• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan

masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”1.

Kebudayaan memiliki nilai yang sangat penting bagi suatu bangsa karena

menunjukkan tingkat peradaban bangsa. Kebudayaan Indonesia yang

mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan.

Pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan Indonesia dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Warisan budaya berupa cagar budaya adalah penting untuk dipertahankan keberadaannya karena mengandung nilai-nilai seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya.

Cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Cagar budaya perlu dilindungi dari ancaman

(2)

pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, dan diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Upaya pelestarian cagar budaya harus mencakup prinsip pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan serta memperhatikan keseimbangan antara kepentingan ideologis, akademis dan sosiologis.

Upaya pelestarian cagar budaya salah satunya dilakukan oleh lembaga museum. Bahwa museum mempunyai fungsi untuk melindungi cagar budaya dan bukan cagar budaya. Museum merupakan lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan guna melayani masyarakat dengan tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan seperti apa yang telah diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Museum mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Museum menjalankan fungsi sebagai lembaga pendidikan non formal. Bahwa satu-satunya tujuan museum adalah pendidikan dalam segala aspeknya. Museum menjadi sarana belajar tanpa mengambil alih peran guru. Museum memiliki benda-benda bersejarah dan benda-benda budaya yang merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat penting.

Cerminan pengertian di atas tertuang dalam sejarah lahirnya Museum Nasional yang diawali dengan berdirinya suatu himpunan yang bernama

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, didirikan oleh

Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778. Pada masa itu di Eropa tengah

terjadi revolusi intelektual (the Age of Enlightenment) yaitu dimana orang mulai

(3)

1752 di Haarlem, Belanda berdiri De Hollandsche Maatschappij der

Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) dan secara tidak langsung mampu

mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan

organisasi sejenis2.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen merupakan

lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu Biologi, Fisika, Arkeologi, Kesusastraan, Etnologi dan Sejarah, serta menerbitkan hasil

penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan "Ten Nutte van het Algemeen"

(untuk kepentingan masyarakat umum) dan inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Museum dan Perpustakaan.

Museum tersebut sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya "Gedung Gajah" atau "Museum Gajah" karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum tersebut pada tahun 1871, dan kadang kala disebut juga "Gedung Arca" karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

2 History of the Museum,

http://www.museumnasional.or.id/about/history_of_the_museum.html. diakses tanggal 10 Mei 2014 jam 09.00 WIB.

(4)

Kebudayaan, Nomor 092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Museum Nasional saat ini bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Nasional mempunai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu "Terwujudnya Museum Nasional sebagai Pusat Informasi Budaya dan Pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa".

Salah satu upaya untuk melestarikan benda-benda cagar budaya adalah dengan menempatkan, memelihara, dan merawat benda tersebut di museum-museum, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta.

Perlindungan benda cagar budaya tidak hanya ditinjau dari aspek kelembagaan sebuah museum, akan tetapi perlu juga ditinjau dari aspek perlindungan hukumnya.

Perlindungan hukum merupakan hal yang penting dalam upaya melindungi dan menjaga keutuhan benda-benda cagar budaya dari kepunahan dan kerusakan. Perlindungan hukum adalah perlindungan yang didasarkan pada aturan-aturan atau norma hukum, terutama yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang jelas, akan memberikan kepastian hukum dan arah tindakan yang tepat tentang hal-hal apa dan bagaimana yang harus dilakukan dalam menangani dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ditemui secara nyata di lapangan.

(5)

Pada akhir tahun 2013 telah terjadi pencurian di Museum Nasional dengan

hilangnya 4 (empat) buah benda cagar budaya berupa artefak emas dalam display

museum, yang terdiri dari:

1. Lempeng Naga mendekam berinskripsi, bernomor inventaris 783 B, berukuran

5,6 cm x 5 cm, peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, Jawa Timur abad 10 M;

2. Lempeng Bulan Sabit beraksara, berukuran 8 x 5,5 cm, dari Jawa Timur abad

10 Masehi;

3. Wadah Bertutup, nomor inventaris 783 (a)/A 130/3031, diameter 6,5 cm dan

tinggi (dengan tutup) 6,5 cm, dari Jawa Timur abad 10 Masehi; dan

4. Lempeng Harihara nomor inventaris 6086/A 76, ukuran 10,5 x 3,5 cm, dari

Jawa Timur abad 10 Masehi.

8 (delapan) bulan berlalu, Kepolisian Republik Indonesia belum juga bisa mengungkap kasus ini. 4 benda cagar budaya berupa Artefak Emas tersebut hilang

pada hari Rabu tanggal 11 September 2013 lalu3.

Peristiwa pencurian yang terjadi di Museum Nasional sangat

memprihatinkan karena pencurian tersebut telah terjadi untuk kelima kalinya. Pencurian benda bersejarah di Museum Nasional pertama kali dilakukan oleh kelompok pimpinan Kusni Kasdut pada tahun 1960. Kemudian kasus pencurian di museum tersebut kembali terjadi pada tahun 1979. Pada saat itu, sejumlah koleksi Uang Logam bersejarah raib digondol pencuri. Ketiga, pencurian koleksi Keramik senilai 1,5 (satu koma lima) miliar dan belum terungkap sampai saat ini. Pada

3 Polisi Belum Bisa Ungkap Pencurian di Museum Nasional, http://news.detik.com/read/2014/02/20/151049/2503587/10/aneh-polisi-belum-bisa-ungkap-pencurian-di-museum-nasional?nd771104bcj. diakses pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 10.35.

(6)

tahun 1996, Museum Nasional kembali dibobol untuk keempat kalinya. Pada saat itu, koleksi lukisan karya Basoeki Abdullah, Raden Saleh, dan Affandi raib digondol pencuri, koleksi lukisan tersebut akhirnya dikembalikan kepada negara

setelah diketahui keberadaannya di Balai Lelang Christy, Singapura. Terakhir,

kasus yang baru saja terjadi pada tanggal 11 September 2013 yang lalu, yaitu

hilangnya empat koleksi Artefak Emas.4

Museum Nasional menyimpan koleksi sebanyak 141.000 benda bernilai sejarah yang terdiri 61.600 benda prasejarah dan antropologi, 5.000 benda arkeologi yang berasal dari seluruh penjuru Nusantara serta benda-benda numismatik, heraldik, keramik, etnografi, relik sejarah, benda berharga dan

geografi.5

Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup lengkap.

Kasus pencurian benda cagar budaya yang terjadi di seluruh Indonesia berakibat pada hilangnya nilai budaya yang dikandungnya, bahwa benda cagar budaya tersebut merupakan saksi bisu dan cerminan dari sejarah perkembangan masyarakat Indonesia. Di samping pencurian benda cagar budaya, ada pencurian terhadap nilai yang menjadi jati diri bangsa Indonesia, seperti halnya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

4 Dalam Setengah Abad, Museum Nasional Kebobolan 5 Kali,

http://nasional.kompas.com/read/2013/09/13/1639026/Dalam.Setengah.Abad.Museum.Nasional.K ebobolan.5.Kali, diakses tanggal 21 Juni 2014 jam 09.00 WIB.

5 Koleksi Museum Nasional harus diduplikasi,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/09/130913_museum_pencurian.shtml, diakses tanggal 21 Juni 2014 jam 09.00 WIB.

(7)

Insiden pencurian tersebut membuktikan masih lemahnya perlindungan hukum terhadap cagar budaya berupa Artefak Emas yang menjadi koleksi Museum Nasional. Kelemahan tampaknya juga terkait perangkat perundang-undangan kita yang masih lemah. Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Upaya menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan benda cagar budaya khususnya yang disimpan di dalam museum.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian terhadap benda

cagar budaya?

2. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya

khususnya di Museum Nasional?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini, adalah:

(8)

1. Untuk mengkaji faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian Benda Cagar Budaya.

2. Untuk mengkaji prosedur perlindungan hukum terhadap Benda Cagar Budaya

di Museum Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat, bagi:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang ilmu hukum.

Kegunaan akan diperoleh pada bidang hukum cagar budaya, sebagai hukum yang mengatur salah satu upaya perlindungan hukum terhadap pelestarian cagar budaya yang meliputi upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Dalam konteks pengembangan pengetahuan seperti inilah, kajian ini memberikan manfaat atau arti pentingnya bagi hukum di bidang cagar budaya.

2. Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai guna pengembangan kebijakan dan

hukum di bidang cagar budaya dengan mengkaji kembali aspek kepastian hukum khususnya perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Museum. Atas dasar itu dapat dikembangkan langkah-langkah yang dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki pembangunan hukum di bidang cagar budaya dimasa datang, khususnya dapat memberikan masukan terhadap penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelestarian Cagar Budaya dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Museum.

(9)

E. Keaslian Penelitian

Peneliti telah melakukan penelusuran kepustakaan yang dilakukan pada berbagai perpustakaan hukum baik di Fakultas Hukum maupun Program Pascasarjana terhadap hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah lainnya, namun tidak menemukan permasalahan yang sama dengan yang peneliti tulis dalam penelitian ini. Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang memuat sebagian unsur-unsur dari penelitian ini namun berbeda dalam pengkajian permasalahannya. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain adalah :

1. Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya

Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta” yang disusun oleh Francisca Romana Harjiyatni, SH., mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta pada tahun tahun 2011. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan kemusnahan benda cagar budaya di kota Yogyakarta. Kedua, apakah kendala-kendala yang muncul dalam memberikan perlindungan benda cagar budaya di kota Yogyakarta. Ketiga, bagaimanakah perlindungan hukum benda cagar budaya yang ada di kota Yogyakarta.

2. Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Benda Cagar Budaya

di Kota Malang” yang disusun oleh Andrea Angelina Cipta Wijaya, SH., mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 2014. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya berdasarkan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya di Kota

(10)

Malang. Kedua, apa hambatan dan upaya Dinas Kebudayaan dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Kota Malang.

3. Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar

Budaya Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (Studi Kasus: Pencurian dan Pemalsuan Karya di Museum Radya Pustaka Surakarta)” yang disusun oleh Sutekad Mujiraharjo, SH. MH mahasiswa Magister Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama bagaimanakah perlindungan hukum terhadap karya peninggalan prasejarah. Kedua, bagaimanakah penyelesaian hukum atas pencurian dan pemalsuan karya peninggalan prasejarah di museum Radya Pustaka Surakarta.

Berangkat dari alasan di atas, maka penulisan dan penelitian ini akan memberikan paparan, gambaran dan analisis yuridis tentang faktor yang melatarbelakangi terjadinya pencurian benda cagar budaya dan bagaimanakah prosedur perlindungan hukum yang seharusnya dilakukan terhadap Benda Cagar Budaya di Museum Nasional.

Penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (Studi Kasus : Pencurian Benda Cagar Budaya Di Museum Nasional)” ini jelas berbeda dengan ketiga penelitian tersebut di atas. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli.

Referensi

Dokumen terkait

pokok-pokok masalah yang akan dibahas secara terperinci, dan c) prosedur pemecahan masalah; (2) dengan metode ceramah dan tanya jawab, guru diberi pengertian

1. Metode Studi Pustaka dengan pencatatan secara cermat terhadap obyek yang diamati yaitu mengenai game 2D. Data diperoleh yakni dari buku, jurnal, artikel

orangtua mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dari tenaga kesehatan, perawat memperkenalkan anggota timnya yang merawat bayinya, menjelaskan apa yang menjadi

Konfigurasi dengan superposisi phasa STR-TSR pada tinggi pengukuran 1 meter, 5 meter dan 10 meter menghasilkan kerapatan fluks magnet lebih tinggi dibandingkan

Melalui kegiatan presentasi kelompok, siswa dapat mengkomunikasikan hasil diskusi tentang sikap kebersamaan dalam perbedaan kegemaran di rumah dengan percaya diri..

335 Ni Wayan Rati, S.Pd., M.Pd 197612142009122002 Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2013 Penerapan Iptek Pendampingan Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS) Siaga Bencana Berbasiskan

lain Jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indra dan status gizi (gizi seimbang), intelegensi, minat, sikap, disiplin dan motivasi, sedangkan

Dengan menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja yang menjadi dasar dalam pemberian kompensasi bonus, hambatan dalam mengevaluasi keberhasilan suatu proyek atau