BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi Kedelai
Tanaman kedelai menurut Cronquist (1981) diklasifikasikan sebagai berikut:
2.1.2 Morfologi tanaman Kedelai
daun 3-15 cm. Permukaan lembaran daun berbulu dan lembarannya berbentuk bulat, lonjong. Tidak bertangkai pada tandan bunganya. Bentuk seludang bunganya agak persistent-panjang, berukuran 2-3 mm pada tangkainya. Tangkai putiknya pedek, Kepala putiknya sempurna. Batang tanaman kedelai tertutup rambut coklat dan angular, panjang rachis 5,5 – 19 cm, bentuknya selebaran bulat-lonjong-oval, dan kedua permukaannya berbulu panjang. Bunga kedelai berbentuk polong, lonjong linier dengan ukuran lebar 8-12 mm dan panjang 3-4,5 cm, setiap polong terdapat 1-4 biji, terdapat sekat memban diantara 2-4 bijinya (Backer & van den Brink, 1965).
2.1.3 Syarat-syarat Tumbuh
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada iklim panas dengan jumlah bulan kering selama 3-6 bulan. Kedelai tidak terlalu optimal pada iklim yang terlalu basah ditandai tanaman dalam menghasilkan biji kurang maksimal. Suhu yang baik untuk pertumbuhan kedelai yaitu 25 -30 C dan suhu optimalnya 28 C (Rusdi, 1990).
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase dan areasi tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Rismaneswati, 2006).
2.1.4 Beberapa Varietas Kedelai Hitam
Varietas merupakan sekumpulan individu yang dapat dibedakan oleh setiap sifat morfologi, fisiologi, kimia, sitologi dan lain lain yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Sutopo, 1998).
Proses pembentukan varietas tahan dan unggul sering dilakukan dengan tiga cara, yakni persilangan antar galur yang sudah ada, seleksi galur dan introduksi. Tujuan pembentukan varietas kedelai unggul tidak lain untuk meningkatkan produktivitas dari kedelai tersebut (Irwan, 2006). Varietas kedelai dikatakan unggul apabila mempunyai kriteria-kriteria antara lain mempunyai sifat tahan terhadap hama dan penyakit, berumur genjah dan produksinya tinggi (Najiyati & Danarti, 2000). Umur kedelai di Indonesia dikelompokkan menjadi 5 yaitu sangat dalam (>90 hari), dalam (86-90 hari), sedang (80-85 hari), genjah (70-79 hari), dan sangat genjah (<70 hari) (Rahajeng & Adie, 2013).
ditanam dibeberapa wilayah Indonesia, mulai dari sawah, lahan kering masam (tanah marjinal), lahan pasang surut ataupun hutan. Semua varietas unggul itu bisa dibudidayakan di lahan yang sesuai jika ingin memperluas areal tanaman dan mendongkrak produksi kedelai (BPP Sungai Abang, 2014)
Saat ini, pemerintah Indonesia telah melepas sebanyak 4 varietas kedelai hitam terbaru diantaranya varietas Detam 1, Detam 2, Detam 3 dan Detam 4. Berhubung varietas tersebut masih tergolong baru di Indonesia maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai ketahanan terhadap penyakit karat (Balitkabi, 2013)
a. Detam 1
Pada tahun 2008, dilepas kembali varietas kedelai hitam yakni Detam 1. Varietas unggul Kedelai hitam Detam 1 merupakan hasil seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi yang dilepas pada tahun 2008. Detam 1 memiliki kandungan protein tinggi yaitu mencapai 35,4 %, potensi hasil 2,86 ton/ha. Umur panen Detam 1 selama 84 hari. Ukuran biji tergolong biji besar dengan bobot 100 gr biji adalah 14,8 gr. Detam 1 memiliki tipe pertumbuhan determine dengan tinggi tanaman 58 cm, bentuk biji agak bulat, warna kulit polong coklat tua, warna kulit biji hitam, kulit biji mengkilap, peka terhadap ulat grapyak dan kekeringan tetapi agak tahan terhadap penghisap polong (Balitkabi, 2013).
b. Detam 3
tanggal 17 Juni 2013 dilepas kedelai hitam Detam 3. Varietas tersebut merupakan karya peneliti Badan Litbang Pertanian, yang sebagian siklus perakitannya dilakukan kerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Insentif Riset Dasar tahun 2010 dan 2011. Detam merupakan akronim dari kedelai hitam. (Balitkabi, 2013).
Detam 3 merupakan hasil seleksi dari persilangan antara galur W9837 dengan varietas Cikuray. Potensi hasil bijinya tinggi, hingga 3,15 t/ha (rata-rata 2,88 t/ha), berumur genjah (75 hari), ukuran bijinya 11,8 g/100 biji dan agak toleran kekeringan. Detam 3 dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif mengatasi perubahan iklim, khususnya kekeringan, yang dapat dikurangi kerugian hasil bijinya melalui varietas kedelai berumur genjah, dan atau kedelai berumur genjah serta toleran kekeringan, khususnya pada periode terkritis yakni fase reproduktif (Balitkabi, 2013).
c. Detam 4
2.2. Biologi Penyakit Tanaman Kedelai
2.2.1 Klasifikasi Cendawan Phakopsora pachyrhizi
Menurut Alexopoulus (1996), cendawan Phakopsora pachyrhizi diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Mycota
Classis : Basidiomycetes Sub Classis : Heterobasidomycetes Ordo : Uredinales
Familia : Melampaoraceae Genus : Phakopsora
Species : Phakopsora pachyrhizi Syd
2.2.2 Deskripsi Cendawan Phakopsora pachyrhizi
Penyakit karat disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi. Jenis cendawan ini menyerang tanaman kedelai yang umurnya belum tua, dan bisa menyebabkan hampanya polong. Apabila tanaman yang terserang cendawan ini disentuh, sporanya akan beterbangan, kemudian akhirnya hinggap dan menyerang tanaman yang masih sehat (Matnawi, 1989).
Gambar 2.2.2.a Uredium pada daun dilihat dari dekat (Sumber: World Intelectual Property Organization, 2008)
Penyebaran penyakit karat daun melalui spora yang diterbangkan oleh angin. Penyakit ini sering muncul pada pertanaman kedelai di musim kemarau atau kondisi lingkungan kering dan suhu udara tinggi sekitar 20-35 0C. Beberapa jenis tanaman kacang-kacangan merupakan sasaran penyakit karat daun (Rukmana & Yunarsih, 1996)
2.2.3 Gejala Serangan
Gejala umum penyakit ini terjadi pada saat tanaman selesai berbunga. Berawal dari bercak-bercak kecil kelabu berubah menjadi bercak-bercak coklat tua dan menghitam. Posisi bercak karena karat tampak di sisi sudut-sudut daun dan menyebar. Penyakit ini dapat mengurangi fotosintesis. Apabila serangannya berat mengakibatkan banyak polong yang tidak terisi penuh karat menyerang tanaman kedelai yang umurnya belum tua, dan pada tanaman seperti ini dapat menyebabkan hampanya polong. Gejala karat mula-mula tampak pada daun-daun bawah, yang selanjutnya berkembang ke daun-daun yang lebih muda. Bercak-bercak umumnya terdapat di bawah daun, tidak menutup kemungkinan terdapat pada sisi atas daun (Semangun, 1996)
2.2.4 Daur Hidup Penyakit
Urediospora masuk kedalam tumbuhan melalui stomata. Setelah mencapai mulut kulit (stomata), ujung pembuluh kecambah membesar dan membentuk apresorium. Alat ini membentuk tabung penetrasi yang masuk kedalam lubang stomata lalu membengkak menjadi gelembung substomat didalam ruang udara. Gelembung tumbuh hifa infeksi berkembang ke semua arah dan membentuk haustorium yang mengisap makanan dari sel-sel tumbuhan inang (Semangun, 1996).
Gambar 2.2.4. Urediospora Phakopsora pachyrhizi, penyebab penyakit karat daun kedelai (350x)
(Sumber: Semangun, 1993)
2.3Pengendalian dengan Agens Hayati
Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikroorganisme antagonis dari penyebab penyakit, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) (BPP Jambi, 2015). Penggunaan bakteri sebagai agens antagonis juga berpeluang untuk pengendalian penyakit karat karena bakteri akan masuk kedalam jaringan tumbuhan dan mengikuti transportasi cairan didalam sel tanaman (Sumartini, 2010)
Menurut BPP Jambi (2015), agens hayati memiliki kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut : :
a. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
b. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia di alam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya terganggu.
c. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
d. Tidak ada efek samping. e. Relatif murah.
2.3.1 Corynebacterium (Coryne )
Menurut Agrios (1997) bakteri Coryne diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Firmicutes
Classis : Thallobacteria Ordo : Actinomycetales Familia : Corynebacteriaceae Genus : Corynebacterium Species : Corynebacterium sp
Coryne merupakan bakteri antagonis yang secara morfologi dapat dikenali dari bentuk elevasi cembung, berbetuk batang dan jenis gram posistif, koloninya berwarna putih kotor dan dibawah lampu ultraviolet tidak bereaksi (BPTPH, 2011).
Gambar 2.3.1 Bakteri Corynebacterium (Sumber: Biopolako, 2006)
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat dikendalikan oleh agens antagonis Coryne diantaranya penyakit blast pada padi, penyakit layu pada pisang, penyakit bercak daun pada jagung, penyakit karat pada kedelai, dan penyakit bengkak pada kubis (Anonim, 2008).
Terdapat tiga mekanisme antagonis dari bakteri antagonis yaitu hiperparatisme, kompetisi ruang dan hara, dan antibiosis (Setianingsih, 2015). Penjelasan tiga mekanisme tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hiperparatisme
Mekanismenya terjadi apabila organisme antagonis memparasit organisme parasit (patogen tumbuhan).
2. Kompetisi ruang dan hara
Antar bakteri terjadi persaingan untuk mendapatkan ruang dan hara, seperti karbohidrat, vitamin, nitrogen dan ZPT.
3. Antibiosis
2.3.2 Plant Growth Promoting Rhizobacteri (PGPR)
Plant Growth Promoting Rhizobacteri (PGPR) merupakan sekumpulan bakteri yang berasal dari rhizospere tanaman dan dapat dipindahkan dari habitat aslinya ke habitat lain baik secara langsung maupun melalui manipulasi terlebih dahulu. Pada habitat baru bakteri ini dapat berfungsi sama baiknya dengan habitat sebelumnya asalkan syarat tumbuh terpenuhi. Mikroorganisme dalam PGPR dapat bermanfaat bagi kesehatan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai fungsi. Sebagai kumpulan bakteri tanah, PGPR mempengaruhi tanaman secara langsung melalui kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi fithothormon pemacu tumbuh tanaman sehingga memiliki ketahanan terhadap serangan penyebab penyakit. PGPR secara tidak langsung berkaitan dengan kemampuannya menekan aktivitas pathogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik bagi penyebab penyakit terutama pathogen tular tanah (Widodo, 2006; Samsudin, 2008).
Gambar 2.3.2 Salah satu bakteri Bacillus yang digunakan dalam pengaplikasian PGPR (Sumber: Tumbull, 1996)
2.3Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Maman dkk. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan varietas kedelai unggul atau tahan mampu menekan produktivitas kedelai akibat serangan cendawan Phakopsora pachyrhizi. Hal ini ditunjukkan pada kondisi terinfeksi penyakit karat, kedelai varietas Slamet dan varietas Bromo memiliki intensitas serangan karat terendah yakni 18,38% dan 24,63%.