• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA KABUPATEN FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA KABUPATEN FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK

WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA

KABUPATEN FLORES TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

LAURENSIUS SANDRO RERO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

(2)

TESIS

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK

WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA

KABUPATEN FLORES TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

LAURENSIUS SANDRO RERO NIM 0991061024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana

Laurensius Sandro Rero NIM 0991061024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 18 Agustus 2011

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Dr. I Wayan Tjatera, M.Sc Drs. I Nyoman Sunartha, M.Si NIP : 1947 0506 1973 021001 NIP : 1961 0405 1988 031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS. NIP. 1944 1231 1973 021004

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 1959 0215 1985 102001

(5)

Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 23 Agustus 2011

Panitia Penguji Tesis, berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana No.: 1500/UN.14.4/HK/2011 Tanggal 19 Agustus 2011

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Tjatera, M.Sc Sekertaris : I Nyoman Sunartha, M.si Anggota :

1. Prof. Dr. I K G. Bendesa, MADE 2. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS. 3. Drs. I Putu Anom, M,Par

(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Salam Sejahtera

Puji syukur dipanjatkan kepada ALLAH TRI TUNGGAL MAHA KUDUS dan BUNDA MARIA, karena atas berkat dan rahmat-Nya tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini adalah salah satu persyaratan akademik bagi mahasiswa Program Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana untuk meraih gelar Magister Pariwisata.

Terselesainya tesis ini melibatkan berbagai pihak yang telah membantu, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis dengan hati yang tulus menghaturkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Udayana, atas semua fasilitas yang diberikan selama perkuliahan dan ujian tesis ini.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana selaku pembina Program Studi Magister yang telah menyelenggarakan Program Pascasarjana dengan segala sarana dan prasarananya.

3. Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S. atas segala kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama mengikuti studi di tempat ini.

(7)

4. Prof. Dr. I Wayan Tjatera, M.Sc. sebagai pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran dan lemah lembut telah membimbing dan memberikan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Drs. I Nyoman Sunartha, M.Si selaku pembimbing II, sekaligus sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberi dorongan, semangat, bimbingan dan saran dalam menyempurnakan tesis ini.

6. Para penguji (Prof. Dr. I K G. Bendesa, MADE, Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS dan Drs. I Putu Anom, M,Par) yang banyak memberikan saran dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

7. Semua Dosen dan pegawai administrasi pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana, yang telah banyak memberikan pengetahuan, wawasan, bimbingan dan bantuan selama menjalani studi. 8. Bapak Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara

Timur, Bapak Drs. Ubaldus Gogi Selaku Kepala Bidang Promosi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Timur, Bapak Frans Fernandes S.H selaku Kepala Dinas Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan Informatika Kabupaten Flores Timur, Bapak Drs. Benediktus B. Herin selaku Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata dan Pemasaran pada Dinas Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan Informatika Kabupaten Flores Timur, Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Flores Timur, yang telah banyak membantu memberi data penunjang terkait dengan tesis ini.

(8)

9. Romo Yosef Naran Leni S.fil selaku Pastor Paroki Gereja Kathedral Reinha Rosary Larantuka, Bapak Drs. Paulus Dakosta selaku Ketua Dewan Pastoral Paroki Reinha Rosari Larantuka dan Ketua Panitia Semana Sancta 2011 dan Bapak Emanuel Sani De Ornai yang telah banyak membantu memberi masukan terkait dengan tesis ini.

10. Bapak Hendrikus Gula Lamoren selaku Pemilik hotel Fortuna Larantuka dan Ibu Wanty B. L. De Rozary selaku wakil manager hotel Tresna Larantuka, yang banyak membantu memberikan data tertulis maupun lisan untuk kesempurnaan tesis ini.

11. Para informan lainnya yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan tanggapan atas semua pertanyaan yang telah diajukan demi kelengkapan data untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Ayahanda Robert Rero yang tercinta dan (Alm.) Ibunda Katharina Temaluru yang tersayang, adik kembar (Roy Rero dan Rey Rero); Ayah dan Ibu mertua yang terkasih, serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya selama ini dan telah membantu dalam segala hal hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

13. Istri tercinta Fadilla Soraya Rero dan anak yang tersayang Robert G. Rero, yang dengan penuh pengorbanan, kesabaran dan kesetiaan telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan. Kecintaan, kasih sayang dan pengertian mereka telah memberikan semangat juang yang tinggi kepada penulis.

(9)

14. Opa J. V. Temaluru dan Oma Maria Lusia Monteiro tercinta yang telah bersedia meluangkan waktu dan tempat selama penulis melaksanakan proses penelitian sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

15. Om Nasu Temaluru dan Tante Ani yang juga banyak memberikan dukungan dan semangat selama proses perkuliahan.

16. Seluruh teman, sahabat dan keluarga di Bali maupun di Kupang yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan bantuan dengan berbagai cara kepada penulis.

17. Secara khusus tesis ini penulis dedikasikan kepada Alm. Ibunda tercinta di Surga. Terima Kasih yang sebanyak-banyaknya untuk kasih sayang, doa, dan Penyertaan Mama.

Semoga ALLAH TRI TUNGGAL MAHA KUDUS dan BUNDA MARIA yang hidup dan penuh berkat selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah disebutkan maupun yang belum sempat disebutkan. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu segala kritikan dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Denpasar, Agustus 2011 Penulis

(10)

ABSTRAK

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA, KABUPATEN FLORES TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Salah satu upaya mewujudkan suatu daerah tujuan wisata adalah perlunya dikembangkan upaya-upaya pemberdayaan seluruh potensi yang ada untuk ditampilkan sebagai daya tarik wisata. Upaya eksploratif perlu dilakukan guna menggali segala potensi yang terpendam. Untuk itu, penelitian tentang pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka perlu dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada di Kota Larantuka sebagai daya tarik wisata khususnya wisata spiritual. Pengembangan wisata spiritual merupaka suatu peluang untuk menambah khasanah daya tarik wisata di Kota Larantuka sehingga dapat mewujudkan pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Larantuka, menganalisis lingkungan internal dan eksternal dan menentukan strategi pengembangan Kota Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis IFAS, EFAS yang menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi alternative. Penelitian ini bersifat eksploratif, merumuskan program-program berdasarkan kondisi internal dan kondisi eksternal dikombinasikan dengan teori perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan Kota Larantuka meliputi keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, terletak di Ibu Kota Kabupaten, kedekatan daya tarik dengan pelabuhan, Kualitas jalan yang baik menuju daya tarik, posisi objek wisata yang sangat strategis, kualitas pelayanan dan aturan (Code of Conduct). Sedangkan kelemahan Kota Larantuka meliputi kurangnya kebersihan dan kelestarian lingkungan, kurang ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana pariwisata, kurang tersedianya lahan parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum, kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya pengelola daya tarik, belum maksimalnya upaya promosi, belum tersedianya Tourist Information Center (TIC).

Berdasarkan matrik Internal Eksternal (IE) diketahui bahwa posisi lingkungan internal dan eksternal kota Larantuka adalah pada sel V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan adalah pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah), berdasarkan analisis SWOT diketahui bahwa empat strategi alternative yang relevan diterapkan adalah strategi pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Kata kunci : daya tarik wisata, wisata spiritual, Kota Larantuka, SWOT, strategi pengembangan.

(11)

ABSTRACT

DEVELOPMENT STRATEGY OF SPIRITUAL TOURIST ATTRACTION IN LARANTUKA CITY, DISTRICT OF EAST FLORES

PROVINCE EAST NUSA TENGGARA

One of the efforts to develop a district into a tourist destination is the need to develop the region’s tourist potencies into tourist attractions. An explorative effort should be carried out in order to able to identify tourist attractions. Diversity of tourist attractions will influence tourist visitation and tourist length of stay. Therefore, a research on Larantuka City is needed in order to be able to develop its potencies as a spiritual tourist attraction. The development of spiritual attraction will give opportunities for Larantuka city to diversify tourist attraction.

The objective of this research was to identify potencies of Larantuka city, to analyze its internal and external conditions and to formulate the suitable strategies for the development of this city as tourist attraction. The methods of collecting data were on site participatory observation, interviews, distributing questionnaire and checking documentations. The data were further analyzed using descriptive qualitative analysis, IFAS and EFAS matrix analyses which produced general strategies and SWOT analysis which produced alternative strategies. This research was an explorative research that formulated programs based on the internal and external conditions of Larantuka city and they were combined with theories of planning, cultural changes, adaptations, SWOT and Motivation.

The result of this research showed that the potencies of Larantuka city for spiritual attraction were the beautiful scenery, diversity of flora and fauna, located in regency of East Flores, tourist attraction are closed to harbor, good quality of road, a very strategic of attraction’s position, quality of service and code of conduct. Meanwhile the weaknesses of Larantuka city are the lack of cleanliness and conservation of environment, the lack of availability tourism transportation, the lack of tourism facilities, less availability of parking lots, the lack of toilet facilities for the public, less structured presence of stalls and traders pavement, less of tourism attraction organizer, inadequate promotion efforts, the existence of tourist information center yet.

Based on the Internal External (IE) matrix analysis, it showed that the position of Larantuka city is in cell V. it means that the strategies that must be implemented are the strategy of marketing penetrations and product developments. The result of SWOT analysis shows that there are four alternative strategies which are relevant to be implemented, they are product development strategies, promotion development strategies, sustainable tourism development strategies and human resource development strategies.

Key word: tourist attractions, the spiritual tourism, the town of Larantuka, SWOT, strategy development.

(12)

RINGKASAN

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA SPIRITUAL DI KOTA LARANTUKA KABUPATEN FLORES TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Pengembangan pariwisata alternatif menjadi trend pengembangan kepariwisataan akhir-akhir ini. Adanya dampak negatif yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata masal (mass tourism) dan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia terhadap kelestarian lingkungan membuat wisatawan lebih tertarik pada jenis wisata yang ramah lingkungan (pariwisata alternatif). Salah satu jenis pariwisata alternatif yang menjadi trend perkembangan kepariwisataan di Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah wisata spiritual. Untuk itu Kabupaten Flores Timur dalam hal ini Kota Larantuka sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang menonjolkan peryaaan Semana Sancta (Pekan Suci Paskah) sebagai ikon pariwisata di Kota tersebut maka perlu melakukan upaya-upaya pemerdayaan potensi yang ada untuk ditampilkan sebagai daya tarik wisata, salah satunya adalah perkembangan daya tarik wisata spiritual.

Kota Larantuka yang terletak di Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menjadi tempat tujuan bagi wisatawan maupun masyarakat dalam melakukan aktifitas/wisata spiritual. Hal ini tidak terlepas dari potensi spiritual yang dimiliki. Untuk itu penelitian tentang strategi pengembangan daya

(13)

tarik wisata spiritual di Kota Larantuka perlu dilakukan. Dalam penelitian ini, terdapat tiga permasalahan yang dibahas yaitu (1) potensi-potensi yang dimiliki Kota Larantuka untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual, (2) kondisi lingkungan internal dan eksternal Kota Larantuka dan (3) strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

Untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian, beberapa teori yang digunakan sebagai kerangka landasannya yaitu teori perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis IFAS EFAS yang menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT yang menghasilkan strategi alternatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipatif, kuesioner, wawancara semi terstruktur dan dokumentasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang yang berperan baik sebagai responden maupun informan kunci yang nantinya akan digunakan untuk pemberian bobot (dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan) dan pemberian peringkat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa potensi-potensi yang terdapat di Kota Larantuka dibagi menjadi 2 yaitu potensi fisik dan potensi non fisik. Potensi fisik yaitu keindahan alam kota larantuka, situs-situs sejarah berupa istana raja dan kapela-kapela. Potensi non fisik yaitu budaya masyarakat flores timur pada umumnya yang terkenal dengan budaya Lamaholot. Kondisi lingkungan internal kota Larantuka adalah berupa faktor-faktor kekuatan meliputi: keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, terletak di Ibukota Kabupaten, kedekatan daya

(14)

tarik dengan pelabuhan, kualitas jalan menuju daya tarik, posisi objek wisata sangat strategis , kualitas pelayanan, aturan (Code of Conduct), Prosesi Jumat Agung. Kondisi lingkungan internalnya berupa faktor-faktor kelemahan meliputi: kurangnya kebersihan dan kelestarian lingkungan, kurangnya ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana dan prasarana pariwisata, kurang tersedianya tempat parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum, kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya pengelolaan daya tarik, belum tersedianya Tourist Information Center (TIC) dan transportasi. Dari hasil analisis matriks IFAS diketahui bahwa lingkungan internal Kota Larantuka berupa faktor-faktor kekuatan dan kelemahan berada pada posisi sedang dengan total skor 2,729. Kondisi lingkungan ekternal berupa faktor-faktor peluang meliputi: kondisi ekonomi global, kondisi ekonomi nasional, meningkatnya minat masyarakat di luar Kota Larantuka terhadap aktifitas spiritual, peran serta masyarakat dalam melestarikan budaya, kondisi politik global, kondisi politik nasional, keamanan Nusa Tenggara Timur, kemajuan teknologi informasi, kemampuan daya saing dengan daya tarik wisata sejenis. Kondisi lingkungan eksternal berupa faktor-faktor ancaman meliputi: global warming, kurangnya kesadaran masyarakat di luar Kota Larantuka dalam melestarikan lingkungan, kebijakan pemerintah dalam pengembangan pariwisata. Hasil analisis matriks EFAS menunjukan bahwa posisi lingkungan eksternal memiliki peluang didalam pengembangannya dengan total skor 2,783.

Berdasarkan hasil analisis kodisi lingkungan internal dan eksternal diketahui bahwa Kota Larantuka dapat digolongkan dalam kategori baik. Berdasarkan

(15)

matrik internal dan eksternal (IE), posisi Kota Larantuka berada pada sel V sehingga strategi umum yang diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Selanjutnya berdasarkan analisis SWOT, dapat dirumuskan strategi alternatif dan program yang relevan dalam pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

Strategi dan program yang relevan dilakukan meliputi: (1) strategi SO (Strengths Opportunities) yaitu strategi pengembangan produk melalui program penaatan kawasan dan peningkatan fasilitas pariwisata serta pembuatan museum budaya dan spiritual, (2) strategi ST (Strengths Threats) yaitu strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan melalui peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan kualitas kehidupan sosial budaya masyarakat serta peningakatan perekonomian masyarakat (3) strategi WO (Weaknesses Opportunities) yaitu strategi pengembangan promosi melauli program promosi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Flores Timur, kerja sama dengan biro perjalanan wisatadan pengadaan

Tourist Information Center (TIC) (4) strategi WT (Weaknesses Threats) yaitu strategi peningkatan sumber daya manusia.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan beberapa saran kepada Pemerintah Kabupaten Flores Timur antara lain (1) pemerintah perlu segera mengembangkan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka mengingat Kota Larantuka mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual, (2) pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka perlu didukung denga fasilitas penunjang kepariwisataan antara lain penambahan lampu penerangan, papan nama daya tarik, penyediaan Tourist Information Center

(16)

(TIC), (3) pengembangan perayaan Semana Sancta (Pekan Suci) sebagai salah satu daya tarik wisata tidak akan berjalan optimal jika tidak didukung sepenuhnya oleh semua pihak yang terkait di dalam pelaksanaan ritual tersebut oleh karena itu diharapkan adanya kerjasama yang baik antara pihak pemerintah, pihak gereja, swasta dan masyarakat, (4) pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka diharapkan dilakukan dengan pengembangan wisata berkelanjutan dimana dalam pengembangannya harus tetap menjaga dan meningkatkan kelestarian lingkungan, sebagai wahana dalam pelestarian budaya dan memberikan keuntungan / manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, (5) pemerintah perlu melakukan pembinaan secara intensif kepada masyarakat dan pengusaha pariwisata yang ada dalam mendukung pengembangan kawasan sehingga tercipta daya tarik wisata yang berkualitas dan berdampak posistif terhadap pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Flores Timur. (6). Pemerintah perlu melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang bergerak dalam bidang pariwisata agar dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat sekitar baik secara formal maupun informal tentang pariwisata agar dapat meningkatkan sumber daya manusia khususnya dalam bidang pariwisata sehingga masyarakat mampu menangkap peluang yang ada di dalam kegiatan pariwisata yang nantinya juga dapat berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.

Denpasar, Agustus 2011

Laurensius Sandro Rero

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……….. i

PRASYARAT GELAR ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

ABSTRAK ……… ix

ABSTRACT ………. x

RINGKASAN ……….. xi

DAFTAR ISI ………. xvi

DAFTAR GAMBAR ……… …… xviii

DAFTAR TABEL ………. xix

DAFTAR LAMPIRAN ……… xx BAB I PENDAHULUAN ……….. 1 1.1 Latar Belakang ……… 1 1.2 Rumusan Masalah ………... 6 1.3 Tujuan Penelitian………. 6 1.4 Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITTIAN ... 8

2.1 Kajian Pustaka ………….………. 8

2.2 Konsep Penelitia……… 9

2.2.1 Strateg……… 9

2.2.2 Pengembangan Kawasan Pariwisata ………... 11

2.2.3 Daya Tarik Wisata ………..………. 15

2.2.4 Wisata Spiritual ……….………..………… 16

2.3 Landasan Teo…………...………. 19

2.3.1 Teori Perencanaan ……….……… 19

2.3.2 Teori Perubahan Buday………..……..………. 22

2.3.3 Teori Adaptasi ….………. 23

2.3.4 Teori SWOT ……… 24

2.3.5 Teori Motivasi ………..……….………. 25

2.4 Model Penelitian ………. 28

BAB III METODE PENELITIAN ..……….…………..……… 31

3.1 Rancangan Penelitian ………..……… 31

3.2 Lokasi Penelitian ………. 31

3.3 Jenis dan Sumber Data ……….……… 31

3.3.1 Jenis Data ……… 31

3.3.2 Sumber Data ……….……..……… 32

3.4 Instrumen Penelitian ……… 32

3.5 Teknik Penentuan Informan dan Responden………... 33

3.6 Teknik Pengumpulan Data ………... 34

(18)

3.7 Teknik Analisis Data ………..…..……… 35

3.7.1 Analisis Deskriptif Kualitatif ……….……..………... 35

3.7.2 Analisis Matriks IFAS dan EFAS …....………... 35

3.7.3 Analisis SWOT ……….…………..……… 39

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN FLORES TIMUR….. 41

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………..……….. 41

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Flores Timur ……… 41

4.2 Gambaran Umum Kepariwisataan Kabupaten Flores Timur ……..…. 43

4.2.1 Kepariwisataan Flores Timur ……….…….………… 43

4.2.2 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Flores Timur…. 44 4.3 Sejarah Singkat Pelaksanaan Prosesi Jumat Agung ………..….. 45

4.3.1 Kondisi Pelaksanaan Prosesi Jumat Agung ……… 46

4.3.2 Kebijakan Pengembangan Daya Tarik Wisata Prosesi Jumat Agung……… 54

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 58

5.1 Potensi Kota Larantuka ……….. 58

5.1.1 Potensi Fisik ……… 58

5.1.2 Potensi Non Fisik ……… 61

5.2 Lingkungan Internal dan Eksternal Kota Larantuka …..…………... 64

5.2.1 Analisis Lingkungan Internal ………..………. 65

5.2.2 Analisis Lingkungan Eksternal ……….. 76

5.3 Strategi dan Program Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka ……… 87

5.3.1 Strategi Umum Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka ……….….. 87

5.3.2 Strategi Alternatif Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka………. 90

5.3.3 Program Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka ……….. 91

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ……….……….106

6.1 Simpulan ………..………...106

6.2 Saran ………..………...108

DAFTAR PUSTAKA ……….111

LAMPIRAN ……….………...113

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Penelitian ……….. 30

Gambar 4.1 Peta Lokasi Peneliti……… 41

Gambar 4.2 Spanduk bertuliskan Selamat Datang kepada Para peziarah………..…. 47

Gambar 4.3 Jalur yang akan dilewati pada saat prosesi Jumat Agung………..……….. 47

Gambar 4.4 Proses membuka pintu Kapel oleh Keluarga Raja dan para peziarah secara tertib menunggu giliran untuk mencium Patung ………..… 48

Gambar 4.5 Patung Tuan Ma (Bunda Maria)………. 49

Gambar 4.6 Umat sedang berdoa ………. 50

Gambar 4.7 Prosesi penjemputan Patung Tuan Menino ………... 51

Gambar 4.8 Prosesi mengarak Patung Tuan Ma dan Tuan Ana pada malam Jumat Agung……….. 53

Gambar 4.9 Proses mengantar Patung kembali ke Kapela ……… 53

Gambar 5.1 Panorama Kota Larantuka ………. 59

Gambar 5.2 Istana Raja ………. 60

Gambar 5.3 Kapela Tuan Ana dan Tuan Ma ………. 60

Gambar 5.4 Ritual adat budaya Lamaholot ……….. 64

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Matriks IFAS (Internal factor analysis summary)……….. 38 Tabel 3.2 Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Summary)…… 38 Tabel 3.3 Matriks Analisis SWOT ………. 40 Tabel 4.1 Jumlah kunjungan wisatawa ke Flores Timur

dari 2005-2010……… 43 Tabel 5.1 Hasil Pembobotan Lingkungan Internal Kota Larantuka... 66 Tabel 5.2 Hasil Penilaian Lingkungan Internal Kota Larantuka.….... 70 Tabel 5.3 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) Kota Larantuka. 75 Tabel 5.4 Hasil Pembobotan Lingkungan Eksternal Kota Larantuka... 76 Tabel 5.5 Hasil Penilaian Lingkungan Eksternal Kota Larantuka …. 81 Tabel 5.6 External Factor Analysis Summary (EFAS)

Kota Larantuka ………..…… 86 Tabel 5.7 Matrik Internal Eksternal Kota Larantuka ….………. 88 Tabel 5.8 Analisis SWOT Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual

di Kota Larantuka……… 92 Tabel 5.9 Program Pengembangan Daya Tarik Wisata Spiritual

di Kota Larantuka……… 53

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian ………..…..…………....113 Lampiran 2 Kuesioner Pembobotan dan Perangkingan ..………..……....114 Lampiran 3 Pedoman Wawancara ………..………..…….124 Lampiran 4 Bobot Faktor Lingkungan Internal Daya Tarik Wisata Spiritual

di Kota Larantuka ………138 Lampiran 5 Rating Faktor Lingkungan Internal Daya Tarik Wisata Spiritual

di Kota Larantuka ……….139 Lampiran 6 Bobot Faktor Lingkungan eksternal Daya Tarik Wisata Spiritual

di Kota Larantuka ……….140 Lampiran 7 Rating Faktor Lingkungan Eksternal Daya Tarik Wisata Spiritual di Kota Larantuka………..141 Lampiran 8 Perhitungan rata-rata Bobot Faktor Lingkungan Internal

Kota Larantuka………..…142 Lampiran 9 Perhitungan rata-rata Rating Lingkungan Internal

Kota Larantuka………...………143 Lampiran 10 Perhitungan rata-rata Bobot Faktor Eksternal Kota Larantuka..144 Lampiran 11 Perhitungan Rata-rata Rating Faktor Lingkungan Eksternal

Kota Larantuka ...145 Lampiran 12 Daftar Responden dan Informan ……….……….…….146

(22)

1

Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai Negara. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sudah mulai mengandalkan sektor pariwisata sebagai penghasil devisa. Bagi Indonesia, peranan pariwisata semakin terasa, terutama setelah melemahnya peranan minyak dan gas, walaupun nilai nominalnya dalam dollar sedikit mengalami fluktuasi. Kunjungan wisatawan mancanegara menunjukan trend naik dalam beberapa dasawarsa (Pitana dan Gayatri 2005:5-6). Hal tersebut juga diperkuat oleh Fandeli (1995: 3) yang menyebutkan bahwa “meskipun penanganan pariwisata masih relatif baru, namun perkembangan pariwisata di Indonesia cukup menggembirakan yang ditunjukkan dengan adanya banyak kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan pariwisata”.

Data Litbang Departemen Budaya dan Pariwisata tahun 2000-2007 menunjukan bahwa jumlah wisatawan nusantara mengalami peningkatan sebesar 2.729.499 wisatawan dengan rata-rata perjalanan sebesar 1,95%. Jumlah wisatawan ini meningkat dari 3.769.000 menjadi 5.040.499 wisatawan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Jumlah wisatawan mancanegara juga mengalami pergerakan positif sebesar 441.492 wisatawan, yakni dari 5.064.217 menjadi 5.505.709 wisatawan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir

(23)

menargetkan 7.7 juta wisatawan mancanegara (wisman) melalui slogan pariwisata Indonesia, yaitu Wonderful Indonesia. Hal tersebut disampaikan Jero Wacik selaku menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesi diakses 6 januari 2011). Dari penjelasan angka-angka statistik diatas menunjukan bahwa Indonesia betul-betul serius menangkap peluang yang ada didalam bidang pariwisata.

Namun demikian, meski dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata memberikan dukungan nyata dalam bentuk peningkatan pendapatan melalui perolehan devisa, kegiatan pariwisata juga menimbulkan berbagai dampak sosial, budaya dan lingkungan yang positif maupun negatif oleh karena itu konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan sangat diperlukan didalam mengahadapi tuntutan pergerakan manusia yang semakin meningkat dalam melakukan kegiatan wisata.

Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali di kumandangakan dalam konfrensi di Stockholm pada tahun 1972. Selanjutnya konfrensi ini dikenal dengan “Stockholm Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut: Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs (WCED, 1987 : 8). Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita perlukan dan nikmati) sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Jadi dengan pola

(24)

pembangunan berkelanjutan, generasi sekarang dan generasi yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini.

Salah satu wisata yang sedang dikembangkan dan mendukung pariwisata berkelanjutan adalah wisata spiritual. Jenis wisata ini mulai berkembang dikarenakan sifatnya yang eco-friendly dan juga tekanan hidup yang luar biasa membuat orang cenderung mencari aktifitas/kegiatan yang dapat memberikan keheningan dan ketenangan bathin. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri pariwisata jenis ini masih tergolong baru, perkembangan pariwisata Nusa Tenggara Timur kebanyakan lebih cenderung kepada wisata alam dan budaya. Meski begitu bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung dimana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang

(25)

potensial. Memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources), sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah. Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industry kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan, perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata sebagai berikut :1. Wisata Alam; 2. Wisata Sejarah/Budaya; 3. Wisata Minat Khusus; 4. Wisata bahari. (Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT 2006-2020).

Dengan adanya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No.25 Tahun 2000 yang mengisyaratkan tatanan perubahan dalam pemerintahan, dimana Pemerintah Propinsi dan Kota/Kabupaten memperoleh kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Implikasi dari undang-undang tersebut, setiap daerah akan berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan alamnya yang bersifat fundamental dan multidimensi, tidak hanya sebatas pada bidang politik, ekonomi, tetapi juga dalam sektor pariwisata. Kesempatan ini memacu masing-masing daerah untuk berlomba menggali potensi pariwisatanya

(26)

guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. (Budiastawa 2009).

Kabupaten flores timur merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Nusa tenggara Timur yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata alternatif yakni wisata spiritual. Daya tarik wisata spiritual yang ada di daerah ini yakni di Kota Larantuka. Kota ini memang sudah dikenal sebagai kota tempat para peziarah khususnya bagi umat Kristiani karena memiliki potensi dan keunikan yang merupakan kekhasan dari tempat ini dan menurut kebanyakan orang yang sudah pernah kesana menilai bahwa kota ini lebih cocok sebagai tempat peristirahatan, menghabiskan masa tua, menyepi dari hingar-bingar kegemerlapan dunia modern. Kegiatan spiritual yang ada yaitu perayaan paskah atau yang di daerah setempat dikenal dengan nama semana sancta atau yang dalam tradisi gereja katolik disebut Pekan Suci. Kegiatan ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan pada kenyataannya kegiatan yang biasanya berlangsung sekali setahun yaitu pada bulan april mampu mendatangkan sekitar ribuan peziarah. Para ziarah yang mengikuti kegiatan ini tidak hanya dari sekitar wilayah Nusa Tenggara Timur saja namun ada juga dari Luar wilayah NTT dan bahkan adapula sebagaian peziarah yang datang dari luar negeri.

Selain kegiatan wisata spiritual yang ada, kota Larantuka sendiri juga memiliki berbagai potensi keindahan alam dan budaya yang wajib untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata lain guna menunjang kegiatan wisata spiritual itu sendiri yang diharapkan mampu mewujudkan implementasi dari

(27)

kegiatan pariwisata yaitu dapat mendatangkan devisa dan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

Beranjak dari adanya perkembangan dan peningkatan permintaan (demand) terhadap wisata spiritual di Kabupaten Flores Timur, di satu sisi, dan adanya potensi yang dimiliki di kota Larantuka di sisi lain (supply), maka ini merupakan peluang bagi pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk mengembangkan daya tarik wisata spiritual Kota Larantuka.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelititan terhadap perencanaan pengembangan wisata spiritual Kota Larantuka penting dilakukan untuk dapat menghasilkan suatu rekomendasi kepada Pemerintah Kota Larantuka dalam upaya meningkatkan diversifikasi produk wisata di Kota Larantuka dan mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yaitu:

1.2.1 Apa saja potensi-potensi yang dimiliki kota Larantuka untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual?

1.2.2 Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal Kota Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual?

1.2.3 Bagaimana strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual di kota Larantuka?

1.3 Tujuan Penelitian

(28)

1.3.1 Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan merumuskan strategi dan program pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi potensi dan daya tarik wisata spiritual Kota Larantuka. 1.3.2.2 Mengkaji kondisi lingkungan internal dan eksternal dalam pengembangan

daya tarik wisata spiritual kota Larantuka

1.3.2.3 Merumuskan strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual kota Larantuka

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menerapkan teori-teori yang ada, meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang pariwisata serta sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan daya tarik wisata spiritual.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelititan ini diharapkan memunculkan produk wisata baru khususnya di Kota Larantuka dan menambah diversifikasi daya tarik wisata. Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan bagi instansi terkait, khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Flores Timur dalam menentukan kebijakan dalam mengembangkan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITTIAN

2.1Kajian Pustaka

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini antara lain penelititan tentang wisata spiritual oleh Rogers (2007) tentang ”spectacular spiritual tourism”, membahas tentang perubahan konsep spritual, dimana pada masa lampau spiritual diidentikan dengan agama, namun dengan perkembangan trend menyebabkan turunnya orang yang berpartisipasi pada institusi agama dan upacara dan peningkatan orang yang menyebut dirinya spiritual namun bukan religius. Penelitian ini juga membahas mengenai pengembangan pariwisata pilgrimage dan dampak dari wisata spiritual terhadap kehidupan sosial dan keluarga komunitas pelancong.

Penelitian Rogers diatas dilakukan pada daerah yang telah mengembangkan wisata spiritual sehingga dapat diketahui dampak dari pengembangan wisata spiritual terhadap kehidupan sosial masyarakat dan wisatawan. Sedangkan penelititan ini dilakukan pada daerah yang belum mengembangkan wisata spiritual namun memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual. Untuk itu penelitian diawali dengan mengidentifikasi potensi, menganalisa faktor lingkungan internal dan eksternal, dan kemudian dianalisis dengan menggunakan matriks SWOT untuk dapat menghasilkan strategi dalam pengembangan daya tarik wisata spiritual.

(30)

Selanjutnya penelititan wisata spiritual juga dilakukan oleh Sugiani (2009) tentang ”Strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual kawasan pantai mertasari, Desa Sanur Kauh, Kota Denpasar”. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiani yaitu sama-sama membuat strategi program pengembangan daya tarik wisata spiritual namun perbedaannya yaitu daerah dan objek penelitian yang dilakukan yaitu Sugiani pada Kawasan Pantai Mertasari, Desa Sanur Kauh, Kota Denpasar sedangkan penenlitian ini dilakukan bukan dikawasan pantai namun dilakukan di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Penelitian selanjutnya yang dapat menambah referensi pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariawan (2009) tentang ”Daya Tarik Utama Ashram Ratu Bagus sebagai tujuan pariwisata spiritual dan manfaatnya terhadap wisatawan mancanegara di desa Muncan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem”. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariawan tersebut cenderung melihat aspek ritual dari Agama Hindu dan juga lebih banyak membicarakan tentang tata cara ritual yang ada pada Ashram Ratu Bagus serta mencari manfaat yang diperoleh dari wisatawan mancanegara yang berkunjung.

2.2Konsep Penelitian 2.2.1 Strategi

Menurut Hatten Kinneth J dalam Salusu (1998: 7) menyatakan konsep strategi selalu memberi perhatian serius terhadap perumusan tujuan dan sasaran organisasi. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan yang dihadapi oleh setiap organisasi, sangat berguna dalam

(31)

merumuskan alternatif strategi yang akan memudahkan untuk mengambil keputusan yang tertinggi dalam setiap organisasi kearah yang lebih baik. Pemilihan alternatif yang terbaik dilakukan setelah memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul apabila suatu alternatif dipilih dan dilaksanakan. Konsep stratejik dapat diringkaskan dalam dua istilah, yaitu kompetensi distinktif (distinctive competence) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) atau ada juga menyebutkan keunggulan daya saing yang artinya “garaplah apa yang paling baik”.

Menurut Amirullah (2004: 4) menyatakan strategi sebagai suatu rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Rencana dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga menyebutkan strategi sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Rangkuti (2005: 3) strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Dalam hubungannya dengan perencanaan strategis mempunyai tujuan agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Perencanaan strategis sangat penting utnuk memperoleh keunggulan bersaing dan memilik produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dukungan sumber daya yang ada.

(32)

2.2.2 Pengembangan Kawasan Pariwisata

Dalam pengembangan pariwisata,baik pengembangan destinasi pariwisata, maupun pengembangan daya tarik wisata pada umumnya merupakan bagian dari sebuah strategi dalam upaya memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan kondisi riil daerah setempat, sehingga memberikan nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat di sekitar daya tarik wisata, pemerintah daerah dan wisatawan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke tiga (2005: 538) mendefinisikan pengembangan sebagai suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju sempurna dan berguna. Jadi pengembangan pariwisata merupakan suatu proses atau aktifitas untuk memajukan yang ditata sedemikian rupa dengan memajukan atau memelihara yang sudah ada agar menjadi menarik dan lebih berkembang.

Tahapan pengembangan juga merupakan tahapan siklus evolusi yang terjadi dalam pembangunan pariwisata, sejak suatu daerah tujuan wisata baru ditemukan (discovery), kemudian berkembang dan pada akhirnya terjadi penurunan (decline). Oleh karena itu siklus hidup pariwisata mengacu pada pendapat Butler (1980) yang dikutip oleh Cooper dan Jackson (1997) tentang Tourism Life Cycle dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahap exploration, yang berkaitan dengan discovery yaitu tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh wisatawan, pelaku pariwisata maupun pemerintah. Biasanya jumlah pengunjung sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi, lokasinya sulit dicapai namun

(33)

diminati oleh sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi berminat karena belum ramai dikunjungi.

2. Tahap involvement yang diikuti local control biasanya oleh masyarakat lokal. Pada tahap ini ada inisiatif dari masyarakat lokal, objek wisata mulai dipromosikan oleh wisatawan, jumlah wisatawan meningkat dan infrastruktur mulai dibangun.

3. Tahap development, dimana pada tahap ini menunjukan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan secara drastis, pengawasan oleh lembaga lokal adakala sulit membuahkan hasil, ,masuknya sendiri industri pariwisata dari luar dan kepopuleran kawasan wisata menyebabkan kerusakasn lingkungan alam dan sosial budaya sehingga diperlukan campur tangan dan kontrol penguasa lokal maupun nasional.

4. Tahap consolidation dengan constitutionalism. Pada tahap ini terjadi penurunan tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan. Kawasan wisata dipenuhi oleh berbagai industri pariwisata berupa hiburan dan berbagai macam atraksi wisata.

5. Tahap stagnation yang masih diikuti institutionalism, dimana jumlah wisatawan tertinggi telah tercapai dan kawasan ini telah mulai ditinggalkan karena tidak mode lagi, kunjungan ulang dan para pebisnis manfaatkan fasilitas yang telah ada, ada upaya untuk menjaga jumlah wisatawan secara intensif dilakukan oleh industri pariwisata, dan kawasan ini kemungkinan besar mengalami masalah besar yang terkait dengan lingkungan alam maupun sosial budaya.

(34)

6. Tahap decline, hampir semua wisatawan telah mengalihkan kunjungannya ke daerah tujuan wisata lain. Kawasan ini telah menjadi daya tarik wisata kecil yang dikunjungi sehari atau akhir pekan, beberapa fasilitas pariwisata telah dirubah fungsinya menjadi tujuan lain. Dengan demikian pada tahapan ini diperlihatkan upaya dari pemerintah untuk meremajakan kembali (rejuvenate). Dimana tahapan rejuvenation perlu dilakukan pertimbangan mengubah pemanfaatan kawasan pariwisata, mencari pasar baru, membuat saluran pariwisata baru dan mereposisi atraksi wisata ke bentuk lain.

Dari pernyataan Butler diatas mengenai Tourism Life Cycle, kegiatan pariwisata yang ada di Kota Larantuka berada pada tahap awal yaitu tahap

exploration dimana kota Larantuka mempunyai berbagai potensi daya tarik wisata lain yang masih tergolong baru dan pengunjung yang ada juga hanya sebatas masyarakat sekitar Kota Larantuka dan pengembangan daya tarik wisata tersebut belum terlalu maksimal oleh karena itu pada tahap awal ini diharapkan semua pihak yang terkait dengan pengembangan pariwisata di Kota tersebut dapat saling mendukung sehingga pengembangan daya tarik wisata yang ada kedepannya dapat terus meningkat dan mampu mengeksplorasi setiap keunikan yang ada di daerah tersebut.

Kawasan pariwisata menurut Undang-Undang no. 9 tahun 1990, menyebutkan kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Dalam Undang-Undang no. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan pasal 1 menyebutkan yang dimaksud dengan kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki

(35)

fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Selanjutnya pada pasal 14 ayat 1b dan penjelasannya menyebutkan usaha kawasan pariwisata merupakan kegiatan yang menyediakan barang dan jasa atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan penyelenggara pariwisata.

Kawasan wisata yang direncanakan dalam pengembangannya harus memperhatikan karakteristik sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial dalam pengembangannya. Paturusi (2008: 91) menyebutkan bahwa perencanaan kawasan pariwisata hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut; (1) memiliki peran pelestarian khusus, seperti pantai, danau, kawasan suci, kawasan arkeologi, (2) pemeliharaan lingkungan dengan panorama hijau sepanjang koridor menuju kawasan perencanaan, (3) pengelompokan fasilitas dan kegiatan berdasarkan jenis kegiatan (perbedaan zona bisnis dan tenang) dan sifat kegiatan (privatisasi tinggi dan zona public), (4) penempatan akomodasi pada pemandangan yang menarik, (5) fasilitas hiburan dan komersial hendaknya direncanakan memusat sehingga mudah dicapai oleh pengunjung, (6) pengawasan dan pembatasan pencapaian ke arah kawasan wisata untuk menghindari kemacetan lalulintas, (7) adanya kawasan penyangga (zona hijau dan pemukiman) antara kawasan wisata dengan sekitarnya, (8) pertimbangan jaringan infrastruktur (penerangan, air bersih, telepon, limbah dan pengelolaan sampah).

(36)

Jadi kawasan pariwisata merupakan wilayah budidaya yang mempunyai nilai strategis yang diprioritaskan pengembangannya dengan fungsi utama pariwisata. 2.2.3 Daya Tarik Wisata

Pariwisata akan dapat lebih berkembang atau dikembangkan jika suatu daerah terdapat lebih dari satu jenis objek dan daya tarik wisata (Marpaung, 2002).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Menurut Yoeti (2006: 167) secara garis besar ada empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan datang pada suatu negara daerah tujuan wisata tertentu yaitu:

a. Natural Attraction, termasuk dalam kelompok ini adalah pemandangan (landscape), pemandangan laut (seascape), pantai (beaches) danau (lakes), air terjun (waterfall), kebun raya (national park), agrowisata (ogrotourism), gunung berapi (volcanos), termasuk pula flora dan fauna.

b. Build attraction, termasuk dalam kelompok ini antara lain bangunan dengan arsitektur yang menarik, seperti rumah adat, dan termasuk bangunan kuno dan modern seperti Opera Building (Sydney), WTC (New York), Forbiden City (China), atau Big Ben (London), TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan daya tarik buatan lainnya.

(37)

c. Cultural Attraction, dalam kelompok ini termasuk diantaranya peninggalan sejarah (historical Building), cerita-cerita rakyat (folklore), kesenian tradisional (traditional dances), museum, upacara keagamaan, festival kesenian dan semacamnya.

d. Social Attraction, yang termasuk kelompok ini adalah tata cara hidup suatu masyarakat (the way of life), ragam bahasa (languages), upacara perkawinan, potong gigi, khitanan atau turun mandi dan kegiatan sosial lainnya.

Menurut Cooper (1993) unsur-unsur yang menentukan keberhasilan sebagai daerah tujuan wisata adalah : (a). Atraksi wisata (Attraction) yang meliputi atraksi alam dan buatan; (b). Kemudahan untuk mencapai akses (access) seperti ketersediaan transportasi lokal baik darat, laut maupun udara beserta sarana dan prasarana pendukungnya; (c). Kenyamanan (amenities) seperti kualitas akomodasi, ketersediaan restoran, jasa keuangan, keamanan serta jasa pendukung; (d). Jasa pendukung yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta (ancilary service) termasuk didalamnya peraturan / perundang-undangan tentang kepariwisataan.

2.2.4 Wisata Spiritual

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, disebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu tertentu.

(38)

Menurut Nyoman S. Pendit, (1994) disebutkan bahwa pariwisata dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tujuannya, dan salah satunya yaitu: Wisata Spiritual yaitu wisata yang dilakukan karena adanya dorongan untuk melakukan ibadah ke suatu tempat. Secara detail definisi spiritual dalam bukunya yang sama yaitu Ilmu Pariwisata yaitu: jenis wisata yang banyak dikaitkan dengan agama, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau ke gunung yang dianggap keramat.(dikutip dari tanggal 17 agustus 2011).

Pengertian tentang wisata spiritual juga dikemukakan oleh BaliTravel News 2008 (dalam Susanty 2009) dimana wisata spiritual adalah salah satu kegiatan minat khusus, yaitu perjalanan wisata menuju tempat-tempat suci untuk melaksanakan kegiatan spiritual berupa sembahyang, yoga, meditasi, konsentrasi, dekonsentrasi, dan istilah lainnya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Wisata spiritual meliputi:

1. Wisata religi; perjalanan wisata terkait dengan sistem kepercayaan (agama tertentu) misalnya: mengunjungi tempat-tempat suci, tempat-tempat bersejarah, makam-makam orang suci.

2. Wisata meditasi; mengunjungi tempat-tempat yang hening, tenang dan damai untuk penenangan diri, penjernihan pikiran misalnya goa-goa

(39)

3. Wisata olah raga spiritual; latihan senam yoga (Bali travel News 2008 dalam Susanty 2009)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III (2001:1087) yang dimaksud spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani dan bathin). Dewasa ini, pengaruh globalisasi membuat orang menyatakan diri sebagai spiritual bukan religius. Orang berusaha mengambil intisari sejumlah filsafat dan sistem kepercayaan di seluruh dunia (Rogers, 2002).

Haq dan Jackson (2006) menyatakan bahwa wisatawan spiritual adalah seseorang yang mengunjungi tempat diluar ia biasa berada, dengan keinginan untuk mencari pertumbuhan spiritual, yang sifatnya religious, non-religious,

sacral, ataupun sekedar mencari pengalaman, tanpa memperhitungkan tujuan utama melakukan perjalanan.

Dilihat dari wisatawan yang melakukan wisata spiritual, Mckercher (dalam Haq and Jackson, 2006) mengklarifikasikan sebagai berikut:

1. Purposeful spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual pribadinya menjadi alasan utama berkunjung dan wisatawan ini memiliki minat yang sangat kuat.

2. Sightseeing spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual pribadi menjadi alasan utama berkunjung, namun pengalaman spiritualnya lebih rendah.

3. Casual spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual individu merupakan motivasi yang umum untuk juga memiliki pengalaman spiritual yang rendah.

(40)

4. Incidental spiritual tourist, yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan spiritual individu bukanlah unsur pengambilan keputusan berwisata, namun dalam perjalanan tidak sengaja menikmati liburan spiritual.

5. Serendipitious spiritual, yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan spiritual pribadi bukan sebagai unsur yang mempengaruhi keputusan berwisata, namun mereka mendapatkan pengalaman spiritual mendalam setelah perjalanan.

Dari konsep-konsep di atas maka kegiatan Pekan Suci (Semana Sancta) di Kota Larantuka dapat dikatakan sebagai salah satu daya tarik wisata spiritual. 2.3Landasan Teori

Dalam menganalisis pengembangan ”Perayaan Paskah” sebagai daya tarik spiritual, ada beberapa pendekatan yang digunakan antara lain teori perencanaan, teori perubahan sosial, teori adaptasi,teori motivasi dan teori SWOT.

2.3.1 Teori Perencanaan

Definisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya dalam tingkat yang lebih rumit dimana adanya pengaruh internal dan eksternal yang cenderung sulit untuk dikendalikan, perencanaan dapat berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat dikontrol (noncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan 2005:#).

(41)

Menurut Conyers dan Hills dalam Arsyad (1999: 19), perencanaan adalah: ”suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang”.

Menurut Yoeti (2007, 50-52) ada beberapa alasan mengapa perencanaan diperlukan :

a. Memberi pengarahan

Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasi atau tim mengetahui apa yang hendak dilakukannya dan ke arah mana yang akan dituju, apa yang akan dicapai.

b. Membimbing kerjasama

Perencanaan dapat membimbing para petugas untuk tidak bekerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, ia merasa sebagai bagian dari suatu tim, di tempat tugas seorang banyak tergantung dari tugas lainnya.

c. Menciptakan koordinasi

Bila dalam suatu proyek masing-masing keahlian berjalan terpisah, kemungkinan besar tidak akan tercapai suatu inkrenisasi dalam pelaksanaan. Karena itu sangat diperlukan adanya koordinasi antara beberapa aktifitas yang dilakukan.

d. Menjamin tercapainya kemajuan

Suatu perencanaan pada umumnya telah menggariskan suatu program yang hendak dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggungjawab tiap individu atau tim dalam proyek. Bila ada penyimpangan antara yang telah direncanakan dengan apa yang telah dilaksanakan, akan segera dapat dihindarkan.

(42)

Dengan demikian akan dapat dilakukan koreksi pada saat diketahui, sehingga sistem ini akan mempercepat penyelesaian suatu proyek.

e. Untuk memperkecil resiko

Perencanaan mencakup mengumpulkan data yang relevan (baik yang tersedia, maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati menelaah segala kemungkinan yang terjadi sebelum diambil suatu keputusan. Keputusan yang diambil atas dasar intuisi, tanpa melakukan suatu penelitian pasar atau tanpa melakukan perhitungan

rates of return on investment, sangat dikhawatirkan akan menghadapi resiko besar. Karena itu perencanaan lebih memperkecil resiko yang timbul berlebihan. f. Mendorong dalam pelaksanaan

Perencanaan terjadi agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melaui inisiatif sendiri. Itu pulalah sebabnya untuk mencapai hasil diperlukan tindakan, namun demikian untuk melakukan tindakan dibutuhkan suatu perencanaan dan program. Disamping itu untuk membuat suatu perancanaan diperlukan suatu kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk mengetahui data yang perlu dikumpulkan, kita memerlukan tujuan yang hendak dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives) diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Jadi perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara pemikiran (thought) danpelaksanaan (action). Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa “thought without action is merely philosophy, action without thought is merely stupidity”.

(43)

2.3.2 Teori Perubahan Budaya

Teori perubahan budaya yang berkembang dewasa ini banyak dipengaruhi oleh teori Darwin yang terkenal dengan teori evolusi. Proses evolusi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan alam, sehingga hanya yang kuatlah yang dapat bertahan hidup sedangkan yang lemah akan tergeser karena tidak berdaya menghadapi perubahan lingkungan.

Steward maupun Harsojo adalah dua tokoh yang mengembangkan teori Darwin. Steward (dalam Kaplan dan Manners, 2000 : 63-64) yang terkenal dengan teori evolusionisme multilinier mengemukakan bahwa proses perkembangan berbagai kebudayaan itu memperlihatkan adanya beberapa proses perkembangan sejajar. Kesejajaran itu terutama nampak pada unsur yang primer sedangkan unsur kebudayaan yang sekunder tidak nampak perkembangan yang sejajar dan hanya nampak perkembangan yang khas. Proses perkembangan yang tampak sejajar mengenai beberapa unsur kebudayaan primer disebabkan karena lingkungan tertentu memaksa terjadinya perkembangan kearah tertentu.

Teori ini didukung oleh Stark (1987: 440) yang mengungkapkan bahwa perubahan yang terjadi dalam lingkungan fisik sering diikuti oleh perubahan sosial budaya. Menurut Kaplan (2000:89), perubahan yang terjadi pada masyarakat dan budaya akan bisa mengalami transformasi drastis, dan ada pula masyarakat budaya yang sepenuhnya terserap. Pengaruh wisata terjadi karena kegiatan pariwisata harus ditunjang dengan prasarana dan sarana pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata seperti hotel, restoran, artshop dan berbagai lainnya, mengakibatkan perubahan lingkungan fisik.

(44)

Teori ini digunakan untuk mempertajam analisis dalam upaya menjawab rumusan masalah kedua dalam penelitian ini yang berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik internal dan eksternal pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

2.3.3 Teori Adaptasi

Menurut pandangan teori ini dengan adanya perubahan lingkungan, baik yang terjadi dengan cepat maupun lambat, orang akan berusaha mengadaptasi dirinya terhadap perubahan tersebut. Kendatipun adakalanya orang tidak berhasil mengadaptasi perubahan itu, sehingga menghasilkan sifat (perilaku) yang tidak sesuai dengan lingkungan. Jelasnya jika lingkungan (habitat) mengalami perubahan, maka langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku penghuninya (Soemarwoto, 2001 :45). Swarbrooke (1998: 71) menjelaskan dengan lebih jelas, bahwa kunjungan wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata menyebabkan terjadinya proses adaptasi, baik adaptasi terhadap lingkungan fisik maupun kultural masyarakat setempat. Hal ini terjadi karena perbedaan latar belakang kehidupan antara wisatawan yang datang dengan masyarakat dan lingkungan yang dikunjunginya.

Berdasarkan teori tersebut, dengan berkembangnya daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka akan mendorong terjadinya perubahan terhadap lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat, baik yang terjadi dengan cepat maupun lambat. Perubahan tersebut berakibat pada terjadinya adaptasi oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat merumuskan strategi pengembangan yang mempertimbangkan proses adaptasi

(45)

yang terjadi di masyarakat yang ditimbulkan akibat dikembangkannya daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

2.3.4 Teori SWOT

Berkembangnya penemuan-penemuan baru di bidang teknologi berdampak terhadap berkembangnya organisasi dan kegiatan bisnis di tahun 1990-an sehingga terjadi perubahan konsep persaingan dalam bisnis. Pada periode sebelumnya persaingan merupakan kegiatan pembuatan produk sebanyak-banyaknya atau lebih dikenal dengan periode produksi masal dan produsen dapat memaksakan kehendaknya kepada konsumen. Namun selanjutnya adalah kebalikannya, yaitu pada abad ke – 21 dimana masing-masing negara di muka bumi ini sudah tidak memiliki batas ruang dan waktu. Pada era sebelumnya produsen dapat memaksakan kehendaknya kepada konsumen namun yang terajdi sekarang adalah kebalikannya yaitu konsumenlah yang justru memaksakan kehendaknya kepada produsen. Produsen dipaksa untuk membuat produk yang sesuai dengan nilai dan keinginan konsumen. Oleh sebab itu reorientasi perencanaan strategis sangat diperlukan.

Proses pengambilan keputusan strategis dan kebijakan perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, dan Threat).

Rangkuti (2005) menyebutkan SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan

(46)

eksternal Peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opprtunies)

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Dalam penelitian ini, teori SWOT digunakan untuk mempertajam analisis dalam upaya menjawab rumusan masalah kedua yaitu analisis lingkungan internal dan eksternal Kota Larantuka untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual dan permasalahan ketiga yaitu tentang strategi dan program yang relevan dalam pengembangan daya tarik wisata spiritual Kota Larantuka.

2.3.5 Teori Motivasi

Kata motivasi berasal dari kata ”motive” yang berarti menyebabkan (seseorang) melakukan dengan cara tertentu; atau merangsang keinginan. Lebih jauh, Abraham Maslow membuat model hierarki motivasi yang lebih dikenal dengan teori Motivasi Maslow. Adapun hierarki motivasi ini didasarkan pada kebutuhan manusia dari yang paling rendah ke arah yang lebih tinggi sebagaimana dikutip oleh Gilbert (1993: 21), yaitu :

1. Fisiologis lapar, haus, istirahat, beraktivitas.

2. Keamanan (safety and security) bebas dari rasa takut dan kekhawatiran. 3. Rasa memiliki dan kasih sayang, memberi dan menerima cinta.

4. Pengharapan-pengharapan terhadap diri sendiri dan pengahrapan untuk orang lain.

(47)

Dalam konteks pariwisata, motivasi manusia melakukan perjalanan menjadi penting untuk mengetahui alasan wisatawan bepergian, maka dalam lingkup yang lebih luas, komponen pariwisata lainnya (pemerintah penyedia bisnis, dan masyarakat lokal) dapat mengantisipasi, kebutuhan wisatawan tersebut. McIntosh dan Goeldner (1986:124-125) membedakan motivasi wisatawan menjadi empat kategori motivator, yaitu:

1. Motivator fisik, yaitu motivator yang berkaitan dengan aktifitas fisik, misalnya olah raga, rekreasi pantai, hiburan yang menyegarkan, dan motivasi lainnya yang secara langsung berhubungan dengan kesehatan. 2. Motivator budaya, yaitu motivator yang dapat diidentifikasikan melalui

hasrat untuk mengetahui tentang suatu daerah, musik, seni, cerita rakyat, tarian, lukisan, maupun agama mereka.

3. Motivator interpersonal, motivator yang berkaitan dengan hasrat untuk menemui orang baru, mengunjungi teman atau keluarga, menjauhkan diri dari rutinitas atau mencari pengalaman baru yang berbeda.

4. Motivator prestise dan status, yaitu motivator yang berkaitan dengan kebutuhan ego dan pengembangan pribadi, misalnya perjalanan untuk bisnis konvensi, studi, dan yang berkaitan dengan hobi dan pendidikan. Keinginan atas pengahrgaan perhatian, pengetahuan dan reputasi yang baik dapat dipenuhi selama perjalanan.

Pada umumnya manusia menginginkan adanya keseimbangan dalam hidupnya. Secara psikologis, dapat dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap keseimbangan dalam kehidupannya tercermin pada usaha menyeimbangkan,

(48)

misalnya antara kerja – istirahat, melek – tidur, bergerak – santai, pendapatan – pengeluaran, kerja – keluarga, kebebasan – ketergantungan, maupun resiko – keamanan. Oleh karena itu, meninggalkan rutinitas disela-sela kehidupannya, manusia melakukan perjalanan adalah salah satu hal penting untuk menyegarkan tubuh dan jiwa, memberikan vitalitas, dan memberikan arti baru pada kehidupan (Krippendorf, 1987; 15-16). Lebih jauh, Darm (1981) sebagaimana dikutip oleh Gilbert (1993:22) menekankan bahwa ada tujuh elemen dalam motivasi berwisata:

1. Perjalanan sebagai jawaban atas apa yang dirasakan masih kurang. Pendekatan ini menjelaskan bahwa wisatawan melakukan hal tersebut karena termotivasi untuk mengalami fenomena yang berbeda dari yang ada di lingkungan rumahnya.

2. Daya tarik (pull) destinasi sebagai respon terhadap daya dorong (push) motivasi. Pendekatan ini menjelaskan motivasi individu wisatawan pada tingkat hasrat dorongan (push desire) dan daya tarik (pull) suatu destinasi atau daya tarik wisata.

3. Motivasi sebagai fantasi. Ini adalah bagian dari dua faktor pertama tersebut dan menjelaskan bahwa wisatawan berwisata untuk berperilaku seperti hal-hal yang secara budaya tidak ada di tempatnya.

4. Motivasi sebagai tujuan yang diklasifikasikan. Kategori yang luas ini meliputi tujuan utama sebagai motivator dalam perjalanan, misalnya mengunjungi kerabat dan teman, menikmati liburan, atau studi.

5. Tipologi motivasional. Tipologi ini berkaitan dengan tipologi perilaku wisatawan, misalnya perilaku wisatawan yang mencari amenities yang

(49)

lebih baik dari yang ada di tempatnya digolongkan sebagai sunlust.

Perilaku wisatawan yang berani mengalami keanehan dan sesuatu yang tak dikenal digolongkan sebagai wonderlust.

6. Motivasi dan pengalaman wisatawan. Pendekatan ini dikarakterisasikan oleh debat yang berkaitan dengan keaslian pengalaman wisatawan dan tergantung pada kepercayaan wisatawan.

7. Motivasi sebagai auto-definisi dan arti. Cara wisatawan mendefinisikan situasi mereka akan memberikan pengertian yang lebih besar terhadap motivasi wisatawan ketimbang hanya mengobservasi perilaku mereka. 2.4Model Penelitian

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang dirumuskan diatas, diperlukan kerangka konsep atau model yang merupakan abstraksi dari penelitian ini. Secara kualitatif penelitian ini diawali dengan adanya pengembangan pariwisata khususnya pariwisata budaya di Kota Larantuka dan merupakan sektor andalan bagi pertumbuhan perekonomian Kota Larantuka. Pemerintah Kota Larantuka memegang peranan penting dalam pengembangan kepariwisataan di Kota Larantuka. Salah satu program Pemerintah Kota Larantuka dalam bidang kepariwisataan yaitu mendorong pengembangan dan daya tarik wisata secara bersama-sama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

Mengikuti trend perkembangan kepariwisataan akhir-akhir ini, maka salah satu daya tarik wisata yang dapat dikembangkan yaitu daya tarik wisata spiritual. Kota Larantuka memiliki potensi yang mendukung pengembangan daya tarik wisata spiritual tersebut.

(50)

Dalam upaya pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka, maka terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap kondisi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan kondisi lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). Dalam upaya pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka, beberapa konsep dan teori digunakan. Konsep yang digunakan antara lain (1). Strategi Pengembangan, (2). Daya Tarik Wisata (3). Wisata Spiritual. Sedangkan teori yang digunakan yaitu (1). Teori Perencanaan, (2). Teori Perubahan Budaya, (3). Teori Adaptasi, (4). Teori Motivasi dan (5). Teori SWOT.

Dari pemikiran diatas dirumuskan tiga permasalahan yaitu (1). Apa potensi yang dimiliki Kota Larantuka untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual., (2). Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal Kota Larantuka untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata spiritual, (3). Bagaimana strategi dan program yang relevan dalam pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka.

Gambar

Tabel 3.1 Matriks IFAS (Internal Factors Analysis Summary)
Tabel 3.3 Matriks Analisis SWOT          IFAS  EFAS  Strength (S)  Tentukan 5 –  10 faktor kekutatan Internal  Weaknesses (W)  Tentukan 5 –  10 faktor kelemahan internal  Opportunities (O)  Tentukan 5 –  10 faktor  peluang eksternal  Strategi S O
Gambar 4.1Peta Kabupaten Flores Timur
Gambar 4.2 spanduk bertuliskan ucapan selamat datang kepada para peziarah  Sumber: Dokumentasi peneliti 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penghuni tentang personal hygiene dan sanitasi dasar, komponen fisik dan

Terdapat lima nilai budaya dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi, yakni (1) hubungan manusia dengan Tuhan, yang salah satunya adalah melalui bersyukur (2) hubungan

Hasil simulasi yang diperoleh menunjukkan bahwa aliran berayun dalam kolom yang dipasang sekat dinding mempunyai pola aliran yang lebih kocar-kacir dibandingkan dengan kolom

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian atas kualitas pelayanan suatu perusahaan terhadap kepuasan konsumen, dengan topik penelitian

Hasil penelitian sebagian besar suami mendukung dalam pemberian ASI ekslusif, hal ini dikarenakan suami dari responden dapat memuji istrinya jika istrinya

Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Sosiologi Kelas X IIS 1 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2016/2017,

Berdakwah, beramar makruf dan bernahi munkar adalah salah satu fungsi strategis kekhalifahan manusia, fungsi tersebut berjalan terus-menerus seiring dengan

Salah satu hal yang membuat Amerika Serikat lebih berhati hati dan penuh pertimbangan dalam menentukan kebijakan politik luar negerinya terhadap pengembangan nuklir Korea Utara