaman benih cabai merah dengan EMS 1% selama 12 jam meningkatkan viabilitas pollen dibandingkan waktu perendaman lainnya pada penelitian ini. Umur 50% berbunga dan berbuah paling cepat terjadi pada perlakuan EMS 1% dengan perendaman selama 6 dan 9 jam. Jumlah bunga dan buah paling banyak terdapat pada tanaman dengan perlakuan perendaman selama 6 dan 9 jam. Rata-rata diameter buah dan panjang buah cabai merah paling besar terdapat pada tanaman dengan perlakuan perendaman selama 6 jam.

Kata Kunci: cabai merah, EMS, fisiologi, lama perendaman, morfologi, mutasi, reproduktif

(10)

ix

LEVELS OF SOAKING TIME

One way to increase genetic variation is through induced mutation. Induced mutation in plants has been proven to be able to produce new variations on plant using mutagen. Ethyl methanesulfonate (EMS) is a chemical compound that can cause mutations in plants. Variations of red chili in this study were induced using EMS through seed soaking. Seeds were soaked with EMS at concentration of 1% in phosphate buffer pH 7 for 6, 9, 12 and 15 hours at room temperature. As control, the seeds were soaked in phosphate buffer pH 7. Observations were conducted on morphological, physiological and reproductive characters of plants. The study was conducted in an open field with 5 replicates for each treatment and control. The results showed that soaking seeds of red chili with 1% EMS for 6, 9, 12 and 15 hours inhibited seedling emergence. Plant height, number of branches and number of leaves increased at 6 and 9 hours soaking period, while the increase of number of petals and sepals occurred at 6 hours. In this study, the content of chlorophyll a, b and total chlorophyll increased at plant resufled from seed soaking for 9 hours. Soaking seeds of red chili with 1% EMS for 12 hours increased the viability of pollen than other soaking period in this study. The 50% flowering and fruiting time occured earlier at 6 and 9 hours soaking period. The number of flowers and fruits were higher in the plant derived from soaking treatment for 6 and 9 hours. The highest diameter and length of fruits was found in treatment for 6 hours.

Keywords: chili, EMS, morphology, mutation, physiology, reproductive, soaking period

(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN……….……..………… iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………..………... iv

SYARAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………..……….…... v

UCAPAN TERIMA KASIH………..………...…… vi

ABSTRAK………..……… viii

ABSTRACT………..………. ix

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL….………... xiii

DAFTAR GAMBAR……..………... xv

DAFTAR LAMPIRAN………. xvi

BAB I. PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………. 4

1.3 Tujuan Penelitian………... 5

1.4 Manfaat Penelitian……… 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA……….. 7

2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L)………... 7

2.2 Induksi Mutasi…... 9

2.3 Mutasi dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)..……... 11

(12)

xi

3.2 Konsep Penelitian……….. 16

3.3 Hipotesis……… 17

BAB IV. METODE PENELITIAN………. 18

4.1 Rancangan Penelitian……… 18

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 19

4.3 Ruang Lingkup Penelitian……….………... 20

4.4 Penentuan Sumber Data……… 20

4.5 Variabel Penelitian……… 20

4.5.1 Persentase perkecambahan cabai merah……….. 20

4.5.2 Morfologi tanaman cabai merah……….. 21

4.5.3 Fisiologi tanaman cabai merah………. 21

4.5.4 Reproduktif tanaman cabai merah……… 21

4.6 Bahan Penelitian………..……….. 21

4.7 Instrumen Penelitian……….. 22

4.8 Prosedur Penelitian……… 22

4.8.1 Pembuatan buffer posfat pH 7 dan larutan EMS 1%………... 22

4.8.2 Pembuatan pewarna aceto-carmine………. 22

4.8.3 Persiapan lahan………. 23

4.8.4 Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% dan persemaian……. 23

(13)

xii

4.8.9 Pengamatan karakter reproduktif tanaman……….……….. 26

4.9 Analisis Data………. 27

BAB V. HASIL PENELITIAN……… 29

5.1 Persentase Munculnya Bibit Cabai Merah……… 29

5.2 Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah………... 29

5.3 Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah………... 37

5.4 Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah………... 38

5.5 Hubungan Antar Karakter…………...………... 44

BAB VI. PEMBAHASAN………. 47

6.1 Persentase Munculnya Bibit Cabai Merah……… 47

6.2 Pengaruh EMS terhadap Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah…… 49

6.3 Pengaruh EMS terhadap Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah…….. 52

6.4 Pengaruh EMS terhadap Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah…. 53 6.5 Hubungan Antar Karakter…………..………... 56

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN……….. 57

7.1 Simpulan………... 57

7.2 Saran………... 58

DAFTAR PUSTAKA……….…. 59

(14)

xiii

5.1 Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah ………...……… 29 5.2 Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu

Perendaman EMS 1%... 31 5.3 Jumlah Daun Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman

EMS 1%……….……… 32

5.4 Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu

Perendaman EMS 1%...……… 33 5.5 Jumlah Petal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu

Perendaman EMS 1%...……….. 34 5.6 Persentase Jumlah Bunga Yang Memiliki Petal dan Sepal 5, 6 dan 7

Setiap Perlakuan pada 9 MST, 11 MST dan 13 MST...………… 36 5.7 Kandungan Klorofil a, b dan Total Cabai Merah pada Berbagai Lama

Waktu Perendaman EMS 1%... 37 5.8 Viabilitas Serbuk Sari Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu

Perendaman EMS 1%...………. 38 5.9 Umur Tanaman Cabai Merah Saat Mulai Berbunga dan Berbuah pada

Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%...……….. 39 5.1 Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga dan Berbuah pada

Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%...……….. 40 5.11 Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu

(15)

xiv

5.13 Diameter Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman

EMS 1%...………. 43 5.14 Panjang Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman

EMS 1%...………... 44 5.15 Nilai Korelasi Pearson antara Tinggi Tanaman dengan Jumlah Cabang

Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman

EMS 1%... 45 5.16 Nilai Korelasi Pearson antara Jumlah Buah dengan Jumlah Bunga

Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman

(16)

xv

1.1 Denah Petak Percobaan………... 18

5.1 Grafik Tinggi Tanaman……… 30

5.2 Foto Bunga Cabai Merah dengan 5 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS

1% Selama 6 Jam………...…...……….. 34

5.3 Foto Bunga Cabai Merah dengan 6 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS

1% Selama 6 Jam………....……… 35

5.4 Foto Bunga Cabai Merah dengan 7 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS

1% Selama 6 Jam...………. 35

(17)

xvi

Lampiran 2. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST………... 66

Lampiran 3. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST…... 66

Lampiran 4. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST…... 66

Lampiran 5. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST…... 67

Lampiran 6. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST……… 67

Lampiran 7. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST……… 67

Lampiran 8. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 2 MST……… 67

Lampiran 9. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 5 MST……… 68

Lampiran 10. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 9 MST... 68

Lampiran 11. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 11 MST……... 68

Lampiran 12. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 13 MST……... 68

Lampiran 13. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 2 MST…... 69

Lampiran 14. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 5 MST…... 69

Lampiran 15. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 9 MST…... 69

Lampiran 16. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 11 MST………... 69

Lampiran 17. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 13 MST………... 70

Lampiran 18. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 2 MST………... 70

Lampiran 19. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 5 MST………... 70

Lampiran 20. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 9 MST………... 70

(18)

xvii

Lampiran 25. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 13 MST…... 72

Lampiran 26. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST………… 72

Lampiran 27. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST……….. 72

Lampiran 28. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST……….. 72

Lampiran 29. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST….. 73

Lampiran 30. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST….. 73

Lampiran 31. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST… 73 Lampiran 32. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST… 73 Lampiran 33. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST…. 74 Lampiran 34. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST…. 74 Lampiran 35. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST... 74

Lampiran 36. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST... 74

Lampiran 37. Anova Klorofil a Tanaman Cabai Merah………... 75

Lampiran 38. Anova Klorofil b Tanaman Cabai Merah………... 75

Lampiran 39. Anova Klorofil Total Tanaman Cabai Merah……… 75

Lampiran 40. Anova Viabilitas Pollen Tanaman Cabai Merah………... 75

Lampiran 41. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga………… 76

Lampiran 42. Anova Umur Pertama Tanaman Cabai Merah Berbunga…... 76

Lampiran 43. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbuah………... 76

(19)
(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cabai merah merupakan salah satu sayuran yang memiliki banyak manfaat serta disukai baik di Indonesia maupun di mancanegara. Cabai merah biasanya dipakai sebagai bumbu dapur dan pelengkap masakan, selain itu juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai campuran obat-obatan herbal bahkan sebagai anti kanker. Kandungan kimia utama cabai merah yang bermanfaat sebagai obat adalah antioksidan, lasparaginase, dan capsaicin (Kilham, 2006).

Di tengah perkembangan ilmu dan teknologi, cabai merah mengalami permasalahan yang cukup serius. Harga cabai merah yang tidak stabil di pasaran membuat pengaruh yang besar bagi perekonomian Indonesia. Pada akhir 2010, cabai mengalami kenaikan harga yang tinggi. Harga cabai mencapai Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per kg dengan harga awal sekitar Rp 30.000 per kg (BPS, 2011). Kenaikan harga cabai disebabkan oleh anomali musim, yang menyebabkan produktivitas cabai menurun, seperti kurangnya sinar matahari, busuk, yang akhirnya menyebabkan penyakit jamur, kuning, dan patek. Musim hujan berkepanjangan yang terjadi pada tahun 2010 membuat produksi cabai di beberapa wilayah Indonesia mengalami penurunan drastis sehingga menyebabkan kenaikan harga.

Penurunan harga cabai yang terjadi akhir tahun 2010 menunjukkan perubahan yang tidak biasa. Inflasi cabai biasanya diikuti oleh deflasi pada bulan

(21)

berikutnya dengan besaran yang kurang lebih sama sehingga harga cabai cenderung kembali turun di sekitar level harga ketika sebelum terjadi kenaikan. Namun, hingga awal tahun 2011 harga cabai lambat untuk turun kembali dan cenderung bertahan (BPS, 2012).

Pada tahun 2011 produksi cabai merah segar dengan tangkai sebesar 888,852 ribu ton dengan luas panen sebesar 121,063 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas 7,34 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010, cabai merah mengalami kenaikan produksi sebesar 81,692 ribu ton (10,12%). Kenaikan ini disebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,76 ton per hektar (11,55%) sementara luas panen terjadi penurunan sebesar 1,692 ribu hektar (1,38%) dibandingkan tahun 2010 (BPS, 2012).

Pemeliharaan dan perawatan tanaman cabai lebih rumit dibandingkan tanaman hortikultura lainnya, sehingga biaya perawatan tanaman cabai menjadi lebih mahal. Selain kebutuhan pupuk yang cukup serta penyemprotan untuk penanggulangan hama penyakit yang lebih sering, terutama apabila sering hujan. Tanaman cabai memerlukan sinar matahari yang cukup untuk berfotosintesis, sehingga pada musim hujan fotosintesis akan terhambat karena intensitas sinar matahari berkurang. Musim hujan yang berkepanjangan pada tahun 2010 membuat produksi cabai turun drastis. Biaya produksi yang mahal dan tidak diimbangi oleh pendapatan yang baik menyebabkan terganggunya produksi cabai merah yang akhirnya berpengaruh pada kualitas cabai merah (BPS, 2011).

Tersedianya variasi baru cabai merah merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini, mengingat kondisi dan keadaan pasar cabai merah yang tidak

(22)

stabil yang disebabkan oleh cuaca ekstrem serta tanaman kurang tahan terhadap penyakit akibat cuaca yang tidak stabil. Salah satu cara mengatasi permasalahan produksi cabai merah adalah dengan meningkatkan variasi genetik secara morfologi, fisiologi dan reproduksi melalui mutagenesis menggunakan senyawa kimia.

Saat ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan variasi genetik yang dapat dikembangkan ke arah pemuliaan dan perbaikan sifat suatu tanaman. Penelitian terdahulu biasanya menggunakan mutagen yang dapat menyebabkan mutasi pada tanaman (Soedjono, 2003). Jenis mutagen yang banyak dipakai adalah mutagen kimia dan mutagen fisika. Mutagen kimia berasal dari

senyawa kimia yang memiliki gugus alkil, seperti ethyl methanesulfonate (EMS),

diethyl sulfate (DES), methyl methanesulfonate (MMS), hydroxylamine, dan sodium azida. Mutagen kimia EMS merupakan senyawa kimia yang paling sering digunakan dalam penelitian mutasi induksi (Soeranto, 2003). Mutagen fisika merupakan radiasi energi nuklir, seperti iradiasi sinar gamma. Penggunaan

mutagen-mutagen fisika dan kimia juga dapat dilakukan secara bersamaan

(Koornneef, 1991; Soeranto, 2003).

Penerapan teknik mutasi pada cabai merah akan dapat memberikan variasi genetik pada cabai merah. Melalui mutasi induksi cabai merah dengan menggunakan senyawa kimia seperti EMS akan didapatkan suatu variasi cabai merah yang nantinya diharapkan mampu memberikan solusi permasalahan-permasalahan pertanian cabai merah di Indonesia.

(23)

Ethyl methanesulfonate merupakan senyawa alkil yang menyebabkan perubahan basa yaitu terjadinya delesi pasangan basa tertentu dalam kromosom (Van Harten, 1998). Mutagen EMS bisa digunakan dengan konsentrasi 0,05% sampai 2,5% dengan lama perendaman antara 3 sampai 24 jam (Alcantara et al., 1996; Jabeen dan Mirza, 2002; Jabeen dan Mirza, 2004; Khan et al., 2009; Priyono dan Susilo, 2002). Konsentrasi 0,05% menyebabkan peningkatan nilai jumlah bulbet dan persentase perakaran pada tanaman Lily Kerk (Priyono dan Susilo, 2002). Pada tanaman cabai merah, perendaman biji dengan EMS konsentrasi 1% selama 6 jam menghasilkan bibit cabai yang memiliki varian perkembangan daun dengan persentase 11,2% (Pharmawati, komunikasi pribadi).

Penelitian ini menguji pengaruh variasi lama perendaman biji cabai merah pada konsentrasi EMS 1% (v/v) terhadap morfologi, fisiologi dan reproduksi tanaman cabai merah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap morfologi cabai merah yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal dan jumlah sepal?

2. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap fisiologi tanaman cabai merah dalam hal ini konsentrasi klorofil daun cabai merah?

(24)

3. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap reproduksi cabai merah yang mencakup viabilitas serbuk sari, hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, panjang dan diameter buah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap morfologi cabai merah yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal dan jumlah sepal.

2. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap fisiologi tanaman cabai merah dalam hal ini konsentrasi klorofil daun cabai merah.

3. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama 6, 9, 12 dan 15 jam terhadap reproduksi cabai merah yang mencakup viabilitas serbuk sari, hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, panjang dan diameter buah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan lama perendaman yang tepat dengan EMS konsentrasi 1% yang menyebabkan perubahan morfologi, fisiologi dan reproduksi cabai merah. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peneliti dan petani cabai merah khususnya serta masyarakat luas pada

(25)

umumnya tentang pengaruh pemberian EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman 6 jam, 9 jam, 12 jam dan 15 jam terhadap perkembangan tanaman cabai merah. Di samping itu, penelitian ini menambah pengetahuan tentang keefektifan EMS 1% dapat menimbulkan variasi yang menguntungkan untuk perbaikan genetik cabai merah. Jika ditemukan variasi baru tanaman cabai merah, maka dapat meningkatkan jumlah plasma nutfah yang telah ada dan memberikan hasil yang baik bagi pertanian cabai merah sehingga memungkinkan menggunakan EMS 1% untuk melakukan mutasi agar didapat karakter tertentu serta menambah khasanah pengetahuan mengenai manfaat EMS konsentrasi 1% khususnya sebagai agen mutasi.

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Cabai merupakan tanaman dengan buah yang memiliki rasa pedas sehingga baik digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan obat-obatan herbal. Banyak orang yang menggemari buah cabai, walaupun rasanya pedas tetapi masakan tanpa cabai akan terasa belum lengkap. Di Indonesia, cabai merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data Biro Pusat Statistik tahun 2012, yang menunjukkan bahwa cabai telah dibudidayakan di seluruh Indonesia dengan luas lahan, produksi dan produktivitas yang cukup bervariasi pada Tabel 2.1.

Cabai merah merupakan salah satu anggota famili Solanaceae. Tumbuhan berkayu ini memiliki ciri-ciri tinggi tanaman ± 1 m dan bercabang. Daun tunggal berbentuk bulat telur sampai elip. Bunga tunggal bentuk bintang terdapat di ketiak daun, berwarna putih. Cabai merah memiliki buah menggantung, berbentuk seperti kerucut memanjang, dengan permukaan buah mengkilat berwarna hijau sampai merah setelah tua. Biji cabai merah berukuran kecil, pipih, berwarna putih kekuningan dan setelah tua menjadi coklat (Djarwaningsih, 2005). Cabai merah tumbuh merata di seluruh Indonesia mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua (Poulos, 1994).

(27)

Tabel 2.1

Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Cabai Tahun 2009-2011 (BPS, 2012)

Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

Provinsi Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Aceh 7,27 34,82 4,79 9,11 64,15 7,04 8,61 49,53 5,75 Sumatera Utara 18,35 154,80 8,44 21,71 196,35 9,04 22,61 233,26 10,32 Sumatera Barat 6,86 41,52 6,05 7,05 46,22 6,56 8,08 58,98 7,30 R i a u 3,14 11,22 3,57 3,17 11,94 3,77 3,52 15,83 4,49 J a m b i 3,51 17,96 5,12 3,68 17,92 4,87 4,56 28,79 6,31 Sumatera Selatan 6,84 28,69 4,20 8,20 34,06 4,15 6,93 18,64 2,69 Bengkulu 8,38 47,70 5,69 9,43 58,53 6,21 5,76 41,50 7,21 Lampung 7,52 28,39 3,78 8,42 38,60 4,58 8,59 62,74 7,30 Bangka Belitung 1,17 5,84 5,01 991 6,27 6,32 968 6,81 7,04 Kep. Riau 961 3,78 3,94 821 3,58 4,36 538 2,40 4,45 DKI Jakarta - - - - Jawa Barat 23,21 315,57 13,60 26,09 245,60 9,41 24,05 300,62 12,50 Jawa Tengah 40,73 220,93 5,42 36,92 194,97 5,28 36,57 184,36 5,04 DI Yogyakarta 2,86 17,01 5,95 2,83 15,10 5,33 3,28 16,58 5,04 Jawa Timur 59,31 243,56 4,11 57,71 213,67 3,70 61,95 255,48 4,12 Banten 1,75 6,43 3,68 1,73 7,44 4,31 1,63 6,42 3,93 B a l i 3,64 27,27 7,49 3,85 25,29 6,56 4,24 31,50 7,42 Nusa Tenggara Barat 7,45 39,33 5,28 4,69 18,87 4,03 6,21 26,13 4,21 Nusa Tenggara Timur 1,60 9,66 6,04 1,48 5,97 4,04 1,46 6,31 4,33 Kalimantan Barat 2,29 11,12 4,85 2,20 6,77 3,08 2,57 9,46 3,68 Kalimantan Tengah 1,48 8,15 5,51 1,47 3,60 2,45 1,53 4,10 2,68 Kalimantan Selatan 1,67 7,65 4,57 1,63 8,20 5,03 1,50 9,20 6,12 Kalimantan Timur 3,25 15,97 4,92 3,27 14,62 4,47 3,00 12,70 4,23 Sulawesi Utara 2,88 14,41 5,00 2,81 10,23 3,64 2,69 10,08 3,74 Sulawesi Tengah 2,57 7,48 2,92 2,99 13,91 4,65 3,11 19,82 6,37 Sulawesi Selatan 6,50 20,98 3,23 6,41 24,90 3,89 7,31 37,28 5,10 Sulawesi Tenggara 1,25 4,76 3,81 1,96 7,82 3,99 2,00 4,76 2,38 Gorontalo 2,97 15,00 5,05 2,52 17,23 6,85 2,07 11,08 5,37 Sulawesi Barat 1,15 2,50 2,17 828 3,35 4,04 1,25 4,36 3,50 M a l u k u 107 328 3,07 449 1,234 2,75 594 2,92 4,91 Maluku Utara 557 659 1,18 557 719 1,29 418 1,08 2,58 Papua Barat 653 4,91 7,52 653 4,30 6,58 789 2,73 3,46 Papua 2,05 10,33 5,04 1,50 7,48 5,00 1,37 7,66 5,58 Indonesia 233,90 1,378,73 5,89 237,11 1,328,86 5,60 239,77 1,483,08 6,19

(28)

Selain rasa yang pedas karena kandungan capsaicin, cabai merah juga memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan C. Capsaicin pada cabai merah juga telah banyak

diteliti untuk keperluan pengobatan, dimana kandungan lasparaginase dan capsaicin dapat berperan sebagai zat anti kanker (Kilham, 2006).

2.2 Induksi Mutasi

Mutasi merupakan perubahan materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (Girija dan Dhanavel, 2009). Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan faktor penyebab mutasi disebut mutagen (Shah et al., 2008).

Pada tanaman, induksi mutasi dapat diterapkan untuk memperoleh variasi baru yang bertujuan untuk perbaikan sifat genetik tanaman. Perbaikan sifat genetik suatu tanaman dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun buatan. Mutasi secara buatan biasanya memakai suatu mutagen.

Terdapat dua jenis mutagen yang digunakan, yaitu mutagen kimia dan fisika. Pada tumbuhan, mutagen kimia yang biasa digunakan adalah ethyl methanesulfonate (EMS), diethyl sulfate (DES), methyl methanesulfonate (MMS), hydroxylamine, sodium azida dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut menyebabkan mutasi titik (Soeranto, 2003). Senyawa lainnya seperti kolkisin, orizalin (Wan et al., 1991) dan kafein (Samuels dan Staehelin, 1996) menyebabkan mutasi kromosom yaitu bertambahnya set kromosom. Mutagen fisika yang biasa digunakan adalah sinar gamma (Soedjono, 2003).

(29)

Penggunaan mutagen kimia dan fisika dalam perbaikan sifat genetik suatu tanaman seperti kolkisin, EMS, MMS serta sinar gamma juga telah banyak dilaporkan. Pemberian kolkisin 1% menyebabkan variasi bentuk, ukuran, dan jumlah pada kromosom ujung akar bawang merah (Suminah et al., 2002). Penggunaan EMS sebagai mutagen pada tanaman cabai juga telah banyak dilakukan, misalnya pada sweet pepper dengan EMS 1% selama 3-9 jam merangsang ketahanan terhadap penyakit powdery mildew. Setelah dilakukan skrining pada populasi besar generasi M2 ditemukan tiga tanaman resisten. Progeni tanaman ini terdiri dari tanaman yang mengekspresikan derajat resistensi yang berbeda. Pemilihan berikutnya dilakukan hingga generasi M8 pada tanaman resisten yang terus dikembangkan (Torodova dan Daskalov, 1979). Selain pada cabai, EMS sebagai mutagen juga digunakan pada tanaman lain seperti pada Arabidopsis yang menghasilkan mutan dengan daun variegata (Chen et al., 2000).

Mutagen fisika seperti sinar gamma juga telah banyak digunakan dalam pemuliaan tanaman. Salah satunya iradiasi dosis 700-800 Gy dan 140 Gy sinar gamma terhadap biji Brassica oleracea L. var. acephala (kubis) yang meningkatkan produksi, serta tahan patogen dan genjah (Itoh et al., 1991; Abraham dan Bhatia, 1994).

Dibandingkan dengan mutagen lain, EMS merupakan senyawa kimia yang paling banyak digunakan sebagai mutagen kimia dan terbukti efektif dapat menyebabkan mutasi titik pada berbagai tanaman selain murah dan mudah diperoleh jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya (Van Harten, 1998).

(30)

2.3Mutasi dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)

Ethyl methanesulfonate merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan mutasi pada tingkat DNA dengan mengubah basa-basa DNA. EMS memiliki rumus kimia C3H8SO3 (Russell, 1992). Mutagen kimia EMS merupakan

salah satu zat kimia yang termasuk dalam golongan agen alkilasi yang dapat menyebabkan mutasi titik. Mutasi titik terjadi pada sebuah basa yang dapat berupa insersi, delesi, transversi, atau transisi basa. Insersi dan delesi pada satu atau lebih basa dapat menyebabkan perubahan urutan pembacaan sehingga mengubah susunan asam amino. Transisi dan transversi menyebabkan perubahan ekspresi asam amino. EMS akan mengikatkan gugus etilnya pada DNA guanin (G) pada posisi 7-N dan 6-O yang akan membentuk gugus O6-etilguanin. Terjadinya etilasi ini menyebabkan kesalahan pemasangan basa ketika replikasi, sehingga menyebabkan mutasi acak pada rantai DNA (Sambrook dan Russell, 2001).

Beberapa peneliti melaporkan telah dihasilkan mutan dengan menggunakan EMS, seperti peningkatan keragaman dan resistensi pisang terhadap virus (Imelda et al., 2000), keragaman varian abaka (Purwati et al., 2008), pembentukan maksimal embrio pada loquat (Hong et al., 2011). Beberapa kultivar tanaman hasil mutasi dengan EMS telah dirilis di beberapa negara. Kultivar-kultivar tersebut diantaranya Allium sativum (bawang putih) yang telah dirilis sebagai varietas di Cina. Mutan dihasilkan dengan perlakuan 0,03-0,06% EMS terhadap subang dari bawang, mutan ini dilaporkan meningkatkan produksi dan jumlah umbi (Novax et al., 1984; Selvaraj et al., 2001). Mutan lain yang telah dirilis sebagai varietas adalah Solanum melongena L. (terung), yang telah dirilis satu di

(31)

India dan tiga di Italia. Mutan didapatkan dari perlakuan EMS terhadap biji, mutan ini dapat meningkatkan produksi, dan tanaman agak kerdil (Zeerak, 1991).

Mutagen kimia EMS telah terbukti lebih efektif dan efisien daripada mutagen fisika pada tanaman kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) yang menghasilkan lebih banyak mutan yang viabel daripada penggunaan sinar gamma (Girija dan Dhanavel, 2009). Penelitian dengan menggunakan EMS telah banyak dilakukan umumnya memiliki perbedaan pada rentang waktu dan konsentrasi EMS yang digunakan. Purwati et al. (2008) merendam kalus embriogen abaka dalam EMS konsentrasi 0%, 0,3%, 0,4%, 0,5% dan 0,6% yang digoyang selama 2 jam dengan kecepatan 60 rpm yang menghasilkan daun variegata dan berbagai kelainan morfologi daun. Penelitian lain pada biji Sonchus arvensis L. menggunakan konsentrasi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 1,8% EMS selama 4 jam melaporkan dosis EMS 0,9%-1,2% dapat menimbulkan mutasi tanpa mengurangi jumlah tanaman yang mampu berbunga 50%, serta menghasilkan mutasi warna daun (kimera) (Poerba, 2000).

Ethyl methanesulfonate sebagai mutagen juga dilaporkan pada beberapa penelitian seperti pada tanaman krisan ditemukan sebanyak 48 mutan (5,2%) dari 910 tanaman dengan warna petal yang menyimpang yaitu pink-salmon, warna pink bercahaya, perunggu, putih, kuning dan salmon pada EMS konsentrasi 0,77% selama 1 jam (Latado et al., 2004). Penelitian pada kedelai yang menggunakan 1-30 mM EMS menunjukkan polimorfisme dalam jaringan kedelai, hasil ini nantinya berguna dalam mendeteksi mutasi dalam kultur embriogenik kedelai melalui penanda RAPD (Hofmann et al., 2004).

(32)

2.4Induksi Mutasi Cabai Merah dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)

Induksi mutasi cabai merah dengan menggunakan EMS diharapkan dapat meningkatkan keragaman cabai merah yang selanjutnya dapat diseleksi untuk menghasilkan tipe yang lebih baik. Penelitian induksi variasi cabai menggunakan EMS telah dibuktikan oleh Alcantara et al. (1996) pada cabai cv Keystone Resistant Giant no.3 dengan parameter penelitian meliputi konsentrasi, lama waktu perlakuan dan temperatur. Konsentrasi EMS yang digunakan adalah 0,5%, 1% dan 1,5% dengan lama perendaman 3, 6 dan 9 jam serta suhu yang diatur pada 5oC, 1oC, 15oC dan 20oC. Pada generasi M1 ditemukan sedikit tanaman yang mengalami mutasi seperti bentuk daun yang tidak beraturan dan menjari, selain itu umumnya tanaman menjadi kerdil dengan daun yang klorosis, serta persentase perkecambahan terendah pada konsentrasi EMS 1,5% selama 9 jam.

Penelitian lain menggunakan cabai merah cv Longhi (Jabeen dan Mirza, 2002) dengan konsentrasi EMS yang digunakan 0,01, 0,1 dan 0,5% selama 3 dan 6 jam. Karakteristik yang dapat diamati pada tanaman yang termutasi meliputi bentuk daun, berat tanaman, jumlah percabangan, jumlah daun, hari saat berbunga dan berbuah, jumlah buah, susunan daun, struktur cabang, jumlah petal dan jumlah sepal. Perlakuan dengan konsentrasi EMS 0,5% selama 6 jam ditemukan dapat meningkatkan variasi genetik. Pada penelitian ini teramati 4 mutan dari seluruh tanaman, dimana 2 mutan steril dan 2 mutan fertil. Mutan steril dilaporkan memiliki jumlah daun yang lebih banyak, selain itu hasil uji klorofil tanaman mutan menunjukkan kandungan klorofil yang lebih sedikit. Secara fisiologi,

(33)

kandungan klorofil dalam tanaman cabai juga dinilai sebagai salah satu variabel (Lichtenthaler dan Wellburn, 1983).

Pada cabai merah “Smart” penggunaan EMS 1% dengan lama perendaman biji selama 6 jam menghasilkan perkecambahan sebesar 96%. Penggunaan konsentrasi EMS yang lebih rendah yaitu 0,5%, 0,3% dan 0,1% menghasilkan perkecambahan sebesar 98%, 98,5% dan 100% berturut-turut (Pharmawati et al., 2012). Manzila et al. (2010) juga melaporkan hasil penelitian pada lima genotipe cabai yang diuji yaitu Jatilaba, ICPN12 no.4, PBC495, Helem dan Gelora dapat menimbulkan keragaman morfologi pada konsentrasi EMS 0,5% dengan perendaman selama 60 menit.

(34)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir

Kebutuhan pasar cabai merah selalu mengalami peningkatan, ditambah lagi pada saat panen cabai yang merosot karena gagal panen dan musim yang tidak menentu. Kebutuhan ini tidak diimbangi dengan ketersediaan cabai merah di pasar nasional (BPS, 2011). Kenaikan harga cabai disebabkan oleh anomali musim yang menyebabkan produktivitas cabai menurun, seperti kurangnya sinar matahari karena curah hujan yang tinggi, busuk, yang akhirnya menyebabkan penyakit jamur, kuning, dan patek. Musim hujan berkepanjangan yang terjadi pada tahun 2010 membuat produksi cabai di beberapa wilayah indonesia mengalami penurunan drastis sehingga menyebabkan kenaikan harga. Meskipun cabai bukanlah merupakan tanaman ekonomi utama, tetapi beberapa negara termasuk Indonesia mengakui bahwa tanaman cabai merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang banyak dimanfaatkan, sehingga tanaman cabai memiliki nilai ekonomi yang cukup berarti dan berpengaruh terhadap inflasi (BPS, 2012).

Untuk mengatasi berbagai kendala dalam budidaya cabai terutama produksinya, perlu diupayakan penemuan sifat-sifat yang baik dari tanaman cabai sehingga perlu diupayakan mutasi untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan variasi genetik melalui mutagenesis menggunakan senyawa kimia. EMS dapat digunakan sebagai mutagen yang menghasilkan variasi genetik suatu tanaman.

(35)

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Konsep Penelitian Kebutuhan Cabai Besar di Pasar

Menemukan variasi cabai merah

Pemuliaan Mutasi

Mutagen Kimia

Kultivar Unggul yang sedikit Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L)

Ethyl methanesulfonate

Mutan Cabai Merah K u l t i v a r u n g g u l Persentase Muncul Bibit Morfologi Tanaman Fisiologi Tanaman Reproduksi Tanaman

(36)

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: Perendaman biji cabai merah menggunakan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam tidak dapat menyebabkan perbedaan karakter morfologi, fisiologi, dan reproduksi tanaman cabai merah.

H1: Perendaman biji cabai merah menggunakan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam dapat menyebabkan perbedaan karakter morfologi, fisiologi, dan

(37)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan lima ulangan atau kelompok. Perlakuan terdiri dari perendaman menggunakan EMS selama 6 jam, 9 jam, 12 jam, dan 15 jam dan kontrol. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 10 tanaman. Pada setiap petak akan diamati masing-masing 6 unit tanaman yang dipilih secara acak. Denah perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:

K K1-K10 D D1-D10 B B1-B10 C C1-C10 A A1-A10 B B1-B10 D D1-D10 K K1-K10 C C1-C10 A A1-A10 D D1-D10 K K1-K10 B B1-B10 A A1-A10 C C1-C10 C C1-C10 D D1-D10 K K1-K10 A A1-A10 B B1-B10 B B1-B10 C C1-C10 D D1-D10 K K1-K10 A A1-A10

Gambar 4.1. Denah Petak Percobaan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 5 Kelompok 4 18

(38)

Keterangan: K: Kontrol

A: Perlakuan EMS 1%, 6 jam B: Perlakuan EMS 1%, 9 jam C: Perlakuan EMS 1%, 12 jam D: Perlakuan EMS 1%, 15 jam

1-10: Nomor tanaman dalam percobaan

Ethyl methanesulfonate digunakan sebagai mutagen kimia pada benih cabai merah dengan lama perendaman 6, 9, 12 dan 15 jam. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi, fisiologi dan reproduksi. Benih cabai merah “Hot Paper Smart” dibeli dari toko pertanian di Denpasar. Benih cabai direndam dalam EMS konsentrasi 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam dan kontrol direndam dalam buffer phosphate pH 7 dengan waktu yang sama dalam suhu ruangan. Benih disemai dalam oker kertas / bumbungan, setelah bibit berusia 21 hari dipindah ke bedeng. Pengamatan dilakukan terhadap persentase munculnya bibit, karakter morfologi, fisiologi serta reproduktif. Data dianalisis secara deskriptif komparatif serta secara statistik dengan uji ANOVA.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Lab Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan di lahan pertanian di Br. Temen, Kec. Susut, Ds. Penglumbaran, Kab. Bangli dengan ketinggian ± 850 m dpl selama 5 bulan dari bulan Juli 2013 sampai bulan Desember 2013. Uji kandungan klorofil dan viabilitas serbuk sari dilakukan di Laboratorium FMIPA Universitas Hindu Indonesia.

(39)

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada varietas cabai, konsentrasi EMS, lama waktu perendaman serta kondisi eksperimental. Pembatasan hal yang diamati meliputi persentase munculnya bibit, karakteristik morfologi, fisiologi, dan reproduktif.

4.4 Penentuan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan cabai merah sebagai sampel dan EMS sebagai mutagen. Jumlah total sampel yang digunakan sebanyak 250 benih cabai merah, masing-masing 10 benih cabai pada perlakuan EMS 6 jam, 9 jam, 12 jam, 15 jam, dan kontrol masing-masing dengan lima kali ulangan. Untuk karakter morfologi diamati enam tanaman pada setiap unit percobaan dan diantaranya dua tanaman diambil secara acak untuk pengamatan variabel fisiologi berupa kandungan klorofil daun. Variabel reproduktif untuk viabilitas serbuk sari diambil masing-masing lima bunga dari dua tanaman yang diambil secara acak. Untuk pengamatan hari pertama saat berbunga dan berbuah serta jumlah buah, panjang dan diameter buah diamati enam tanaman yang dipilih untuk karakter morfologi.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati meliputi persentase munculnya bibit, karakteristik morfologi, fisiologi, dan reproduksi tanaman cabai merah yang diberi perlakuan EMS 1% dengan rentang waktu perendaman benih selama 6, 9, 12 dan 15 jam.

4.5.1 Persentase munculnya bibit cabai merah

Pengamatan persentase munculnya bibit dilakukan untuk mengetahui jumlah bibit yang dapat tumbuh dari benih cabai merah yang disemaikan sehingga

(40)

dapat diketahui pengaruh waktu perendaman efektif EMS 1%. Persentase kemunculan bibit dihitung dari jumlah bibit muncul dibagi seluruh benih yang ditanam dikali 100%.

4.5.2 Morfologi tanaman cabai merah

Karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal, dan jumlah sepal dengan perlakuan EMS 1% pada benih cabai merah yang direndam selama 6, 9, 12, dan 15 jam.

4.5.3 Fisiologi tanaman cabai merah

Secara fisiologi diuji kandungan klorofil daun tanaman cabai merah dengan perlakuan EMS 1% pada benih cabai merah yang direndam selama 6, 9, 12, dan 15 jam.

4.5.4 Reproduktif tanaman cabai merah

Bagian reproduktif tanaman yang diamati meliputi viabilitas serbuk sari, hari saat pertama berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga pada tanaman perlakuan, umur 50% tanaman berbuah pada tanaman perlakuan, jumlah bunga, jumlah buah, panjang serta diameter buah.

4.6 Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan adalah benih cabai merah (Capsicum annuum L) kultivar ”Hot Pepper Smart” yang diperoleh dari toko pertanian, K2HPO4,KH2PO4, Ethyl methanesulfonate (EMS), akuades, aceton 80%, media

tanam siap pakai (merk Pubotan), pupuk NPK, kompos, pupuk kandang, fungisida, insektisida, bubuk carmine, asam asetat glasial, kertas label, dan kertas saring.

(41)

4.7 Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bak perkecambahan, alat-alat pertanian, mulsa plastik hitam-perak, gelas ukur, labu ukur, gelas beaker, pinset, tabung reaksi, penggaris, alat tulis, tabung falcon, spektrofotometer, mikroskop, timbangan analitik, sentrifuge, pipet tetes, mikropipet, pipet tip, mortar, blender, corong, gelas objek, kaca penutup, pH meter, kamera, dispenser 25 ml, botol kocok plastik 100 ml, dan mesin kocok bolak-balik.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Pembuatan buffer posfat pH 7 dan larutan EMS 1%

Pembuatan EMS 1% dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama-tama dibuat 1 M buffer posfat pH 7 dengan mencampurkan 70 ml 1 M K2HPO4 dengan 20 ml

1 M KH2PO4 lalu pH diukur sampai mencapai pH 7. Jika pH belum mencapai

nilai 7, maka ditambahkan dengan KH2PO4. Konsentrasi buffer posfat yang

digunakan untuk melarutkan EMS adalah 0,1 M. Untuk membuat buffer posfat pH 7 dengan konsentrasi 0,1 M, maka dilakukan pengenceran 10 x dari buffer posfat 1 M (Koethoff et al., 1989). Tahap berikutnya membuat EMS 1% dengan cara mengambil 0,05 ml EMS dan dijadikan 5 ml dengan menambahkan buffer posfat pH 7.

4.8.2 Pembuatan pewarna aceto-carmine

Pewarna aceto-carmine dibuat dengan melarutkan 0,5 gram bubuk carmine dalam 22,5 ml asam asetat glasial, diaduk dengan batang pengaduk sampai tercampur. Campuran dipanaskan hingga mendidih, didinginkan, kemudian

(42)

ditambahkan 50 ml akuades dan disaring dengan kertas saring (Koethoff et al., 1989).

4.8.3 Persiapan lahan

Tanah dicangkul untuk membersihkan lahan dari akar bekas tanaman lama

dan segala macam gulma yang tumbuh. pH tanah diukur dengan pH meter digital.

pH diukur pada tiap petak tanah perlakuan, pH tanah yang kurang dapat dilakukan

penaburan kapur pertanian atau dolomit sebanyak 200-400 gr/m2 agar pH menjadi

6-7 (Sherly et al., 2010). Tanah yang telah dicangkul dibuat bedengan dengan

lebar 100 cm, tinggi 40 cm, jarak antar bedengan 80 cm, panjang bedengan 5 m,

lebar parit 50 cm. Setiap bedengan ditaburi 50 kg pupuk kandang untuk 5 m

panjang bedengan dan dicampur dengan tanah secara merata. Bedengan ditutup

dengan mulsa plastik hitam-perak. Untuk mengetahui unsur makro tersedia

dilakukan analisis tanah yang dikerjakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Udayana.

4.8.4 Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% dan persemaian

Benih cabai merah diseleksi dengan cara direndam dalam air bersih selama 6 jam, kemudian dipilih benih cabai yang tenggelam. Sebanyak 200 benih cabai merah yang telah diseleksi direndam dengan EMS 1% masing-masing 50 benih selama 6 jam, 9 jam, 12 jam dan 15 jam. Perlakuan dilakukan pada temperatur ruang. Sebagai kontrol adalah 50 benih yang direndam dalam buffer fosfat pH 7. Benih selanjutnya dibilas dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa mutagen (Narayanan and Konzak, 1969). Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disemaikan pada media tanam siap pakai yang telah dimasukkan ke dalam

(43)

bumbungan dan disusun di bawah naungan atau sungkup yang telah disiapkan. Bumbungan yang tersusun rapi diberi air secukupnya sampai basah. Penyiraman dilakukan dengan sprayer. Bumbungan yang telah ditanam benih cabai ditutup dengan kertas koran, lalu disiram sampai basah agar kelembabannya terjaga. Kemunculan bibit dipermukaan tanah dicatat pada tahap ini.

4.8.5 Penanaman

Penanaman pada bedengan dilakukan setelah bibit berumur 21 hari. Jarak

tanam 50 x 50 cm (Sherly et al., 2010). Penanaman dilakukan pada sore hari

secara serentak dalam 1 hari. Setelah selesai ditanam, bibit cabai disiram air

secukupnya dengan cara disemprotkan dengan tekanan rendah dan merata sampai

ke akarnya.

4.8.6 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman cabai dilakukan dengan memberi pupuk tambahan.

Campuran pupuk dibuat sesuai kebutuhan dalam ember atau tong besar ukuran 20-30 liter, diisikan 25 liter air bersih, dimasukkan 1,250 kg kompos, ditambahkan 0,625 kg NPK (15 : 15 : 15) (2 sendok makan untuk 10 liter air). Pemupukan dilakukan dengan kocor setiap bulan (100 ml per pohon), dimulai pada umur 14 HST minimal 8 kali selama masa pemeliharaan tanaman (Sherly et al., 2010). Kucuran pupuk diusahakan tidak terkena tanaman secara langsung.

Tanaman cabai disiram dengan air 2 kali sehari. Penyiangan dilakukan secara

(44)

4.8.7 Pengamatan karakter morfologi

Karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman yang diukur dari leher akar sampai titik tumbuh, jumlah cabang, jumlah daun, bentuk daun, jumlah petal dan jumlah sepal. Pengamatan dilakukan terhadap tanaman terduga mutan pada setiap perlakuan serta 6 tanaman yang dipilih pada setiap perlakuan dan ulangan. Pengambilan data dilakukan setiap minggu, dengan mencatat dan mengukur perubahan morfologi yang terjadi dari leher akar sampai titik tumbuh

tanaman serta dokumentasi gambar foto dengan kamera sampai tanaman cabai

berbuah.

4.8.8 Pengamatan karakter fisiologi

Karakter fisiologi yang diuji adalah kandungan klorofil. Uji klorofil dilakukan dengan metode yang dijelaskan oleh Lichtenthaler dan Wellburn (1983). Masing-masing perlakuan dan ulangan dipilih 3 tanaman dan diambil daun ketiga dari pucuk dan sudah berkembang sempurna untuk diekstraksi klorofilnya. Sampel daun sebanyak 100 mg dihaluskan dengan cara digerus, ditambahkan 3 ml aseton 80% dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 2 menit. Dari hasil sentrifugasi didapatkan pellet dan supernatan. Supernatan diambil dan dipindahkan ke labu takar. Pellet yang masih dalam tabung ditambahkan 1 ml aseton dan disentrifugasi kembali. Supernatan yang didapatkan dipindahkan ke labu takar sebelumnya sampai mencapai 5 ml, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 663 dan 645 nm.

Kandungan klorofil (mg/L) dalam ekstrak dihitung menurut rumus berikut (Lichtenthaler dan Wellburn, 1983):

(45)

1. Klorofil a mg/L berat daun = 12,7 x E663 – 2,69 x E645

2. Klorofil b mg / L berat daun = 22,9 x E645 – 4,68 x E663

3. Klorofil total mg / L berat daun = 20,2 x E645 + 8,02 x E663

Keterangan :

E : Nilai absorbansi

4.8.9 Pengamatan karakter reproduktif tanaman

Secara reproduktif pengamatan meliputi viabilitas serbuk sari, hari saat pertama berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga pada tanaman perlakuan, umur 50% tanaman berbuah pada tanaman perlakuan, jumlah bunga, jumlah buah serta besar buah setelah panen yang dihitung berdasarkan Standar Nasional Indonesia.

Viabilitas serbuk sari diamati dengan mengambil sebuk sari dari 5 bunga yang telah mekar dari 2 tanaman terpilih pada setiap perlakuan dan ulangan. Serbuk sari ditaburkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan aceto-carmine 2% dan dibiarkan selama 30 menit, dibuat masing-masing 1 preparat untuk setiap bunga. Preparat yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 x dan dihitung jumlah serbuk sari pada 10 lapang pandang (Tyagi, 2002).

Pengamatan dilakukan terhadap serbuk sari yang viabel dan tidak viabel. Serbuk sari yang viabel menyerap zat warna aceto-carmine dan memiliki dinding yang tidak mengkerut, sedangkan serbuk sari yang tidak viabel tidak menyerap zat

(46)

warna aceto-carmine dan memiliki dinding yang mengkerut. Cara menghitung persentase viabilitas serbuk sari adalah sebagai berikut:

rata-rata serbuk sari viabel x 100% rata-rata jumlah serbuk sari yang diamati

Pengamatan terhadap hari saat berbunga dan berbuah dicatat mulai saat tanaman pertama kali berbunga dan berbuah, sedangkan untuk jumlah bunga dan jumlah buah dicatat saat mulai berbunga serta berbuah sampai tanaman dipanen.

Besar buah diukur dari diameter buah dan panjang buah, diameter diukur pada pangkal buah cabai dan panjang buah diukur dari pangkal buah sampai ujung buah. Pengukuran besar buah dilakukan terhadap setiap buah pada 6 tanaman untuk setiap perlakuan dan ulangan sesuai dengan ukuran SNI yaitu Mutu I dengan panjang buah 12-14 cm dan garis tengah pangkal 1,5-1,7 cm, Mutu II dengan panjang buah 9-11 cm dan garis tengah pangkal 1,3-<1,5 cm, Mutu III dengan panjang buah <9 cm dan garis tengah pangkal <1,3 cm (BSN, 1998).

4.9 Analisis Data

Data hasil penelitian merupakan data kuantitatif yang dianalisis secara deskriptif komparatif serta statistik, yaitu dengan melihat dan membandingkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan. Data persentase munculnya bibit dilihat berdasarkan jumlah bibit yang hidup. Hasil rata-rata tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal, jumlah sepal, viabilitas serbuk sari, hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, besar buah, kandungan klorofil dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA (Analisis of Variance). Hasil uji ANOVA yang berbeda nyata (P ≤ 0,05) dilanjutkan dengan uji LSD sehingga

(47)

dapat dilihat perbedaan antar pelakuan (Steel dan Torrie, 1993). Data yang diperoleh diolah menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Sciences). Data akan dilaporkan dalam grafik dan tabel.

(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN 5.1 Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol persentase kemunculan bibit 100% pada 14 hari setelah semai (HSS). Bibit cabai merah pertama tumbuh pada 7 HSS dan tumbuh 100% pada seluruh perlakuan pada 21 HSS.

Tabel 5.1

Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah

Perlakuan Munculnya Bibit (%)

7 HSS 14 HSS 21 HSS Kontrol 66 100 100 EMS 1%, 6 jam 50 86 100 EMS 1%, 9 jam 60 91 100 EMS 1%, 12 jam 60 85 100 EMS 1%, 15 jam 50 96 100

HSS = hari setelah semai

5.2 Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah

Pengamatan karakter morfologi tanaman cabai merah dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bentuk daun, jumlah petal dan jumlah sepal pada 2, 5, 9, 11 dan 13 minggu setelah transfer (MST) ke lahan. Hasil ANOVA dan uji Duncan pada pengaruh perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% terhadap tinggi tanaman menunjukkan perlakuan berpengaruh signifikan. Hal ini terjadi pada 2 MST, 5 MST dan 9 MST sedangkan pada 11 MST dan 13 MST perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman (Gambar 5.1).

(49)

Gambar 5.1. Grafik Tinggi Tanaman.

Analisis pada 2 MST dan 5 MST menunjukkan tanaman hasil perlakuan perendaman selama 9 jam menghasilkan tanaman yang paling tinggi yaitu berturut-turut 12,68 cm dan 25,37 cm. Sedangkan pada kontrol menghasilkan tanaman paling pendek yaitu sebesar 4,43 cm. Umur 9 MST, 11 MST, dan 13 MST, tanaman hasil perendaman 1% EMS selama 6 jam menghasilkan tanaman yang paling tinggi yaitu 37,12 cm, 38,37 cm, dan 38,42 cm berturut-turut

Berdasarkan analisis statistik perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% berpengaruh signifikan terhadap jumlah cabang tanaman cabai merah. Hal ini terjadi pada 2 MST dan 5 MST, sedangkan pada 9 MST, 11 MST, dan 13 MST perendaman biji dengan EMS tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah cabang (Tabel 5.2).

(50)

Tabel 5.2

Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%

Jumlah Cabang (Batang)

PERLAKUAN 2 MST 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST Kontrol 0 0,27±0,08(a) 5,13±0,44(a) 5,40±0,33(a) 5,43±0,29(a) EMS 1%, 6 jam 0,10±0,07(a) 3,38±0,53(b) 6,10±0,42(a) 5,93±0,40(a) 5,43±0,36(a) EMS 1%, 9 jam 0,40±0,14(b) 3,63±0,58(b) 6,30±0,49(a) 6,13±0,46(a) 5,57±0,33(a) EMS 1%, 12 jam 0 1,10±0,21(a) 6,20±0,50(a) 6,27±0,50(a) 5,83±0,41(a) EMS 1%, 15 jam 0 0,17±0,07(a) 5,20±0,39(a) 5,37±0,38(a) 5,40±0,37(a)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Hasil menunjukkan bahwa pada 2 MST perlakuan perendaman selama 9 jam menghasilkan jumlah cabang paling banyak dengan nilai rata-rata sebesar 0,40. Sedangkan tanaman dengan perlakuan kontrol, perendaman selama 12 jam, dan 15 jam belum menghasilkan cabang pada 2 MST. Pada 5 MST semua tanaman hasil perlakuan telah menghasilkan cabang dan jumlah paling banyak pada perlakuan 9 jam. Pada umur 9, 11, dan 13 MST jumlah cabang tidak berbeda antara kontrol dengan perlakuan dan antar perlakuan.

Pengaruh perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% terhadap jumlah daun, menurut uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terjadi pada 2, 5, dan 9 MST sedangkan pada 11 MST tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah (Tabel 5.3).

(51)

Tabel 5.3

Jumlah Daun Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1% Jumlah Daun (Helai)

PERLAKUAN 2 MST 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST Kontrol 3,53±0,09(a) 7,23±0,45(a) 36,33±0,68(a) 54,00±1,00(a) 36,30±1,52(c ) EMS 1%, 6 jam 8,07±0,42(b) 25,10±1,43(b) 56,07±2,28(b) 55,37±1,59(a) 31,20±1,26(b) EMS 1%, 9 jam 7,77±0,49(b) 25,83±1,88(b) 56,57±1,97(b) 54,60±1,92(a) 27,53±0,66(a) EMS 1%, 12 jam 3,83±0,10(a) 8,83±0,47(a) 39,07±1,37(a) 55,17±1,64(a) 28,93±0,85(ab) EMS 1%, 15 jam 3,50±0,10(a) 6,57±0,29(a) 37,70±0,88(a) 54,67±1,01(a) 29,63±0,69(ab)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Analisis menunjukkan pada 2 MST perlakuan perendaman selama 6 jam menghasilkan tanaman dengan jumlah daun paling banyak dari perlakuan lainnya, yaitu dengan jumlah daun rata-rata sebesar 8,07. Pada 9 MST perlakuan perendaman selama 9 jam menghasilkan tanaman dengan jumlah daun paling banyak dengan jumlah rata-rata daun sebesar 56,57 dari jumlah daun tanaman pada 2 MST, 5 MST, 11 MST dan 13 MST. Sedangkan pada 13 MST jumlah rata-rata daun tanaman mulai mengalami penurunan dengan jumlah rata-rata-rata-rata terbanyak pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 36,30.

Pengaruh perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% terhadap jumlah sepal bunga tanaman cabai merah pada 11 MST dan 13 MST hasil ANOVA dan uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan.

(52)

Tabel 5.4

Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%

Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah (Helai)

PERLAKUAN 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST Kontrol 5,00±0,00(a) 5,52±0,03(a) 5,49±0,02(a) 5,53±0,02(ab) EMS 1%, 6 jam 5,58±0,08(a) 5,54±0,02(a) 5,54±0,02(ab) 5,64±0,03(c) EMS 1%, 9 jam 5,41±0,08(a) 5,53±0,02(a) 5,56±0,02(ab) 5,60±0,03(bc) EMS 1%, 12 jam 5,67±0,33(a) 5,48±0,04(a) 5,58±0,02(b) 5,56±0,03(abc) EMS 1%, 15 jam 6,00±0,00(a) 5,50±0,04(a) 5,60±0,02(b) 5,49±0,03(a)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Analisis menunjukkan pada 11 MST perlakuan EMS 1% selama 15 jam menghasilkan tanaman yang memiliki jumlah rata-rata sepal bunga yang paling banyak sebesar 5,60 dan pada 13 MST perlakuan selama 6 jam menghasilkan tanaman yang memiliki jumlah rata-rata sepal bunga yang paling banyak yaitu sebesar 5,64 (Tabel 5.4). Bunga cabai yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki jumlah sepal sebanyak 5, 6 dan 7.

Perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% terhadap jumlah petal bunga tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan pada 11 MST dan 13 MST.

(53)

Tabel 5.5

Jumlah Petal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%

Jumlah Petal Bunga Cabai Merah (Helai)

PERLAKUAN 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST Kontrol 5,00±0,00(a) 5,52±0,03(a) 5,49±0,02(a) 5,53±0,02(ab) EMS 1%, 6 jam 5,58±0,08(a) 5,54±0,02(a) 5,54±0,02(ab) 5,64±0,03(c) EMS 1%, 9 jam 5,41±0,08(a) 5,53±0,02(a) 5,56±0,02(ab) 5,60±0,03(bc) EMS 1%, 12 jam 5,67±0,33(a) 5,48±0,04(a) 5,58±0,02(b) 5,56±0,03(abc) EMS 1%, 15 jam 6,00±0,00(a) 5,50±0,04(a) 5,60±0,02(b) 5,49±0,03(a)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Gambar 5.2. Foto Bunga Cabai Merah dengan 5 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS 1% Selama 6 Jam

(54)

Gambar 5.3. Foto Bunga Cabai Merah dengan 6 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS 1% Selama 6 Jam

Gambar 5.4 Foto Bunga Cabai Merah dengan 7 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS 1% Selama 6 Jam

Pada 13 MST perlakuan selama 6 jam menghasilkan tanaman yang memiliki jumlah petal bunga yang paling banyak yaitu dengan jumlah petal

(55)

rata-rata sebesar 5,64 (Tabel 5.5). Penelitian ini menghasilkan bunga cabai merah dengan petal berjumlah 5, 6, dan 7.

Bunga cabai merah dengan jumlah petal dan sepal 5, 6, dan 7 dihasilkan pada seluruh perlakuan kecuali pada 5 MST karena merupakan minggu awal mulai berbunga sehingga tanaman cabai merah belum seluruhnya berbunga. Jumlah petal dan sepal dihitung dari 30 tanaman perlakuan yang diambil dari 6 tanaman untuk setiap ulangan. Jumlah petal dan sepal selalu sama pada setiap bunga, jika petal berjumlah 5 maka sepal juga berjumlah 5 begitu pula yang berjumlah 6 dan 7. Jumlah bunga dengan petal dan sepal 5, 6, dan 7 pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6

Persentase Jumlah Bunga yang Memiliki Petal dan Sepal 5, 6, dan 7 Setiap Perlakuan pada 9 MST, 11 MST dan 13 MST

Perlakuan

Persentase Jumlah Petal dan Sepal (%)

9 MST 11 MST 13 MST 5 6 7 5 6 7 5 6 7 Kontrol 49,79 48,93 1,29 51,40 48,35 0,25 47,94 51,23 1,44 EMS 1%, 6 jam 50,23 45,48 4,29 50,07 45,91 4,03 44,44 48,07 7,49 EMS 1%, 9 jam 51,44 44,64 3,92 48,92 46,50 4,59 46,18 47,71 6,12 EMS 1%, 12 jam 55,20 42,08 2,71 47,49 47,23 5,28 48,83 46,75 4,42 EMS 1%, 15 jam 53,88 42,23 3,88 46,20 47,69 6,11 53,98 43,03 2,99

Tabel 5.6 diatas menunjukkan pada 9 MST bunga telah muncul pada seluruh perlakuan, persentase jumlah petal dan sepal berjumlah 5 terbanyak terjadi pada perlakuan selama 12 jam yaitu sebesar 55,20%. Jumlah petal dan sepal berjumlah 6 terbanyak terjadi pada 13 MST dengan perlakuan kontrol yaitu

(56)

sebesar 51,23% dan untuk jumlah petal dan sepal berjumlah 7 terbanyak terjadi pada 13 MST dengan perlakuan 6 jam yaitu sebesar 7,49%.

5.3 Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah

Karakter fisiologi yang diamati adalah kandungan klorofil pada 11 MST dari daun tanaman cabai merah dengan perlakuan EMS 1% pada benih yang direndam selama 6, 9, 12, 15 jam dan kontrol. Hasil ANOVA dan uji Duncan menunjukkan perlakuan perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% selama 6, 9, 12, 15 jam dan kontrol terhadap klorofil a, b dan total yang dihasilkan tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan (P ≥ 0,05).

Tabel 5.7

Kandungan Klorofil a, b dan Total Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%

PERLAKUAN Kandungan Klorofil (µg/ml)

Korofil a Klorofil b Klorofil total Kontrol 24,68±0,51(a) 31,41±1,75(a) 56,08±2,23(a) EMS 1%, 6 jam 26,18±0,36(b) 36,04±1,12(b) 62,20±1,39(b) EMS 1%, 9 jam 26,38±0,35(b) 42,30±1,63(c) 68,66±1,63(c) EMS 1%, 12 jam 25,25±0,43(ab) 35,16±1,20(b) 60,39±1,45(ab) EMS 1%, 15 jam 26,26±0,52(b) 33,44±1,23(ab) 59,68±1,72(ab)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Hasil uji kandungan klorofil a, b dan total pada perlakuan kontrol memiliki kandungan yang paling rendah berturut-turut sebesar 24,68, 31,41 dan 56,07. Sedangkan pada perlakuan EMS 1% selama 9 jam menunjukkan kandungan klorofil a, b dan total yang paling tinggi yaitu 26,38, 42,30 dan 68,66 secara berturut-turut. Persentase peningkatan klorofil a, b dan total yang terjadi antara

(57)

kontrol dengan perlakuan selama 9 jam berturut-turut adalah 6,89%, 34, 67%, dan 22,43%.

5.4 Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah

Hasil analisis viabilitas serbuk sari tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan (Tabel 5.8)

Tabel 5.8

Viabilitas Serbuk Sari Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%

Perlakuan Viabilitas Serbuk Sari (%)

Kontrol 97±0,01(bc)

EMS 1%, 6 jam 93±0,03(ab)

EMS 1%, 9 jam 89±0,02(a)

EMS 1%, 12 jam 99±0,00(c)

EMS 1%, 15 jam 93±0,02(ab)

Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata± standar error.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)

Gambar 5.5. Foto Serbuk Sari Bunga Cabai Merah; a) Serbuk Sari Viabel, b) Serbuk Sari Tidak Viabel; Perbesaran Mikroskop 4 x 10

Perlakuan perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% selama 12 jam menghasilkan viabilitas serbuk sari yang paling tinggi yaitu sebesar 99%. Namun

Gambar

Gambar 3.1. Konsep Penelitian Kebutuhan Cabai Besar di Pasar
Gambar 4.1. Denah Petak Percobaan
Gambar 5.1. Grafik Tinggi Tanaman.
Gambar 5.2. Foto Bunga Cabai Merah dengan 5 Petal pada 9 MST Perlakuan  EMS 1% Selama 6 Jam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Melasma adalah suatu bentuk hipermelanosis yang teljadi pada kulit, berupa suatu bercak yang tidak teratur, berwarna coklat atau coklat keabuan yang merupakan suatu

Mahasiswa mendaftar ujian seminar proposal skripsi di SIAKAD dengan mengupload deskripsi singkat/ proposal skripsi.. Mahasiswa menyerahkan berkas persyaratan ujian seminar

Berdasarkan Hasil Penetapan Pemenang Nomor : 819.1 /Pokja ULP/APBK/BMCK/2015 tanggal 03 September 2015, Pokja ULP Kabupaten Aceh Tenggara Dinas Bina Marga dan Cipta Karya

Untuk klasifikasi usaha yang ada pada BRI Syariah Kantor Cabang (KC) Madiun yakni pada PSKRD itu merupakan salah satu bagian dari kegiatan usaha yang

Satriagraha Sempurna, serta dapat digunakan sebagai sebagai masukan untuk pengembangan sistem informasi di PT Satriagraha Sempurna sebagai keunggulan bersaing dengan

c. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan persepsi siswa tentang perilaku seksual di SMA X Purwokerto. Mengetahui hubungan paparan media masa dengan

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan metode pembelajaran tahfidh ul Qur’an di pondok tahfidh putri anak-anak Yanaabii'ul

Salah satu alternatifnya adalah menggunakan dBase III+ yaitu sebuah program database yang dibuat oleh perusahan Ashton Tate untuk memudahkan merancang pembuatan database