• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI LAJU KOROSI, KEKUATAN IMPAK DAN KEKERASAN BAJA PERSEGI PADA LINGKUNGAN PANTAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KARAKTERISASI LAJU KOROSI, KEKUATAN IMPAK DAN KEKERASAN BAJA PERSEGI PADA LINGKUNGAN PANTAI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Oleh : FX GIYARNO NIM : 025214110

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

THE COASTAL EFFECT ON CORROSION RATE,

IMPACT, AND HARDNESS OF SQUARE SOLID

STEEL CHARACTERISTIC

FINAL PROJECT

Pressented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

By : FX GIYARNO

Student Number : 025214110

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

v

And

Bapak, Ibu ,Adikku serta keluarga

besar di Muntilan dan Sukoharjo

! "

(6)
(7)
(8)

viii

KATA PENGANTAR

Ucap syukur kepada Bapa di surga atas kasih karunia-Nya yang dilimpahkan yang memampukan saya berjuang menyelesaikan tugas akhir ini

Penelitian dan penyusunan tugas akhir dengan judul “Karakterisasi Laju Korosi, Kekuatan Impak dan Kekerasan Baja Persegi Pada Lingkungan Pantai” ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Saya mengucapakan terima kasih atas segala bantuan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :

1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

2. Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen pembimbing Tugas Akhir. 4. Yosep Agung Cahyanta, S. T., M.T., Dosen Pembimbing Akademik 5. Ir. FX Agus Unggul Santosa, Kepala Laboratorium Bahan dan

Manufaktur Universitas Sanata Dharma.

6. Seluruh dosen Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma untuk segala ilmu, pengetahuan, pengalaman, dan bantuan untuk memajukan kami.

(9)

ix

9. Mas Martono, Laboran Laboratorium Manufaktur Universitas Sanata Dharma.

10.Mas Tri, Staff Sekretariat Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Yogyakarta, 16 Januari 2008 Penulis

(10)

x INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek lingkungan pantai 2, 4 dan 6 bulan dengan jarak 1 km dari pantai terhadap laju korosi, kekuatan impak, kekerasan, foto mikro, dan bentuk patahan. Bahan yang dipakai adalah baja karbon rendah profil persegi dengan 55 x 10 x 10 mm.

Dalam pembuatan ada 20 spesimen diambil 5 spesimen untuk pengujian awal dan 15 spesimen lain diletakkan dipantai dengan posisi digantung memakai tali yang diletakkan di tempat terbuka supaya terkena sinar matahari, udara dan hujan. Dari 15 spesimen diambil 5 spesimen tiap 2 bulan sekali dalam waktu 6 bulan untuk diuji impak, kekerasan, mikro, pengamatan bentuk patahan.

(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN ... ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

INTISARI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DARTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... .ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Metode Pengumpulan Data ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 6

2.1 Pengetahuan Tentang Baja ... 6

2.1.1 Pembuatan Baja dan Jenisnya ... 6

2.1.2 Sifat-sifat Baja Karbon Rendah ... 9

2.1.3 Diagram Fasa ... 10

2.1.4 Struktur Mikro pada Baja dan Besi ... 11

2.2 Korosi ... 12

2.2.1 Macam-macam Korosi ... 14

2.2.2 Laju Korosi ... 16

(12)

xii

2.2.5 Faktor Intensitas Tegangan, K1 ... 19

2.2.6 Karakteristik Umum Kurva Lelah Korosi ... 20

2.3 Pengujian Bahan ... 22

2.3.1 Uji Impak ... 22

2.3.2 Uji Kekearasan Brinell ... 24

2.3.3 Pengamatan Struktur Mikro ... 26

2.3.4 Bentuk-bentuk Patahan Uji Impak ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Skema Penelitian ... 29

3.2 Persiapan Benda Uji ... 30

3.2.1 Pembuatan Benda Uji ... 30

3.2.2 Peralatan yang digunakan ... 32

3.3 Pengujian Spesimen ... 32

3.3.1 Uji Impak ... 33

3.3.2 Langkah penelitian Uji Impak ... 33

3.3.3 Uji Kekerasan ... 34

3.3.4 Pengamatan Struktur Mikro ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Pengujian Impak ………... 39

4.2 Pengujian Kekerasan Brinell ……… 41

4.3 Pengamatan Mikro dan Makro ………. 42

4.3.1 Pengamatan Struktur dan Korosi Secara Mikro ... 42

4.3.2 Pengamatan Korosi Secara Makro ... 46

4.4 Pengamatan Bentuk Patahan ... 47

4.5 Pengujian Laju Korosi ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(13)

xiii

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe – Fe3C ...10

Gambar 2.2 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi ... 11

Gambar 2.3 Faktor intensitas tegangan, K1 ... 19

Gambar 2.4 Karakteristik umum kurva lelah korosi ... 20

Gambar 2.5 Prinsip Pengujian Impak ... 23

Gambar 2.6 Pemantulan cahaya pada benda ………. 27

Gambar 2.7 Bentuk Patahan Liat ... 27

Gambar 2.8 Bentuk Patahan Getas ... 28

Gambar 2.9 Bentuk Patahan Campuran ... 28

Gambar 3.1 Skema Penelitian ……… 29

Gambar 3.2 Mesin Skrap ... 30

Gambar 3.3 Dimensi Benda Uji Impak ... 31

Gambar 3.4 Benda Uji ... 31

Gambar 3.5 Uji Impak Frank ... 33

Gambar 3.6 Mesin Uji Kekerasan ... 36

Gambar 3.7 Mikroskop dan Kamera ... 38

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Tenaga Patah Jarak 1 km Dari Pantai ... 40

Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Keuletan Jarak 1 km Dari Pantai ... 41

Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Kekerasan Brinell Jarak 1 km Dari Pantai ... 42

Gambar 4.4 Foto Struktur Mikro Baja Persegi Tanpa Terkorosi ... 43

Gambar 4.5 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 2 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai ... 44

Gambar 4.6 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 4 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai ... 44

Gambar 4.7 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 6 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai ... 45

Gambar 4.8 Foto Mikro Kawat Tembaga ... 45

(15)

xv

Jarak 1 km Dari Pantai ... 47 Gambar 4.12 Patahan Benda Uji Impak Tanpa Terkorosi ... 47 Gambar 4.13 Patahan Benda Uji Impak Terkorosi 2 Bulan

Jarak 1 km Dari Pantai ... 48 Gambar 4.14 Patahan Benda Uji Impak Terkorosi 4 Bulan

Jarak 1 km Dari Pantai ... 48 Gambar 4.15 Patahan Benda Uji Impak Terkorosi 6 Bulan

Jarak 1 km Dari Pantai ... 48 Gambar 4.16 Grafik Laju Korosi Rata-rata Per 2 Bulan Dalam 1 Tahun

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel L.1 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi)

tanpa korosi ...56

Tabel L.2 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 2 bulan...56

Tabel L.3 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 4 bulan...56

Tabel L.4 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 6 bulan...57

Tabel L.5 Data hasil pengujian kekerasan awal...57

Tabel L.6 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan...57

Tabel L.7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 4 bulan...58

Tabel L.8 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan...58

(17)

1

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan dunia yang semakin pesat dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi maka dalam perencanaan dan ketelitian harus lebih baik

terutama dalam pemilihan bahan untuk konstruksi ataupun komponen-komponen

pada mesin. Sebagian besar konstruksi dan komponen-komponen mesin mendapatkan

beban yang bervariasi, maka diperlukan suatu pengujian-pengujian agar mendapatkan

suatu bahan yang baik, sehingga dalam pembuatan konstruksi dan

komponen-komponen menjadi lebih baik karena suatu bahan memiliki sifat-sifat mekanis, yaitu :

kuat, ulet, keras, tangguh, dan lain sebagainya. Dalam pengujian ini dibutuhkan

pengetahuan tentang teknik manufaktur untuk mengetahui kemampuan bahan dalam

menerima pembebanan, baik dinamis maupun statis.

Pada jarak 1 km dari pantai masih mengandung garam sehingga bahan-bahan

yang terbuat dari besi dan baja dapat terkorosi dengan cepat , misalnya: kincir angin.

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui seberapa kuat baja

dengan profil persegi (

baja karbon rendah

) terhadap lingkungan pantai dengan jarak

(18)

2

1.2 Rumusan Masalah

Korosi yang terjadi pada benda uji mengakibatkan adanya pengurangan

penampang pada benda uji, dan juga mempengaruhi kekuatan patah benda uji pada

saat dilakukan pengujian impak.

Pengujian ini dilakukan pada baja karbon rendah bertakik – V. Pengujian ini

dilakukan pada lingkungan pantai yang berjarak 1 km dari pantai, sehingga terjadi

korosi dan dilakukan dalam waktu 2, 4, 6 bulan. Hal ini untuk mengetahui

perbandingan kekuatan dan ketahanan antara benda yang tidak terkorosi dengan yang

terkorosi selama 2, 4, 6 bulan, dan dilakukan pengujian impak, uji kekerasan, laju

korosi, foto mikro dan foto makro.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh korosi pada

lingkungan pantai dengan jarak 1 km terhadap :

a.

Ketahanan impak baja persegi

b.

Kekerasan baja persegi

c.

Perubahan struktur mikro yang terjadi pada baja persegi

d.

Bentuk patahan baja persegi

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan konstribusi

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manfaat-manfaat lain,

yaitu:

1.

Dapat dipergunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya

2.

Dapat menentukan hasil dari uji impak, uji kekerasan, laju korosi, dan

struktur mikro untuk bahan pejal baja karbon rendah dengan profil persegi

dari waktu ke waktu

3.

Memberi input atau data untuk pengembangan energi angin (kincir) di

daerah pantai.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ditentukan penulis dalam penelitian dan penyusunan

tugas akhir ini, agar lebih terfokus dan sistematis. Untuk mengetahui sifat fisis dan

mekanis dari baja dengan profil persegi (

baja karbon rendah

) sebelum dan sesudah

mendapatkan proses perlakuan di pantai dengan variasi waktu 2 bulan, 4 bulan, dan

6 bulan.

Lingkup penelitian adalah :

a. Bahan baja karbon rendah (dalam bentuk spesimen untuk uji impak).

b. Lokasi penelitian, di pantai Samas, Bantul, Yogyakarta.

(20)

4

d. Pengujian yang dilakukan : Uji impak, Uji Kekerasan, Laju korosi, Bentuk

patahan, Pengamatan struktur mikro dan makro.

1.6

Metode Pengumpulan Data

Penyusunan hasil penelitian dan analisa yang dilakukan diharapkan bisa

mendapatkan hasil yang akurat dan sistematis serta tidak melenceng jauh dari

landasan teori yang ada, maka penulis melakukan beberapa metode pengumpulan

data, antara lain :

a.

Literatur

Studi literatur digunakan sebagai dasar acuan dan referensi yang

diantaranya mencakup : Landasan teori, gambar, tabel, grafik, dan segala sesuatu

yang berkaitan dengan penelitian. Persamaan untuk perhitungan yang berkaitan

dengan analisa data diambil sebagai bahan perbandingan antara hasil dari

penelitian dan pembahasan.

b.

Konsultasi dan Diskusi

Konsultasi dan diskusi dilakukan dengan dosen pembimbing, laboran

yang membantu proses penelitian dan rekan-rekan mahasiswa lain yang bertujuan

untuk mendapatkan hasil penelitian, analisa dan pembahasan yang baik, juga

berguna untuk bertukar informasi, masukan antar mahasiswa yang berhubungan

(21)

c.

Pengujian Benda Uji

Data diperoleh berdasarkan proses korosi di pantai Samas, dengan cara

spesimen yang digantung pada ketinggian 2 meter selama 2, 4 dan 6 bulan.

Kemudian spesimen diambil dan diuji di laboratorium Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Uji komposisi dilakukan di

(22)

6 BAB II

DASAR TEORI

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan baja karbon rendah

profil pejal persegi. Untuk mendalami tentang teori baja, penulis menjelaskan

dasar-dasar teori serta seluk-beluk tentang baja dan pengaruh lingkungan laut

terhadap baja.

2.1 Pengetahuan Tentang Baja

Baja mempunyai kandungan besi (Fe) dan Karbon (C) dengan kadar

karbon 0,05% – 1,7%. Selain karbon pada baja terkandung kurang lebih 0,25% –

0.3% Silikon (Si), 0,15% Mangan (Mn) dan unsur pengotor lain seperti : Phosfor

(P) dan Belerang (S). Karena unsur-unsur tidak memberikan pengaruh utama

maka unsur tersebut diabaikan.

Biji besi yang diperoleh dari pertambangan kemudian di lebur dalam dapur

tinggi. Hasil dari dapur tinggi berupa besi kasar cair, di tuang dan di proses

kembali dengan pemanasan lanjutan untuk mengurangi atau menambah unsur lain

pada besi cair, hasil leburan tersebut di sebut baja.

2.1.1 Pembuatan Baja Dan Jenisnya

Proses oksidasi peleburan baja dilakukan pada converter, dapur listrik dan

(23)

asam dan proses basa. Melalui proses tersebut diatas, baja yang dihasilkan antara

lain :

a. Baja paduan (Alloy Steel)

Baja paduan di peroleh melalui penambahan unsur khromium (Cr), nikel

(Ni), mangan (Mn), tungsten (W), silikon (Si) pada baja karbon.

Kelebihan dari baja paduan antara lain :

1. keuletan yang tinggi tanpa mengurangi kekuatan tarik.

2. kemampuan kekerasan yang baik mengurangi kemungkinan retak dan

korosi.

3. Tahan terhadap perubahan suhu.

b. Baja karbon (Carbon Steel)

Unsur pada baja cor dan baja tempa hampir sama, kecuali unsur Si dan Mn

yang berfungsai mengikat O2. Baja cor dihasilkan dari penambahan karbon

sekitar 0,05% sampai 1,7% pada besi murni (Ferrit). Baja ini dibeda menjadi :

1. Baja karbon rendah (unsur C < 0,3 %)

Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat besi

murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat

sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las.

2. Baja karbon sedang (unsur C 0,3 % - 0,5 %)

Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat

dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah

dengan cara heat treatment. Pembentukannya dengan cara ditempa.

(24)

8

Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka, untuk

mempertinggi ketahanan terhadap aus dengan cara heat treatment dan

untuk mengurangi sifat getasnya di temper. Baja jenis ini dipergunakan

untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain.

AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of Automotive

Engineers) memberi kode untuk baja karbon biasa dengan seri 10xx. Dua angka

terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja tersebut. Sebagai contoh :

seri 1050 berarti baja karbon dengan kandungan C sebesar 0,50 % berat. Seri 1080

berarti baja karbon dengan kandungan karbon sebesar 0,80 % berat.

c. Baja tahan karat (Stainless Steel)

Sifat baja yang tahan terhadap hampir semua kondisi karat (korosi),

disebabkan karena baja ini mengandung paling sedikit 12% khromium sebagai

unsur paduannya. Baja tahan karat dibedakan atas :

1. Baja tahan karat austenitik.

2. Baja tahan karat ferritik.

3. Baja tahan karat martensitik atau Perlit.

d. Baja perkakas (Tool Steel)

Baja ini mengandung unsur khromium (Cr), tungsten (W), Vanadium dan

molibden (Mo), sehingga membuat baja lebih tahan aus, tahan terhadap gesekan

serta mempunyai mampu keras yang baik.

Penambahan sejumlah elemen paduan pada baja ini akan memperbaiki

serta melapisinya. Sehingga dapat di gunakan sebagai konstruksi bangunan,

(25)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan jenis baja karbon

rendah, dikarenakan baja karbon rendah lebih mudah terkorosi.

2.1.2 Sifat-sifat Baja Karbon Rendah

Sifat-sifat Baja Karbon Rendah :

1. Liat atau ulet (memiliki kekuatan tarik tinggi).

2. Tangguh.

3. Mudah dimesin (diolah). Contohnya dirol (rol dingin atau rol panas).

4. Mudah dilas.

5. Kekuatan sedang dengan kandungan karbon maksimum 0,3 %.

Kadar karbon adalah unsur yang paling utama untuk menguatkan baja,

sehingga baja harus mengandung kadar karbon sampai kandungan tertentu dan

yang diinginkan kandungan karbonnya adalah selalu lebih rendah. Hal ini untuk

mempertahankan sifat-sifat mekanis dari baja tersebut. Tetapi apabila ditinjau dari

mampu las, kadar karbon harus sampai batas tertentu. Semakin sedikit kandungan

(26)

10

2.1.3 Diagram Fasa (Phase Diagram)

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe – Fe3C. (Sumber :Van Vlack ,1991, hal 377)

Diagram fasa seperti pada Gambar 2.1 digunakan untuk menunjukkan fasa

yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan setimbang yaitu

bila semua reaksi yang mungkin terjadi setelah penelitian selesai

1. Ferrit – Besi α

Besi murni (Ferrit) berubah strukturnya dua kali lipat sebelum

mencair yaitu pada suhu 912° C. Ferrit lunak dan ulet, bersifat

ferromagnetik dan mempunyai struktur kubik pemusatan ruang (kpr).

2. Austenit – Besi γ

Bentuk besi murni ini stabil pada suhu antara 912° C - 1394° C,

dengan struktur kubik pemusatan sisi (kps), lunak dan ulet bersifat

paramagnetik.

3. Besi – δ

Diatas suhu 1394° C, austenit bukan bentuk besi yang stabil karena

(27)

4. karbida Besi (Sementit)

Terbentuk karena paduan besi – karbon, dimana karbon dikondisikan

melebihi batas daya larut membentuk fase kedua, bersifat sangat keras,

kurang kesat dan tidak ulet.

2.1.4 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi.

(28)

12

Keterangan Gambar 2.2 :

a. Menunjukkan stuktur mikro baja yang mempunyai kandungan karbon

sebesar 0,06% C.

b. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,25%. Baja ini dinormalkan pada suhu 930ºC.

c. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,30%. Baja ini diaustenitkan pada suhu 930ºC dan ditransformasikan

isothermal pada suhu 700ºC.

d. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

0,45 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 840ºC.

e. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon 0,80%.

Baja ini diaustenitkan pada suhu 1150ºC dan didinginkan pada tungku.

f. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar

1%. Baja ini dirol pada suhu 1050ºC dan pendinginannya dilakukan

dengan udara.

2.2 Korosi

Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam.

Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling

banyak digunakan dan paling awal menimbulkan korosi.

Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak

membebani peradaban manusia dikarenakan :

(29)

b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.

Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas

bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan.

Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa

secara kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan

dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat

ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi

proses elektrokimia.

Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada

plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada

korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda.

Oksidasi adalah kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah

mengembalikan ion menjadi atom (terjadi di Katoda).

Korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut juga korosi

dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis tergantung pada posisi

relatif logam-logam tersebut pada deret galvanik. Deret galvanik menyatakan

potensial relatif antara logam-logam pada kondisi tertentu.

Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :

Deret elektrokimia (DEK) :

1. Data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti.

2. Memuat data dari unsur-unsur logam.

(30)

14

Deret galvanik (DG) :

1. Data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil

kualitatif.

2. Logam-logam murni dan campuran lebih bersifat praktis.

3. Diukur pada kondisi sembarang yang tertentu.

2.2.1 Macam-macam Korosi

Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang

terkorosi, adapun macam-macam korosi adalah sebagai berikut :

a. Korosi Merata

Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara

diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan

pengkorosi.

Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating incibitor (memakai bahan

kimia), proteksi katodik.

b. Korosi Dwi Logam

Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.

c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)

Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk

lubang-lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan

runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai

bahan-bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja tahan

(31)

perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap korosi

pitting.

d. Korosi Crevice (Korosi Celah)

Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela-sela antara

logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya

tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub

dan sebagainya.

Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan

las, bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap

cairan (memakai teflon).

e. Korosi Intergranuler

Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau

mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini

adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur

tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya sampai

0,03% sehingga tidak terbentuk Cr23C6 seperti pada stainless steel 304

(Fe, 18Cr, 8Ni).

f. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)

Pada peretakan korosi tegangan (Stress Corrosion Cracking / SCC)

adalah peretakan intergranuler atau transgranuler pada logam, akibat

(32)

16

2.2.2 Laju korosi

Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di

pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :

a. Karbon dioksida

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan

membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.

b. Oksigen

Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam

kondisi-kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel-ketel baja. Oksigen juga

dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika terlempar keluar dari

air saat temperatur naik dan masuk kedalam sistem.

c. Garam-garam magnesium dan kalsium

Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari air

ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam. Ketika

kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga efisiensi hilang

dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau distorsi serta

terbentuknya endapan kerak kosong. Mutu air juga merupakan peranan

yang besar. Meningkatnya laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan,

juga meningkatkan laju korosi. Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05

mm per tahun sudah biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01

mm per tahun bila endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air

laut laju korosi rata-rata kira-kira berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm

(33)

menggunakan rumus sebagai berikut

t y korosi

Laju = ∆ didapat dari

rumus kelajuan benda sehingga rumus tersebut kita mampu menganalisa

berapa laju korosi tiap tahunnya. Apabila disitu terdapat kerak, atau bila

lokasinya berada didaerah pasang surut hingga selalu mengalami keadaan

basah atau kering yang berulang, angka diatas akan menjadi lebih besar.

Laju korosi paling cepat untuk baja lunak dalam lingkungan laut karena

terjadi hempasan gelombang dan karena disini terdapat banyak oksigen.

Disini laju hilangnya logam mungkin empat atau lima kali lebih cepat di

banding bila logam itu terendam seluruhnya ditempat yang sama.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut

a. Ion klorida

Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon

dan logam-logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam laut

mengandung klorida lebih dari 55 %.

b. Hantaran listrik

Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap

bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat dan

serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur yang sama

pada air tawar.

c. Oksigen

Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katodik, jadi

(34)

18

d. Kecepatan

Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut

yang bergerak mungkin :

1. Menghancurkan lapisan penghalang karat.

2. Mengandung lebih banyak oksigen.

Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan

peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga

korosi berlanjut.

e. Temperatur

Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan

korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan kerak

yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.

2.2.4 Lelah korosi (Corrosion Fatigue)

Antara lelah korosi (Corrosion Fatigue) dan retak korosi tegangan (SCC)

memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat

nyata, yakni bahwa lelah korosi sangat tidak spesifik.

Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam

gagal pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat

membuatnya gagal.

Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam

terhadap lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi

(35)

Tahapan-tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :

a. Pembentukan pita-pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi pada

bahan.

b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm.

c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka.

d. Perambatan retak makroskopik (0,1 sehingga 1 mm) dalam arah tegak

lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan

kegagalan.

Lelah korosi di tiga kategori, antara lain :

1. Aktif :Terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut.

2. Imun :Logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan

pengecatan.

3. Pasif :Logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang

dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

2.2.5 Faktor intensitas tegangan, K1

Gambar 2.3 Faktor intensitas tegangan, K1

(36)

20

Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa dalam kondisi peretakan korosi

tegangan (SCC), laju pertumbuhan retak pada tingkat tegangan rendah meningkat

dibanding ketika harga KIC. Dalam kondisi lelah korosi tingkat-tingkat tegangan

yang memungkinkan diperolehnya laju pertumbuhan retak yang sama bahkan

lebih rendah.

2.2.6 Karakteristik umum kurva lelah korosi

Gambar 2.4 Karakteristik umum kurva lelah korosi. (Sumber : Dari buku “ KOROSI “ KR. Tretheway, J. Chamberlain hal 191).

Gambar 2.4 memperlihatkan karaktristik lelah dan lelah korosi pada baja

paduan rendah baik dalam kondisi lembam maupun di lingkungan natrium klorida

berair. Di lingkungan basah, tampaknya efek yang timbul lebih besar pada tingkat

tegangan rendah, pada tingkat tegangan tinggi perilaku retak lebih menyerupai

mekanisme pertumbuhan retak oleh faktor mekanik semata.

Kurva lelah korosi untuk mudahnya dapat dibagi menjadi tiga daerah,

seperti yang dilakukan untuk kurva pertumbuhan retak dan ambang SCC batas

ditunjukkan pada Gambar 2.4 yaitu : Pemicuan, Penjalaran dan Kegagalan. Pada

(37)

tingkat tegangan jauh lebih rendah dari tingkat-tingkat untuk SCC. Mengingat laju

pertumbuhan retak SCC didaerah B biasanya tergantung pada faktor intenitas

tegangan (sejajar dengan sumbu –x), tidak demikian halnya untuk lelah korosi

yang sejati, perilaku retak biasanya sesuai dengan Hukum Paris, yaituda/dN =

CK m

. Sumber rumus Hukum Paris tersebut diambil dari buku “ KOROSI “ KR.

Tretheway, J. Chamberlain hal.195. Kecuali bila perilaku SCC tumpang tindih dengan perilaku retak korosi.

Tegangan purata (Mean Stress) merupakan variabel paling penting karena

untuk tetapan ∆K kita dapat menggunakan harga-harga yang berbeda. Tegangan tarik purata merusak ketahan terhadap lelah korosi jika frekuensi berada dalam

rentang efek yang maksimum. Apabila tegangan purata dinaikkan, untuk ∆K yang sama (yaitu, R naik keharga lebih positif), laju pertumbuhan retak jadi

meningkat. Ketahanan terhadap lelah korosi meningkat banyak sekali baik di

udara maupun dalam hidroklorat melalui pemberian tegangan purata pada

frekuensi rendah.

Uji ketahanan terhadap lelah korosi terus memainkan peranan penting

dalam penentuan umur pakai. Ini karena masih banyaknya situasi yang membuat

metode-metode mekanika perpatahan kurang teliti.

Dalam penjelasan detinitif tentang teori lelah korosi terbaru, Scott telah

menguraikan manfaat penggabungan data laju pertumbuhan retak dan uji

ketahanan dalam analisis. Melalui pengandaian bahwa laju pertumbuhan retak

(38)

22

da/dN = CK m

Keterangan : da/dN = Laju pertumbuhan retak

C= Batas ketahanan terhadap lelah

K = Tegangan purata

2.3 Pengujian Bahan

Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan sifat fisis dan

mekanis dari benda uji yang diteliti.

2.3.1 Uji Impak

Pengujian impak dimaksud untuk mengetahui sifat fisis liat atau getas

benda uji sebelum dan sesudah mendapat perlakuan panas. Uji impak ini

membutuhkan tenaga untuk mematahkan benda uji dengan sekali pukul, alat

pukul yang digunakan berupa sebuah palu dengan berat tertentu yang dijatuhkan

dengan cara dilepaskan dari sudut 150o (α) dan sisi pisau pada palu menengenai

benda uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 x 10 mm, panjang 55 mm

dan takikkan 7 mm serta sudut takikkan 65o, karena pukulan tersebut benda uji akan patah, kemudian palu akan berayun kembali membentuk sudut (β) hasil dari

(39)

Gambar 2.5 Prinsip Pengujian Impak

Harga uji impak dapat dicari dengan rumus:

W = GR (cos β - cos α) (joule)

dimana : W = Tenaga patah (joule)

α = Besar sudut pada saat palu akan dilepaskan tanpa benda uji

β = Sudut yang dibentuk palu setelah mematahkan benda uji

G = Berat palu = 83,3 N

R = Jarak titik putar palu sampai titik berat palu = 0,83 m

Harga keliatan suatu bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus:

Keliatan = A W

(joule/mm2)

dimana : W = tenaga patah (joule)

(40)

24

Dari metode ini dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut:

1. Bentuk benda uji yang digunakan sangat cocok untuk mengukur

ketangguhan takik pada bahan kekuatan rendah.

2. Pengujian dapat dilakukan pada suhu dibawah suhu ruang

3. Dapat juga digunakan untuk perbandingan pengaruh paduan dan

perlakuan panas pada ketangguhan takik.

Disamping beberapa keuntungan diatas pada metode ini, terdapat juga kerugian

yang terjadi, diantaranya:

1. Hasil uji impak tidak bisa dimanfaatkan dalam perancangan, karena

uji ini bersifat merusak.

2. Tidak terdapat hubungan antara data uji impak dengan ukuran cacat.

2.3.2 Uji Kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan menurut Brinell bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

yang ditekankan pada permukaan material tersebut. Disarankan agar pengujian

Brinell ini hanya diperuntukkan material yang memiliki kekerasan Brinell sampai

dengan 400 (ditulis 400 HB). Bila kekerasan lebih dari itu, disarankan memakai

pengujian Rockwell atau Vickers. Cara pengujian Brinell adalah dengan

menekankan bola baja yang dikeraskan dengan diameter D (mm) ke permukaan

bagian material yang di uji dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan

tersebut, bebas hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur

(41)

Lama pengujian (pembebanan uji) untuk :

1. Semua jenis baja : 15 detik

2. Metal bukan besi : 30 detik.

Pada umumnya pusat tempat pengujian berjarak sekurang-kurangnya 2xd

dari tepi material uji dan jarak tempat pengujian yang satu terhadap yang lain

sekurang-kurangnya 3 kali diameter lubang injakan awal .

Garis tengah bekas indentor d harus diukur dengan ketelitian 0,01 mm.

Untuk menghindari terjadinya deformasi pada material uji bagian bawah, maka

ditentukan tebal minimal material uji adalah 17 x dalamnya bekas indentor.

Rumus angka kekerasan Brinell (BHN) :

(

2 2

)

2 DD D d

P BHN − − = π

dengan syarat, d min = 0,25 x D

d maks = 0,5 x D

dengan :

P = gaya yang bekerja pada identor / gaya penekan (kg)

D = diameter indentor (mm)

d = diameter lubang injakan (mm)

Dalam pengujian ini perlu diperhatikan jenis logam benda uji, ketebalan

benda uji untuk menentukan besarnya beban dan diameter bola baja yang akan

digunakan untuk melakukan penekanan seperti terlihat pada tabel 2.1

Diameter bola baja yang sering digunakan untuk penekanan adalah sebagai

(42)

26

Tabel 2.1 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell.

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 -3

3 – 6 >6

D = 2,5 D = 5 D = 10

HB rata-rata 2 D

P

Bahan

160 160 – 80

80 – 20

30 10 5

Baja, besi cor

Kuningan, logam campur Cu Aluminium, tembaga 5 2 = D P 10 2 = D P 30 2 = D P Diameter penetrator D(mm) Gaya (kg)

2,5 31,25 62,5 187,5

5 125 250 750

10 500 1000 3000

(Sumber : Setyahandana B : Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, hal 54).

2.3.3 Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari

sifat-sifat logam dan perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur

logam. Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal,

permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas dipantulkan dan tidak

mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.

Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak

dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam Pada

(43)

Gambar A contoh sedang diamati Gambar B contoh di okuler

Gambar 2.6 Pemantulan cahaya pada benda

(Sumber : Avner, S.H., Introduction to Physical Metalurgy, McGraw Hill, Tokyo, Japan).

2.3.4 Bentuk-Bentuk Patahan Uji Impak

Dari hasil pengujian akan didapat jenis patahan yang menunjukkan

karakter dari bahan.

1. Patah liat : pada bahan ductile (liat) akan terlihat arah rambatan retak

yang tidak rata, tampak buram dan berserat. Bentuk patahan liat dapat

dilihat pada gambar 2.7.

(44)

28

2. Patah getas : patahan getas akan memberikan tampilan permukaan yang

rata tanpa terjadinya tanda-tanda kerusakan yang berarti pada sekitar

patahan, permukaannya pun mengkilap. Bentuk patahan ini dapat dilihat

pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Bentuk Patahan Getas

3. Patah Campuran : patahan ini mempunyai patahan yang sebagian getas

dan sedikit liat. Bentuk patahan ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.

(45)

29

3.1 Skema Penelitian

Gambar 3.1 Skema Penelitian Pengujian bahan : 1. Uji impak

2. Uji kekerasan 3. Struktur mikro

4. Pengamatan bentuk patahan

Proses korosi selama 6 bulan, jarak 1 km dari

pantai Proses korosi

selama 4 bulan, jarak 1 km dari

pantai Proses korosi

selama 2 bulan, jarak 1 km dari

pantai Pengujian awal

sebelum korosi

Pembuatan benda uji

Kesimpulan Persiapan Bahan

(46)

30

3.2 Persiapan Benda Uji

Penelitian ini menggunakan baja persegi yang banyak dijumpai di pasaran.

Komposisi utama dari baja persegi ini adalah karbon rendah sebesar 0,196%, dan

sisanya adalah unsur logam paduan lain. Untuk lebih jelasnya dari data komposisi

kimia yang terkandung dari bahan awal dalam penelitian ini terdapat dalam

lampiran.

3.2.1 Pembuatan Benda Uji

Sebelum penelitian dimulai, baja persegi tersebut dibuat benda uji sesuai

dengan ukuran-ukuran standart seperti pada Gambar 3.3 dan pembuatan spesimen

menggunakan mesin skrap, terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Mesin Skrap

Ukuran dari benda uji yang digunakan tidak mengacu pada ukuran

standard ASTM (American Society for Testing of Materials) karena disesuaikan

dengan kemampuan mesin uji impak di laboratorium logam Fakultas Teknik

(47)

650, 7 mm

10mm

55 mm 10 mm

Gambar 3.3 Dimensi Benda Uji Impak

Gambar 3.4 Benda Uji

Setelah pembuatan benda uji selesai, maka langkah berikutnya adalah

peletakan benda uji di pantai dengan jarak 1 km dari pantai dan dengan kurun

waktu 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kemudian diambil dan dilakukan

pengujian-pengujian seperti : uji kekerasan, uji impak, foto mikro, foto makro dan juga laju

(48)

32

3.2.2 Peralatan Yang Digunakan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Alat-alat yang digunakan dalam poses pembuatan benda uji :

1. Mesin Skrap

2. Kikir

3. Jangka sorong

4. Gergaji

b. Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji :

1. Mesin uji impak

2. Mesin uji kekerasan Brinell

3. Mikroskop optik dan kamera

4. Resin poliester

5. Amplas

6. Autosol

7. Kain

8. Lampu baca

9. Alkohol 95%, HNO3 (asam nitrat 5%)

3.3 Pengujian Spesimen

Pengujian benda uji ini dilakukan untuk mendapatkan data dari benda uji

(49)

dihasilkan tersebut selanjutnya akan dibandingkan untuk melihat hasil yang

terbaik dari benda uji tersebut.

3.3.1 Uji Impak

Uji Impak ini membutuhkan tenaga untuk mematahkan benda uji dengan

sekali pukul, alat pukul yang digunakan berupa sebuah palu dengan berat tertentu

yang dijatuhkan dengan cara dilepaskan dari sudut 1500 (α) dan sisi pisau pada

palu mengenai benda uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 x 10 mm,

panjang 55 mm dan takikkan 7 mm serta sudut takik 650 , karena pukulan tersebut

benda uji akan patah, kemudian palu akan berayun kembali membentuk sudut (β)

hasil dari keliatan benda uji.

3.3.2 Langkah Penelitian Uji Impak

Pada pengujian impak ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan

menentukan sifat mekanis yang berupa tenaga patah. Dalam pengujian ini

menggunakan alat uji impak seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.5.

(50)

34

a. Mempersiapkan benda uji

Benda uji dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan ukuran

10x10 mm, panjang 55 mm dan diberikan takik sedalam 7 mm dengan sudut

650 yang berada ditengah-tengah benda uji, kemudian dihaluskan dulu

sisi-sisinya menggunakan amplas, tujuannya agar permukaan benda uji menjadi

rata.

b. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukkan dengan cara benda uji diletakkan pada tempat

dimana bila lengan pada alat uji impak dijatuhkan maka akan tepat mengenai

bagian tengah (takik) benda uji sehingga benda uji akan patah setelah

mendapatkan beban kejut dari lengan yang dilepas dari sudut 1500, kemudian

lengan membentuk sudut (β) yang dibentuk setelah palu mematahkan benda

uji/spesimen.

3.3.3 Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan dalam penelitian ini memakai pengujian kekerasan

Brinell dengan diameter bola indentor 2,5 mm dan batasan diameter bekas injakan

bola indentor adalah sebagai berikut :

diameter minimal (dmin) = 0.25 × D = 0,625 mm

diameter maksimal (dmaks) = 0.5 × D = 1,25 mm

(51)

Pada umumnya pengujian kekerasan ini mempunyai tujuan untuk

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap

bola baja yang ditekankan pada permukaan material tersebut

Urutan pengujian kekerasan ini sebagai berikut :

a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan amplas, dimulai dengan

menggunakan amplas kasar dan selanjutnya memakai amplas yang halus

agar permukaan benda uji tersebut rata dan sejajar.

b. Setelah proses pengamplasan selesai, benda uji dibersihkan dengan

digosok memakai autosol hingga benar-benar bersih.

c. Tentukan dahulu beban penekanan sesuai dengan tabel konversi yang ada

(dalam penelitian ini memakai beban 125 kg) dan syarat batas bekas

injakan bola indentor.

d. Melakukan penekanan indentor ke permukaan bagian material yang diuji

dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan tersebut, bebas

hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur sehingga

beban uji tercapai dalam waktu 30 detik, dengan cara memutar handel

penekan.

e. Mengamati dan catat data besarnya gaya penekan.

f. Memutar balik handel penekan untuk melepaskan atau menggeser benda

uji.

g. Pengujian kekerasan dan pengukuran dilakukan beberapa kali untuk tiap

(52)

36

h. Memindahkan benda uji dari alat uji dan amati besarnya lubang bekas

injakan indentor dengan mikroskop.

i. Mencatat data yang ada dan hitunglah beberapa harga kekerasan untuk

benda uji tersebut.

Hasil pengujian kekerasan berupa data dan hitungan selama pengujian

berlangsung. Mesin uji kekerasan diperlihatkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Mesin Uji Kekerasan

3.3.4 Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur

mikro dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang berbeda-beda, namun

dalam hal ini yang digunakan yaitu benda uji awal sebelum diletakkan dipantai

dan pada wariasi waktu 2, 4, dan 6 bulan. Hasil pengujian berupa struktur mikro

foto dan analisa selama pengujian berlangsung. Mesin uji mikro diperlihatkan

(53)

Prosedur pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :

a. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan sehingga permukaan

tersebut rata dan sejajar, gunakan amplas mulai dari yang kasar sampai

amplas yang halus.

b. Mengosok benda uji tersebut dengan autosol sehingga permukaannya

mengkilap.

c. Mencuci benda uji dengan aquades kemudian keringkan (dilap dengan

kain dan dihembuskan udara).

d. mengetsa permukaan benda uji dengan menggunakan larutan NaOH,

kemudian diamkan selama 60 detik sambil digoyang-goyangkan.

e. Masukkan benda uji ke dalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa

kemudian cuci dengan aquades dan keringkan.

f. Mengamati permukaan benda uji yang telah dietsa dengan menggunakan

mikroskop, lakukan pemotretan dan analisa.

g. Melakukan langkah seperti diatas untuk benda uji yang lain yang memiliki

(54)

38

(55)

39

4.1 Pengujian Impak

Hasil pengujian impak yang telah dilakukan pada benda uji baja persegi

dalam waktu 2, 4, 6 bulan dengan jarak 1 km dari pantai baik yang tidak terkorosi

dan yang mengalami korosi maupun tanpa perlakuan menunjukkan pengaruh

terhadap tenaga patah dari benda uji tersebut. Data yang didapat adalah berupa

sudut (β) yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk terhadap dial (piringan angka).

Dari pengujian ini dapat diambil nilai rata-rata tenaga patah dan keuletan baja

persegi yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tenaga Patah dan Keuletan Rata-rata

No Benda

Rata-rata Tenaga Patah

(joule)

Rata-rata Keuletan (joule/mm²)

1 Tanpa korosi 27.9 0.93

2 Terkorosi 2 Bulan 26.9 0.89

3 Terkorosi 4 Bulan 25.7 0.86

(56)

40

Pada Tabel 4.1. dapat dilihat hasil rata-rata tenaga patah maksimal dari

baja persegi yang mengalami perlakuan berbeda-beda, antara lain baja persegi

sebelum terkorosi di pantai, baja pejal persegi setelah terkorosi di pantai dengan

variasi waktu 2, 4, 6 bulan dengan jarak 1 km dari pantai. Baja persegi yang

belum terkorosi memiliki tenaga patah rata-rata sebesar 27,9 joule. Pada baja

persegi yang telah terkorosi, dalam waktu 2 bulan tenaga patahnya menurun

menjadi 26,9 joule dan dalam waktu 4 bulan tenaga patahnya juga bertambah

turun menjadi 25,7 joule serta dalam waktu 6 bulan tenaga patahnya juga

bertambah turun menjadi 24,5 joule. Tidak hanya tenaga patah saja yang

menurun, tetapi keuletannya juga ikut menurun. Agar lebih jelasnya dapat dilihat

pada grafik rata-rata tenaga patah dan grafik rata-rata keuletan Gambar 4.1 dan

Gambar 4.2 24.5 25.7 26.9 27.9 0 5 10 15 20 25 30

Tanpa Korosi Terkorosi 2

bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Benda Uji T e n g a P a ta h ( jo u le )

(57)

0.81 0.86 0.89 0.93 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Tanpa Korosi Terkorosi 2

bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Benda Uji K e u le ta n ( jo u le /m m 2 )

Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Keuletan Jarak 1 km Dari Pantai.

4.2 Pengujian Kekerasan Brinell

Tabel 4.2 Rata-rata kekerasan Brinell.

No Benda Uji Kekerasan Brinell (kg/mm²)

1 Tanpa Korosi 30.5

2 Terkorosi 2 Bulan 30.3

3 Terkorosi 4 Bulan 29.9

4 Terkorosi 6 Bulan 29.7

Dari hasil pengujian kekerasan Brinell dapat dilihat pada Tabel 4.2

menunjukkan angka kekerasan Brinell baja persegi tanpa korosi mempunyai nilai

(58)

42

yang mengalami perlakuan di pantai 2 bulan mengalami penurunan, sebesar 30,3

kg/mm2, begitu juga pada benda uji yang terkorosi 4 bulan mengalami penurunan

kekerasan, sebesar 29,9 kg/mm2. Pada benda uji yang mengalami perlakuan

selama 6 bulan terjadi penurunan kekerasan sebesar 29,7 kg/mm2. Agar lebih

jelasnya dapat dilihat dari grafik rata-rata angka kekerasan brinell Gambar 4.3.

29.7 29.9 30.3 30.5 0 5 10 15 20 25 30 35

Tanpa korosi Terkorosi 2

bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan Benda K e k e ra s a n B ri n e ll ( k g /m m 2 )

Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Kekerasan Brinell Jarak 1 km Dari Pantai.

4.3 Pengamatan Mikro Dan Makro

4.3.1 Pengamatan Struktur Dan Korosi Secara Mikro

Hasil pengamatan struktur mikro pada benda uji baja persegi baik yang

mengalami korosi maupun yang tidak terkorosi, tidak mengalami perbedaan pada

(59)

Gambar 4.4 Foto Struktur Mikro Baja Persegi Tanpa Terkorosi.

Pengamatan laju korosi dengan menggunakan foto mikro pada benda

yang terkorosi 2 bulan dan 4 bulan. Benda yang 4 bulan Gambar 4.6 korosinya

lebih dalam dibanding benda yang terkorosi 2 bulan Gambar 4.5 dan korosi paling

dalam terdapat pada benda 6 bulan Gambar 4.7, tetapi korosi yang terjadi masih

korosi dinding belum sampai terjadi korosi butiran.

(60)

44

Gambar 4.5 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 2 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai.

Gambar 4.6 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 4 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai.

130 µm

(61)

Gambar 4.7 Foto Mikro Baja Persegi Terkorosi 6 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai.

Gambar 4.8 Foto Mikro Kawat Tembaga.

130 µm

(62)

46

Untuk mengetahui ukuran nyata hasil foto mikro, digunakan

pembanding berupa kawat tembaga yang berdiameter 0,13 mm. Gambar 4.8

menunjukkan gambar kawat tembaga pembanding dimana penampang kawat

memiliki diameter 13 mm dengan perbesaran pada lensa kamera 100X. Dengan

perbandingan antara ukuran nyata kawat pembanding dan ukuran kawat

pembanding pada gambar, dapat diketahui ukuran nyata dari variabel yang diukur

pada foto mikro baja karbon rendah dengan catatan perbesaran antara foto mikro

baja karbon rendah sama dengan perbesaran dari kawat tembaga.

4.3.2 Pengamatan Korosi Secara Makro

Dilihat dari pengamatan foto makro pada Gambar 4.11 benda uji yang

terkorosi 6 bulan, korosinya bertambah buruk dibandingakan dengan benda dalam

waktu korosi 2 Gambar 4.9 dan 4 bulan Gambar 4.10.

(63)

Gambar 4.10 Foto Makro Terkorosi 4 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai.

Gambar 4.11 Foto Makro Terkorosi 6 Bulan Jarak 1 km Dari Pantai.

4.4 Pengamatan Bentuk Patahan

Analisa struktur makro bertujuan untuk mengetahui bentuk patahan

benda uji secara makroskopis setelah dilakukan pengujian impak.

(64)
(65)
(66)

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian, pengujian, dan pengamatan yang telah dilakukan menghasilkan

data pengamatan dan dapat diambil kesimpulan dari data tersebut sebagai berikut

1. Hasil penelitian selama 6 bulan menunjukkan bahwa korosi menjadikan

benda mengalami pengurangan penampang sehingga rata-rata tenaga patah

berkurang 3,43 joule atau 12,3% dan rata-rata keuletannya juga berkurang

0,12 joule/mm².

2. Kekerasan pada benda uji dalam bentuk daya tahan material tidak

mengalami penurunan yang begitu signifikan, sebesar 0,8 kg/mm² atau

2,6% setelah 6 bulan terkorosi.

3. Pengamatan struktur mikro untuk benda awal dan yang terkorosi 2, 4 dan

6 bulan tidak mengalami perubahan, karena pada saat dilakukan

pengamatan dan pengambilan gambar struktur mikro permukaan pada

benda uji harus dihaluskan dan terlihat mengkilat, sehingga permukaan

yang terkorosi 2, 4 dan 6 bulan tidak berpengaruh.

4. Bentuk patahan pada saat pengujian impak menunjukkan bahwa benda uji

awal maupun terkorosi yang terlihat, termasuk dalam bentuk patah liat.

5. Pada penelitian selama 6 bulan memperlihatkan perbedaan yang besar laju

korosinya yaitu pada 2 bulan laju korosi sebesar 1,2 mm/tahun, 4 bulan

(67)

menjadi 0,72 mm/tahun, jadi laju korosi dari 2 bulan ke 4 bulan terjadi

penurunan sebesar 0,3 mm/tahun (25%), 4 bulan ke 6 bulan penurunan

sebesar 0,18 mm/tahun (20%) dan untuk penurunan yang besar dari 2

bulan ke 6 bulan sebesar 0,48 mm/tahun (40%). Penurunan laju korosi

disebabkan dinding korosi awal menghalangi oksigen untuk masuk lebih

dalam.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini penulis masih banyak terdapat kesalahan dan

kekurangan. Oleh karena itu agar penelitian-penelitian berikutnya mendapatkan

hasil yang lebih baik, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Proses pengujian pada benda uji dilakukan dengan prosedur yang telah

ditetapkan (ukurun standar alat uji).

2. Dalam pembuatan benda uji harus standar ASTM (American Society for

Testing of Materials) agar didapatkan hasil yang lebih baik.

3. Alat-alat pendukung untuk tugas akhir, khususnya alat-alat uji komposisi

sebaiknya disediakan dalam laboratorium.

4. Dalam penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan waktu yang lebih

(68)

54

DAFTAR PUSTAKA

Amstead. B.H, Philip.F.O, Myron.L.B,1993,

Teknologi Mekanik,

edisi ke 7,

Erlangga, Jakarta.

Anonim, 1987,

Annual Book of ASTM Standart

, American Society For Testing

Material, Philadelpia.PA.

Dieter, G.E., 1992,

Metalurgi Mekanik

, Jilid 2, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati

Djaprie, Erlangga, Jakarta

Setyahandana, B.,

Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur

,

Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta

Surdia, T., Saito, S., 1999,

Pengetahuan Bahan Teknik

, Cetakan ke-4, Pradnya

Paramita, Jakarta

Suroto, A. Sudibyo, B.,

Ilmu logam/ Metalurgi

, ATMI, Surakarta

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991,

Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan,

edisi pertama, PT Gramedia utama, Jakarta.

(69)

LAMPIRAN

(70)

56

DATA-DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN

1.

UJI IMPAK

Tabel L.1 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) tanpa korosi

Tabel L.2 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 2 bulan

No TEBAL

mm

LEBAR mm

LUAS mm²

α β TENAGA PATAH

(joule)

KEULETAN (joule/mm²)

1 3 10 30 156 123 25.50572 0.850191

2 3 10 30 156 123 25.50607 0.850202

3 3 10 30 156 121 27.55258 0.918419

4 3 10 30 156 120 28.59243 0.953081

5 3 10 30 156 121 27.55258 0.918419

RATA RATA 26.94188 0.898063

Tabel L.3 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 4 bulan

No TEBAL

mm LEBAR mm LUAS mm² α β TENAGA PATAH (joule) KEULETAN (joule/mm²)

1 3 10 30 156 124 24.49975 0.816658

2 3 10 30 156 123 25.50607 0.850202

3 3 10 30 156 124 24.5001 0.81667

4 3 10 30 156 123 25.50607 0.850202

5 3 10 30 156 123 25.50607 0.850202

RATA RATA 25.10361 0.836787

No TEBAL

mm

LEBAR mm

LUAS mm²

α β TENAGA PATAH

(joule)

KEULETAN (joule/mm²)

1 3 10 30 156 120 28.59209 0.95307

2 3 10 30 156 121 27.55258 0.918419

3 3 10 30 156 122 26.52386 0.884129

4 3 10 30 156 120 28.59243 0.953081

5 3 10 30 156 120 28.59243 0.953081

(71)

Tabel L.4 Hasil pengujian impak baja karbon rendah (profil persegi) terkorosi 6 bulan

No TEBAL

mm LEBAR mm LUAS mm² α β TENAGA PATAH (joule) KEULETAN (joule/mm²)

1 3 10 30 156 124 24.49975 0.816658

2 3 10 30 156 123 25.50607 0.850202

3 3 10 30 156 124 24.5001 0.81667

4 3 10 30 156 124 24.5001 0.81667

5 3 10 30 156 125 23.50519 0.783506

RATA RATA 24.50224 0.816741

2.

UJI KEKERASAN BRINELL

Tabel L.5 Data hasil pengujian kekerasan awal

No BEBAN

P (kg) DIAMETER D (mm) DIAMETER d (mm) BHN (kg/mm²)

1 125 2.5 1.04 29.47

2 125 2.5 1.04 29.47

3 125 2.5 1 31.83

4 125 2.5 1.03 30.03

5 125 2.5 1 31.83

RATA RATA 30.5

Tabel L.6 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan

No BEBAN

P (kg) DIAMETER D (mm) DIAMETER d (mm) BHN (kg/mm²)

1 125 2.5 1 31.83

2 125 2.5 1.04 29.47

3 125 2.5 1.03 30.03

4 125 2.5 1.03 30.03

5 125 2.5 1.03 30.03

(72)

58

Tabel L.7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 4 bulan

No BEBAN

P (kg) DIAMETER D (mm) DIAMETER d (mm) BHN (kg/mm²)

1 125 2.5 1.03 30.03

2 125 2.5 1.03 30.03

3 125 2.5 1.04 29.47

4 125 2.5 1.03 30.03

5 125 2.5 1.03 30.03

RATA RATA 29.9

Tabel L.8 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan

No BEBAN

P (kg) DIAMETER D (mm) DIAMETER d (mm) BHN (kg/mm²)

1 125 2.5 1.04 29.47

2 125 2.5 1.03 30.03

3 125 2.5 1.04 29.47

4 125 2.5 1.04 29.47

5 125 2.5 1.03 30.03

(73)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe – Fe 3C.
Gambar 2.2 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi.
Gambar 2.4 Karakteristik umum kurva lelah korosi.  (Sumber : Dari buku “ KOROSI “ KR. Tretheway, J
Tabel 2.1 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Adanya keluhan – keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang masih kerap muncul, baik berupa sikap atau tindakan petugas kesehatan termasuk medis dan paramedis,

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi, bahan studi dan perbendaraan ilmu hukum bagi pihal-pihak yang membutuhkan seperti untuk penulisan

Bunga yang dibawa oleh saudagar (suami) itu tidak layu walaupun ketika itu musim kemarau. Raja di negeri itu tertanya-tanya akan keunikan bunga itu menyebabkan saudagar

9 STEMI Pasien dengan kenaikan biomarker jantung melebihi standar persentil tertinggi bersamaan dengan adanya gejala dan tanda nyeri dada iskemik dan Elevasi Segmen ST pada

Sekretaris Jenderal Menteri Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Pemohon Menerima Permohonan Menerbitkan surat peretujuan prinsip

Setelah button update dipilih untuk mengeksekusi input data kandidat yang diinputkan sebelumnya tadi maka akan muncul konfirmasi seperti pada Gambar 7 Skenario Ujicoba Update

Penelitian ini membangun perangkat lunak Sistem Informasi Rental Film yang bertujuan untuk memperbaiki dan mempermudah jasa pemesanan film pada suatu tempat persewaan