• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA SEBARAN KIMA (Tridacnidae) DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA SEBARAN KIMA (Tridacnidae) DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

POLA SEBARAN KIMA (Tridacnidae) DI PERAIRAN TELUK DALAM DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG

KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

KIMA (Tridacnidae) DISTRIBUTION PATTERN IN TELUK DALAM SEAWATER DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG

KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

Masfu Padilah¹, Arief Pratomo, ST, M.Si², Andi Zulfikar, S.Pi, MP³ Mahasiswa¹, Dosen Pembimbing²

Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji e-mail : masfupadilah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan memiliki biota asosiasi karang yang juga beraneka ragam jenisnya salah satunya adalah jenis yang dilindungi seperti Kima. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2015 bertujuan untuk mengetahui jenis kima dan pola sebaran kima di perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat. Penentuan titik sampling menggunakan Metode Acak Teratur dengan menggunakan software Visual Sampling Plan. Pengambilan data Kima menggunakan metode Belt Transek. Hasil penelitian ditemukan 4 jenis Kima yaitu Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Tridacna maxima dan Hippopus hippopus. Komposisi terbesar adalah Tridacna crocea (73%), kemudian Tridacna squamosa (17%), Tridacna maxima (6%) dan Hippopus hipoppus (4%).Kima yang ditemukan pada Perairan Teluk Dalam yaitu Tridacna squamosa, Tridacna crocea dan Hippopus hipoppus sebarannya mengelompok kecuali Tridacna maxima dengan sebaran acak. Nilai X² masing - masing jenis yakni Tridacna squamosa (60,33), Tridacna crocea (97,56), Tridacna maxima (27,00) dan Hippopus hippopus (48,67). Kima secara keseluruhan yang ditemukan di Perairan Teluk Dalam memiliki sebaran mengelompok dengan nilai X² (95,88).

(2)

ABSTRACT

Coral reef ecosystem in Kabupaten Bintan has a diverse coral reef biota association which is a protected species like giant clams. This research was held in June and July 2015 which aims to determine the species and dsitribution pattern of giant clams in Teluk Dalam seawater Desa Malang Rapat. Sampling points determined with Random Systematic Method using the software Visual Sampling Plan. Giant clams data retrieval using belt transects method. The research result discovered four types of Kima namely Tridacna squamosa, Tridacna Crocea, Tridacna maxima and Hippopus hippopus. The discovered giant clams bulk composition is Tridacna crocea (73%), then Tridacna squamosa (17%), Tridacna maxima (6%) and Hippopus hipoppus (4%). Giant clams species discovered in Teluk Dalam seawaters which Tridacna squamosa, Tridacna crocea and Hippopus hipoppus has clumped distribution except Tridacna maxima with has random distribution. X² value for each species namely Tridacna squamosa (60.33), Tridacna crocea (97.56), Tridacna maxima (27.00) and Hippopus hippopus (48.67). Overall giant clams discovered in Teluk Dalam seawater has a clumped distribution with (95,88) X² value.

(3)

PENDAHULUAN

Kima atau kerang raksasa (Giant Clam), merupakan salah satu jenis bivalvia yang sering ditemukan pada perairan ekosistem karang. Kima hidup berasosiasi dengan terumbu karang dengan cara menenggelamkan diri pada substrat (mengebor), serta memiliki pigmen pada mantel yang berasal dari asosiasinya dengan alga (Niartiningsih, 2012). Kima hewan

dilindungi tertera di Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, termasuk dalam appendiks II dari CITES.

Kima tergolong dari megabentos yang tersebar pada perairan tropis atau sub tropis. Dalam Cappenberg (2007), di Indonesia terdapat 7 jenis: Tridacna gigas, Tridacna derasa, Tridacna maxima, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Hippopus hippopus, Hippopus porcellanus.

Terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan keberadaan kima pada Kabupaten Bintan, namun masih sangat sedikit yang melakukan penelitan terkait kima secara langsung. Menurut Koenawan et al (2008), pada penelitian di Kabupaten Bintan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dan banyak dijumpai hanya tinggal cangkangnya. Karena informasi yang masih sangat sedikit, penelitian pola sebaran kima penting dilakukan.

Menurut Rani (2003) Pola spasial organisme adalah karakter penting dalam ekologi komunitas. Ini biasanya yang pertama kali diamati dalam melihat beberapa komunitas dan salah satu sifat dasar dari kebanyakan kelompok organisme

hidup. Dua populasi mungkin saja memiliki kepadatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola sebaran spasialnya. Bagaimanakah keadaan pola sebaran Kima di perairan Teluk Dalam?

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk Mengetahui jenis – jenis kima dan Mengetahui pola sebaran kima yang terdapat pada perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola sebaran dan jenis - jenis kima. Selain itu dapat memberikan landasan bagi pengembangan konservasi biota yang terdapat di periaran Teluk Dalam Desa Malang Rapat.

METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2015,lokasi penelitian berada di perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau.

Penelitian ini adalah penelitian survey, yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai variabel yang diambil dari sekelompok obyek atau sampel yang ingin diteliti dan dilakukan secara langsung di lapangan.

Adapun bahan atau materi serta kegunaannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Bahan dan Materi Penelitian

No Bahan atau Materi Kegunaan

1. Buku mengenai kima karangan : Andi Niartiningsih tahun 2012 Acuan mengenai kima serta kunci identifikasi kima 2. Kima (Tridacnidae sp) Objek penelitian

(4)

Adapun alat dan bahan serta kegunaannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Alat Penelitian dan Kegunaan No Alat Kegunaan 1. GPS Menentukan Titik Koordinat (Titik Sampling) 2. Transek pita / Roll Meter (100 m) Pengukuran transek 3. Pipa paralon dengan skala ukur (5 m) Pembatas lebar sabuk / Belt 4. Scuba Pengambilan data Kima 5. Depth + pressure Mengukur kedalaman perairan 6. Pelampung Mengukur Kecepatan Arus Perairan 7. Multi tester Alat pengukuran DO, suhu dan pH perairan 8. Salt meter Alat pengukuran

salinitas perairan 9. Sechidisk Alat pengukuran kecerahan perairan 10. Lembar Identifikasi Mengidentifikas i 11. Alat Tulis dan papan manta Mencatat Hasil Pengukuran/ Pengambilan Data

12 Kamera u/w Dokumentasi

Variabel pada penelitian ini terbagi menjadi dua, variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang bebas ditentukan dan merupakan variabel yang tidak dapat dipengaruhi oleh faktor lain, Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Pada

penelitian ini Variabel bebasnya ialah lokasi penelitian, dan Variable terikatnya ialah jumlah Kima dari hasil pengamatan.

Kriteria Objektif

Pada penelitian ini penilaian pola sebaran kima ditentukan menggunakan indeks morisita. Berikut kriteria pola sebaran berdasarkan hasil angka yang didapat dari perhitungan indeks morisita. Tabel 3 . Kriteria Objektif

Hasil Id<1 Id = 1 Id > 1 Ket Sebaran Individu Cenderung Acak Sebaran Individu Bersifat Merata Sebaran Individu Cenderung Berkelompok

Penentuan Titik Sampling

Penentuan lokasi penelitian berdasarkan survey lapangan dan studi literature mengenai keberadaan kima di Kabupaten Bintan sehingga dipilihlah lokasi perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat. Titik pengamatan kima dan titik sampling kualitas perairan merupakan titik yang sama. Titik sampling pada penelitian ini adalah perairan dangkal pada kedalaman perairan yang disampling berkisar antara 2 - 7 meter. Titik sampling ditentukan menggunakan metode random systematic (acak teratur). Maka didapatlah 31 titik sampling menggunakan software visual sampling plan (V.S.P), dimana pada setiap titik koordinat ditentukan sebagai titik awal pengamatan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data meliputi penghitung jumlah per jenis, serta mengidentifikasi objek pengamatan dan pengukuran kualitas perairan.

(5)

a) Pengambilan data Kima

Pengambilan data kima menggunakan belt transek, dalam penelitian ini kima yang dihitung adalah kima hidup. Menurut Hill dan Wilkinson (2004), Belt transek digunakan untuk menghitung makro-invetebrata dengan presisi tinggi. Pada setiap titik pengamatan menggunakan transek pita / roll meter (100 m), dengan jarak pengamatan sepanjang 80 meter dan lebar sabuk 5 meter. 2,5 meter ke kiri dan 2,5 meter ke kanan sepanjang jarak pengamatan dengan menetapkan transek pita / roll meter sebagai acuan titik tengah pangukuran lebar sabuk / belt. Dari ukuran transek pengamatan terbentuk 4 segmen dari 80 m, dengan luas setiap segmen 5 m x 20 m. Pengamatan dan pengambilan data Kima berdasarkan luasan per unit sampling yaitu 2,5 m x 20 m, maka setiap Belt transek membentuk 8 unit sampling Sehingga pada setiap titik sampling / Belt transek memiliki luasan 400 m².

Gambar 1. Sketsa Belt Transek Teknis dalam pengamatan ini melibatkan tiga orang diantaranya. 2 orang penyelam bertugas sebagai pengambil data objek pengamatan, dan satu orang boat driver yang bertugas mengawasi dari atas permukaan air. untuk mempermudah proses pengamata, masing –masing dari penyelam mengamati sebelah kiri dan sebelah kanan dari belt transek, dan untuk membatasi area pengamatan dalam hal ini lebar belt maka pengamat membawa tongkat

atau pipa berskala dengan panjang 5 m (Hill dan Wilkinson, 2004).

b) Substrat

Substrat merupakan salah satu parameter yang penting. Substrat kima biasanya pada daerah terumbu karang, pasir, dan pecahan karang. Pada penelitian ini pengambilan data substrat dilakukan dengan cara mengidentifikasi secara langsung dilapangan. Substrat yang dijumpai Kima dinilai menggunakan bentik Kode didefinisikan oleh English et al.1994 dalam Hernawan 2010, Kodenya adalah CC (coral covered); DCA (dead coral algae); FAV (Faviidae); POR (Porites); RB (Rubble); and S (Sand). .

Pengolahan Data

Pengolahan Data Pola sebaran kima

Dalam Miswandi et al (2013), Pola pemencaran kima dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Morisita (Id) dengan rumus sebagai berikut (Brower et al,. 1990).

Id = ΣX2 – N N (N - 1) n

Morisita diinter-pretasikan sebagai berikut :

Id<1 , sebaran individu cenderung acak

Id=1 , sebaran individu bersifat merata

Id >1 , sebaran individu cenderung berkelompok

Pengolahan Data Kualitas Perairan

a) Pengolahan Data Kecerahan Perairan

Pada kecerahan perairan perhitungan dilakukan dengan merata - ratakan jarak tampak dan jarak

(6)

hilang dan dikonversikan ke dalam persen, dengan rumus:

Kedalaman secchi (cm)

= jarak hilang(cm)+ jarak tampak (cm)

2

b) Pengolahan Data Kecepatan Arus

Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus :

V = S/t Analisis Data

Analisis Pola Sebaran Kima

Pendugaan indeks morisita untuk populasi dilakukan uji Chi kuadrat (x²). Koefisien ini relatif tidak bergantung kepada kepadatan populasi tetapi dipengaruhi oleh ukuran contoh (jumlah kwadrat). Jika mengikuti distribusi acak, maka nilai Id = 1, distribusi seragam, Id = 0 dan distribusi sangat mengelompok, Id = n. Untuk memenuhi sifat statistik tentang distribusi sampling, diajukan uji hipotesis nol mengenai keacakan dengan uji chi-square, yaitu :

X² = Id (Σx-1) + n - Σx (db= n-1) Jika X² hitung lebih kecil dari X² table, menunjukkan bahwa penyebaran populasi acak.

Analisis Data Kualitas Air

Data kualitas perairan dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan kondisi kima dan perairan serta dibandingkan juga dengan literature terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum Kima

Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat atau yang sering dikenal dengan pantai Trikora, pada

musim tertentu gelombang laut tinggi sehingga segala kegiatan yang berhubungan dengan laut dan pantai tidak berjalan seperti musim lainnya, terutama pada musim utara.

Kima juga termasuk salah satu biota yang hidupnya bergantung dengan kualitas perairan dan substrat tempat melekatnya. Berdasarkan observasi peneliti sendiri beberapa jenis kima sering dijumpai pada kawasan karang tepi (fringe reef) dan beberapa kima di kawasan tubir.

Kima membutuhkan perairan yang dangkal di daerah terumbu karang sebagai habitatnya. Kedalaman perairan dimana sering ditemukannya kima adalah pada terumbu karang dengan kedalaman 0,5 meter sampai 25 meter (Niartiningsih, 2012).

Jenis Kima Yang Ditemukan

Perairan Indonesia merupakan wilayah penyebaran 4 spesies kima, yaitu kima sisik (Tridacna squamosa), kima besar (Tridacna maxima), kima lubang (Tridacna crocea), dan kima air (Tridacna derasa). Selain itu, terdapat pula spesies kima lain, yaitu Hipoppus hipoppus, Tridacna gigas, dan Hipoppus porcellanus. Tridacna merupakan jenis kerang - kerangan yang terkenal karena ukurannya relatif besar dan cangkangnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri hiasan. Karena perburuan yang intensif, jenis kerang - kerangan ini berkurang populasinya sehingga mendapat perlindungan dengan dimasukkannya ke dalam CITES. Jenis kerang ini belum tercantum dalam buku statistik produksi nasional maupun global (Nurdin, 2008). Dalam Kordi (2010) Di

(7)

Indonesia, seluruh species kima telah dilindungi sejak tahun 1987 melalui SK Menteri Kehutanan No.12/KPTS-II/1987. Namun eksploitasi kima di alam terus terjadi, sehingga beberapa species sudah jarang ditemukan.

Menurut Kordi (2010), dari 7 species kima yang tersebar di perairan Indonesia, 3 species diantaranya sudah sangat jarang ditemukan, yaitu Tridacna gigas, Tridacna derasa, dan Hippopus porcellanus. Ketiga species tersebut merupakan kima berukuran paling besar diantara yang lainnya. Dari hasil penelitian didapat 4 jenis kima, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Tridacna maxima, dan Hipopus hipoppus. Identifikasi kima menggunakan buku Niartiningsih (2012) :

a. Tridacna squamosa, ditemukan Pada setiap titik yang memiliki karakteristik dasar perairan yang hampir sama yaitu dataran karang yang landai. Tridacna squamosa memiliki ciri, cangkang hampir simetris sekitar umbo pada sisi lateral, dengan engsel setengah dari panjang cangkang. Lubang bissus sempit hingga sedang sisik besar dan berkembang diantara garis dan celah radial. Jarak garis lateral antara dua deretan sisik yang berdekatan biasanya kurang dari lebar sisik. Tidak tertanam dalam substrat. Dalam Niartiningsih (2012) Tridacna squamosa melekat dengan byssus yang lemah pada karang dan pecahan karang pada kedalaman sampai di atas 18 meter, pada karang yang didominasi Acrophora. Mantel biasanya berwarna redup dan totol

berwarna, incurrent (inhalent) memiliki tentakel.

b. Tridacna crocea, Pada setiap titik ditemukan kima, tempat hidupnya didominasi oleh karang mati DCA (Dead Coral Algae). Jenis kima ini yang paling banyak ditemukan saat pengamatan, jenis ini juga sering ditemukan berkelompok dibeberapa titiknya. Tridacna crocea memiliki ciri, panjang cangkang kurang dari 15cm. dilihat dari sisi lateral titik umbo, cangkang tidak terlalu asimetrik. Lubang bissusnya besar. Sisik pendek dan hanya tumbuh sekitar pinggir cangkang. Sisik yang lama tertinggal dari pinggir cangkang dan akan hilang. Seluruh cangkang tertanam dalam substrat (karang) hingga batas pinggir cangkang. Mantel berwarna cerah, dengan banyak variasi warna diantara specimen berdekatan. Dalam Niartiningsih (2012) Tridacna crocea menggali lubang ke dalam karang di daerah Reef Top.

c. Tridacna maxima, Pada pengamatan jenis kima ini ditemukan 1 individu disetiap titiknya. cangkang biasanya asimetris sekitar umbo dari sisi lateral, dengan engsel yang jelas lebih pendek dari pada setengah panjang cangkang. Lubang bissus berukuran sedang hingga lebar. Sisik biasanya pendek dan tersusun sejajar berada diantara garis-garis radial. Lebar celah diantara sisik yang berdekatan biasanya kurang dari ukuran lebar sisik. sebagian tubuh tidak tertanam dalam substrat. Bila

(8)

ditemukan dalam substrat hanya sebagian cangkang yang tertanam (Columpong, 1992; Ellis, 1995 dalam Niartiningsih, 2012). Mantel berwarna cerah; organ incurrent (inhalent) tidak bertambah.

d. Hipopus hipopus, disetiap titik ditemukannya kima ini pada substrat pasir dengan pecahan karang, lamun dan sedikit sargasum. Hipopus hipopus memiliki ciri,cangkang tebal dan kasar, dan bercak - bercak berwarna strawberry tidak teratur. Organ incurrent tanpa tentakel, tidak melekat pada substrat, sehingga mudah untuk diambil. Dalam Niartiningsih (2012) Hipopus hipopus hidup khusus di daerah rataan terumbu berpasir atau padang lamun hingga maksimum kedalaman 6 meter, tersebar luas dan umum ditemukan di Indo-Pasifik mulai dari Thailand sampai Vanuatu.

Tipe Habitat dan Komposisi Jenis Kima

perairan Teluk Dalam merupakan kawasan perairan dengan tutupan karang yang cukup luas dengan berbagai jenis biota. Habitat menjadi hal penting terkait kehidupan kima, dari hasil penelitian ini komposisi setiap jenisnya adalah Tridacna crocea 73%, Tridacna squamosa 17%, Tridacna maxima 6%, dan Hipoppus hipoppus 4%.

Kima merupakan hewan mega bentos yang hidupnya pada dasar perairan. Kima berkaitan erat dengan tempat hidupnya sehingga perlu dilihat kaitannya dengan tekstur

sedimennya. Pada penelitian ini dibagi menjadi 6 jenis kelompok sedimen yang diamati yaitu Coral Covered (tutupan karang hidup), Dead Coral Algae (karang mati dengan algae), Favidae (karang otak), Porites (karang berbatu), Rubble (pecahan karang), dan Sand (pasir).

Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada Perairan Teluk Dalam adalah merupakan kawasan wisata masal (mass tourism). Namun hal ini juga dapat mempengaruhi jumlah kima pada habitatnya, karena siapapun dapat berpeluang mengambil kima dari alam dan mempengaruhi pola sebarannya

Pola Sebaran Kima

Pola dasar untuk penyebaran yaitu pola penyebaran acak, seragam, dan berkelompok. Hasil perhitungan Pola sebaran kima jika dilihat dari hasil penelitian adalah sebagai berikut.

Tridacna squamosa, Tridacna crocea dan Hipoppus hipoppus sebarannya mengelompok dengan nilai χ2 Tridacna squamosa (60,33), Tridacna crocea (97.56) dan Hipoppus hippopus (48,67) sedangkan Tridacna maxima sebarannya acak dengan nilai χ2 (27.00).

Menurut Odum (1993) dalam Akhriati et all (2014), Penyebaran individu secara acak dapat terjadi jika habitat dalam keadaan seragam dan tidak ada kecenderungan organisme tersebut untuk hidup bersama-sama. Jika dilihat dari hasil penelitian Tridacna maxima dijumpai pada Coral Covered dan Dead Coral With Algae dan tidak ditemukan pada substrat lain seperti Faviidae, sedangkan jenis Tridacna squamosa

(9)

dan Tridacna crocea ditemukan pada Coral Covered, Dead Coral With Algae, dan Faviidae, Jenis Hipoppus hipoppus hanya ditemukan pada area Sand, terumbu karang berpasir dengan sedikit sargasum juga ditemukan di padang lamun. Sedangkan pada substrat Porites dan Rubble pada pengamatan ini tidak ditemukan jenis kima apapun.

Jika dilihat dari cara hidup secara umum. Menurut Cappenberg (2007), kima adalah hewan yang hidupnya selalu berkelompok ini berhubungan erat dengan cara memijah dan jenis tersebut simultan hermaphrodit.

Dari hasil observasi peneliti di lapangan beberapa titik berupa rataan terumbu (reef flat), pasir, lamun dan sedikit sargasum. Pada lokasi pengamatan, tipe terumbu karang yaitu terumbu karang tepi (fringing reef) dan terumbu karang penghalang (barrier reef). Dari hasil pengamatan juga ditemukan cangkang kima di dasar perairan pada beberapa titik pengamatan baik yang sudah lama maupun yang baru, diduga kuat cangkang kima tersebut dari hasil penangkapan oleh masyarakat maupun nelayan sekitar.

Jenis-jenis kima yang ditemukan pada lokasi pengamatan terdapat 4 jenis kima diataranya, Tridacna squamosa, Tridacna maxima, Tridacna crocea dan Hippopus hippopus, sedangkan cangkang kima yang ditemukan di dasar perairan masing-masing dari jenis Tridacna squamosa dan Tridacna maxima yang besar kemungkinan dapat mempengaruhi penyebaran dari jenis - jenis kima tersebut, hasil pengamatan di lapangan dari kedua jenis cangkang

kima yang ditemukan masing - masing memiliki ukuran yang lebih besar dari 2 jenis lainnya yang ditemukan di lokasi penelitian dan hal tersebut dapat menjadi alasan mengapa jenis Tridacna squamosa dan Tridacna maxima mejadi target penangkapan.

Kualitas Perairan

Pada penelitian ini kualitas air yang diambil adalah kualitas air yang berkaitan dengan kehidupan kima. Didapat hasil kisaran suhu antara 21.9 – 30 °C. Jika dibandingkan dengan pernyataan Copland dan Lucas (1998), kima dapat hidup dalam aquarium dengan temperature 28 – 30 °C namun untuk kerang – kerangan suhu yang dapat ditoleransi adalah 15 – 32 °C (Niartiningsih, 2012).

DO (Oksigen Terlarut) perairannya adalah 4.03 – 11.23 ppm, angka ini masih tergolong baik bagi kima. Menurut Copland dan Lucas (1988) mendapatkan kisaran oksigen terlarut untuk kehidupan kima yang dipelihara dalam akuarium berada pada kisaran antara 7,5 – 11 ppm, Sementara Idrus (1992) mengatakan bahwa kadar oksigen 3,2 ppm sudah cukup baik untuk mendukung kelangsungan hidup larva kima, meskipun untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal dibutuhkan batas minimal 2 ppm dan maksimal adalah 6,5 ppm (Niartiningsih, 2012).

Data pH yang didapat adalah 7.23 – 10.73, angka ini menunjukan pH yang terlalu tinggi dan tidak baik bagi kima. Menurut Idrus (1992) bahwa kisaran pH yang dapat mendukung kelangsungan hidup larva kima adalah 7,2 – 7,5, sedangkan menurut Wardoyo (1974), kisaran pH

(10)

air yang baik untuk kehidupan organisme dalam perairan secara wajar adalah antara 7 – 9. Beberapa titik sampling menunjukan pH yang terlalu tinggi namun masih dijumpai kima pada titik tersebut.

Data salinitas yang didapat adalah 32.93 – 37.90 ppt, angka ini masih tergolong baik bagi kima. Menurut Jameson (1976) dalam Marsuki et al (2013) bahwa salinitas yang baik untuk kima adalah 25 - 40 ppt.

Kecerahan merupakan parameter yang penting bagi kima

karena berkaitan dengan alga yang hidup bersimbiosis membutuhkan cahaya untuk berfotosintesis. Data kecerahan yang didapat adalah 100% dengan kisaran kedalaman 2 – 5 meter kecerahan perairan ini tergolong cerah.

Kecepatan arus pada Perairan Teluk Dalam berkisar antara 5,88 – 12,90 cm/det, angka ini masih dalam kategori lambat hingga sedang (Hutabarat dan Evans, 1986 dalam Niartiningsih, 2012). Menurut Nontji (1993) dalam Marsuki et al (2013), menyatakan bahwa keberadaan arus dan gelombang di perairan sangat penting untuk kelangsungan hidup terumbu karang. Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton, disamping itu juga membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik dari pada perairan yang tenang dan terlindung.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ditemukan 4 jenis kima yaitu Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Tridacna maxima dan Hippopus hippopus. Komposisi terbesar adalah Tridacna crocea (73%), kemudian Tridacna squamosa (17%), Tridacna maxima (6%) dan Hippopus hipoppus (4%).

2. Kima yang ditemukan pada Perairan Teluk Dalam, hampir semua jenis yang ditemukan yaitu Tridacna squamosa dengan nilai (60,33), Tridacna crocea Dengan nilai (97,56), dan Hippopus hipoppus Dengan nilai (48,67) sebarannya mengelompok kecuali Tridacna maxima dengan sebaran acak dengan nilai (27,00).

Saran

Pada penelitian ini perlu dilakukan pengamatan yang berkelajutan mengenai pola sebaran kima (Tridacnidae) di perairan Teluk Dalam. Pengaruh dan peranan penting substrat (karang) bagi penyebaran dan keberlangsungan kehidupan kima, serta peranan kima bagi lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Nurrudin, 2008, Budidaya

Kima (Tridacna squamosa) Yogyakarta: Penebar

Swadaya.

Adriman ., Purbayanto, Ari ., Budiharso, Sugeng ., dan Damar, Ario, 2012,

(11)

Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1 (2012) : 1-15.

Akhrianti, Irma ., Bengen, Dietriech

G., Setyobudiandi, Isdradjad, 2014, Distribusi

Spasial Dan Preferensi Habitat Bivalvia Di Pesisir

Perairan Kecamatan Simpang Pesak Kabupaten

Belitung Timur, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 1, Hlm. 171-185, Juni 2014, FPIK-IPB, Bogor. Ambariyanto, 2007, Pengelolaan

Kima Di Indonesia: Menuju Budidaya Berbasis Konservasi, Seminar Nasional Moluska: dalam Penelitian, Konservasi dan Ekonomi Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK UNDIP, Semarang.

Betay, Henny A, 2012, Jenis – Jenis Kima Dan Kelimpahannya Di Perairan Kepulauan Roon Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat (Skripsi). Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Poeternakan Perikanan Dan

Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Papua, Manokwari.

Cappenberg, H. A. W, 2007, Sebaran dan Kepadatan Kima (Tridacnidae) di Perairan Derawan, Kalimantan Timur, jurnal perikanan (J. Fish. Sci) IX (2): 220-225 ISSN : 0853 – 6384.

Hernawan, Udhi Eko, 2010, Study On Giant Clams (Cardiidae) Population In Kei Kecil Waters, Southeast-Maluku, Published in Widyariset 13 (3): 101-108, December 2010.

Hill, Jos., dan Wilkinson, Clive, 2004, Methods For Ecological Monitoring Of Coral Reefs (A Resource For Managers), Australian Institute of Marine Science, ISBN 0 642 322 376

http://www.marinespecies.org di

posting tanggal 27 januari 2015

Huber, Markus, dan Eschner, Anita, 2011, Tridacna (Chametrachea) costata RoA-QUIAOIT,

KOCHZIUS, JANTZEN, AL-ZIBDAH DAN RICHTER from The Red

Sea a junior synonym of Tridacna squamosina Sturany,1899 (Bivalia, Tridacnidae), jurnal : Ann. Naturhist.Mus.Wien, B 112 153-162 Wien, März, 2011.

Koenawan , Chandra Joe., Soeharmoko., Apdillah, Dony., dan Khodijah, 2008,

(12)

Studi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Dan Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus Perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau). Studi-Ekosistem-Terumbu-Karang1. Pdf Kordi, K.M.G.H. 2010. Ekosistem

Terumbu Karang: Potensi, Fungsi & Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Marsuki, Ismail Dg ., Sadarun, Baru ., dan Palupi, Ratna Diyah, 2013, Kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan Kima di Perairan Pulau Indo, Jurnal Mina Laut Indonesia, Vol. 01 No. 01, (61 – 72), ISSN : 2303-3959.

Miswandi, Muhammad., Suparno., Efendi, Yempita, 2013, Kajian Populasi Kima (Tridacna Sp) Dan Kondisi Habitatnya Di Perairan Pulau Pasumpahan, Kota

Padang, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan, FPIK Universitas Bung Hatta.

Niartiningsih, Andi, 2012, Kima, Biota Laut Langka:

Budidaya dan Konservasinya, Identitas

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pada, Defy N., Boneka, Farnis B., Mamangkey, Gustaf F, 2013, Identifikasi Dan Aspek Ekologi Kerang

Tridacninae Di Perairan Sekitar Pulau Venu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-2, Januari 2013 ISSN: 2302-358945.

Ponal, 2011, Distribusi Kima (Tridacna spp) di Perairan Pantai Desa Mapur Bagian Barat Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. ponalavogadro.blogspot.co m/2012/10/skripsiku.html di posting tanggal 28 januari 2015.

Rani, Chair, 2003, Metode Pengukuran Dan Analisis Pola Spasial (Dispersi) Organisme Bentik, (UMM Malang) Jurnal Protein di Vol 19 Halaman 1351-1368.

Syafikri, 2008, Struktur Komunitas Bivalvia dan Gastropoda di Perairan Muara Sungai Kerian dan Simbat. Universitas Diponegoro.

Gambar

Tabel  2.  Alat Penelitian dan  Kegunaan  No  Alat   Kegunaan  1.  GPS  Menentukan  Titik Koordinat   (Titik Sampling)  2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kandungan total senyawa golongan fenolik yang terkandung dalam ekstrak etanol rumput laut merah dilakukan dengan menggunakan metode

Dengan suara yang keras, pohon

Untuk menentukan hasil dari karakteristik briket terbaik dengan variasi komposisi sampah organik dan sampah tempurung siwalan dengan menggunakan limbah kertas

Pemberian ekstrak patikan kebo dosis 10 mg/mencit/hari dan dosis 20 mg/mencit/hari dapat menurunkan secara bermakna derajat inflamasi bronkus pada mencit Balb/C model

Dalam mendesain pakaian yang akan diluncurkan oleh Sandiwara Store, desain musik atau film yang akan diluncurkan oleh Sandiwara Store akan lebih mudah

Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP di antaranya ialah karena kesibukan dalam pekerjaan, pendidikan maupun hal lain

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Azmeilia tahun 2010 pada mahasiswi Fakultas Psikologi USU yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

Penelitian ini bertujuan untuk menguji fotostabilitas produk imobilisasi ekstrak pigmen bixin pada bentonit yang diawali dengan aktivasi bentonit dengan larutan