• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Skripsi berjudul Bentuk Imperatif Tindak Tutur Wacana Persuasif pada - BAB II RINA SUPRAPTI PBSI'14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Skripsi berjudul Bentuk Imperatif Tindak Tutur Wacana Persuasif pada - BAB II RINA SUPRAPTI PBSI'14"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

1. Skripsi berjudul Bentuk Imperatif Tindak Tutur Wacana Persuasif pada Fasilitas Umum oleh Desy Andriyani, NIM 0801040066, Tahun 2012.

(2)

6

tuturan yang mengandung makna pragmatik ucapan selamat, tuturan yang mengandung makna pragmatik anjuran, tuturan yang mengandung makna pragmatik ngelulu.

2. Skripsi berjudul Wacana Persuasif dalam Bahasa Spanduk Kampanye Pemilu Tahun 2004 di Kecamatan Bumiayu, oleh Eni Widiastuti, NIM 0001040008, tahun 2004.

Penelitian tersebut menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut mendeskripsikan teknik-teknik persuasif, jenis tindak tutur dan aspek dan efek komunikasi pada wacana persuasif pada spanduk kampanye. Data yang digunakan adalah spanduk kampanye pemilu 2004. Teknik pengumpulan data menggunakan metode aksidental, metode simak, metode catat, metode cakap. Teknik analisis data menggunakan metode padan. Teknik padan yang digunakan adalah teknik padan pragmatik. Penelitian tersebut menghasilkan teknik persuasi yaitu: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, dan pengganti. Tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta aspek komunikasi yang berupa aspek sosial, moral, politik, geografis. Efek komunikasi berupa umpan balik positif dan negatif.

(3)

7

permintaan, makna pragmatik imperatif permohonan, makna pragmatik imperatif desakan, makna pragmatik imperatif bujukan, makna pragmatik imperatif imbauan. Oleh karena itu, dapat dilihat kembali perbedaan yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya.

B. Hakekat Bahasa

Menurut Kridalaksana (dalam Aslinda dkk, 2010:1), bahasa merupakan satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Keraf (2004: 2), mengidentifikasikan bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indera. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh suatu kelompok anggota masyarakat sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dan untuk mengidentifikasikan diri satu sama lain.

C. Fungsi Bahasa

(4)

8

berbeda pula alat komunikasi, baik bentuk dan sifatnya. Fungsi bahasa yang digunakan untuk penganalisisan wacana berkaitan dengan fungsi bahasa, Keraf (2004: 3) mengatakan bahwa bahasa mempunyai empat fungsi yaitu: (1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) alat mengadakan kontrol sosial. Menurut Geoffrey Leech (dalam Aslinda dkk, 2010: 90) fungsi bahasa ada 5, yakni: (1) Fungsi Informasional, (2) Fungsi Eksprefis, (3) Fungsi Direktif, (4) Fungsi aestetik, dan (5) Fungsi fatis. Lebih lanjut diungkapkan oleh Leech (dalam Aslinda dkk, 2010: 90) bahwa tiap-tiap fungsi berkorelasi dengan 5 unsur utama situasi komunikatif yakni: (1) Pokok persoalan (subject-matter) untuk fungsi informasional, (2) originator yaitu pembicara atau penulis untuk fungsi ekspresif, (3) Penerima yaitu pendengar atau pembaca untuk fungsi direktif, (4) Saluran Komunikasi diantara mereka untuk fungsi aestetik dan (5) Pesan Kebahasaan itu sendiri untuk fungsi fatis.

D. Variasi atau Ragam Bahasa

(5)

9

Ragam bahasa dari segi penggunaan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari segi sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Juga ada ragam bahasa bertelepon, ragam bahasa bertelegram, dan sebagainya. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum (Chaer, 2007:56). Chaer dan Agustina (2004: 62) membagi variasi bahasa menjadi empat segi, yaitu 1) dari segi penutur terdiri atas idiolek, dialek, kronolek, sosiolek 2) dari segi pemakaian biasanya variasi bahasa itu digunakan berdasarkan bidang penggunaanya, 3) dari segi keformalan terdiri dari ragam baku, ragam resmi/ formal, ragam usaha, ragam santai atau kasual dan 4) dari segi sarana terdiri dari lisan dan tulisan.

(6)

10

bahasa Jawa di wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Banjarnegara (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_jawa - diakses tanggal 28 Februari 2014).

E. Wacana dan Analisis Wacana

1. Wacana

Kesatuan bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa kalangan dewasa ini, melainkan wacana atau discourse. Sebab itu, penyelidikan dan diskripsi sintaksis tidak boleh dibatasi pada satuan kalimat saja, tetapi harus dilanjutkan ke kesatuan yang lebih besar, yaitu wacana (Lubis, 2010: 23). Kata “wacana” banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Menurut Cook (dalam Badara, 2012: 16-17) wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa Inggris discourse yang berarti lari kian-kemari, yang diturunkan dari dis- „dari, dalam arah yang berbeda‟, curere „ lari‟, (Sobur, 2009: 9). Istilah discourse ini selanjutnya

digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga kemudian dikenal istilah discourse analyse atau dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah l’ Analyse du discourse. Menurut Marwoto dkk (1987: 151) wacana adalah paparan penyampaian ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis.

(7)

11

atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya (Chaer, 2007: 267). Menurut Alwi dkk (2003: 419), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain dan membentuk kesatuan.

Tarigan (2009: 24) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana lisan disampaikan secara lisan, melalui media lisan yang berupa pidato, ceramah, khotbah, kuliah dan deklamasi. Wacana tulis disampaikan secara tertulis, melalui media tulis yang dapat ditemui dalam koran, buku dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap atau terbesar dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal tertinggi yang terdiri dari seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain, dan membentuk suatu jaringan yang berupa pertalian semantik, dilengkapi dengan kohesi dan koherensi.

2. Analisis Wacana

(8)

12

maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari. Stubbs juga menambahkan bahwa analisis wacana menekankan penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antar penutur. Sementara itu, Sobur (2009: 48) mendefinisikan analisis wacana sebagai studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi (pragmatik) bahasa dan berusaha mencapai makna yang sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau penulis dalam wacana tulisan. Selanjutnya analisis wacana iklan spanduk kampanye diartikan sebagai suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi serta menelaah berbagai fungsi (pragmatik) yang muncul dalam sebuah iklan kampanye.

F. Pragmatik

1. Pengertian Pragmatik

(9)

13

pengetahuan dunia (world know-ledge), hubungan antara pembicara dengan pendengar atau orang ketiga, dan macam-macam tindak ujaran (speech acts) (Dardjowidjojo, 2010: 26). Menurut Yule (2006: 5), pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakaian bentuk-bentuk itu.

Wijana (dalam Rohmadi, 2004: 2) menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Firth (dalam Rohmadi, 2004: 1) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipan, ciri-ciri situasi yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan. Dari pengertian pragmatik tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari bahasa secara eksternal. Bahasa eksternal yaitu antara bahasa dan konteks situasi yang meliputi partisipan dan dampak-dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.

2. Aspek Pragmatik

(10)

14

Rohmadi, 2004: 23-27) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam studi pragmatik, meliputi: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tutur, (3) tujuan tutur, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan aktivitas, (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

a. Penutur dan mitra tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Apabila seseorang semula berperan sebagai penutur, pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Konsep ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban, dan sebagainya.

Contoh:

Mas Mamad : Hai, Mur! Kapan datang dari Yogyakarta?

Murliwan : Kemarin sore. Saya datang ke Solo dengan Mas Agus.

Mas mamad : Ok. Sekarang kita temui penulis “Cenderamata Cinta from “ABG” to ABG” di kampus UNS.

(11)

15

pembicaraan penutur dan lawan tutur di atas adalah untuk menemui penulis buku yang berjudul “ Cenderamata Cinta from “ABG” to ABG” di kampus UNS Solo.

b. Konteks tutur

Istilah konteks didefinisikan sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Tujuan utama konteks ini adalah supaya mitra tutur dan lawan tutur saling memahami tuturan. Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau latar belakang sosial sesuai dari tuturan yang bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakekatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Keberhasilan suatu komunikasi, di samping ditentukan oleh persamaan bahasa, juga ditentukan oleh adanya persamaan pengetahuan mengenai konteks yang melingkupi selama komunikasi tersebut berlangsung.

Contoh:

Yuli : Mas Mamad, sekarang di mana? Mamad : Kleco.

Yuli : Kok bisa. Sekarang tukang bakso kan sudah lewat depan rumah. Mamad : Ya. Sebentar lagi.

Tuturan percakapan yang dlakukan oleh penutur “Yuli” dan lawan tutur “Mamad” terasa janggal ketika “Yuli” menjawab “Kok bisa. Sekarang tukang bakso

kan sudah lewat di depan rumah.” Jawaban “Yuli” seolah-olah tidak sambung dengan apa yang dikatakan oleh “mamad.” Mengapa “Yuli” justru mengatakan tuturan tersebut? Hal itu dilakukan oleh “Yuli” karena “Mamad” dan “Yuli” sudah memahami konteks tuturan, yaitu “tukang bakso lewat depan rumah.” Berdasarkan background knowledge antara “Yuli” dan “Mamad” telah diketahui bahwa mamad biasanya

(12)

16

c. Tujuan ujaran

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beranekaragam tuturan. Bentuk-bentuk tuturan Pagi, selamat pagi, dan met pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tutur yang ditemui pada pagi hari. Selain itu, Selamat pagi dengan berbagai variasinya bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat juga digunakan untuk mengejek teman atau kolega yang terlambat datang ke pertemuan, atau siswa yang terlambat masuk kelas, dan sebagainya.

Contoh:

(Konteks tuturan: Seorang siswa SMP sedang coret-coret tembok di kelas) Ibu : Andi, sedang apa kamu?

Andi : Melukis.

Ibu : Oh, melukis? Ya coba kamu melukis pada tembok tembok di kelas kita. Ibu akan melihat hasilnya.

Andi : Maaf Bu.

Tuturan antara bu guru dan Andi di kelas menunjukan antara penutur dan lawan tutur dalam memahami konteks dan tujuan tuturan. Bu guru merupakan penutur dan Andi merupakan lawan tutur. Andi dalam percakapan di atas dapat memahami maksud tuturan bu guru. Maksud tuturan bu guru “Oh, melukis? Ya… coba kamu

(13)

17

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan juga. Jika tata bahasa berhubungan dengan unsur-unsur kebahasaan yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang lebih konkret yang terjadi dalam situasi tertentu. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. Pragmatik menangani bahasa pada tingkatannya yang lebih konkret, dibanding tata bahasa, yaitu tuturan yang konkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.

Contoh:

Iwan : Her, nilai rapotmu kok merah. Katanya kamu dibelikan playstation sebagai hadiah kenaikan kelas.

Heru : Oh tentu dong. Rapotku memang merah, tapi itu kan sampulnya. Soal nilai aku juaranya.

Iwan : Oh begitu.

Tuturan antara Iwan dan Heru di atas sebagai penutur dan lawan tutur. Iwan sebagai penutur. Heru sebagai lawan tutur. Tuturan diatas sedang membicarakn topik playstation untuk Heru sebagai hadiah kenaikan kelas. Kekuatan tutur Heru terletak pada tuturan “ Rapotku memang merah, tapi itu kan sampulnya. Soal nilai aku juaranya.”

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

(14)

18

nonverbal. Berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindak verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau bahasa. Wujud tuturan dalam contoh di atas sebagai bukti produk tindak verbal yang dikeluarkan oleh Heru dan Iwan dalam berkomunikasi. Dengan demikian, tuturan sebagai produk tindak verbal akan terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dan lawan tutur.

Contoh:

Warno : Dik Lis, mau ke mana? Lisa : Saya mau ke UGM, Mas. Warno : Lho katanya mau ke Magelang.

Lisa : Wah nggak jadi karena besok saya ada kuliah. Warno : Ya sudah. Aku ke kantor dulu, ya.

Tuturan antara Warno dan Lisa menunjukkan produk tindak tutur verbal dalam berkomunikasi. Sebagai produk tindak verbal, tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Warno bertindak sebagai penutur. Lisa sebagai lawan tutur. Penutur dan lawan tutur saling merespon apa, siapa, di mana, tujuan, dan bagaimana sebuah tuturan terjadi dalam situasi tutur.

(15)

19

G. Bentuk Tuturan Imperatif

Kalimat dipahami sebagai rentetan kata yang disusun secara teratur berdasarkan kaidah pembentukan tertentu. Setiap kata dalam rentetan itu memiliki makna sendiri-sendiri dan urutan kata-kata itu menentukan jenis kalimatnya. Pada bentuk tuturan imperatif ini, diuraikan secara singkat perihal aneka kalimat dalam bahasa Indonesia yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Kalimat interogatif apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat interogatif kepada si mitra tutur. Kalimat impertaif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun.

1. Kalimat Berita (Deklaratif)

(16)

20

Menurut Rahardi (2000: 73) kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada si mitra tutur. Sesuatu yang diberitakan kepada mitra tutur itu lazimnya merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian. Pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung, akan berlangsung maupun telah berlangsung. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Berkaitan dengan pernyataan itu, tuturan-tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi.

(8) Ibu menyahut, “ Si Atik akan segera pulang dari Jepang bulan depan.” (8a) “Ibu menyahut dengan mengatakan bahwa si Arik akan segera pulang

dari Jepang bulan depan.”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh Ibu Atik kepada suaminya ketika mereka bersama-sama duduk dengan santai di serambi rumah mereka sambil membaca Koran.

Baik tuturan (8) maupun (8a) keduanya mengandung maksud menyatakan atau memberitahu sesuatu, dalam hal ini informasi bahwa seseorang yang bernama Atik itu akan segera pulang dari Negara Jepang. Dengan demikian jelas bahwa kedua kalimat itu merupakan kalimat deklaratif. Dari segi bentuk kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi bermacam-macam, yakni kalimat deklaratif yang bersusun inverse, kalimat deklaratif yang berdiatesis pasif.

2. Kalimat Tanya (Interogatif)

(17)

21

si mitra tutur. Di dalam bahasa Indonesia, terdapat paling tidak lima macam cara untuk mewujudkan tuturan interogatif. Kelima macam cara itu dapat disebutkan satu persatu sebagai berikut: (1) dengan membalik urutan kalimat, (2) dengan menggunakan kata apa atau apakah, (3) dengan menggunakan kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat menjadi intonasi tanya, dan (5) dengan menggunakan kata-kata tanya tertentu. Kalimat deklaratif bahasa Indonesia dapat diubah menjadi kalimat interogatif dengan menambahkan kata apa atau apakah.

(9) a. “Apakah itu sudah hamper lulusASMI.” b. “Apa anak itu sudah hamper lulus ASMI?” c. “Apakah anak itu sudah hamper lulus ASMI?” Konteks tuturan :

Tuturan ini dituturkan oleh seorang pimpinan perusahaan yang sudah mengenal mahasiswa ASMI tertentu dan bermaksud akan mempekerjakannya setelah lulus.

Apabila dibandingkan antara tuturan (b) dengan tuturan (c) diatas, tampak bahwa tuturan (c) bermakna lebih halus dibandingkan dengan tuturan (b). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa partikel -kah yang ditambahkan pada kata apa di dalam kalimat interogatif dapat berfungsi sebagai pemerhalus tuturan. Dengan perkataan lain, partikel -kah yang diletakkan pada kata tanya apa itu dapat dianggap sebagai salah satu penanda kesantunan.

3. Kalimat Perintah (Imperatif)

(18)

22

1) Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu,

2) Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi berbuat sesuatu,

3) Permohonan jika pembicara, demi kepentingan, minta lawan bicara berbuat sesuatu,

5) Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu,

6) Pembiaran jika pembicara minta agar jangan dilarang.

Menurut Rahardi (2000: 77-83), kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Maka kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia sangat kompleks dan bervariasi. Kalimat imperatif dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut.

a. Kalimat Imperatif Biasa

(19)

23

Contoh:

(10) “Monik, lihat!” Konteks Tuturan:

Dituturkan oleh teman Monik pada saat ia ingin menunjukkan buku yang baru saja dibelinya dari toko buku kepada Monik. Keduanga adalah teman satu kos.

b. Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Dalam Kalimat imperatif perintah, penutur sebagai pihak yang membutuhkan. Sedangkan lawan tutur sebagai pihak yang dibutuhkan. Kalimat imperatif permintaan tersebut ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan beberapa ungkapan lain seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat.

Contoh :

(11) “Sudilah kiranya Bapak menanggapi surat kami secepatnya!” Konteks tuturan:

Disampaikan oleh seorang pelamar pekerjaan dalam sebuah suratlamaran yang disertai berkas-berkas kelengkapan lamaran.

c. Kalimat Imperatif Pemberian Izin

(20)

24

mengizinkan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Lazimnya diwujudkan dalam tuturan nonimperatif. Contoh tuturan berikut dapat dicermati untuk memperjelas pernyataan ini.

Contoh :

(12) “Ian… Silakan ambil buah duku itu kalau kau mau! Tadi nenek belikan buah duku untuk cucuku di pasar. Ayo…!

Konteks tuturan :

Dituturkan oleh seorang nenek kepada cucunya yang sedang berkunjung kerumahnya. Di meja makan terdapat beberapa buah duku yang sengaja disiapkan oleh sang cucu yang sudah mengatakan mau datang mengunjungi sang nenek.

d. Kalimat Imperatif Ajakan

Kalimat Imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (yo), biar, coba, mari, harap, hendaknya, hendaklah. Kalimat imperatif ajakan

dimaksudkan jika pembicara mengajak lawan bicara berbuat sesuatu. Ketujuh macam penanda kesantunan itu masing-masing memiliki makna ajakan. Tidak semua kalimat ajakan diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Kalimat ajakan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Penanda kesantunan mari atau ayo di dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut

Contoh :

(13) “Nang…Coba keraskan sedikit radio itu! Dalangnya siapa itu?”

Konteks tuturan:

(21)

25

(14) “Harap diselesaikan dulu tugas berat ini bersama-sama!” Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang direktur kepada para pembantunya yang saat itu sudah akan pulang ke rumah masing-masing sedangkan pekerjaan yang harus dikerjakan bersama masih banyak.

e. Kalimat Imperatif Suruhan

Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, suruhan berarti mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara. Kalimat imperatif suruhan berarti lebih halus daripada perintah. Kalimat imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Tuturan-tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas pernyataan ini.

(15) “Biar kamu menunggu rumah saja bersama Joko, nanti malam! Bapak akan berangkat sendiri saja.”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh Ayah kepada anaknya yang saat itu ingin ikut pergi bersamanya. Karena keduanya bersikeras ingin ikut, akhirnya sang Ayah menyuruh keduanya tinggal dirumah saja dan tidak ada yang ikut acara malam itu.

(16) “Silakan dibuka dulu bingkisan itu! Silakan Yan… buka dulu yang itu!”

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang saat itu menerima hadiah ulang tahun dari temannya. Dengan sangat gembira anak itu ingin segera membuka bingkisan-bingkisan yang disampaikan oleh teman-temannya.

H. Wujud Imperatif

(22)

26

nonstruktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya. Sedangkan wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna yang demikian dekat dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan tuturan imperatif itu. Dengan demikian wujud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia itu dapat berupa tuturan yang bermacam-macam sejauh di dalamnya terkandung makna pragmatik imperatif.

1. Wujud formal imperatif

Wujud formal berkaitan dengan jenis kalimat perintah (imperatif). Secara formal, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni imperatif aktif dan imperatif pasif. Imperatif aktif dibentuk dengan penggunaan awalan meN- pada verbanya, dan dapat juga menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua, mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya, serta menambahkan sufiks –lah pada bagian tertentu. Sufiks –lah tersebut untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Sedangkan imperatif pasif digunakan pada kadar suruhan yang didalamnya cenderung rendah.

a. Imperatif Aktif

(23)

27

digunakan dengan menyertakan objek pada tuturannya. Pada bagian berikut kedua macam tipe imperatif tersebut diuraikan terperinci.

1) Imperatif aktif tidak transitif

Menurut Rahardi (2000, 88), imperatif aktif tidak transitif dapat dibentuk dari tuturan deklaratif, yakni dengan menetapkan ketentuan-ketentuan berikut: (a) menghilangkan subjek yang lazimnya berupa persona kedua seperti Anda, Saudara, kamu, kalian, Anda sekalian, Saudara sekalian, dan kalian-kalian; (b) mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; (c) menambahkan sufiks –lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif tersebut. Imperatif aktif tidak transitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat dasar, frasa adjektival, dan frasa verbal

yang berprefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional. Contoh tuturan di bawah

ini dapat dengan jelas dilihat bahwa untuk membentuk imperatif aktif yang tidak transitif, verba tidak transitif yang berupa kata dasar seperti berdansa, berlibur, dan berteriak tidak perlu mengalami perubahan. Demikian pula apabila verba tidak transitif itu merupakan kata turunan yang didahului dengan meN- seperti misalnya pada membisu dan menyeberang, unsur meN- pada verba itu tidak perlu ditinggalkan terlebih dahulu untuk membentuk tuturan imperatif aktif tidak transitif.

Contoh:

(17) Hei…Kamu kemari kalau berani! (18) Hei…Kemari kalau berani! (19) Hei…Kemarilah kalau berani! Konteks Tuturan :

(24)

28

2) Imperatif aktif transitif

Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan meN-. Apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi kalimat aktif transitif itu memiliki dua unsur awalan, seperti misalnya memper dan member, hanya unsur meN sajalah yang perlu ditanggalkan. Akhiran yang melekat pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan tuturan imperatif aktif transitif. Perlu dicatat bahwa apabila verba kalimat deklaratif yang akan dibentuk menjadi imperatif akif transitif itu memiliki dua unsur awalan seperti misalnya memper- dan member-, hanya unsur meN sajalah yang perlu ditinggalkan. Perlu dicatat pula bahwa akhiran melekat pada verba tetap dipertahankan dan tidak perlu dihilangkan di dalam pembentukan tuturan imperatif aktif transitif.

Contoh :

(20) Ambillah surat keterangan itu saja sekarang juga! (21) Kamu memperkecil suara radio itu.

(22) Saudara memberhentikan pertengkaran itu.

b. Imperatif pasif

(25)

29

secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan. Pemasifan dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) menggunakan verba prefiks di-dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-.

Contoh :

(23) Surat itu diketik dan dikirim secepatnya! Konteks Tuturan :

Tuturan ini disampaikan oleh seorang pemimpin kepada sekretaris atau pembantunya. Tuturan tersebut dituturkan dalam situasi yang agak tegang karena sang direktur marah.

Tuturan (23) dapat menjadi semakin halus dan semakin tidak langsung apabila tuturan itu tidak diungkapkan dengan intonasi suruh. Selain itu, untuk mengurangi kadar kelangsungan tuturan seperti yang terdapat pada (23) dapat ditambahkan unsur-usur lingual lain sehingga tuturan menjadi semakin panjang. Semakin panjang sebuah tuturan semakin tidak langsunglah maksud sebuah tuturan itu. Semakin langsung maksud sebuah tuturan menjadi semakin rendahlah kadar kesantunan.

2. Wujud Pragmatik Imperatif

(26)

30

1) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Perintah

Di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian, terdapat beberapa makna pragmatik perintah yang tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif yang demikian dapat disebut dengan imperatif tidak langsung yang hanya dapat diketahui makna pragmatiknya melalui konteks situasi tutur yang melatarbelakangi dan mewadaihnya. Banyak tuturan disekitar kita yang sebenarnya mengandung makna pragmatik tertentu, namun wujud konstruksinya bukan tuturan imperatif. Hanya konteks situasi tuturlah yang dapat menentukan kapan sebuah tuturan akan ditafsirkan sebagai imperatif perintah dan kapan pula sebuah tuturan akan dapat ditafsirkan dengan makna pragmatik imperatif yang lain.

Contoh:

(24) “Jika Nawaksara akan diseminarkan, silakan!” Konteks tuturan:

Tuturan disampaikan seorang kepala Negara kepada masyarakat umum di dalam acara televise pada saat isu akan diseminarkannya pidato Nawaksara semakin merebak.

(27)

31

2) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Suruhan

Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, suruhan berarti mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara. Makna suruhan berarti lebih halus daripada perintah. Makna pragmatik imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Tuturan imperatif dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Secara struktural, imperatif yang bermakna suruhan dapat ditandai oleh pemakaian kesantunan coba.

Contoh:

(25) Coba luruskan kakimu kemudian ditekuk lagi perlahan-lahan!

(25a) Saya menyuruhmu supaya meluruskan kakimu kemudian ditekuk lagi perlahan-lahan.

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seorang ahli pijat urat kepada seorang pasien.Pasien itu terkilir kakinya sehingga sangat sulit untuk diluruskan seperti dalam keadaan normal.

Tuturan diatas secara berturut-turut dapat diparafrasa sehingga menjadi tuturan (25a) untuk mengetahui secara pasti apakah benar tuturan tersebut merupakan imperatif dengan makna suruhan. Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatik imperatif suruhan itu tidak selalu diungkapkan dengan konstruksi imperatif seperti yang disampaikan diatas. Seperti yang terdapat pada wujud-wujud imperatif lain, makna pragmatik suruhan dapat diungkapkan dengan tuturan deklaratif dan tuturan interogatif.

3) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan

(28)

32

dibandingkan dengan penutur pada waktu berkomunikasi dengan kalimat imperatif perintah. Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif suruhan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Makna permintaan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Lazimnya terdapat ungkapan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna minta.

Contoh:

(26) Totok : “Tolong pamitkan, Mbak!” Narsih : “Iya, Sis. Selamat jalan, ya!”

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seseorang kepada sahabatnya pada saat ia akan meninggalkan rumahnya pergi ke kota karena ada keperluan yang tidak dapat ditinggalkan. Pada saat yang sama sebenarnya ia harus menghadiri sebuah acara rapat karang taruna di desanya.

Tuturan yang disampaikan Totok pada (26), yakni Tolong pamitkan Mbak dapat berparafrasa menjadi Saya minta tolong supaya pamitkan, Mbak. Engan demikian dapat dikatakan bahwa tuturan-tuturan tersebut merupakan imperatif permintaan. Dari penelitian didapatkan bahwa makna pragmatik imperatif permintaan itu banyak diungkapkan dengan konstruksi nonimperatif. Sebagai contoh dapat dipertimbangkan tuturan-tuturan berikut.

Contoh:

(27) Manajer personalia : ”Sebaiknya diperhatikan umur saya kalau mau adapenentuan manajer Personalia lagi.”

General Manager : “Sebaiknya memang tidak lebih dari 60 tahun, kok.”

Konteks tuturan:

(29)

33

4) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan

Secara struktural, imperatif yang mengandung makna permohonan biasanya, ditandai dengan ungkapan penanda kesantuan mohon. Selain ditandai dengan hadirnya penanda kesantunan itu, sufiks –lah juga lazim digunakan untuk memperluas kadar tuturan imperatif permohonan. Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permohonan pada umumnya diwujudkan dengan tuturan imperatif atau imperatif langsung. Tidak semua makna permohonan diwujudkan dengan tuturan imperatif tetapi dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Makna permohonan ini biasanya permintaan kepada orang yang kedudukannya lebih tinggi. Tuturan (28) dapat diparafrasa menjadi tuturan deklaratif pada tuturan (28a). Sebagaimana didapatkan pada bentuk-benuk imperatif lainnya, dalam kegiatan bertutur sesungguhnya makna pragmatik imperatif tidak selalu dituangkan dalam konstruksi imperative.

Contoh:

(28) “Mohon tanggapi secepatnya surat ini!” Konteks tuturan:

Tuturan seorang karyawan kepada karyawan lain dalam sebuah pekerjaan pada saat mereka bekerja.

(28a) “Saya memohon Saudara menanggapi secepatnya surat ini.”

(29) “Tuhan, Engkau tahu segala kebutuhan dan permasalahan kami. Engkau pasti tidak pernah akan menegakan kami. Amin”

Konteks tuturan:

Tuturan seseorang yang sedang berdoa disebuah tempat perjiarahan di Yogyakarta .

5) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan

(30)

34

harus untuk memberi penekanan maksud desakan tersebut. Intonasi yang digunakan untuk menuturkan imperatif jenis ini, lazimnya cenderung lebih keras dibandingkan dengan intonasi pada tuturan imperatif lainnya. Makna pragmatik imperatif desakan ini tidak saja diwujudkan dalam tuturan imperatif. Makna desakan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif.

Contoh :

(30) Kresna kepada Harjuna : “Ayo, Harjuna segera lepaskan pusakamu sekarang juga! Nanti keduluan kakakmu, Karna.”

Konteks tuturan:

Tuturan diungkapkan oleh Kresna kepada Harjuna pada saatmereka berada di medan laga bertempur melawan Karna dan Salya dalam sebuah cerita pewayangan.

(31) Seorang suami kepada dokter : “Dokter, kapan istriku bisa segera keluar dari Ruang ICU dan pindah ke bangsa!”

Konteks tuturan:

Tuturan diatas merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di sebuah ruang dokter di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta antara seorang bapak dengan dokter.

6) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan

(31)

35

bentuk tuturan imperatif seperti contoh diatas. Maksud atau makna pragmatik imperatif bujukan dapat dwujudkan dengan tuturan yang berbentuk deklaratif ataupun introgatif.

Contoh:

(32) Ibu guru kepada anak didiknya yang masih anak Taman Kanak-kanak : “ Kerjakan dulu, ayo! Nanti yang paling cepat ibu kasih permen.

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seorang guru kepada anak didiknya yang masih anak Taman Kanak-kanak dan susah untuk mengerjakan tugas. Tuturan itu dimaksudkan untuk membujuk si anak didik agar mau mengerjakan soal. (33) Seorang penjual kepada calon pembeli: “Mobiliini irit sekali dan masih

kalengan dan tambahan lagi masih tangan pertama.”

Konteks tuturan:

Tuturan ini berlangsung dalam peristiwa tawar-menawar di sebuah show-room mobil bekas di Yogyakarta.Perlu dijelaskan bahwa kalengan adalah istilah lazim digunakan untuk menyebut mobil yang berkondisi baik mendekati sempurna.

7) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Himbauan

Imperatif yang mengandung makna imbauan, lazimnya digunakan bersama partikel –lah. Selain itu, imperatif jenis ini sering digunakan bersama dengan ungkapan penanda kesantunan harap dan mohon. Makna pragmatik imperatif imbauan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif. Makna imbauan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif. Imperatif jenis ini mempunyai makna memperingatkan atau menghimbau. Maksud atau makna pragmatik imperatif jenis ini dapat pula diwujudkan dengan bentuk-bentuk tuturan nonimperatif.

Contoh:

(34) “ Jagalah kebersihan sekolah!” Konteks tuturan:

(32)

36

(35) “ Harap mematuhi rambu-rambu lalu lintas!” Konteks tuturan:

Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan polisi dengan pengendara motor di sebuah rambu-rambu lalu lintas.

(36) Seorang pakar politik: “ Kita memerlukan koalisi bersih.” Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seorang politikus, ditujukan kepada masyarakat umum dan dilansir dalam sebuah media masa cetak nasioal dan daerah.

8) Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan

Imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia, lazimnya digunakan dengan penanda kesantunan silakan. Makna pragmatik imperatif persilaan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna bujukan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Seringkali digunakan pula bentuk pasif dipersilakan untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif persilaan itu. Bentuk yang kedua cenderung lebih sering digunakan pada acara-acara formal yang sifatnya protokoler. Makna pragmatik tuturan imperatif persilaan pada komunikasi keseharian dapat ditemukan juga di dalam bentuk tuturan nonimperatif.

Contoh:

(37) Dosen kepada mahasiswa : “ Silahkan kelompok pertama maju!” Konteks tuturan:

Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di sebuah kampus saat berlangsungnya perkuliahan.

(38) Dosen dengan mahasiswa yang akan bimbingan: “Nanti sore saya sibuk mengajar dan mengetik naskah. Sekarang ini saya kosong.”

Konteks tuturan:

(33)

37

9) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Ajakan

Imperatif dengan makna ajakan, biasanya ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan mari atau ayo. Kedua macam penanda kesantunan itu masing-masing memiliki makna ajakan. Tidak semua makna pragmatik imperatif ajakan diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna ajakan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Penanda kesantunan mari atau ayo di dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut. Secara pragmatik, maksud imperatif ajakan ternyata tidak selalu diwujudkan dengan tuturan-tuturan yang berbentuk imperatif. Berkenaan dengan makna pragmatik imperatif ajakan termasuk tuturan (41) berikut.

Contoh:

(39) Caleg kepada masyarakat : “Mari datang dan saksikan kampanye politik HANURA!”

Konteks tuturan:

Tuturan ini terjadi di sepanjang jalan, pada saat partisipan caleg mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kampanye politik.

(40) Caleg kepada pembaca: “Ayo coblos nomer 9!” Konteks tuturan:

Tuturan ini terjadi di sebuah papan reklame , pada saat kampanye politik yang mengajak masyarakat yang membaca agar memilih caleg partai nomer Sembilan.

(41) Istri kepada suami : “Pak…! Si Iyan batuknya mengerikan sekali lho.Sore ini bisa to?”

Konteks tuturan:

Tuturan seorang istri kepada suaminya, mengajaknya untuk berangkat ke rumah sakit memeriksakan anaknya yang satu itu sakit batuk parah.

10) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin

(34)

38

permintaan izin tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna permintaan izin dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Makna permintaan izin mengandung makna meminta izin untuk melakukan sesuatu kepada orang lain. Tuturan (42) berikut dapat dicermati untuk memperjelas hal ini. Secara pragmatik, imperatif dengan maksud atau makna pragmatik permintaan izin dapat diwujudkan dalam bentuk tuturan nonimperatif. Berkaitan dengan hal ini contoh tuturan (42) berikut dapat dipertimbangkan.

Contoh:

(42) Pria kepada wanita: “ Mbak, mari saya bawakan bukunya!”

Konteks tuturan:

Tuturan disampaikan oleh seorang pria kepada wanit yang sedang berada di perpustakaan yang meminta izin membawakan buku wanita tersebut.

(42) Sekretaris kepada direktur: “ Pak, boleh saya bersihkan dulu meja kerjanya?”

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seorang sekretaris kepada direkturnya, ia meminta izin untuk membersihkan dulu meja direktur yang saat itu penuh dengan kertas dan berkas-berkas.

11) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan

(35)

39

nonimperatif. Tuturan (43) dan (44) berikut semuanya mengandung makna pragmatik mengizinkan sekalipun bukan berbentuk tuturan imperatif.

Contoh:

(43) “ Silahkan buang sampah di tempat ini!” Konteks tuturan:

Tuturan ditemukan di tempat khusus yang disediakan untuk membuang sampah.Di lokasi itu tidak diperkenankan membuang sampah selain ditempat yang sudah ditentukan.

(44) “Jalan masuk khusus untuk para pelamar pekerjaan.” Konteks tuturan:

Bunyi sebuah tuturan memberitahukan kepada para pencari kerja yang terdapat pada sebuah perusahaan.

(45) “Menerima buangan tanah bekas bangunan.”

Konteks tuturan:

Bunyi sebuah tuturan pemberitahuan pada sebuah lokasi pembuangan tanah bekas bangunan.

12) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Larangan

(36)

40

Pemakaian kata jangan dapat dilihat pada contoh tuturan berikut. Contoh;

(46) Imeh kepada Ramlan : “Jangan kau sangka aku akan bersedih hanya soal tempat tinggal!” (Ramlan seperti hendak pergi).

Konteks tuturan:

Tuturan ini terjadi pada saat keduanya sedang bertengkar di tempat tertentu.Pria dan wanita ini memiliki hubungan yang sangat dekat dan khusus. (47) “Biarkan aku bebas dari sentuhan kakimu.”

Konteks tuturan:

Tulisan peringatan yang terdapat pada sebuah taman di pinggir jalan protocol di kota Yogyakarta.

(48) “Khusus dokter dan perawat!” Konteks tuturan:

Tulisan pada pintu sebuah WC rumah sakit di Yogyakarta.

13) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Harapan

Imperatif yang menyatakan makna harapan, biasanya ditunjukkan dengan penanda kesantunan harap dan semoga. Kedua macam penanda kesantunan itu di dalamnya mengandung harapan. Makna harapan tidak selalu diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna harapan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Makna harapan ini adanya keinginan sesuatu yang diharapkan menjadi kenyataan. Secara pragmatik, imperatif yang mengandung maksud harapan banyak ditemukan dalam komunikasi keseharian. Maksud harapan itu ternyata banyak yang diwujudkan di dalam tuturan nonimperatif. Contoh berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini.

Contoh:

(49) “ Harap tenang ada ujian Negara!” Konteks tuturan:

(37)

41

(50) “ Semoga bahagia!” Konteks tuturan

Bunyi tuturan pada kartu ucapan pernikahan.

(51) “Dalam waktu dekat Dewata Agung pasti akan datang menghampiri dan menyelamatkan kita.”

Konteks tuturan:

Tuturan ini dituturkan oleh seorang kepala keluarga di Bali kepada anggota keluarganya yang sedang menderita kesulitan berat.

14) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Umpatan

Imperatif jenis ini relatif banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa Indonesia pada komunikasi keseharian. Makna pragmatik imperatif umpatan tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna umpatan dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Biasanya makna umpatan ini ditunjukkan dengan kata makian yang diucapkan karena rasa kesal atau marah. Biasanya ditandai dengan kata mampus. Secara pragmatik, imperatif yang mengandung makna pragmatik umpatan dapat juga ditemukan dalam komunikasi keseharian. Lazimnya, bentuk tuturan yang demikian bukan berwujud imperatif melainkan non-imperatif. Tuturan yang dimaksud misalkan dapat dilihat pada tuturan berikut.

Contoh:

(52) Antar anak muda: “Mampuskamu sekarang!” Konteks tuturan:

Tuturan disampaikan oleh seorang anak kepada anak muda yang saat itu mendengar bahwa temannya dijemput polisi dan diangkut ke kantor polisi. (53) “ dasar ular, maunya pasti hanya enaknya saja!”

Konteks tuturan:

(38)

42

15) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan

Selamat

Imperatif jenis ini cukup banyak ditemukan di dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia bahwa dalam peristiwa-peristiwa tertentu, biasanya anggota masyarakat bahasa Indonesia saling menyampaikan ucapan salam atau selamat kepada anggota masyarakat lain. Makna pragmatik imperatif ucapan selamat ini tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna ucapan selamat dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Di dalam komunkasi keseharian, imperatif yang bermakna pragmatik pengucapan selamat itu banyak yang diungkapkan dalam tuturan nonimperatif seperti yang dapat dilihat pada tuturan berikut.

Contoh:

(54) Ayah kepada totok : “Selamat jalan anakku! Semoga sukses! Jangan bimbang, berangkatlah.

Konteks tuturan:

Tuturan disampaikan oleh ayah Totok ketika Totok yang kelihatan ragu-ragu meninggalkan ayahnya yang di rumah sendirian.

(55) Anak : “Bu, aku juara I.”

Ibu : “Wah…anakku pinter tenan.” Konteks tuturan:

Tuturan in muncul pada saat sang anak pulang dari sekolah baru saja menerima rapor dari gurunya.

16) Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif Anjuran

(39)

43

imperatif anjuran tidak saja diwujudkan dengan tuturan imperatif atau tuturan langsung. Makna anjuran dapat pula diwujudkan dengan tuturan nonimperatif atau tuturan tidak langsung. Makna anjuran disini berisi nasihat atau saran kepada orang lain. Imperatif yang bermakna pragmatik anjuran itu mudah ditemukan di dalam komunikasi keseharian. Maksud atau makna pragmatik imperatif itu dapat diwujudkan dengan tuturan-tuturan nonimperatif seperti dapat dilihat pada tuturan berikut.

Contoh:

(56) Guru kepada siswanya: “Hendaknya kalian mengerjakan di rumah bukan di kelas!”

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya yang mengerjakan pekerjaan rumah di kelas.

(57) Dosen kepada mahasiswa: “Sebaiknya kalian menggunakan referensi lain saja.”

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh dosen kepada mahasiswanya yang dikenai tugas kuliah.Ia mengerjakan tugas dengan referensi yang kurang tepat.

(58) Seorang kepala dusun kepada salah seorang warga: “kalau kuning yang dipilih, maka dusun ini besok akan menjadi dusun makmur.

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan dalam situasi menjelang kampanye pemilihan umum oleh seorang kepala dusun kepada para warganya di dalam sebuah rapat dusun di Balai Desa.

(59) Seorang dosen kepada para mahasiswa yang akan melaksanakan KKN : “Daerah yang akan Saudara datangi cukup dingin dan banyak nyamuk. Jadi, perhatian bagi yang sering masuk angin dan tidak tahan dengan gigitan nyamuk.”

Konteks tuturan :

(40)

44

17)Tuturan yang Mengandung makna Pragmatik Imperatif “Ngelulu”

Di dalam bahasa Indonesia terdapat tuturan yang memiliki makna pragmatik “ngelulu”. Kata “ngelulu” berasal dari bahasa Jawa, yang makna seperti menyuruh

mitra tutur melakukan sesuatu namun sebenarnya yang dimaksud adalah melarang melalukan sesuatu. Makna melarang, lazimnya diungkapkan penanda kesantunan jangan. Imperatif yang bermakna “ngelulu” di dalam bahasa Indonesia lazimnya tidak diungkapkan dengan penanda kesantunan itu melainkan berbentuk tuturan imperatif biasa. Contoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini.

Contoh:

(60) Istri : “ Mas, nant malam tidak usah lagi saja, kasin Lastri, lho mas!” Suami : (berjalan menuju mobilnya dengan muka kusam karena malu) Konteks tuturan:

Cuplikan tuturan seorang istri dengan suaminya yang baru saja bertengkar di ruang makan pada saat sang suami akan berangkat kerja. Sang suami sering pulang malam dengan alasan yang tidak jelas, sementara istri mengethui Lastri teman dekat sang suami tersebut.

(61) Ibu : “Makan saja semuanya biar ayahmu senang kalau nanti pulang kerja!”

Konteks tuturan :

Penuturan antara seorang ibu dengan anaknya yang senang makan banyak. Kalau makan ia sering lupa dengan anggota keluarga yang lain, demikian pula dengan ayahnya yang biasanya pulang dari tempat kerja pada sore hari.

I. Spanduk Kampanye Pemilu

(41)

45

Referensi

Dokumen terkait

Urutkan sampel dari sampel yang warnanya paling anda tidak sukai (=1) hingga sampel yang rasanya paling anda sukai (=3).. Sebelum mencicipi tiap sampel, berkumur-kumurlah

Perpustakaan sebagai pusat sumber ilmu, karena di perpustakaan guru dan siswa serta masyarakat dapat mencari berbagai ilmu dan pengetahuan yang diperlukan, baik

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah dan kasih karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kematangan cinta antara pria dan wanita usia dewasa awal.. Uji statistik yang digunakan untuk

measurement and previous measurement time. Hence, we would have data set of the sky brightness level differences. 2) Choosing the data analysis menu in Microsoft Excel to obtain

First Characterization of Bioactive Components in Soybean Tempe that Protect Human and Animal Intestinal Cells against Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

penambahan asam sitrat, nilai pH selai mangga lembaran akan menjadi rendah karena. asam sitrat berfungsi untuk menurunkan atau mengatur pH selai (Winarno et al