• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depkes RI, 2009).Rumah Sakit juga merupakan lembaga yang menjadi unit industri jasa, meliputi jasa medik, jasa pengguna peralatan, jasa pengguna barang farmasi, serta jasa akomodasi penderita. Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dkk, 2003).

Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono Kabupaten Nganjuk pertama didirikan pada tahun 1920 berlokasi di Desa Banaran, Kecamatan Kertosono yang pada awalnya merupakan unit pelayanan kesehatan bagi karyawan Pabrik Gula Lestari yang ada di Kecamatan Patianrowo oleh suatu perusahaan Belanda HVA. Dalam rangka pengembangannya, dengan berbagai pertimbangan, pada tahun 1973 Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono Kabupaten Nganjuk dilakukan rehabilitasi bangunan untuk mewujudkan bangunan yang lebih representatif untuk

(2)

2 unit pelayanan kesehatan. Sampai dengan saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono Kabupaten Nganjuk memiliki 137 TT.

Pada tahun 1997 berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 484/MENKES/SK/V/1997 Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono yang semula rumah sakit kelas D berubah status menjadi rumah sakit kelas C. Pada tahun 2000 sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nganjuk Nomor 20 Tahun 2000 maka Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono ditetapkan menjadi rumah sakit unit swadana.

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 38 tahun 1991 rumah sakit unit swadana mempunyai kewenangan untuk menggunakan penerimaan fungsionalnya secara langsung, artinya revenue dapat dikelola secara mandiri oleh rumah sakit walaupun subsidi masih ada. Namun dengan Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang pembendaharaan Negara maka rumah sakit swadana tidak diperbolehkan dan harus berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dan sejak tanggal 14 januari 2010 berdasarkan surat keputusan Bupati Nganjuk nomor 188/12/K/411.013/2010 tanggal 14 januari 2010 Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana RSUD Kertosono harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis, antisipatif, inovatif serta produktif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan, berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan, dibangun melalui proses refleksi dan proyeksi yang digali dari nilai-nilai luhur yang dianut

(3)

3 oleh seluruh komponen stakholder’s. Dari gambaran di atas dirumuskan visi RSUD Kertosono sebagai berikut: “ Rumah Sakit Yang Dipercaya Pelanggan”. Visi tersebut diukurkan dengan mempertimbangkan bahwa customer care dan patient safety merupakan bagian dari sistem pelayanan yang terintegrasi dengan pasien, seperti pelayanan yang cepat, tanggap, dan keramahan petugas rumah sakit, sehingga rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.Sehingga kepuasan muncul dari kesan pertama pasien saat mendapatkan pelayanan rumah sakit dan pencapaian yang besar dapat terletak pada tindakan-tindakan kecil yang konsisten dilakukan rumah sakit.

Dengan adanya rumusan visi tersebut, RSUD Kertosono selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusianya sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pelanggan dalam hal ini masyarakat sesuai harapan pelanggan dimana seluruh komponen yang ada di RSUD Kertosono dapat menghargai hak-hak pelanggan khususnya dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien serta dapat memberikan pelayanan yang dapat “mengorangkan orang” atau menghargai keberadaan pasien, sehingga terwujudlah Rumah Sakit Yang Dipercaya Pelanggan.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan dan perlu ditingkatkan secara terus menerus.Instalasi farmasi merupakan bagian dari pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu pelayanan obat-obatan, alat

(4)

4 kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya kepada semua pasien di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker (Chapman, 2000).

Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang penting, karena ketidak efisienan akan memberikan dampak yang negatif pada rumah sakit. Baik secara medik maupun secara ekonomis.Fungsi pengelolaan ini mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung misi rumah sakit secara keseluruhan (Santoso dkk, 1999). Untuk itu Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah Sakit pasal 15 ayat 3 yang berbunyi pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu.

Instalasi farmasi merupakan salah satu instalasi penunjang medis yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan obat yang meliputi: perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi (Fitri, 2011). Pengadaan obat di RSUD Kertosono dilaksanakan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Penerima barang yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati.Pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono.

Menurut Quick, et al., (1997), kendala yang sering dihadapi pada tahap pengadaan adalah pertama dalam memilih rekanan, sering dijumpai rekanan yang dipilih mengirimkan obat dalam keadaan kurang memuaskan, misalnya obat mendekati tanggal kadaluwarsa, tidak sesuai dengan permintaan, dibawah standart, jaminan kualitas yang tidak memenuhi karena faktor pengangkutan. Kedua batasan kontrak kurang lengkap misalnya tidak mencantumkan spesifikasi

(5)

5 produk, etiket bungkus dan harga atau beberapa kesalahan yang masih dapat ditoleransi.Ketiga adanya keinginan untuk membuat sendiri padahal ternyata yang dibuat justru harganya lebih mahal, atau secara teknis kurang memenuhi syarat atau justru kedua-duanya. Keempat keterbatasan dana menyebabkan kurangnya persediaan barang sehingga pelayanan menjadi terhambat.

Berdasarkan observasi pendahuluan ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono dalam pengelolaan obat pada tahap pengadaan, antara lain fluktuasi pemakaian obat sehingga terjadi ketidaksesuaian antara jumlah item obat perencanaan dengan pemakaian, kekosongan obat, jumlah item dan jumlah barang yang dipesan tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak adanya formularium rumah sakit. Adapun data observasi pendahuluan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Data Observasi Pendahuluan

Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono Nganjuk Jawa timur KETERANGAN TAHUN JUMLAH

Data Obat yang Tersedia

2009 876

2010 1063

2011 1088

2012 1184

Data Obat yang direncanakan

2009 764

2010 887

2011 962

2012 1021

Data Obat rusak 2009 0

2010 0

2011 15

(6)

6 Selain itu didasarkan oleh karena tahap pengadaan merupakan tahap awal dalam pengelolaan obat setelah perencanaan yang sangat menentukan keberhasilan.

B. Perumusan Masalah

Dalam pengelolaan obat proses pengadaan merupakan faktor penting yang menentukan ketersediaan obat. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode, kebijakan dan prosedur pengadaan obat di RSUD Kertosono pada tahun 2009-2012?

2. Bagaimana pengelolaan obat pada tahap procurement di RSUD Kertosono pada tahun 2009-2012?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengadaan obat di RSUD Kertosono dari tahun 2009–2012, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui metode, kebijakan dan prosedur pengadaan obat di RSUD Kertosono pada tahun 2009-2012

2. Mengetahui pengelolaan obat pada tahap procurement di RSUD Kertosono pada tahun 2009-2012

(7)

7 D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah pengelolaan obat di IFRS dan dapat mengetahui proses pengadaan dan kondisi ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono.

2. Bagi Kepala Instalasi Farmasi

Untuk dijadikan pertimbangan atau masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi.

3. Bagi direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono

Sebagai pedoman untuk membuat kebijakan dalam melakukan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian terhadap kinerja Instalasi Farmasi dan untuk perbaikan sistem pengadaan obat yang tepat guna perbaikan pelayanan

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan sistem pengadaan obat pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya:

(8)

8 Tabel 2. Perbedaan Penelitian yang Akan Dilakukan

dengan Penelitian Terdahulu

NO JUDUL PENELITIAN NAMA PENULIS TUJUAN PENELITIAN INDIKATOR HASIL PENELITAN 1. Analisis efisiensi pengelolaan obat pada tahap procurement di instalasi farmasi rumah sakit daerah kabupaten madiun tahun 2006-2008 Agusti Irfantika Megumi (2009) 1. Mengukur tingakat efisiensi pengelolaan obat pada tahap procurement di instalasi Farmasi dengan indicator efisiensi 2. Melakukan analisis terhadap hasil untuk menentukan pada tahapan indicator procurement 1. Persentase Alokasi dana pengadaan obat 2. Persentase nilai obat

yang rusak / kadaluwarsa 3. Tingkat ketersediaan 4. Persentase modal

atau dana yang tersedia dengan keseluruhan dan sesungguhnya 5. Perbandingan antara

jumlah item obat yang ada dalam perencanaan dengan jumlah item obat dalam kenyataan pemakaian 6. Frekuensi pengadaan obat 7. Frekuensi kurang lengkapnya surat pesanan atau kontrak 8. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh Rumah Sakit terhadap waktuu yang disepakati Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan obat pada tahap procurement di Instalasi Farmasi RSD Kabupaten Madiun belum efisien. 2. Evaluasi pengadaan dan ketersediaan obat di RSUD Hadji Boejasin Pelaihari tahun 2006-2008 Anna Apriyanti (2011) 1. Untuk mengetahui proses pengadaan obat dana APBD di RSUD H Boejasin dari tahun 2006-2008 2. Untuk mengetahui ketersediaan obat dana APBD di RSUD H Boejasin dari tahun 2006-2008 1. Alokasi dana pengadaan obat 2. Tingak ketersediaan obat 3. Frekuensi

pengadaan tiap item obat

4. Persentase nilai obat yang rusak dan kadaluarsa

5. Persentase niali obat yang mati

6. Persentase waktu obat yang kosong

Hasil penelitian menunjukkan proses pengadaan obat menggunakan dana APBD dengan metode pelelangan umum,pemilihan langsung dan penunjukkan langsung

(9)

9 Lanjutan tabel 2 NO JUDUL PENELITIAN NAMA PENULIS TUJUAN PENELITIAN INDIKATOR HASIL PENELITAN 3. Evaluasi perencaan dan pengadaan obat di instalasi farmasi dinas kesehatan kota Semarang Fitri Pratiwi (2011) 1. Untuk mengevaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang 2. Mengetahui kesesuaian antara perencanaan dengan pengadaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota 1.Tahap perencanaan a. Kesesuaian item

obat dengan DOEN b. Persentase obat kadaluarsa c. Persentase obat rusak d. Tingkat ketersediaan obat e. Rata-rata waktu kekosongan obat f. Ketepatan perencanaan obat 2.Tahap pengadaan a. Biaya obat berpenduduk b. Persentase alokasi dana pengadaan obat c. Alokasi dana pengadaan obat Hasil penelitian menunjukkan perencanaan kebutuhan obat dengan sumber anggaran APBD II dilakukan dengan metode konsumsi. Perencanaan dilakukan dua kali

Perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk menganalisis efisiensi pengelolaan obat pada tahap procurement di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono dengan data dan kondisi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Gambar

Tabel 1. Data Observasi Pendahuluan

Referensi

Dokumen terkait

beradaptasi dengan job description, lingkungan kerja, rekan kerja dan para atasannya tetapi dirinya juga harus selalu beradaptasi dengan pelanggan yang berbeda karakter dan

#adi pada TK sebanyak  "emberikan tambahan output. #adi pada TK sebanyak  ! itulah produksi paling maksimum, karena bila di. ! itulah produksi paling maksimum, karena bila

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena variabel yang digunakan dalam penelitian ini, baik variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, kebijakan

Validasi model dilakukan dengan membandingkan besarnya amplitudo pada setiap variasi kecepatan arus antara percobaan fisik dan numerik.. Model berupa oscillating

Gambar 23 Jarak antar eksit.. Jarak tempuh diukur dari lintasan yang sesungguhnya ditempuh oleh pengguna bangunan untuk mencapai eksit. Jarak tempuh ini harus diukur

Terakhir adalah dahan Ken Angrok dengan Ken Umang yang menurunkan Tohjaya dan saudara-saudaranya, meskipun jalur ini tidak terekam secara baik dalam sejarah namun

Maksud penelitian ini adalah mencari tahu apakah ada perbedaan motif menggunakan Instagram pada kedua generasi di Jabodetabek.. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif

Berdasarkan pengukuran drive test didapatkan rata-rata nilai Ec/No pada jaringan existing sebesar -12,2 dBm yang termasuk dalam kategori average dan bisa kita lihat bahwa sebanya