• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI AEROB DAN ANAEROB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI AEROB DAN ANAEROB"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i

PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL

MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI

AEROB DAN ANAEROB

SKRIPSI

ROSMALINDA 09C104320113

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

(2)

PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL

MENGGUNAKAN METODE FERMENTASI

AEROB DAN ANAEROB

ROSMALINDA 09C10432113

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

(3)
(4)
(5)

v DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, pada Tanggal 02 Januari 1992. Penulis merupakan anak ke empat dari lima orang bersaudara. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Meulaboh, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di sekolah SMPN 3 Meulaboh dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas Teuku Umar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta lulus sebagai mahasiswa Universitas Teuku Umar Angkatan 2009.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Praktikum beberapa mata kuliah dan bahkan pernah menjadi ketua Asisten Praktikum mata kuliah, Adapun mata kuliahnya yaitu Kimia Dasar, Pengantar Biokimia, Biologi Perikanan, Fisiologi Ikan dan Avetebrata. Dan juga selama mengikuti perkuliahan penulis sering mengikuti kegiatan-kegiatan dikampus baik berupa kegiatan seminar maupun yang lainnya.

Sebagai penambah wawasan pendidikan perikanan penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang pada tahun 2012 di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Kelas I Aceh dengan judul “Identifikasi Mikotik Pada Ikan Yang

Dilalulintaskan di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Kelas I Aceh”.

(6)

berjudul ” Produksi Pakan Ikan Dari Limbah Lokal Menggunakan Metode

(7)

vii

Skripsi Ini Dipersembahkan

“Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah

lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan,

sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)

Alhamdulillahirrabil’alamin

Sebuah Langkah Telah Berhasilku ku gapai, Berkat Rahmat Mu hidupku memiliki sebercah harapan untuk terus menatap kedepan, Doa ku pada Mu teruslah beri ilmu yang bermanfaat untuk ku dan semoga jalanku menuju jalan- Mu....

"Barangsiapa yang melalui suatu jalan guna mencari ilmu pengetahuan, niscaya Allah SWT akan memudahkan baginya jalan

ke surga." ( H.R Imam Muslim ra ) Ini adalah awal dan akhir bagi ku..

Awal dari sebuah perjuangan dan akhir dari sebuah perjalanan... dan menuju perjalanan yang baru...

Terima Kasih...Untuk semua yang telah ku terima selama ini, mungin kata terima kasih tak cukup untuk hidup dan berdiri diantara kalian..

Walaupun kita tak seperti keluarga yang lain, tapi ini lah kita, yang berdiri didalam keluarga yang paling bahagia sedunia dan aku bersyukur terlahir diantara kalian..

Terima kasih untuk Keluarga bahagiaku.. Ahmad K.I ( Ayah ) & Asiyah Nyak Cut ( Ibu )... B’ emi (Abang ), K’ema (kakak), B’edi (Ulem), Elli (adik)..

Pak Ris dan kk ida (saudara ipar)..

dan yang terakhir Muhammad Qusyairi dan

(8)

 Untuk kalian yang telah membantuku menyelesaikan sebuah karya kecil ini juga ku ucapkan terima kasih ,..

Hidupku tak akan seindah ini apabila kau tak memiliki keluarga dan kalian...

Terima kasih kepada ibu Uswatun Hasanah (bu usi), bu erlita, Pak Afrizal Hendri, Pak Husni Yulham, Kakak Asmaul Husna, Eka juniar, Reska Tini Ulflah...

Try Rudi Andhica (b’dika), Radhi Fadhillah (b’radi), Armansyah (b’arman)….

Sri Ayu Insani (kk iin), Yandi Mirza (b’yandi), Wahyu Syahputra, Mutya Ramadhaniati, Zul fadhli (b’ipan), Yori sayhril (b’yori), Adi Putra (b’adi), Jaliadi (b’jal), ...

K’Fachrul Razi, K’Sherly Marshelina,K’Tabrani, Agus, Ika Bela, Leni Marlina, Ayun, Heri, Silvi, Satria....

Maret, Ima, Neki, Iis, Heni, Feli, Iwan, Eka... Untuk Community Eel...

Yusran, Hamidi, Ayu, Teuku, Budi, Ayed, Semi, b’romi, Deniel, Saipol, TM, Kausar, Hendra Komting, Cut devi, Ida, Ningsih, Musaimin, Eni, Icut, Riska, Nila, Diana, mira dan untuk semua angkatan 2009, Salam kompak !!!

Terima Kasih Khususku Untuk

Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Aceh Barat & Dewan Kerja Cabang Aceh Barat

Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang

lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi

menyia-nyiakannya. (Ali bin Abi Thalib)

Tetaplah tersenyum walau hatimu sedang menangis, dan jangan pernah biarkan senyum

itu hilang diwajahmu, karena pasti ada seseorang yang bahagia dengan melihat

(9)

ix PRODUKSI PAKAN IKAN DARI LIMBAH LOKAL MENGGUNAKAN

METODE FERMENTASI AEROB DAN ANAEROB

Oleh

Rosmalinda1) Uswatun Hasanah2) Erlita2)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan formulasi pakan dengan konsentrasi yang tinggi dan diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah dengan metode fermentasi. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan dengan tahapan pertama yaitu optimasi fermentasi aerob, tahapan kedua yaitu optimasi fermentasi anaerob dan tahapan ketiga yaitu produksi pakan hasil fermentasi. Proses optimasi fermentasi aerob menggunakan perbandingan kotoran kerbau dan dedak mampu menghasilkan ulat dengan berat 597 gram dan kadar protein 14,83% dengan menggunakan perlakuan nisbah kotoran kerbau : dedak (4 : 3) (b/b) dan tingkat pengulangan tiga kali. Proses optimasi fermentasi anaerob menggunakan perbandingan kotoran kerbau : sagu : dedak mampu menghasilkan kandungan protein 8,4069% pada perlakuan optimasi nisbah (4 : 4 : 3) (b/b/b). Pembuatan pakan ikan hasil fermentasi mampu menghasilkan konsentrasi protein 22,1108% pada perlakuan tepung aerob 40%. Pada uji tingkat kehalusan pakan, semua percobaan tergolong halus. Untuk uji tingkat kekerasan pakan, pakan mampu pecah dengan beban 205,33 gr pada perlakuan tepung aerob 40% dan daya apung pakan mencapai 1,61 menit dan daya tahan dalam air selama 16,43 menit yaitu pada perlakuan tepung aerob 40%.

(10)

PRODUCING FISH FEED FROM LOCAL WASTE BY USING AEROBIC AND ANAEROBIC FERMENTATION

By

Rosmalinda1) Uswatun Hasanah2)Erlita2)

ABSTRACT

This research aims at determining feed formulation with high concentration which is made of waste material and is produced by using fermentation method. Three steps were done in this research. The first step was optimizing aerobic fermentation. Optimizing anaerobic fermentation was the second step. Finally, producing feed by fermentation of buffalo dung and bran can result maggot of being 597 gr and protein amount of being 14.83 %. It was done through ratio treatment of buffalo dung : bran (4 : 3 (b/b)) and three time repetitions. Optimizing process of anaerobic fermentation used buffalo dung : sago : bran can produce protein of being 8.4069 % at ratio treatment (4 : 4 : 3 (b/b/b)). Producing fish feed through fermentation can produce protein concentration of being 22.1108 % at 40% aerobic flour treatment. At a smoothness test feed, all trials classified as fine. To test the level of hardness of feed, feed capable broke with a load of 205.33 g at 40% aerobic treatment of flour and feed achieve buoyancy and resistance of 1.61 minutes for 16.43 minutes in water that is at 40% aerobic treatment of flour.

(11)

xi KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Produksi Pakan Ikan Dari Limbah Lokal Dengan Menggunakan Metode Fermentasi Aerob dan Anaerob. Selanjutnya salawat beserta salam kita sanjungkan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.

Kata-kata terima kasih penulis sampaikan :

1. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta civitas akademik yang telah banyak mendukung sehingga penyelesaian skripsi ini lancar.

2. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa dan bimbingan, kasih dan sayang serta perhatiannya selama ini yang tidak pernah habisnya untukku. Untuk saudara-saudaraku terima kasih telah memberi semangat untukku sehingga dapat temotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Uswatun Hasanah, S.Si., M.Si dan Ibu Erlita, S.Pi. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberi arahan dan menuangkan ide-idenya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Teman-teman angkatan 2009 serta rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian ini.

Akhir kata tiada gading yang tak retak begitu juga dengan skripsi ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan guna untuk ilmu di masa yang akan datang.

Semoga rahmat dan hidayah serta lindungan-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua selaku orang-orang yang selalu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Amin…

Meulaboh, 12 April 2014

(12)

DAFTAR ISI

3.3.2 Optimasi Fermentasi Anaerob ... 21

3.3.3 Proses Produksi Pakan Dari Hasil Fermentasi ... 22

(13)

xiii

3.4.1 Uji Fisika ... 23

3.4.2 Uji Kimia ... 25

3.5 Rancangan Percobaan ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Optimasi Fermentasi Aerob ... 28

4.2 Optimasi Fermentasi Anaerob ... 30

4.3 Pakan Hasil Fermentasi ... 34

4.3.1 Uji Kimia ... 34

4.3.2 Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi ... 37

a. Tingkat Kehalusan ... 37

b. Tingkat Kekerasan ... 37

c. Daya Tahan Pakan ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi unsur hara kotoran kerbau ... 7

2. Kandungan nutrisi dedak ... 8

3. Kandungan proksimat kakao ... 9

4. Kandungan nutrisi sagu ... 10

5. Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerob ... 16

6. Alat yang digunakan pada penelitiaan ... 19

7. Bahan yang digunakan pada penelitiaan ... 20

8. Penerapan perlakuan tahap fermentasi aerob ... 26

9. Pernerapan perlakuan fermentasi anaerob ... 27

(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema proses fermentasi ... 12

2. Grafik berat ulat hasil fermentasi ... 28

3. Grafik kadar protein hasil fermentasi anaerob ... 31

4. Grafik kadar protein pakan hasil fermentasi ... 35

5. Grafik Tingkat Kekerasan Pakan ... 38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alur Optimasi Fermentasi Aerob ... 44

2. Alur Optimasi Fermentasi Anaerob ... 45

3. Perhitungan Bujur Sangkar Pembuatan Pakan... 46

4. Analisis Data Hasil Fermentasi Aerob ... 50

5. Analisis Data Hasil Fermentasi Anaerob ... 52

6. Analisis Data Protein Pakan Hasil Fermentasi ... 54

7. Hasil Uji Analisis Setiap Optimasi ... 56

8. Hasil Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi ... 57

(17)

xvii I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha budidaya ikan yang semakin intensif menuntut ketersediaan makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan. Oleh karena itu masalah penggadaan makanan perlu ditangani secara sungguh-sungguh, sebab apabila penggadaan makanannya tidak seimbang dengan usaha intenfikasi yang semakin meningkat hasilnya tidak akan seimbang (Endar, 2005).

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya ikan. Disatu sisi pakan merupakan sumber materi dan energi untuk menopang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dan disisi lain pakan merupakan komponen terbesar (50% - 70%) dari biaya produksi. Oleh karena itu, pakan yang diberikan kepada ikan harus selalu diusahakan seefisien mungkin karena nilai efisiensi pakan ini secara langsung akan berkaitan dengan besar kecilnya profit pada kegiatan budidaya ikan (Yulfiperius, 2008).

Pakan yang selama ini digunakan oleh para pembudidaya ikan adalah pakan komersil yang memiliki harga yang mahal. Pada dasarnya pakan alternatif bisa diramu sendiri dengan melihat karakteristik bahan baku yang dipilih harus tetap terjaga ketersediaannya secara kualitas dan kuantitas. Disamping itu, bahan baku ini harus mudah diperoleh, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, ekonomis dan tersedia sepanjang waktu (Gusrina, 2008).

(18)

kadar lemak sebesar 11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat masing-masing dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82% (Miskiyah, 2006).

Pengolahan dengan menggunakan metode fermentasi dapat meningkatkan kadar nutrisi dalam bahan baku yang terfermentasi, sehingga dapat menghasilkan pakan buatan yang mengandung nutrisi dan bisa dimanfaatkan oleh ikan. Selain itu ketersediaan limbah ini cukup banyak di Aceh, khususnya Aceh Barat. Limbah ini juga memilki nilai nutrisi yang dibutuhkan ikan dan sangat ekonomis sehingga memenuhi suatu karakterisktik pemilihan bahan baku pakan. Pakan yang akan diramu harus memerhatikan nutrisi dari suatu pakan yang harus benar-benar terkontrol dan memenuhi kebutuhan dari ikan. Selain dari nutrisi, sifat fisik dan nilai proksimat seperti kandungan protein dari suatu pakan juga harus diperhatikan sehingga dapat mengetahui kualitas dari pakan yang diramu. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang proses produksi pakan ikan dari limbah lokal dengan menggunakan metode fermentasi.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses fermentasi aerob yang optimal dan menghasilkan ulat yang maksimal

2. Untuk mengetahui proses fermentasi anaerob yang optimal dengan kandungan protein yang tinggi dari bahan baku hasil fermentasi

(19)

xix 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Menentukan proses fermentasi aerob yang optimal untuk menghasilkan ulat yang maksimal.

2. Menentukan proses fermentasi anaerob yang optimal untuk menghasilkan bahan baku pakan yang bernilai protein tinggi.

3. Mendapatkan formulasi pakan yang optimal dengan kandungn protein yang tinggi dari bahan baku hasil fermentasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menjadi informasi mengenai mutu dan kualitas dari suatu pakan yang diproduksi menggunakan limbah lokal sebagai bahan baku penyusun pakan sehingga dapat menekan penggunaan tepung ikan dalam formulasi pembuatan pakan ikan.

2. Dapat menjadi referensi mengenai pemanfaatan limbah lokal yang ada di Aceh Barat sehingga limbah lokal dapat termanfaatkan dengan baik.

1.5 Hipotesis

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi Pakan Ikan (Pakan Buatan)

Menurut Mudjiman (2004), Makanan buatan merupakan makanan yang dibuat dengan bentuk khusus sesuai keinginan dan diramu dari berbagai macam bahan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa ada beberapa keuntungan dari pemberian pakan buatan yakni pembudidaya dapat meningkatkan produksi melalui padat penebaran tinggi dengan waktu pemeliharaan yang pendek, pembudidaya dapat memanfaatkan limbah industri pertanian yang tidak terpakai untuk dijadikan pakan.

Untuk menunjang kelangsungan hidup dan juga untuk mempercepat pertumbuhannya, ikan membutuhkan nutrisi yakni zat-zat gizi yang terdapat dalam pakan yang diberikan. Setiap jenis ikan memiliki kebutuhan nutrisi baik jumlah maupun komposisi yang berbeda-beda menurut spesies, ukuran, jenis kelamin, kondisi tubuh dan kondisi lingkungan. Zat-zat gizi tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yakni zat gizi yang menghasilkan energi dan zat gizi yang tidak menghasilkan energi (Afrianto, 2005).

Menurut Afrianto (2005), Pakan buatan yang berkualitas baik harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan  Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan

 Pakan mudah dicerna

 Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh  Memiliki rasa yang disukai ikan

(21)

xxi  Tingkat efektivitasnya tinggi

Menurut Djarijah (1998), pakan tambahan yang baik untuk ikan adalah pakan yang mengandung kadar protein 20-40 %. Selain dilihat dari kadar proteinnya, kulaitas dari pakan tambahan untuk ikan juga ditentukan oleh kehalusan dari bahanya. Semakin halus bahan baku pelet maka daya apung dari pelet tersebut akan semakin tinggi sehingga waktu yang dibutuhkan ikan untuk memakannya juga semakin panjang.

2.2 Bahan Baku Penyusun Pakan Ikan

Menurut Endar (2005), Persyaratan sosial ekonomis yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan baku untuk pembuatan pakan buatan adalah :  Mudah diperoleh

 Mudah diolah

 Harganya relatif murah

 Bukan merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan

saingan.

 Sedapat mungkin memanfaatkan limbah industri pertanian

(22)

tepung cumi-cumi, tepung cacing tanah, tepung benawa/kepiting, tepung darah, tepung tulang, tepung hati, dan tepung artemia (Gusrina, 2008).

Bahan baku nabati adalah bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau bagian dari tumbuh-tumbuhan. Bahan nabati pada umumnya merupakan sumber karbohidrat, namun banyak juga yang kaya akan protein dan vitamin. Beberapa macam bahan baku nabati yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan ikan antara lain terdiri dari : tepung kedelai, tepung jagung, tepung terigu, tepung tapioka, tepung sagu, tepung daun lamtoro, tepung daun singkong, tepung kacang tanah, dan tepung beras (Endar, 2005).

Bahan baku limbah industri pertanian adalah bahan baku yang berasal dari limbah pertanian baik hewani maupun nabati. Beberapa macam bahan limbah yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan antara lain terdiri dari: dedak halus, kotoran kerbau/sapi, kulit kakao, tepung kepala udang, tepung anak ayam, tepung darah, tepung tulang, ampas tahu, bungkil kelapa, dedak halus, dan isi perut hewan mamalia (Gusrina, 2008).

2.2.1 Kotoran Kerbau

(23)

xxiii hara N, P dan K maka kotorannya pun akan kaya dengan zat tersebut (Ayu IS, 2012).

Selain jenis makanan usia ternak juga menentukan kadar hara dalam kotorannya. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urine yang kadar haranya rendah terutama N, karena ternak muda memerlukan sangat banyak zat hara N dan beberapa macam mineral dalam pembentukan jaringan tubuhnya. Komposisi unsur hara kotoran dari kerbau dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1 . Komposisi unsur hara kotoran kerbau

Jenis ternak Kadar Hara %

Nitrogen Phospor Kalium Air

Kerbau

*Padat 0.60 0.30 0.34 85

*Cair 1.00 0.15 1.50 92

Sumber : Yusuf T, 2009 dalam Ayu IS, 2012

Selain mengandung 3 unsur diatas, pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara mikro yang sangat lengkap walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Perlu diingat sekali lagi bahwa makanan yang dimakan ternak dan umur ternak sangat berpengaruh terhadap kandungan hara yang ada pada kotoran (Yusuf T, 2009 dalam Ayu IS, 2012)

2.2.2 Dedak

Makanan tambahan, umumnya berbentuk tepung yang agak kasar. Dedak cocok untuk makanan tambahan. Dedak, selain dapat diberikan secara langsung, juga digunakan sebagai bahan campuran membuat pakan bagi ikan. Kandungan gizi dedak yang terbanyak adalah karbohidrat yaitu 28,26% (Kasno, 1990).

(24)

pula dengan vitamin dan mineralnya. Untuk kandungan nutrisi dedak dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2 . Kandungan nutrisi dedak

Kandungan Nilai

Bahan Kering 91,0 %

Protein Kasar 13,5 %

Lemak Kasar 0,6 %

Serat kasar 13,0 %

Energi metabolis 1890,0 kal/kg

Calcium 0,1 %

Total Fosfor 1,7 %

Asam Pantonetat 22,0 mg/kg

Riboflavin 3,0 mg/kg

Tiamin 22,8 mg/kg

Sumber : Murtidjo B.A (2001)

Menurut Djarijah (1998), dedak sebaiknya dipilih yang masih segar dan tidak tercampur dengan potongan sekam. Dedak harus kering dan tidak kasar. Bila dedak digenggam, akan terasa lembut (halus) dan gumpalannya mudah pecah. Kondisi seperti ini berarti dedak cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan. Tingkat kesegaran dedak diketahui dengan mencium baunya. Dedak segar berbau beras dan tidak berbau apek atau amoniak yang menyengat.

2.2.3 Kulit kakao

(25)

xxv Tabel 3 . Kandungan Proksimat kakao

Kulit Buah Kulit Biji Lumpur Kakao

Bahan Kering % 17,00 68,40 8,70

Untuk optimalisasi penggunaan kulit biji coklat (kakao) sebagai pakan, maka perlu dilakukan perlakuan-perlakuan tertentu sehingga nilai nutrisinya menjadi lebih baik. Perlakuan tersebut antara lain adalah fermentasi. Fermentasi dapat memperbaiki sifat-sifat tertentu dari bahan seperti lebih mudah dicerna, lebih tahan disimpan dan dapat menghilangkan senyawa racun yang dikandungnya sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya menjadi lebih baik. 2.2.4 Tepung Sagu

(26)

Tabel 4 . Kandungan nutrisi sagu

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan R.I (1981)

2.2.5 Tepung Kedelai

Protein kedelai merupakan salah satu yang memiliki profil asam amino terbaik dari seluruh bahan pakan kaya protein nabati yang memenuhi kebutuhan asam amino esensial bagi ikan (Lovell 1989 dalam Pamungkas 2009).

Tepung kedelai merupakan sumber protein paling penting bagi budidaya produktif dan sebagian atau seluruhnya dapat menggantikan tepung ikan. Tepung kedelai umum digunakan bukan hanya karena kandungan protein yang tinggi tetapi juga ketersediaannya di dunia. Komposisi kimia dari tepung kedelai cukup konsisten. Kandungan protein kasar tepung kedelai sebesar 39,6%, namun tergantung dari kualitas kedelai. Faktor yang menyebabkan adanya variasi kandungan protein adalah tanah, pengolahan, kondisi cuaca dan musim selama masa pertumbuhan kedelai. Tepung kedelai adalah tepung berasal dari tumbuhan yang memiliki profil asam amino terbaik. (Hertrampf dan Pascual 2000 dalam Pamungkas 2009).

2.2.6 Tepung Ikan

(27)

xxvii besar ikan. Tepung ikan terbuat dari sejumlah ikan yang mengandung 60-80% protein yang 80-95% dapat dicerna oleh ikan, selain itu tepung ikan mengandung lysine dan methionine yang tinggi, yaitu dua asam amino yang paling sedikit pada bahan pakan tumbuhan. Namun tepung ikan juga memiliki kadar abu yang tinggi maka harus digunakan dengan hati-hati dalam pakan ikan karena bisa menghasilkan ketidakseimbangan mineral (Hasibuan, 2007).

Tepung ikan secara umum dianggap sumber protein yang paling baik, sehingga bukan hanya dimanfaatkan oleh akuakultur saja dan harganya menjadi tinggi. Harga pakan menjadi tinggi karena penggunaan tepung ikan sebagai bahan baku penyusunnya. Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian untuk menurunkan biaya pakan, dengan menekan kadar tepung ikan pada formulasi pakan atau menjadikan tepung ikan hanya bahan pelengkap bukan bahan utama penyusun pakan. Dari hasil riset penggunaan tepung ikan dapat digunakan sebagai pakan ikan lele dumbo Clarias sp. pada kadar minimal 5% (Pamungkas, 2009).

2.2.7 Tepung Tapioka

Beberapa bahan yang berfungsi sebagai bahan perekat antara lain adlaah agar-agar, gelatin, tepung tapioka, tepung terigu dan tepung sagu. Bahan perekat sangat penting dalam pembuatan pakan karena harus memiliki ketahanan yang tinggi agar tidak cepat hancur didalam air (Mujiman, 2004).

2.3 Fermentasi

(28)

menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme (Suprihatin, 2010).

Menurut Yusra dan Efendi (2010), Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi suatu cara telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak jaman kuno. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan:

1. Mikroba sebagai inokulum

2. Tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal.

3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.

Gambar 1. Skema Proses Fermentasi

Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).

Raw Material

Fermenter

(29)

xxix Produk fermentasi dapat mengalami kerusakan jika tahapan yang dilakukan tidak tepat. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif dan pertumbuhan bakteri yang diinginkan menjadi terhambat. Apabila suhu terlalu rendah akan mengakibatkan bakteri yang tidak kita inginkan tumbuh. Kadar garam yang tidak sesuai dengan pertumbuhan bakteri halofilik mengakibatkan bakteri proteolitik tidak dapat tumbuh, justru bakteri pembusuk yang akan tumbuh. Disamping itu, alat-alat yang digunakan harus juga steril (Yusra dan Efendi, 2010).

Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan juga merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Sedangkan sifat fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu aerob memerlukan adanya oksigen dan anaerob tidak memerlukan adanya oksigen (Yusra dan Efendi, 2010).

2.3.1 Fermentasi Aerob

(30)

penggunaanya ramah lingkungan. EM-4 merupakan produk yang sudah dikomersilkan atau banyak dipasarkan dengan harga relatif murah. Aplikasi EM-4

yang langsung pada media caranya sangat sederhana, dan dapat dilakukan tanpa keahlian khusus (Suhartati, 2008).

Menurut Higa (1980 dalam Winedar 2004). Effective Microorganisms-4 (EM-4) adalah salah satu jenis probiotik yang merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dan ternak yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme. penggunaan EM-4 dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan kualitas produksi tanaman dan ternak. EM-4 terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), khamir (Saccharomyces sp) serta Actinomycetes.

Deptan (1996) dan Subadiyasa (1997 dalam Winedar 2004) menambahkan di dalam EM-4 juga terdapat jamur fermentasi (peragian) yaitu Penicillium sp dan

Aspergillus sp. Prinsip fermentasi adalah mengaktifkan pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan, sehingga membentuk produk baru yang berbeda dari bahan asal . Menurut Winarno dan Fardiaz (1980 dalam Winedar 2004), bahan pakan yang mengalami fermentasi dapat meningkatkan nilai gizinya jika dibandingkan dengan bahan asalnya.

(31)

xxxi kesimpulannya, setelah difermentasi terjadi peningkatan protein kasar sebesar 4,05355 % dan penurunan serat kasar sebesar 4,405075 % (Suhartati, 2008). 2.3.2 Fermentasi Anaerob

Fermentasi anaerob yaitu terjadinya perubahan-perubahan bahan organik yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana oleh adanya kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pembusuk tanpa adanya kontak dengan udara bebas. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan-perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk. Pada dasarnya, pembuatannya adalah menurunkan pH dari bahan sehingga tercipta suatu kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri pathogen (Billah, 2008).

Beberapa alasan yang dipakai untuk penggunaan proses anaerobik dalam penanganan limbah antara lain tingginya laju reaksi dibandingkan dengan proses aerobik, kegunaan dari produk akhirnya, stabilisasi dari komponen organik dan memberikan karakteristik tertentu pada daya ikat air produk yang menyebabkan produk dapat dikeringkan dengan mudah (Jenie 1994 dalam Romulo, 2012).

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Metcalf dan Eddy, 2003 dalam

(32)

Tabel 5 . Keuntungan dan kerugian dari fermentasi anaerob.

Keuntungan Kerugian

Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama Manfaat produk yang dihasilkan Membutuhkan penambahan senyawa

alkalinity

Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan fosfor

Dapat menghasilkan senyawa metana sebagai sumber energi potensial

Sangat sensitif terhadap efek perubahan temperature

Hanya membutuhkan reaktor dengan volume yang kecil

Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H2S

dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang

akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan di dalam air. Hal ini dapat

dideteksi dengan daya tahan pakan buatan di dalam air. Dengan mengetahui daya

tahan pakan buatan didalam air akan sangat membantu para praktisi perikanan

dalam memberikan pakan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk

mengejar pakan dikaitkan dengan lama waktu pakan itu bertahan di dalam air

sebelum dimakan oleh ikan. Oleh karena itu, dalam membuat pakan buatan, bahan

baku yang digunakan harus dalam bentuk tepung, dengan semakin halusnya bahan

baku yang digunakan maka bentuk fisik akan semakin baik, dan seluruh bahan

baku akan tercampur secara sempurna. Hal ini akan menghasilkan dampak

terhadap pakan buatan yang dibentuk menjadi lebih kompak dan stabil. Dengan

pakan buatan yang kompak dan stabil maka pakan buatan akan mudah dicerna

(33)

xxxiii efisiensi pakan yang sangat baik dan sangat menguntungkan pemakai/petani ikan

(Gusrina, 2008).

2.4.2 Uji Kimia

Menurut Gusrina (2008), Uji pakan ikan secara kimia dapat dilakukan jika

memiliki peralatan analisa proximat yang lengkap. Pada uji secara kimia

bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat

pakan sesuai dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna

bagi konsumen dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji

pakan secara kimia meliputi:

1. Uji kadar air, kadar air yang baik untuk pelet/pakan buatan adalah kurang dari 12%. Hal ini sangat penting karena pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah diproduksi tetapi disimpan beberapa saat. Prinsip makanan (pelet) dipanaskan pada suhu 105–10°C, dengan pemanasan tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan untuk melakukan uji kadar air adalah oven dan peralatan gelas.

2. Uji kadar protein, kadar protein pelet yang dibuat harus benar-benar disesuaikan dengan ukuran ikan dan jenis ikan yang akan mengkonsumsi pakan tersebut.

3. Uji kadar lemak, kadar lemak dalam pakan buatan menurut hasil penelitian sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan buatan.

(34)

mempengaruhi data cerna dan penyerapan di dalam alat pencernaan ikan. Prinsip pengujian kadar serat kasar adalah menentukan zat organik yang tidak larut dalam asam kuat dan basa kuat dan disertai pemanasan.

(35)

xxxv III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juni sampai dengan tanggal 1 November 2013, untuk proses fermentasi bahan baku, dilaksanakan di Jl. Sisingamangaraja Gampong Leuhan Kec. Johan Pahlawan Kab. Aceh Barat. Sedangkan untuk pembuatan pakan ikan akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat - alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :

Tabel 6. Alat yang digunakan pada penelitian

Alat Fungsi

Timbangan Digunakan untuk menimbang bahan Kantung plastik hitam Sebagai wadah terjadinya fermentasi

Suntik Untuk mengambil EM4 pada proses pencampuran dengan air sumur dan juga digunakan untuk mengambil darah ayam.

Gelas Ukur Untuk mengukur banyaknya larutan EM4 yang dipakai

Ember Tempat bahan baku

Lesung Alat untuk menghancurkan kulit kakao Mesin penggiling

tepung

Penggiling bahan untuk membuat pakan Kertas plastik ¼ Tempat untuk sampel yang akan diuji Pencetak pakan Untuk mencetak pakan

Nampan Wadah untyuk proses pembuatan pakan Oven listrik Untuk mengeringkan pakan

Sarung tangan Untuk menghindari kontak langsung dengan tangan Stopwatch Untuk menghitung waktu pada proses uji fisika

Neraca digital Untuk menimbang bahan pembuatan pakan dan ulat fermentasi

Kertas label Untuk penamaan setiap perlakuan

(36)

Tabel 7. Bahan yang digunakan pada penelitian

Bahan Fungsi

Kotoran kerbau Bahan fermentasi

Dedak Bahan fermentasi

Sagu Bahan fermentasi

Kulit kakao Bahan fermentasi

Darah ayam Sebagai nutrisi dalam fermentasi anaerob

EM4 Sebagai fermentor

Air Sumur Sebagai pengencer Tepung Kedelai Bahan pembuatan pakan Tepung Tapioka Bahan pembuatan pakan Tepung Ikan Bahan pembuatan pakan

Air panas Digunakan untuk melarutkan bahan pembuatan pakan.

3.3 Metode Penelitian

Proses produksi pakan ikan terdiri dari tiga tahapan yaitu optimasi fermentasi aerob, optimasi anaerob dan produksi pakan hasil fermentasi dan karakteristik produk mencakup uji kualitas dan uji kuantitatif.

3.3.1 Optimasi fermentasi aerob

Pada tahap ini digunakan bahan baku dari kotoran kerbau dan dedak. Optimasi aerob ini ditentukan dengan penerapan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu perbandingan kotoran kerbau dengan dedak, yang masing-masing perlakuan kotoran kerbau : dedak, P1 = 4 : 1 (b/b), P2 = 4 : 2 (b/b), P3 = 4 : 3 (b/b). Pada optimasi ini, bahan fermentasi yang dibuat sebanyak 1 kg, jadi perhitungan tiap bahan baku ialah P1 = 640 gr : 160 gr, P2 = 533 gr : 267 gr, P3 = 457 gr : 342 gr. Formulasi perbandingan diatas mengacu pada penelitian Pebriyansyah (2010), tentang pembuatan pakan ikan dengan penerapan NT 45 Seri J yang menggunakan perbandingan seperti yang tertera pada penelitian ini.

(37)

xxxvii ditambahkan kulit kakao sebanyak 20% ( 200 gr ) dari jumlah keseluruhan bahan yang menjadi fermentasi. Setelah diaduk merata, kemudian ditambahkan EM4 dengan perbandingan 1 liter EM4 dengan 200 liter air sumur sebanyak 750 ml. Pencampuran ketiga bahan tersebut dilakukan didalam kantong plastik hitam dan kemudian dibiarkan selama 5 hari sampai menghasilkan ulat. Setelah itu, ulat yang tumbuh dipisahkan untuk ditimbang denagn menggunakan neraca digital dan kemudian dikeringkan bersamaan dengan media fermentasi sampai kering dan kemudian dihaluskan sehingga menjadi tepung. Uji analisis yang dilihat pada percobaan ini ialah banyaknya ulat yang tumbuh. Sehingga perlakuan yang menghasilkan ulat yang paling banyak dianggap perlakuan yang baik dan digunakan untuk perlakuan produksi pakan. Perlakuan ini dilakukan uji protein di Balai Riset dan Stadarisasi Industri Banda Aceh dan hasil ujinya digunakan dalam perhitungan bujur sangkar pembuatan pakan.

3.3.2 Optimasi fermentasi anaerob

(38)

Ketiga bahan yang digunakan dalam fermentasi anaerob ini dicampur, dan masing-masing perlakuan ditambahkan 20% kulit kakao dari jumlah keseluruhan bahan baku fermentasi. Kemudian ditambahkan EM4 dengan perbandingan 1 liter EM4 dengan 200 liter air sumur sebanyak 750 ml dan kemudian di tambahkan darah ayam dengan perbandingan 1 ml darah ayam dengan 100 gr bahan fermentasi yaitu sebanyak 10 ml. Kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang merupakan media terjadinya proses fermentasi anaerob dan didiamkan selama 7 hari. Selanjutnya hasil fermentasi dijemur (diangin-anginkan) sampai terlihat kering dan kemudian dihaluskan sehingga menjadi tepung. Uji analisis yang dilakukan pada percobaan ini ialah uji kandungan protein dari setiap perlakuan dan ulangan . Kemudian diambil sebagai perlakuan yang terbaik untuk produksi pakan. Uji protein dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.

3.3.3 Proses produksi pakan dari hasil fermentasi

(39)

xxxix Formula yang sudah dicampur sesuai dengan perlakuan dilarutkan dengan menggunakan air panas untuk masing-masing perlakuan dan ulangan sebanyak 60 ml dan kemudian diaduk sehingga menjadi adonan. Setelah itu dicetak menggunakan alat pencetak pakan. Pakan yang telah dicetak dikeringkan dengan menggunakan oven listrik dengan suhu 100 0C selama 20 menit dan kemudian diambil beberapa dari setiap perlakuan dan ulangan sabagai sampel yang akan di uji kadar protein. Sedangkan sisanya digunakan untuk uji fisika. Untuk uji protein dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.4 Parameter Uji 3.4.1 Uji Fisika

Pengujian fisik ini dilakukan dengan mengukur tingkat kehalusan bahan penyusunnya, kekerasan dan daya tahan hasil cetakan didalam air (water stability).

1. Tingkat kehalusan

(40)

sejak bahan diseleksi sampai proses telah diketahui tingkat kehalusannya (Yulfiperius, 2008).

2. Tingkat Kekerasan/Kepadatan

Pengujian tingkat kepadatan (kekerasan) dapat dilakukan dengan memberi beban pada contoh pelet yang akan diuji. Pemberian beban ini dapat dilakukan dengan pemberat yang bobotnya berbeda-beda. Pelet yang diuji ditindih dengan beban pemberat paling ringan. Jika sampel tidak pecah, maka perlu diulang lagi dengan pemberat yang bobotnya lebih besar. Demikian seterusnya, pengujian ini diulang-ulang sampai pelet pecah saat ditindih dengan pemberat yang memiliki bobot tertentu. Pelet yang baik umumnya tingkat kekerasan cukup tinggi. Biasanya tingkat kekerasan berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan penyusunnya. Makin halus bahan penyusun pelet, makin tinggi tingkat kekerasannya (Gusrina, 2008). Beban yan dipakai pada penelitian ini ialah batu yang masing – masing beratnya : Batu A 111 gr, batu B 139 gr, batu C 173 gr dan batu D 270 gr.

3. Daya Tahan Pakan

(41)

xli (Yulfiperius, 2008). Pada penelitian ini, uji fisika merupakan faktor pendukung yang anggap dapat menunjang hasil penelitian ini.

3.4.2 Uji Kimia

Pengujian secara kimia dilakukan di laboratorium. Pengujian ini

dimaksudkan untuk mengetahui kandungan nutrisi pakan ikan. Beberapa zat gizi yang

perlu diketahui adalah kandungan protein, lemak, karbohidrat, kadar air, abu dan serat

kasar. Pengujian kimia ini tidak perlu dilakukan sendiri, tetapi dapat mengirim

sampel pelet (pakan) ikan yang akan diuji ke laboratorium kimia terdekat

(Yulfiperius, 2008).

Pelet yang baik memiliki kandungan abu dan serat kasar maksimal 7%.

Sedangkan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat tergantung kepada kebutuhan nutrisi ikan/udang yang akan diberi pakan. Sebagai patokan untuk pelet pakan ikan sebaiknya mengandung protein lebih dari 25% dan karbohidrat antara 30 - 40% (Yulfiperius, 2008). Uji kimia pada penelitian ini hanya dilakukan uji kadar protein. Hal itu disebabkan pengujian kandungan lemak, karbohidrat, kadar air, dan serat kasar membutuhkan biaya yang besar. Selain itu dalam informasi mengenai pakan, informasi tentang kandungan kadar protein sangat dibutuhkan.

3.5 Rancangan Percobaan

(42)

Model rancangan acak lengkap yang digunakan adalah model tetap dengan merujuk pada Kemas, (2000) yaitu:

Yij= µ + π + ε

ε = Kesalahan percobaan dari perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dalam penelitiaan ini akan di tabulasikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan uji statistik F (anova), jika uji statistik menunjukkan perbedaan nyata dimana F>0,05 maka akan dilanjutkan dengan uji rentang BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk melihat perlakuan mana yang terbaik.

Untuk analisis data yang dilakukan dari setiap percobaan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(43)

xliii Tabel 9 . Penerapan perlakuan pada tahap optimasi anaerob

Perlakuan Perbandingan

Kotoran kerbau : sagu : dedak (b/b/b)

Ulangan

1 2 3

P1 ( 4 : 4 : 1 ) T1.1 T1.2

T1.3

P2 ( 4 : 4 : 2 ) T2.1 T2.2

T2.3

P3 ( 4 : 4 : 3 ) T3.1 T3.2 T

3.3

Tabel 10. Percobaan proses produksi hasil dari fermentasi Perlakuan

Subtitusi formula tepung fermentasi aerob

Ulangan

1 2 3

P1 ( 20 % ) R1.1 R1.2

R1.3

P2 ( 40 % ) R2.1 R2.2

R2.3

P3 ( 60 % ) R3.1 R3.2

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi Fermentasi Aerob

Pada optimasi fermentasi aerob, bahan baku yang digunakan ialah kotoran kerbau dan dedak. Optimasi ini juga melakukan perbandingan untuk masing-masing perlakuan. Perbandingan tersebut ialah kotoran kerbau : dedak dengan P1 = 4 : 1 (b/b), P2 = 4 : 2 (b/b), P3 = 4 : 3 (b/b). Fermentasi dilakukan didalam kantung plastik hitam selama 5 hari. Pada saat fermentasi kantung plastik hitam tersebut hanya ditutup sehingga oksigen dapat masuk kedalam media fermentasi. Hasil dari fermentasi ini menghasilkan ulat yang bewarna putih susu. ulat yang telah dihasilkan dari fermentasi dipisahkan dan kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca digital. Untuk melihat berat ulat yang tumbuh dapat dilihat pada lampiran 7 dan pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik berat ulat hasil fermentasi.

Perlakuan dengan ulat terbanyak dilakukan uji protein di Balai Riset dan Stadarisasi Industri Banda Aceh. Kandungan protein yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 14,83%. Nilai terbaik dari proses fermentasi ini

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

(45)

xlv ditentukan oleh banyaknya ulat yang dihasilkan (gambar 2). Pada perlakuan P3 dengan perbandingan kotoran kerbau : dedak (4 : 3(b/b)) menghasilkan ulat terbanyak yaitu dengan rata – rata 0,481 kg, sedangkan pada perlakuan P2 ( 4 : 2 (b/b)) menghasilkan ulat terendah dengan rata – rata 0,338 kg dan P1 menghasilkan ulat dengan rata – rata 0,357 kg.

Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 4) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata.

(46)

Fermentasi ini berlangsung selama 5 hari, hasil yang dilihat pada fermentasi ini berupa larva dewasa dari telur lalat. Menurut Kowasno, dkk (2013) Selama dalam siklus hidupnya lalat mempunyai 4 stadium. Pertama, stadium telur. Stadium ini lamanya 12–24 jam. Bentuk telur lonjong bulat berwarna putih. Kedua, stadium larva. Stadium larva ini ada tiga tingkatan. (a) Setelah keluar dari telur belum banyak bergerak. (b) Tingkat dewasa, banyak bergerak. (c) Tingkat terakhir, tidak banyak bergerak.. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan bahan organik yang terdapat di sekitarnya. Pada tingkat terakhir (c) larva berpindah dari tempat yang kering ke tempat yang sejuk. Untuk berubah menjadi kepompong lamanya stadium ini 2-8 hari tergantung dari temperatur setempat.

Larva lalat mempunyai nilai protein yang cukup untuk dijadikan bahan baku pakan. Menurut Bernard dan Allen (1997) dalam Eka, dkk (2013) bahwa pada tubuh lalat mengandung 58% protein dan pada larva lalat terkandung 56% protein. Pada penelitiaan ini, larva lalat digiling bersamaan dengan bahan fermentasi hingga menjadi tepung yang kemudian digunakan untuk komposisi bahan baku pakan.

4.2 Optimasi Fermentasi Anaerob

(47)

xlvii dikeringkan kemudian dilakukan pengujian kadar protein sehingga diperoleh hasil persentase kadar protein untuk masing-masing perlakuan dan ulangan. Pengujian kadar protein dilakukan di Laboratorium Ternak Fakultas Pertanian – UNSYAH. Untuk hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 7 dan pada gambar grafik 3.

Gambar 3. Grafik kadar protein hasil fermentasi Anaerob

Berdasarkan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa uji kadar protein perlakuan P3 dengan perbandingan kotoran kerbau : sagu : dedak (4 : 4 : 3 (b/b/b)) mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 7,885%. Sedangkan nilai terendah pada P1 ( 4 : 4 : 1 (b/b/b)) yaitu sebesar 5,931% dan pada P2 mempunyai nilai sebesar 7,117%.

Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 5) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

(48)

Pada optimasi fermentasi anaerob kadar protein tertinggi pada perlakuan P3 (4 : 4 : 3 (b/b/b)) menunjukkan bahwa pada proses fermentasi anaerob membutuhkan suplai karbohidrat tinggi. Sesuai penyataan Zakaria (2013) menyatakan hasil limbah industri pertanian seperti dedak, sagu dan kulit coklat dapat dijadikan sumber substrat untuk aktifitas mikroorganisme selama fermentasi, karena substrat tersebut masih banyak mengandung karbohidrat yang merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Sagu dan dedak merupakan bahan baku yang mempunyai nilai karbohidrat yang tinggi seperti pernyataan Mujiman (2004) menyatakan bahwa kandungan gizi dedak yang terbanyak adalah karbohidrat yaitu 28,26% dan menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1981) kandungan karbohidrat sagu sebanyak 84,7%.

Keberhasilan fermentasi anaerob pada penelitian ini dibuktikan adanya bau tajam pada hasil fermentasi. Menurut Soeryo (1999) dalam Buku Pelaksanaan Laboratorium Teknik Kimia ITB menyatakan pada kondisi anaerobik, mikroba menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut:

C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping

(49)

xlix kemampuan hidup pada keadaan aerob maupun anaerob dengan persediaan nutrisi yang cukup. Penggunaan EM-4 pada fermentasi anaerob ini tidak menunjukkan peningkatan kadar protein yang tinggi. Hal ini dikarenakan sifat mikroba yang hidup memamfaatkan nutrisi yang ada dalam bahan fermentasi. Sesuai dengan pernyataan Suhartati (2008) dalam Buku Penuntun Praktikum Kimia Fakultas Teknik Kimia ITB menyatakan bila fermentasi secara anaerob dilakukan dengan umpan nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat pertumbuhan mikroba yang semakin lama menjadi hambatan untuk pertumbahan mikroba dan akhir mikroba mengalami fase kematian lebih cepat daripada mikroba yang hidup pada keadaan aerob. Selain itu, pada keadaan anaerob yang sifatnya tanpa oksigen mikroba memanfaatkan glukosa dengan mengoksidasi glukosa sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Soeryo (1999) dalam Buku Pelaksanaan Laboratorium Teknik Kimia ITB juga menyatakan pada fermentasi yang keadaannya anaerobik glukosa terjadi perombakan oleh mikroba sehingga menghasilkan C2H5OH (etanol), CO2 (karbodioksida) dan produk sampingan (tergantung bahan fermentasi).

(50)

pertumbuhannya sehingga fermentasi terjadi secara aerob. Setelah terbentuk CO2, reaksi akan berubah menjadi anaerob.

Pada penelitian ini, hasil uji protein yang diperoleh memiliki perbedaan nilai yang tidak jauh berbeda (Lampiran 7). Hal ini karenakan perbedaan jumlah kadar bahan baku fermentasi yang kandungannya tidak jauh berbeda dan sedikitnya nutrisi yang tersisa oleh aktifitas mikroba yang terkandung dalam EM-4.

4.3 Pakan hasil fermentasi 4.3.1 Uji Kimia

Pada tahap ini, pakan ikan yang dibuat menggunakan bahan baku hasil fermentasi dengan menggunakan metode bujur sangkar. Pada metode ini tepung fermentasi aerob merupakan bahan baku yang yang menjadi perlakuan berbeda-beda. Untuk P1 subtitusi tepung fermentasi aerob 20%, P2 subtitusi tepung fermentasi aerob 40% dan P3 subtitusi tepung fermentasi aerob 60% (lihat lampiran 2). Selain tepung fermentasi aerob dan tepung fermentasi anaerob bahan penyusun pakan lainnya berupa tepung kedelai, tepung ikan dan tepung tapioka. Setelah diramu, semua bahan penyusun pakan kemudian ditambahkan air panas sehingga menjadi adonan dan dicetak dengan menggunakan alat pencetak.

(51)

li Gambar 4. Grafik kadar protein pakan hasil fermentasi

Hasil Pengujian kimia (uji protein) terhadap pakan hasil fermentasi (gambar 4) dapat dilihat bahwa pada perlakuan P2 dengan penggunaan tepung fermentasi aerob 40% merupakan nilai protein tertinggi yaitu sebesar 18,727%. Sedangkan nilai protein terendah pada perlakuan P3 ( tepung fermentasi aerob 60% ) yaitu dengan nilai sebesar 11,223% dan pada P1 memiliki nilai protein sebesar 13,87 %.

Untuk mengetahui adanya tingkat perbedaan tiap perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam (uji F). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 6) dapat diketahui bahwa nilai Fhitung > Ftabel pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan tiap perlakuan berbeda nyata. Maka analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk perlakuan mana yang paling signifikan. Hasil analisis uji BNT dapat di lihat pada lampiran 6.

Setelah dilakukannya uji BNT didapatkan hasil bahwa P2 (tepung fermentasi aerob 40%) berbeda sangat nyata dengan P3 (tepung fermentasi aerob

(52)

60%) dan P1 (tepung fermentasi aerob 20%) berbeda nyata dengan P2 (tepung fermentasi aerob 40%). Hal ini menunjukkan bahwa subtitusi tepung fermentasi aerob 40% dalam proses pembuatan pakan ikan dalam penelitian ini memiliki nilai protein paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Penggunaan tepung aerob atau tepung larva lalat harus disubtitusi dalam persentase tidak jauh berbeda dengan persentase tepung ikan dan tepung kedelai. Hal ini disebabkan karena kandungan protein dari tepung fermentasi aerob sebesar 14,83%, sedangkan tepung ikan sebesar 60% dan tepung kedelai sebesar 39,6%. Apabila persentasenya jauh sekali perbedaannya atau lebih tinggi penggunaan tepung aerob, akan menyebakan penurunan kadar protein. Tetapi tepung aerob ini juga mampu menekan penggunaan tepung ikan dan tepung kedelai dalam subtitusi bahan baku pembuatan pakan. Sesuai dengan hasil diatas, penggunaan tepung fermentasi aerob 40%, tepung ikan 30% dan tepung kedelai 30% memiliki kadar protein yang tinggi dibandingkan dengan persentase subtitusi tepung lainnya.

(53)

liii 4.3.1 Uji Fisika Pakan Hasil Fermentasi

a. Tingkat kehalusan

Tingkat kehalusan diperoleh dari hasil pengamatan langsung dengan cara pakan yang telah dikeringkan digiling dan kemudian hasil gilingan tersebut diamati. Hasil pengamatan dari semua perlakuan dan ulangan menunjukkan bahwa tingkat kehalusannya tergolong dalam katagori halus.

Hasil uji tingkat kehalusan pakan pada penelitiaan ini yaitu halus. Hal itu disebabkan karena bahan baku yang digunakan semuanya dalam bentuk tepung. Sesuai dengan pernyataan Gusrina (2008), menyatakan bahwa tingkat kehalusan pakan sangat ditentukan pada saat pemilihan bahan baku di mana bahan baku yang digunakan untuk membuat pakan ikan harus dari bahan yang benar halus dalam bentuk tepung. Semakin halus ukuran tepung maka kekompakan pakan dalam komposisi pakan semakin bagus sehingga relatif mudah dicerna.

b. Tingkat Kekerasan Pakan

(54)

Gambar 5. Grafik Tingkat Kekerasan Pakan

Tingkat kekerasan pakan dilihat dari seberapa tahannya pakan yang dipenambahan berat beban yang berbeda. Untuk tingkat kekerasan pakan tertinggi (Lampiran 8) terdapat pada perlakuan P2 (Tepung fermentasi aerob 40%) yaitu hancur pada beban dengan berat 205,33 gr. Sedangkan untuk tingkat kepadatan terendah terdapat pada perlakuan P1 (Tepung fermentasi aerob 20%) yaitu hancur pada beban dengan berat 141 gr. Untuk perlakuan P3 (Tepung fermentasi aerob 60%) hancur pada beban yang mempunyai berat 194 %.

Semakin berat beban yang ditambahkan maka kepadatan pakannya semakin tinggi yang berarti pakan semakin bagus. Menurut Yulfiperius, (2008)

Pelet yang baik umumnya tingkat kekerasan cukup tinggi. Biasanya tingkat kekerasan berhubungan dengan tingkat kehalusan bahan penyusunnya. Makin halus bahan penyusun pelet, makin tinggi tingkat kekerasannya.

0 50 100 150 200 250

(55)

lv c. Daya Tahan Pakan

Pada tahap melihat daya tahan pakan ini dilakukan dua pengamatan, yaitu lama apung pakan dan tingkat daya tahan pakan dalam air. Untuk hasil dari kedua pengamatan tersebut dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :

Gambar 6. Lama apung dan tingkat daya tahan pakan dari perbandingan tepung fermentasi aerob dalam air

(56)

selama 15,84 menit. Untuk hasil masing-masing perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada lampiran 8.

Tingkat daya tahan pakan dalam air pada penelitiaan ini tergolong bagus, karena hasil yang diperoleh masing-masing perlakuan dan ulangan semuanya diatas 10 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulfiperius (2008), menyatakan pakan ikan yang baik mempunyai daya tahan dalam air minimal 10 menit. Sedangkan pakan udang harus mempunyai daya tahan lebih lama lagi, yaitu sekitar 30 – 60 menit.

(57)

lvii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Optimasi fermentasi aerob menggunakan perbandingan kotoran kerbau :

dedak (4 : 3 (b/b)) mampu menghasilkan ulat terbanyak yaitu 0,481 kg.

2. Hasil penelitian optimasi fermentasi menggunakan perbandingan kotoran kerbau : sagu : dedak (4 : 4 : 3 b/b/b)) mampu menghasilkan konsentrasi protein sebesar 7,885%.

3. Formulasi pakan yang optimal dengan kandungan protein yang tinggi dari bahan baku hasil fermentasi dihasilkan pada penggunaan tepung fermentasi aerob 40% dengan tingkat konsentrasi protein 18,727% dan memiliki tingkat kehalusan, tingkat kekerasan dan daya tahan pakan dalam air yang tinggi.

5.2 Saran

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2005. Pakan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Insani, A, S. 2012. Tingkat Pertumbuhan Populasi Maggot (Hermetia Illucens) Pada Kombinasi Media yang Berbeda. Skripsi. Universitas Teuku Umar.

Eka, P, R. Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Usca Domestica Linnaeus (Diptara Muscidae) Dalam Beberapa Kotoran Ternak. Jurnal Indonesian Journal of Entomology. Vol. 10 No. 1 : 31-38.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Hasibuan, R, D. 2007. Penggunaan Meat Bone Meal (MBM) sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Patin (Pangasius sp).

Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Kemas A, H. 2012. Rancangan Percobaan (Teori dan Aplikasi). Edisi ketiga. Penerbit Raja Grafindo. Jakarta.

Kowasno, B, U, dkk. Mengubah Dampak Negatif Lalat Menjadi Tepung Lalat Sebagai Alternatif Sumber Protein Pakan Ternak Unggas. Jurnal Indonesian Journal of Entomology.

Mahajoeno, E. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Mujiman, A, 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Romulo, A. 2012. Kajian Penggunaan Ekstrak Angkak Dalam Pembuatan Low Fat Fruity Yogurt Sebagai Pangan Fungsional. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Pamungkas, A, J. Penggunaan Tepung Ikan Pada Kadar yang Berbeda dalam Pakan Ikan Lele Dumbo. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pebriyansyah, 2010. Teknologi Pembuatan Pakan Ikan Dengan Penerapan

Bioteknologi Nt 45. Ditjen KP3K – Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Suhartati, 2008. Aplikasi Inokulum EM-4 dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) (Application of EM-4 Inoculum and Its Effects on Growth of Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Seedling)*). Jurnal Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok. Riau. Vol. V No. 1 : 55-65. Suprihatin. 2010. Teknologi Perpindahan Massa Dalam Perancangan Proses

Reaksi”.Penerbit UNESA Press.

(59)

lix Winedar, H. 2004. Daya Cerna Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4 (EM-4). Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS). Wikantiasi, A. 2001. Uji Sifat Fisik Pakan Ikan Jenis Pelet Tenggelam Dengan

Proses Pengukusan dan Tingkat Penambahan Tepung Tapioka Sebagai Perekat. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor (IPB).

Yulfiperius. 2008. Nutrisi Ikan. Bogor.

Yusra dan Efendi, Y. 2010. Dasar - Dasar Teknologi Hasil Perikanan.

Universitas Bung Hatta. Padang.

(60)

Lampiran 1. Alur Optimasi Fermentasi Aerob

Pengumpulan Kotoran Kerbau dan Dedak

Perbandingan Kotoran Kerbau : Dedak (b/b) P1 = 4 : 1

P2 = 4 : 2 P3 = 4 : 3

- Ditambahkan Kakao 20%

- Ketiga bahan diaduk merata didalam media fermentasi (kantung plastik hitam)

- Ditambahkan EM4 sampai becek

Bahan yang sudah dicampur berbentuk pasta

- Media fermentasi disusun dengan rapi dan didiamkan selama 5 hari

Bahan telah tefermentasi dibuktikan dengan tumbuhnya ulat/larva lalat

- Ulat dipisahkan dan kemudian ditimbang

- Ulat dan subtrat dihaluskan hingga menjadi tepung

(61)

lxi Lampirn 2. Alur Optimasi Fermnetasi Anaerob

Pengumpulan Kotoran Kerbau, sagu dan Dedak

Perbandingan Kotoran Kerbau : Sagu : Dedak (b/b/b) P1 = 4 : 4 : 1

P2 = 4 : 4 : 2 P3 = 4 : 4 : 3

- Ditambahkan Kakao 20%

- Ketiga bahan diaduk merata didalam media fermentasi (kantung plastik hitam)

- Ditambahkan EM4 sampai becek

Bahan yang sudah dicampur berbentuk pasta

- Kantung plastik hitam diikat/ditutup rapat dan didiamkan 7 hari

Bahan telah tefermentasi ditandai dengan perubahan warna dan bau yang menyengat

- Subtrat fermentasi dihaluskan hingga menjadi tepung

(62)

Lampiran 3. Perhitungan Bujur Sangkar Pembuatan Pakan Perlakuan 1 ( Subtitusi tepung fermentasi Aerob 20% )

Sumber protein suplemen

Perlakuan 2 ( Subtitusi Fermentasi Aerob 40%)

(63)

lxiii  Perlakuan 3 (Subtitusi Tepung Fermentasi Aerob 60%)

(64)

Suplemen

=

x 50 gr = 46,70 gr Basal = =

x 50 gr = 3,30 gr Tepung fermentasi Aerob =

x

46,70 gr = 28,02 gr

Tepung Kedelai =

x

46,70 gr = 9,34 gr

Tepung ikan =

x

46,70 gr = 9,34 gr

Tepung Tapioka =

x

3,30 gr = 1,65 gr

Tepung fermentasi Anaerob =

(65)

lxv Lampiran 4 : Analisis Data hasil Fermentasi Aerob

Tabel 1. Jumlah ulat yang dihasilkan pada fermentasi Aerob (Kg) Perlakuan

Perbandingan kotoran kerbau : dedak

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

1 0,343 0,351 0,376 1,0700 0,356666667

2 0,303 0,401 0,311 1,015 0,338333333

3 0,397 0,450 0,597 1,444 0,481333333

Jumlah 3,5290 1,176333333

Total 0,392111111

Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F) Sumber

keragaman

DB JK KT F hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 2 0,036316889 0,018163445 3,893835465t

n

5,143253 10,92477

Galat 6 0,027988 0,004664667

Total 8 0,064314889

(66)

Lampiran 5 : Analisis Data hasil Fermentasi Anaerob

Tabel 1. Hasil Protein Pada Fermentasi Anaerob (%) Perlakuan Perbandingan

kotoran kerbau : dedak

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F) Sumber

keragaman

DB JK KT F hit F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 2 5,814270949 2,907135475 1,971069297tn 5,14325285 10,9247665

Galat 6 8,84941634 1,474902723

Total 8 14,66368729

(67)

lxvii Lampiran 6 : Analisis Protein Pakan Hasil Fermentasi

Tabel 1. Kadar Protein Pakan Hasil fermentasi Perlakuan Subtitusi

Tepung Aerob

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

1 ( T. Fermentasi Aerob 20%)

12,5371 13,3948 15,6788 41,6107 13,87023333 2 (T. Fermentasi

Aerob 40%)

22,1108 17,7172 16,3524 56,1804 18,7268 3 (T. Fermentasi = 2037,313607 – 1920,239142

= 117,0744656

Tabel 2. Analisis sidik ragam (uji F)

Sumber keragaman DB JK KT F hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 2 86,89094802 43,445475 8,636264772* 5,143253 10,92477

Galat 6 30,18351763 5,030586272

Total 8 117,0744656

Keterangan : * = Berbeda Nyata

BNT 5% = t (0,05.dbG)

= t(2,447)

(68)

BNT 1% = t (0,01.dbG)

= t(3,707)

= 3,707 x 1,83131760798 = 6,78869437278 = 6,79 Tabel 3. Uji BNT

Perlakuan Rata-Rata Perlakuan Rata-Rata Perbedaan BNT 0,05

Lampiran 7. Hasil Uji Analisis Setiap Optimasi

 Uji Kadar Protein Optimasi Aerob

Tabel 1. Jumlah ulat yang dihasilkan pada fermentasi Aerob (Kg) Perlakuan

Perbandingan kotoran kerbau : dedak

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

Jumlah 3,5290 1,176333333 =

1,176

Total 0,392111111 =

0,392

(69)

lxix Tabel 2. Hasil Protein Pada Fermentasi Anaerob (%)

Perlakuan Perbandingan kotoran kerbau : sagu :

dedak

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

1 (4 : 4 : 1) 8,1375 4,2892 5,3656 17,7923 5,9307667 = 5,931 2 (4 : 4 : 2) 7,1750 6,5625 7,6125 21,35 7,1166667 = 7,117 3 (4 : 4 : 3) 8,4069 7,6125 7,6348 23,6542 7,884733 = 7,885

Jumlah 62,7965 20,932166 = 20,932

Total 6,9773887 = 6,977

 Uji Kadar Protein Pakan Hasil Fermentasi Tabel 3. Kadar Protein Pakan Hasil fermentasi

Perlakuan Subtitusi Tepung Aerob

Ulangan Jumlah Rata-Rata

1 2 3

1 ( T. Fermentasi Aerob 20%)

12,5371 13,3948 15,6788 41,6107 13,87023333 = 13,870

Jumlah 131,4616 43,82053333 =

43,820

Total 14,60684444 =

(70)

Lampiran 8. Hasil Uji Fisika Pakan Hasil fermentasi

 Tingkat kepadatan pakan

Tabel 1. Tingkat kepadatan pakan

Perlakuan Ulangan Rata-Rata

1 2 3

Tabel 2. Lama Apung Pakan dan Tingkat Daya Tahan Pakan Dalam Air Perlakuan Ulangan Lama apung

(71)

lxxi Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

A B

C D

E F

Keterangan Gambar :

A = Bahan Baku untuk fermentasi B = EM4 sebagai fermentor

C = Bahan Baku setelah penambahan EM4

(72)

G H

I J

K L

Keterangan Gambar :

G = Ulat / larva lalat pada saat dipisahkan dari subtrat H = Ulat / Larva lalat hasil fermentasi Aerob

I = Hasil fermentasi Anaerob J = Pengeringan hasil fermentasi

(73)

lxxiii

M N

O P

Q R

Keterangan Gambar : M = Tepung Anaerob N = Tepung Aerob

O = Pakan hasil bahan fermentasi dan pencampuran bahan lainnya P = Uji tingkat kekerasan pakan

(74)
(75)
(76)
(77)
(78)

Gambar

Tabel 1  . Komposisi unsur hara kotoran kerbau
Tabel 3 . Kandungan Proksimat kakao
Tabel 4 . Kandungan nutrisi sagu
Gambar 1. Skema Proses Fermentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kebutuhan sistem menggunakan alat bantu diagram Use Case yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kebutuhan serta menganalisis kebutuhan yang ada dalam

Data tekanan air dalam pipa merupakan hal yang penting dalam proses analisa jaringan pipa distribusi menggunakan program WaterCAD. Data tersebut berguna

Pertemuan dan kontak antara dua komunitas atau institusi yang berbeda seperti yang terjadi pada Pesantren Tebuireng Jombang yang menganut sistem pendidikan

Hasil interview atau wawancara, Subjek berinisial ORC dari kondsi fisik atau fisiologis sebelum bertanding dalam kedaan baik akan tetapi pada saat sesudah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai potensi isolat bakteri akar tanaman bawang merah (Allium ascalonium) diperoleh data berupa kemampuan isolat bakteri endofit

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan milik warga di Desa Aek Godang , Kecamatan Hulu Sihapas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, pada bulan Maret-Juli

(2011) melaporkan kepatutan sosial merupakan prediktor kuat dari subjective well-being , karena seseorang akan mendapatkan kepuasan hidup dan mempunyai emosi positif tinggi

Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan pengolahan data, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Potensi energi laut yang memungkinkan untuk dikembangkan di