PENGARUH DEPOSISI SEMEN BEKU ITIK TERHADAP FERTILITAS
DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA ITIK
(The Effect of Insemination Sites of Muscovy Frozen Semen on the Fertility and Fertile Period
of Duck Spermatozoa)A. R. SETIOKO, P. SITUMORANG, D.A. KUSUMANINGRUM, danT. SUGIARTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT
Many factors affecting the success rate of artificial insemination (AI), one important factors is sperm deposition into the female reproductive system. This experiment was conducted to investigate the effect of insemination site using drake frozen semen on fertility and hatchability rate. This study was designed using completely randomized design (CRD), where the sperm was inseminated at the vagina, uterovaginal junction and in the uterus. The results indicated that fertility rates obtained from insemination at vagina, uterovagina and uterus were 56.62, 50.54 and 37.79% respectively. Vaginal insemination was significantly lower percentage fertility than uterovaginal and uteral inseminations. Similarly, duration of fertility for vaginal insemination was significantly lower that the other two methods (5.4 and 4.3 vs 2.8 days). Average hatchability for vaginal, uterovaginal and uteral insemination were low and there were not significantly different (33.9, 39.4 and 43.3%) between the three sides of inseminations. To obtain a good fertility in the insemination of drake frozen semen into the female duck, it is suggested that semen should be deposited at either uterus or uterovaginal junction.
Key words: Duck, frozen semen, A.I., deposition
ABSTRAK
Keberhasilan IB dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya deposisi sperma pada saluran reproduksi betina. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh deposisi semen beku terhadap fertilitas, lama periode fertil dan daya tetas telur. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap, dimana semen dideposisikan pada tiga tempat di saluran reproduksi itik yaitu di vagina, uterovaginal dan uterus. Hasil penelitian menunjukkan deposisi semen di uterus menghasilkan fertiltas (56,62%), uterovaginal (50,54%) dan vagina (37,79%). Fertilitas sperma yang dideposisikan di vagina lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan di uterovagina dan di uterus, tetapi tidak berbeda nyata antara deposisi di uterus dan uterovaginal. Hasil yang sama diperoleh pada lama periode fertile dimana deposisi semen di uterus dan uterovaginal lebih lama (P<0,05) dibandingkan dengan di vagina (5,4 dan 4,3 vs 2,8 hari). Daya tetas tidak dipengaruhi secara nyata oleh deposisi semen. Rata-rata daya tetas untuk sisi IB vagina 33,9; uterovagina 39,4 dan uterus 43,3%. Untuk menghasilkan fertilitas dan lama periode fertile yang baik sebaiknya deposisi semen beku itik dilakukan di uterus atau di uterovagina.
PENDAHULUAN
Teknik inseminasi unggas air telah diaplikasikan secara luas dibeberapa negara seperti Taiwan, Perancis, Jepang, China dan beberapa negara di Eropa Timur. Penelitian preservasi sperma itik secara detail sampai saat ini belum ada dan terutama dilakukan untuk tujuan riset baik yang berhubungan dengan breeding maupun reproduksi.
Tingkat keberhasilan inseminasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas semen, dosis inseminasi, pengencer, waktu inseminasi dan deposisi semen (LAKE, 1966). Deposisi sperma pada saluran reproduksi betina merupakan salah satu faktor yang berpengaruh, karena berhubungan dengan panjang organ reproduksi betina yang harus ditempuh sampai terjadinya fertilisasi sehingga akan mempengaruhi perjalanan sperma ke tempat terjadinya fertilisasi. Menurut LORENTZ (1959) deposisi semen berkaitan dengan upaya mempertahankan jumlah dan daya hidup spermatozoa dalam kondisi penyimpanan in vivo dalam saluran reproduksi.
Penelitian mengenai deposisi semen segar telah dilakukan pada itik pekin oleh SETIOKO (1981), inseminasi dilakukan pada bagian anterior vagina (V) dan uterovagina junction (UV) diperoleh lama fertlitas 3,9 dan 4 hari dengan fertilitas masing-masing 68,2 dan 69%. MIMMURA (1962) menyatakan bahwa deposisi semen di vagina menyebabkan sedikit sekali spermatozoa yang mencapai oviduk karena sampai terjadinya pembuahan dibutuhkan waktu. Uterovaginal junction merupakan tempat penyimpanan spermatozoa yang terbaik (BURKE, 1971), sedangkan deposisi di uterus dapat meningkatkan fertilitas (LAKE, 1966) karena sebagian besar sperma yang dideposisikan dapat menuju infundibulum.
Berdasarkan pemikiran diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh deposisi semen beku itik terhadap periode fertile sperma itik beku (hari), fertilitas spermatozoa itik beku (%) dan daya tetas (%).
MATERI DAN METODE Ternak
Penelitian dilakukan menggunakan 72 ekor itik alabio betina produktif berumur 44-48 minggu dengan berat ± kg 1,6. Itik dikandangkan secara individu dan diberi pakan sebanyak 170 g (CP18%).
Rancangan percobaan
Penelitian dilakukan dalam rancangan acak lengkap, dimana itik betina dibagi secara acak kedalam tiga perlakuan sisi inseminasi, yaitu vagina (V), uterovagina (UV) dan uterus (U). Masing-masing kelompok terdiri dari 24 ekor. Semen yang digunakan adalah semen beku itik yang keseragamannya telah diuji dengan uji Barlett dan pengambilannya dilakukan secara acak. Dosis sperma beku yang diinseminasikan adalah 150 juta.
Inseminasi
Inseminasi dilakukan menggunakan insemination gun yang dimodifikasi dari gun untuk inseminasi sapi. Straw yang telah dithawing pada suhu ±35oC dimasukkan kedalam seat IB dan
diinseminasikan menggunakan gun. Inseminasi dilakukan pada pagi hari setelah semua itik bertelur. Inseminasi dilakukan pada tiga sisi yang berbeda yaitu di vagina, uterovagina dan vagina menggunakan teknik everted dimana organ reproduksi ditekan dari bawah sehingga sebagian keluar. Inseminasi pada vagina dilakukan pada kedalaman ±3 cm, inseminasi pada uterus dilakukan pada saat alat IB telah mencapai ruang kosong, sedangkan inseminasi pada uterovaginal dilakukan saat alat IB mencapai ruang kosong (uterus) kemudian ditarik sedikit (±1 cm).
Pengumpulan telur dan penetasan
Pengumpulan telur mulai dilakukan pada hari kedua setelah inseminasi sampai dengan hari ke-7 untuk ditetaskan bersama-sama. Telur yang dihasilkan setiap hari diberi kode berupa tanggal bertelur, nomor itik dan perlakuan. Telur yang telah terkumpul dibersihkan dengan air hangat yang dicampur dengan cairan desifektan (Lysol) sebanyak 0.5 ml/5 ml air. Telur ditempatkan pada egg tray dengan posisi bagian tumpul diatas. Sebelum ditetaskan telur difumigasi menggunakan KMnO4
dan formalin dengan perbandingan 2:1. Kemudian telur dimasukkan kedalam mesin tetas dengan suhu 380C (100oF), kelembaban 86-88%. Pada hari ke-5 dilakukan peneropongan telur (candling)
untuk mengetahui fertilitas telur, candling diulang pada hari ke-15 dan 21. Candling pertama dilakukan untuk menentukan telur-telur yang fertil, yaitu telur yang ketika diteropong memperlihatkan adanya titik hitam dengan selaput darah berwarna merah disekitarnya. Telur-telur yang tidak fertil dipisahkan dari telur fertil. Data ini digunakan untuk menentukan lama periode fertile dan fertilitas.
Pemutaran telur dilakukan 1 jam sekali kecuali pada hari ke 1, 2, 3, dan 27. Telur dikeluarkan dari inkubator pada hari ke-9 sampai hari ke-26 untuk disemprot dengan air hangat (25-28oC) dan
dimasukkan kembali ke inkubator setelah suhu turun menjadi 30-32oC. Pada hari ke 27 telur
dimasukkan ke hatcher dengan suhu 36,6oC kelembaban 80%.
Peubah yang diamati
Periode fertile spermatozoa, yaitu jumlah hari telur fertile. Periode fertile spermatozoa dihitung dari hari kedua setelah inseminasi sampai dengan telur fertile terakhir yang dihasilkan.
Fertilitas, yaitu persentase telur yang fertile dari seluruh telur yang ditetaskan. Fertilitas dihitung dari jumlah telur fertile dibagi jumlah telur yang ditetaskan dikalikan 100 persen.
Daya tetas yaitu persentase telur yang menetas dari telur fertile yang ditetaskan. Daya tetas dihitung dari jumlah telur itik yang menetas dibagi dengan jumlah telur yang fertile dikalikan 100 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas semen beku
Kualitas semen beku yang digunakan dalam penelitian secara umum keseragamannya memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian. Rata-rata nilai persentase motilitas semen beku yang digunakan adalah 33,2±3,06% dan abnormalitas 42,9±2,26%. Dosis spermatozoa yang diinseminasikan adalah 150 juta/straw. Secara kasar dapat diperkirakan jumlah sperma normal yang hidup adalah 28 juta. Apabila semua spermatozoa dapat mencapai tempat penyimpanan sperma maka jumlah ini sangat mencukupi untuk terjadinya fertilisasi.
Periode fertile spermatozoa itik beku
Pengaruh sisi inseminasi terhadap periode fertile spermatozoa itik beku tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata lama periode fertile spermatozoa itik beku (hari), fertilitas spermatozoa itik beku (%) dan
daya tetes telur (%) pada sisi inseminasi yang berbeda Deposisi semen Periode fertile (hari)
(n= 24 ekor) Fertilitas (%) (n= 24 ekor) Daya tetas (%) (n= 24 ekor) Vagina (V) 2,75b 37,79b 33,94 Uterovaginal (UV) 4,25a 50,54a 39,39 Uterus (U) 5,35a 56,62a 43,29
Keterangan: a, bSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)
Analisis statistik menunjukkan lama periode fertile spermatozoa itik beku secara nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh deposisi semen, dimana deposisi semen di uterus (5,35 hari) dan uterovaginal (4,25 hari) menghasilkan periode fertile yang lebih lama (P<0,05) dibandingkan dengan deposisi di vagina (2,75 hari). Tidak dijumpai adanya perbedaan yang nyata antara deposisi di uterus dan uterovagina.
Deposisi semen di vagina menghasilkan lama fertilitas terendah karena untuk ke sperm host gland yang merupakan tempat penyimpanan, spermatozoa harus melewati vagina yang berkontraksi dan uterovagina sehingga jumlah sperma yang tersimpan relatif kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat LORENTZ (1959) bahwa hanya 10% dari total spermatozoa yang diinseminasikan mampu melewati vagina. Bahkan STURKIE dan MUELLER (1976) menyatakan hanya 1-2% sperma yang mampu melewati daerah vagina.
Deposisi di uterus menyebabkan proses seleksi terhadap spermatozoa berkurang, sehingga lebih banyak sperma tersimpan di lipatan-lipatan untuk siap membuahi. Jumlah spermatozoa yang sampai di tempat terjadinya pembuahan (infundibulum) lebih banyak dan akan disimpan di lipatan-lipatan sepanjang uterus sampai siap untuk membuahi. Menurut LAKE (1966) deposisi semen terkadang dapat meningkatkan fertilitas karena sebagian besar spermatozoa dari total yang diinseminasikan di uterus akan menuju infundibulum dan bersarang disana, sebagian lainnya akan tersimpan dalam sperm host gland (ALLEN dan GRIGG, 1957, LORENTZ, 1959).
Periode fertile spermatozoa dapat diartikan sebagai jangka waktu atau lamanya kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur selama dalam saluran reproduksi betina setelah satu kali inseminasi (G , 1980), sehingga periode fertile dipengaruhi oleh kualitas dan jumlah
spermatozoa yang mencapai tempat penyimpanan dan tempat terjadinya fertilisasi. Spermatozoa yang telah mengalami pembekuan relatif rendah kualitasnya dibandingkan dengan sperma segar, dengan deposisi semen di uterus dan uterovagina menyebabkan seleksi alami lebih ringan (tidak harus melewati vagina) sehingga menghasilkan periode fertile yang lebih panjang.
Fertilitas spermatozoa itik beku
Rata-rata fertilitas spermatozoa itik beku pada sisi inseminasi yang berbeda Tabel 1. menunjukkan deposisi semen di uterus (56,62%) dan uterovagina (50,54%) menghasilkan fertilitas yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan deposisi semen di vagina (37,79%). Tidak ada perbedaan yang nyata dari fertilitas sperma yang dideposisikan di uterus dengan di uterovagina.
Fertilisasi merupakan suatu fase dimana pertemuan antara spermatozoa dan sel telur yang secara normal terjadi di infundibulum (GILBERT, 1980). Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan spermatozoa untuk membuahi. Deposisi semen berhubungan dengan seleksi dan jumlah spermatozoa yang siap untuk membuahi sel telur. Deposisi di uterus dan uterovaginal menyebabkan jumlah spermatozoa yang siap membuahi lebih banyak. Seleksi di vagina terhadap semen beku yang kualitasnya relatif rendah juga menyebabkan fertilitas di vagina rendah. Jumlah sperma yang mencapai tempat penyimpanan sperma juga dipengaruhi oleh waktu inseminasi, inseminasi yang dilakukan segera setelah telur dihasilkan akan menghasilkan populasi sperma di tempat penyimpanan tertinggi (±4 juta sperma) dan hanya setengahnya apabila diinseminasi setelah fase ini (BAKST, 1993).
Daya tetas
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak dijumpai adanya pengaruh yang nyata dari deposisi semen terhadap daya tetas telur. Daya tetas telur uterus sebesar 43,29% diikuti uterovagina 39,39% dan vagina 33,94%. Ada pola yang sama antara fertilitas dan daya tetas dimana rata-rata persentase yang diperoleh untuk uterus tertinggi diikuti uterovagina dan vagina. Dengan perlakuan penetasan yang sama semakin tinggi jumlah telur yang fertile menyebabkan peluang untuk menetas semakin tinggi. Menurut NELSEIM et al. (1979) daya tetas lebih dipengaruhi oleh faktor penyimpanan sebelum inkubasi dan kondisi inkubasi selain ukuran telur, ketebalan kerabang dan umur produktivitas. Lebih lanjut dijelaskan faktor nutrisi yang terkandung dalam telur, faktor genetik dan penyakit juga berpengaruh terhadap daya tetas.
KESIMPULAN
Deposisi semen di uterus dan uterovaginal menghasilkan periode fertil dan fertilitas spermatozoa yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposisi di vagina. Daya tetas telur itik tidak dipengaruhi secara nyata oleh sisi inseminasi semen beku itik, sehingga inseminasi semen beku itik dianjurkan untuk dilakukan di sisi uterus atau uterovagina.
BURKE, W. h., F. X. OGASWARA and C. L. FUQUA. 1971. A Study of The Ultrastructure of Uterovaginal Sperm Storage Glands of Hen, Gallus Domesticus, in Relation to Mecanism for The Release of Spermatozoa. J. Reprod. Fertil. 29: 29-36.
GILBERT, A.B., 1980. in E. S. E. HAFEZ. (ed). Reproduction in Farm Animals. 4th ed. Lea and Fibger.
Philadelphia. Pp: 423-446.
LAKE, P.E. 1966. Physiology and Biochemistry of Poultry Semen. In: Anna McLaren (Ed). Advence in
Reproductive Physiology. Logos Press. London. Pp: 93-123.
LORENTZ. F.W. 1959. Reproduction in Domestic Fowl Physiology in Poultry. In: H. COLE and P.T. CUPPS. (Ed). Reproduction Animal. Academic Press. London. Pp: 348-398.
NELSHEIM, M.C., R.E. AUSTIC and L. E. CARD. 1979. Poultry Production. 12th Ed.Lea and Febiger.
Pholadelphia.
SETIOKO, A.R. 1981. The Effect of Frecuency of Collection and Semen Characteristic on Fertility of Pekin
Drake Semen. A Thesis of Animal Science and Production. University of Western Australia, Australia. STEEL, R. G. D., and J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Utama, Jakarta.
STURKIE, P.D. and MUELLER. 1976. Reproduction in the Female and Egg Production. In: P. D. Sturkie. (Ed). Avian Physiology. 3th ed. Spriger Verlag. New York. Pp.:303-328.