• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG KESEHATAN JIWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG KESEHATAN JIWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….

TENTANG KESEHATAN JIWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pelayanan kesehatan masih memprioritaskan kesehatan fisik, sehingga belum dapat mewujudkan pemberian pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan pelindungan serta jaminan hak orang dengan gangguan jiwa secara optimal;

c. bahwa belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan pelindungan serta jaminan hak orang dengan gangguan jiwa berdampak pada rendahnya produktifitas sumber daya manusia;

d. bahwa pengaturan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dalam peraturan perundang-undangan saat ini belum diatur secara komprehensif dalam melindungi orang dengan gangguan jiwa sehingga penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa perlu diatur secara khusus dalam satu Undang-Undang;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa;

Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5063);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

(2)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kesehatan Jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual seseorang secara optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, yang memungkinkan orang tersebut hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah seseorang yang mengalami gangguan jiwa yang ditetapkan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa, psikolog klinis, atau dokter umum, berdasarkan kriteria diagnostik.

3. Gangguan Jiwa adalah kondisi gangguan dalam pikiran, perilaku dan suasana perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan atau hambatan dalam menjalankan fungsi orang tersebut sebagai manusia.

4. Upaya Kesehatan Jiwa adalah serangkaian kegiatan yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan bagi perorangan, keluarga, dan masyarakat melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

5. Sumber Daya di Bidang Kesehatan Jiwa adalah segala bentuk dana, sumber daya manusia kesehatan jiwa, fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, perbekalan kesehatan jiwa, serta teknologi dan produk teknologi yang dimanfaatkan untuk upaya kesehatan jiwa.

6. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang kesehatan.

Pasal 2 Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan:

a. keadilan; b. perikemanusiaan; c. manfaat; d. transparansi; e. akuntabilitas; f. komprehensif; g. pelindungan; dan h. non-diskriminasi.

(3)

Pasal 3 Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan:

a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa; b. memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa

bagi ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;

c. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan Sumber Daya di Bidang Kesehatan Jiwa;

d. meningkatkan mutu upaya kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

e. memberikan kesempatan kepada ODGJ untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia.

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu

Hak Pasal 4 (1) ODGJ berhak:

a. mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau;

b. mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar pelayanan kesehatan;

c. mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat-obatan sesuai dengan kebutuhannya;

d. memberikan persetujuan atas tindakan medik yang dilakukan terhadapnya;

e. memperoleh informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan jiwanya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari sumber daya manusia kesehatan jiwa;

f. mendapatkan perlindungan dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan, dan eksploitasi; dan

g. memperoleh kebutuhan sosial sesuai dengan tingkat gangguan jiwa.

(2) Dalam hal ODGJ tidak dapat memberikan persetujuan atas tindakan medik yang dilakukan terhadapnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, persetujuan diberikan oleh pihak keluarga, wali, atau pengampu.

Bagian Kedua Kewajiban

Pasal 5 (1) ODGJ wajib:

a. menjalankan pengobatan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; dan

(4)

b. memeriksakan perkembangan kondisi kesehatan jiwanya secara periodik ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

(2) Dalam hal ODGJ tidak mampu melaporkan perkembangan kondisi kesehatan jiwanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, keluarga, wali, atau pengampu dari ODGJ wajib memeriksakan ODGJ ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

BAB III

SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN JIWA Bagian Kesatu

Umum Pasal 6

Sumber Daya di Bidang Kesehatan Jiwa terdiri atas: a. sumber daya manusia kesehatan jiwa;

b. fasilitas pelayanan kesehatan jiwa; c. perbekalan kesehatan jiwa;

d. teknologi dan produk teknologi kesehatan jiwa; dan e. pendanaan kesehatan jiwa.

Bagian Kedua

Sumber Daya Manusia Kesehatan Jiwa Pasal 7

Sumber daya manusia kesehatan jiwa terdiri atas: a. tenaga kesehatan; dan

b. tenaga lainnya.

Pasal 8

Pemerintah menyusun perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan dan pendayagunaan, serta pembinaan sumber daya manusia kesehatan jiwa dalam rangka penyelenggaraan program kesehatan jiwa.

Pasal 9

Perencanaan sumber daya manusia kesehatan jiwa secara nasional dilakukan oleh Pemerintah dengan memperhatikan:

a. jenis upaya penyelenggaraan kesehatan jiwa yang dibutuhkan oleh masyarakat;

b. jumlah fasilitas pelayanan kesehatan jiwa; dan

c. jumlah sumber daya manusia kesehatan jiwa yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa.

Pasal 10

(1) Pengadaan dan peningkatan mutu sumber daya manusia kesehatan jiwa diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

(2) Pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai dengan ketentuan Peraturan

(5)

Perundang-(3) Dalam hal ketersediaan sumber daya manusia kesehatan jiwa secara nasional tidak mencukupi, Pemerintah menyusun dan melaksanakan upaya percepatan pengadaan sumber daya manusia kesehatan jiwa.

Pasal 11

(1) Pemerintah mengatur penempatan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan jiwa untuk pemerataan penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.

(2) Pemerintah Daerah dapat menempatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia kesehatan jiwa sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (3) Penempatan dan pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan jiwa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan hak sumber daya manusia kesehatan jiwa dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa yang merata.

Pasal 12

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia kesehatan jiwa.

(2) Pembinaan terhadap sumber daya manusia kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.

Pasal 13

Sumber daya manusia kesehatan jiwa dilarang melakukan kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan terhadap ODGJ di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan dan pendayagunaan, serta pembinaan sumber daya manusia kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jiwa Pasal 15

(1)Fasilitas pelayanan kesehatan jiwa meliputi: a. rumah sakit;

b. puskesmas dan jejaring; dan c. fasilitas pelayanan rehabilitasi.

(2)Fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sumber daya manusia kesehatan jiwa, perbekalan kesehatan jiwa, serta mengikuti perkembangan teknologi dan produk teknologi kesehatan jiwa.

(3)Fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan terhadap ODGJ.

(4)Fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat.

(6)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16

Rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a berdasarkan jenis pelayanannya terdiri atas:

a. rumah sakit umum; dan

b. rumah sakit khusus kesehatan jiwa. Pasal 17

Rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a berdasarkan pengelolaannya terdiri atas:

a. rumah sakit publik; dan b. rumah sakit privat.

Pasal 18

(1) Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a yang dikelola oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa.

(2) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di poli kesehatan jiwa atau sebutan lainnya.

(3) Pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk pelayanan:

a.kegawatdaruratan psikiatri; b.rawat jalan psikiatri; dan/atau c.rawat inap psikiatri.

Pasal 19

Rumah sakit publik yang belum memiliki poli kesehatan jiwa atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) harus menyediakan poli kesehatan jiwa atau sebutan lainnya.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit umum yang dikelola oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

(1) Pemerintah wajib mendirikan rumah sakit khusus kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b di tingkat pusat.

(2) Pemerintah Daerah wajib mendirikan rumah sakit khusus kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b di setiap ibukota Provinsi.

(3) Pemerintah dapat membantu Pemerintah Daerah dalam mendirikan rumah sakit khusus kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat

(7)

Pasal 22

(1) Fasilitas pelayanan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c dikelola oleh:

a. Pemerintah;

b. Pemerintah Daerah; atau c. swasta.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian fasilitas rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

Fasilitas rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c didirikan di setiap ibukota kabupaten/kota.

Bagian Keempat Perbekalan Kesehatan Jiwa

Pasal 24 Perbekalan kesehatan jiwa terdiri atas: a. obat psikofarmaka;

b. alat kesehatan; dan c. alat non-kesehatan.

Pasal 25

(1)Pemerintah menjamin daftar dan jenis obat psikofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a masuk dalam daftar obat esensial nasional.

(2)Pemerintah menjamin ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Pasal 26

Pemerintah menjamin agar obat psikofarmaka disertakan dalam layanan manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

Pasal 27

(1) Pemerintah menyediakan alat kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

(2) Penyediaan alat kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berbasis bukti melalui penapisan teknologi oleh Pemerintah serta memperhatikan kemanfaatan dan harga.

(3) Pemerintah menjamin ketersediaan alat kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara merata di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

Pasal 28

(1) Pemerintah menyediakan alat non-kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

(8)

(2) Penyediaan alat non-kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kemanfaatan dan harga.

(3) Pemerintah menjamin ketersediaan alat non-kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara merata di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.

Pasal 29

Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan Jiwa Pasal 30

(1) Teknologi dan produk teknologi kesehatan jiwa diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan dalam Upaya Kesehatan Jiwa.

(2) Teknologi dan produk teknologi kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya, mendeteksi, meringankan penderitaan akibat, menyembuhkan, dan memulihkan diri dari gangguan kejiwaan.

Bagian Keenam

Pendanaan Kesehatan Jiwa Pasal 31

Pendanaan kesehatan jiwa bertujuan untuk menjamin Upaya Kesehatan Jiwa yang berkesinambungan.

Pasal 32

(1) Sumber pendanaan Upaya Kesehatan Jiwa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Selain sumber pendanaan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat memberikan dukungan dana dalam Upaya Kesehatan Jiwa.

BAB IV

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN JIWA Pasal 33

(1)Untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa, Pemerintah membangun sistem pelayanan kesehatan jiwa yang berjenjang.

(2)Sistem pelayanan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. pelayanan kesehatan jiwa dasar; dan b. pelayanan kesehatan jiwa rujukan.

(9)

Pasal 34

Pelayanan kesehatan jiwa dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a merupakan pelayanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di Puskesmas dan jejaring.

Pasal 35

Pelayanan kesehatan jiwa rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b terdiri atas pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit khusus kesehatan jiwa dan pelayanan kesehatan jiwa yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di rumah sakit.

Pasal 36

Pemerintah Daerah wajib menunjuk penanggungjawab program dalam penyelenggaraan sistem pelayanan kesehatan jiwa di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

BAB V

UPAYA KESEHATAN JIWA

Bagian Kesatu

Umum Pasal 37

(1) Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan: a.promotif;

b.preventif; c.kuratif; dan d.rehabilitatif.

(2) Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

Pasal 38

Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan sejak fase janin, kanak-kanak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia.

Bagian Kedua Upaya Promotif

Pasal 39

Upaya promotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a merupakan suatu kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa yang mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan jiwa.

Pasal 40

(1) Upaya promotif kesehatan jiwa ditujukan untuk:

(10)

b.menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ; dan

c.meningkatkan pemahaman serta penerimaan keluarga dan masyarakat terhadap ODGJ.

(2)Upaya promotif kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi dengan upaya promotif kesehatan lain.

Pasal 41

Upaya promotif kesehatan jiwa dilaksanakan di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Pasal 42

Upaya promotif kesehatan jiwa di lingkungan keluarga dilaksanakan dengan melibatkan anggota keluarga.

Pasal 43

Upaya promotif kesehatan jiwa di lingkungan masyarakat dilaksanakan dengan melibatkan anggota masyarakat.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya promotif kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Upaya Preventif

Pasal 45

Upaya preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b merupakan suatu kegiatan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa.

Pasal 46 Upaya preventif ditujukan untuk:

a.mencegah timbulnya gangguan jiwa;

b.mengurangi faktor resiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat secara umum atau individu; dan/atau

c. mencegah timbulnya masalah psikososial. Pasal 47

Upaya preventif dilaksanakan di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya preventif kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(11)

Bagian Keempat Upaya Kuratif

Pasal 49

Upaya kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan penatalaksanaan gangguan jiwa.

Pasal 50 Upaya kuratif ditujukan untuk:

a. mengendalikan gejala gangguan jiwa; b. memulihkan gangguan jiwa;

c. mengurangi risiko kecacatan; dan d. meningkatkan kualitas hidup ODGJ.

Pasal 51

(1) Pemeriksaan terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan di: a. fasilitas pelayanan kesehatan; dan

b. tempat tinggal orang yang diduga ODGJ.

(2) Dalam hal pemeriksaan terhadap orang yang diduga ODGJ tidak dilakukan di fasilitas atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan dan persetujuan antara orang yang diduga ODGJ dan pemeriksa.

Pasal 52

(1) Proses diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan:

a. kondisi kejiwaan; dan

b. tindak lanjut penatalaksanaan.

(2) Proses diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a.dokter umum yang kompeten;

b.psikolog; atau

c.dokter spesialis kedokteran jiwa.

(3) Dalam proses diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter spesialis kedokteran jiwa dapat memberikan keterangan yang menyatakan:

a.ODGJ dan tidak mampu bertanggung jawab;

b.ODGJ dan mampu bertanggung jawab sebagian; atau c.bukan ODGJ dan mampu bertanggung jawab penuh.

Pasal 53

(1) Penatalaksanaan ODGJ dilakukan di rumah sakit umum yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa atau rumah sakit khusus kesehatan jiwa.

(2) Penatalaksanaan ODGJ di rumah sakit umum yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa atau rumah sakit khusus kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:

(12)

b. rawat inap.

Pasal 54

(1) Penatalaksanaan ODGJ yang dilakukan secara rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dapat dilakukan berdasarkan permohonan.

(2) Permohonan rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh:

a.ODGJ apabila sudah dewasa dan taraf kesehatan jiwa memungkinkan;

b.suami/istri atau anggota keluarga ODGJ yang sudah dewasa; c.wali atau yang dianggap sebagai wali ODGJ;

d.hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan bahwa yang bersangkutan ODGJ; atau

e.pejabat yang bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban tempat tinggal atau daerah di mana ODGJ berada.

Pasal 55

(1) Dalam kondisi medis tertentu, sumber daya manusia kesehatan jiwa dapat melakukan pengekangan terhadap ODGJ.

(2) Ketentuan mengenai kondisi medis tertentu dan cara pengekangan terhadap ODGJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 56

Dalam hal kondisi kejiwaan ODGJ telah terkontrol, dokter spesialis kedokteran jiwa merekomendasikan ODGJ untuk memasuki tahap rehabilitasi.

Pasal 57

Penatalaksanaan terhadap ODGJ yang tidak memiliki keluarga, wali, atau pengampu, menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 58

(1) Penatalaksanaan terhadap ODGJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 yang dilakukan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran, hanya dilakukan apabila dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.

(2) Pertanggungjawaban manfaat dan keamanan cara lain di luar ilmu kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya kuratif kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah

(13)

Bagian Kelima Upaya Rehabilitatif

Pasal 60

Upaya rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang ditujukan untuk mencegah terjadinya disabilitas, memulihkan fungsi sosial, dan mempersiapkan ODGJ kembali ke masyarakat.

Pasal 61 Upaya rehabilitatif ODGJ meliputi:

a. rehabilitasi psikiatrik atau psikososial; dan b. rehabilitasi sosial.

Pasal 62

(1) Rehabilitasi psikiatrik atau psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a dilaksanakan sejak dimulainya pemberian pelayanan kesehatan jiwa terhadap ODGJ.

(2) Rehabilitasi psikiatrik atau psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di:

a. fasilitas pelayanan kesehatan;

b. fasilitas pelayanan non-kesehatan; dan/atau c. lingkungan masyarakat.

Pasal 63

(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b dilaksanakan khusus terhadap ODGJ terlantar.

(2) ODGJ terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ODGJ: a. tidak mampu;

b. tidak mempunyai keluarga; dan/atau c. tidak diketahui keluarganya.

Pasal 64

(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b dilaksanakan di panti rehabilitasi sosial milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan di panti rehabilitasi sosial milik swasta.

Pasal 65

(1) Pelaksanaan rehabilitasi psikiatrik atau psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a merupakan tanggung jawab Menteri. (2) Pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61

huruf b merupakan tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

(14)

Pasal 66

(1) ODGJ yang mendapatkan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) tetap mempunyai akses terhadap pelayanan dan obat psikofarmaka.

(2) Panti rehabilitasi sosial milik swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) yang tidak memberikan akses pelayanan dan obat psikofarmaka terhadap ODGJ dikenai sanksi administrasi berupa:

a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pembekuan kegiatan; d. pencabutan izin; dan/atau e. penutupan.

Pasal 67

Panti rehabilitasi milik swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) yang tidak melaksanakan rehabilitasi sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan kesehatan jiwa dikenakan sanksi administrasi berupa: a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; c. pembekuan kegiatan; d. pencabutan izin; dan/atau e. penutupan.

Pasal 68

Upaya rehabilitatif di fasilitas rehabilitasi dilaksanakan dalam bentuk: a. pemberian pelatihan keterampilan khusus bagi ODGJ; dan

b. pemulihan kemampuan ODGJ agar dapat beraktivitas dan beradaptasi di masyarakat.

Pasal 69

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan upaya rehabilitatif kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG Bagian Kesatu

Tugas dan Tanggung jawab Pasal 70

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.

Pasal 71

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab mengadakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kesehatan jiwa kepada masyarakat secara sistemik dan berkesinambungan.

(15)

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengadakan komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berkoordinasi dengan instansi terkait.

(3) Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan dengan melibatkan peran masyarakat.

Pasal 72

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa.

Pasal 73

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan sumber daya manusia kesehatan jiwa.

Pasal 74

(1) Pemerintah bertugas dan bertanggung jawab untuk menyediakan obat sesuai standar yang dibutuhkan oleh ODGJ.

(2) Penyediaan obat sesuai standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tersedia secara merata di seluruh Indonesia dengan harga terjangkau oleh masyarakat.

Pasal 75

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab atas pembiayaan Upaya Kesehatan Jiwa bagi ODGJ fakir miskin atau orang yang tidak mampu.

Bagian Kedua Wewenang

Pasal 76

(1) Dalam melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pemerintah berwenang:

a. menyusun program penyuluhan tentang kesehatan jiwa; b. membuat standardisasi pelayanan kesehatan jiwa;

c. mengintegrasikan kesehatan jiwa ke dalam program pokok puskesmas;

d. mengintegrasikan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit umum di tingkat pusat dan daerah;

e. menambah sumber daya manusia kesehatan jiwa yang akan bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa:

f. menyusun program pemberian beasiswa untuk pengadaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan jiwa, dan

g. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa dan Sumber Daya Di Bidang Kesehatan Jiwa.

(2) Dalam melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pemerintah Daerah berwenang:

(16)

a. menambah sumber daya manusia kesehatan jiwa yang akan bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa:

b. menyusun program pemberian beasiswa untuk pengadaan dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan jiwa; dan

c. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa dan Sumber Daya Di Bidang Kesehatan Jiwa.

(3)Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

BAB VII

PEMERIKSAAN KESEHATAN JIWA UNTUK KEPENTINGAN HUKUM

Pasal 77

(1) Untuk kepentingan hukum, seseorang yang diduga ODGJ harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan jiwa.

(2) Pemeriksaan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan pertanggungjawaban hukum seseorang yang diduga ODGJ.

Pasal 78

Permintaan pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79

Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa berdasarkan keahlian dan kompetensi sesuai dengan standar profesi kedokteran jiwa.

Pasal 80

Hasil pemeriksaan kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 menjadi dasar pertimbangan bagi hakim untuk menetapkan pertanggungjawaban hukum seseorang yang diduga ODGJ.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 81

(1) Masyarakat dapat berperan serta terhadap Upaya Kesehatan Jiwa.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara perseorangan dan berkelompok.

Pasal 82

Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara:

a. memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa;

(17)

d. menciptakan iklim yang kondusif bagi ODGJ;

e. memberikan pelatihan keahlian khusus kepada ODGJ;

f. memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya peran keluarga dalam penyembuhan ODGJ; dan

g. mengawasi fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dan fasilitas rehabilitasi jiwa.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 83

Setiap sumber daya manusia kesehatan jiwa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling lama…(…) tahun atau pidana denda paling banyak Rp….(…rupiah).

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 84

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait kesehatan jiwa dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 85

Poli kesehatan jiwa atau sebutan lainnya di Rumah Sakit Publik harus sudah terbentuk paling lambat … (…) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 86

Setiap Rumah Sakit Khusus Kesehatan Jiwa dan fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dengan Undang-Undang ini paling lambat … (…) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 87

Pendirian Rumah Sakit khusus Kesehatan Jiwa di setiap ibukota Provinsi paling lambat … (…) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 88

Pendirian Panti Rehabilitasi setiap ibukota Kabupaten/Kota paling lambat … (…) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 89

Pendirian Pusat Rehabilitasi berbasis komunitas setiap ibukota Kabupaten/Kota paling lambat…(…) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(18)

Pasal 90

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai kesehatan jiwa yang diatur dalam BAB IX Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5063), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 91

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 92

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

(19)

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….

TENTANG KESEHATAN JIWA

I. UMUM

Salah satu hak asasi yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia yang perwujudan pemenuhannya dilindungi dan diatur dalam Pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kesehatan, yang didalamnya mencakup kesehatan jiwa. Pengaturan kesehatan dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) yang menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan badan, jiwa, dan sosial yang mendorong perkembangan intelektual dan emosional seseorang secara optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, yang memungkinkan orang tersebut hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pelayanan kesehatan jiwa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk menciptakan derajat kesehatan yang optimal, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan jiwa akan dapat terlaksana secara optimal apabila didukung oleh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Dengan demikian, Pemerintah harus menyediakan tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan oleh Orang Dengan Gangguan kejiwaan (ODGJ).

Penyelenggaraan kesehatan jiwa bertujuan untuk menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ berdasarkan hak asasi manusia; menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya di bidang kesehatan jiwa; meningkatkan mutu upaya kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan memberikan kesempatan kepada ODGJ untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia. Hal ini disebabkan ODGJ mempunyai hak yang sama sebagai warga negara, meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk hak untuk mendapatkan informasi dan edukasi yang benar mengenai kesehatan jiwa. Hak ini ditujukan untuk menghindari pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap mengalami gangguan kesehatan jiwa.

Pengaturan kesehatan jiwa dalam sebuah Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat Indonesia yang mendesak untuk diimplementasikan, Masih tersebarnya pengaturan mengenai kesehatan jiwa dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum diaturnya kesehatan jiwa secara komprehensif menyebabkan pelindungan terhadap ODGJ belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan mengenai

(20)

kesehatan jiwa dalam sebuah Undang-Undang sebagai landasan hukum bagi ODGJ agar mendapat perlindungan dan jaminan pemenuhan haknya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dengan demikian, untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa serta untuk memberikan perlindungan dan jaminan ODGJ dalam melaksanakan hak-haknya, maka diperlukan pengaturan yang komprehensif dalam suatu Undang-Undang yang mengatur mengenai kesehatan jiwa.

Undang-Undang ini memuat 10 (sepuluh) bab dan 92 (sembilan puluh dua) pasal dengan materi muatan terdiri dari ketentuan umum, hak dan kewajiban, sumber daya di bidang kesehatan jiwa, sistem pelayanan kesehatan jiwa, tugas, tanggung jawab, dan wewenang, pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum, ketentuan pidana, dan ketentuan penutup.

II PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata pada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas perikemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa kepada ODGJ dilaksanakan secara manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa harus memberikan manfaat bagi ODGJ, sumber daya manusia kesehatan jiwa, dan masyarakat.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah bahwa semua kegiatan pelayanan berupa informasi, tindakan dalam pengelolaan pasien harus dilaksanakan secara transparan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa semua kegiatan pelayanan berupa informasi, tindakan dalam pengelolaan pasien harus dilaksanakan dapat diakses, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugatkan kepada masyarakat.

(21)

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas komprehensif” adalah bahwa pelayanan kesehatan jiwa diberikan secara menyeluruh melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas pelindungan” adalah bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa harus dapat memberikan pelindungan kepada sumber daya manusia kesehatan jiwa dan ODGJ.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas non-diskriminasi” adalah bahwa penyelenggaran upaya kesehatan jiwa harus diberikan dengan tidak membedakan ODGJ berdasarkan suku, agama, ras, dan status sosial.

Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e

Data kesehatan jiwa meliputi tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterima ODGJ dari tenaga kesehatan.

Huruf f

Yang termasuk bentuk kekerasan antara lain: pemasungan dan pemukulan.

Yang dimaksud dengan “eksploitasi” adalah pemanfaatan ODGJ untuk kepentingan sendiri atau kelompok antara lain secara ekonomi dan/atau seksual.

Huruf g

Yang termasuk kebutuhan sosial antara lain: pendidikan, pekerjaan, keterampilan, rekreasi, spiritual, dan kebudayaan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 5

(22)

Pasal 6

Cukup jelas. Pasal 7

Huruf a

Tenaga kesehatan antara lain: dokter, dokter spesialis kedokteran jiwa, perawat jiwa, psikolog klinis, terapis okupasi, dan terapis wicara.

Huruf b

Tenaga lainnya antara lain: psikolog, sarjana psikologi, pekerja sosial profesional, pendidik, ahli agama, dan kader kesehatan. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa antara lain: tempat tidur dan perbekalan kesehatan jiwa.

Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Komunikasi, informasi, dan edukasi dilakukan dengan cara pengenalan gejala gangguan jiwa, pelatihan penanganan ODGJ yang berperspektif hak asasi manusia.

Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a

(23)

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Yang termasuk dalam fasilitas pelayanan rehabilitasi antara lain: panti rehabilitasi milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah, tempat rehabilitasi milik masyarakat, seperti Day Care atau dapat berbentuk semacam pusat komunitas dimana ODGJ bisa datang dan beraktifitas bersama masyarakat sekitar, dan ODGJ tidak perlu menetap di tempat rehabilitasi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Huruf a

Obat psikofarmaka terdiri atas: anti psikotik, anti cemas, anti depresi, dan anti mania.

Huruf b

(24)

Huruf c

Yang termasuk alat non-kesehatan antara lain: alat musik, alat permainan kreatif, alat masak, alat pertukangan, alat jahit, alat pertanian, dan alat olahraga yang berguna ketika proses pemulihan sebagai terapi.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Jaminan Pemerintah terhadap obat psikofarmaka bagi ODGJ disertakan dalam layanan manfaat BPJS Kesehatan ditujukan agar BPJS Kesehatan menyelenggarakan program kesehatan secara universal, termasuk kesehatan jiwa.

Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas.

(25)

Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Upaya promotif kesehatan jiwa yang terintegrasi dengan upaya promotif kesehatan lain misalnya seminar tentang penyakit jantung yang dikaitkan dengan kesehatan jiwa. Pasal 41

Lingkungan masyarakat termasuk lingkungan pendidikan dan lingkungan tempat kerja.

Pasal 42

Upaya promotif kesehatan jiwa di lingkungan keluarga dilaksanakan antara lain dalam bentuk pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa.

Pasal 43

Upaya promotif kesehatan jiwa di lingkungan masyarakat dapat dilaksanakan antara lain: dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa, serta menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan jiwa.

Pelibatan seluruh anggota masyarakat dalam upaya promotif kesehatan jiwa antara lain dengan mengikutsertakan rukun tetangga atau nama lain yang sejenis seperti: banjar, rukun warga, organisasi kepemudaan, masyarakat adat.

Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “masalah psikososial” adalah masalah sosial yang mempunyai dampak negatif dan

(26)

berpengaruh terhadap munculnya gangguan jiwa atau masalah sosial yang muncul sebagai dampak dari gangguan jiwa. Masalah psikososial: dapat diakibatkan oleh bencana dan pemanasan global, industrialisasi, urbanisasi, kemiskinan, kemajuan teknologi informasi, adiksi (NAPZA, alkohol, pornografi, cybercrime, seks, game online).

Pasal 47

Upaya preventif di lingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk antara lain melalui pengembangan kemampuan mengatasi masalah rumah tangga untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) mengenai pengendalian untuk mengatasi stres.

Upaya preventif di lingkungan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk antara lain melalui pemberian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) mengenai pencegahan gangguan jiwa dan konseling dapat dilaksanakan juga di institusi pendidikan, tempat kerja, Lapas, dan daerah bencana.

Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Huruf a

Mengendalikan gejala gangguan jiwa dilakukan dengan cara mengurangi efek gangguan jiwa yang sudah berkembang. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1)

(27)

Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e

Pejabat yang bertanggungjawab antara lain dinas sosial, lurah atau kepala desa, dan polisi.

Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Huruf a

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikiatrik” adalah upaya pemulihan kesehatan mental dan peningkatan keterampilan hidup, serta peningkatan keterampilan agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikososial” adalah upaya proses integrasi sosial, peran sosial yang aktif, dan peningkatan kualitas hidup.

Huruf b

Cukup jelas. Pasal 62

Ayat (1)

(28)

Ayat (2) Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Fasilitas pelayanan non kesehatan antara lain dalam bentuk pusat rehabilitasi berbasis komunitas, bengkel kerja (sheltered workshop), halfway house, rumah singgah.

Huruf c

Rehabilitasi psikiatrik atau psikososial di lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan cara mandiri oleh keluarga. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Huruf a

Keterampilan khusus bagi ODGJ misalnya kursus keterampilan menjahit, membuat keset (pengesat kaki), dan melukis.

Huruf b

Pemulihan kemampuan ODGJ dilakukan melalui kegiatan spiritual/ibadah, memberikan terapi bermain, terapi musik, dan lain-lain. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72

(29)

Pasal 73

Cukup jelas. Pasal 74

Cukup jelas. Pasal 75

Yang dimaksud dengan “fakir miskin” adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Yang dimaksud dengan “orang yang tidak mampu” adalah seseorang yang pada mulanya mampu secara keuangan untuk membiayai pengobatan penyakit yang dideritanya, akibat penyakit yang tidak sembuh atau membutuhkan pengobatan seumur hidup menyebabkan tidak dapat membiayai untuk penyembuhan penyakitnya. Pasal 76 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Pembuatan standarisasi pelayanan kesehatan jiwa dimaksudkan agar pelayanan kesehatan jiwa setiap daerah mengacu kepada standarisasi yang sama.

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f

Pemberian beasiswa merupakan salah satu cara Pemerintah untuk menarik minat masyarakat mempelajari dan mengembangkan ilmu kesehatan jiwa. Huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

(30)

Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Menciptakan iklim yang kondusif, termasuk pula di dalamnya memberikan pengertian kepada masyarakat mengenai penghilangan stigma kepada ODGJ sehingga dapat meningkatkan adaptasi ODGJ kepada masyarakat.

Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas.

(31)

Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

a) Campur bahan serbuk pengikat dengan tanah yang lolos saringan No.4 (4,75 mm) sampai tercampur dengan baik. b) Tambahkan air yang jumlahnya telah dihitung dan campur sampai

Bab ini membahas apa saja kesimpulan yang didapat dari penulisan analisis dan perancangan system basis data ini serta saran-saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak

Menurut saya yang membedakan dengan hotel lain itu dari pelayanannya, karena disini orangnya ramah- ramah, suasananya nyaman, murah, Saya mengetahuinya sejak awal Le

'i Amerika 5tara bagian  barat pada Zaman Trias terdapat sbuah geosinklin yang kira(kira melalui daerah $ali"ornia, 6regon, /ashington dan Alaska dengan tebal sedimentasinya

Pada penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan ialah kuesioner yang nantinya diisi oleh dewan direksi yang masih aktif bekerja pada bank – bank

ANALISA KONSEP SIRKUIT BALAP MOTOR UMUM ; - SIRKUIT BALAP MOTOR FIM STUDI LITERATUR: - SIRKUIT - ARSITEKTU R Diagram tersendiri Diagram tersendiri DI YOGYAKARTA - SIRKUIT

Penelitian yang dilakukan oleh Murjainah (2016) kepada mahasiswa pendidikan geografi dengan menggunakan fitur quis Edmodo yang bertujuan untuk mengukur kemampuan

Perancangan animasi interaktif ini merupakan solusi yang baik untuk memecahkan masalah yang ada dalam proses kegiatan belajar mengajar, karena di dalam perancangan animasi