ANGGARAN RUMAH TANGGA
ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL
BAB I KEANGGOTAAN
Pasal 1
SYARAT MENJADI ANGGOTA
Syarat menjadi anggota APPEKNAS, adalah sebagai berikut : 1. Anggota Biasa
a. Badan Usaha Nasional milik Negara, milik swasta yang memiliki akte Pendirian yang sah menurut hukum di Negara Republik Indonesia, yang bergerak dalam bidang Jasa Pelaksana Konstruksi
b. Persyaratan lainnya yang diatur secara Nasional, dengan menyesuaikan keadaan daerah yang selanjutnya diatur dalam pedoman khusus.
2. Anggota Luar Biasa
a. Badan Usaha yang berbentuk Penanaman Modal Asing yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bergerak dalam Bidang Jasa Pelaksana Konstruksi.
b. Persyaratan lainnya yang diatur secara nasional, dengan menyesuaikan keadaan daerah, yang selanjutnya diatur dalam pedoman khusus.
3. Anggota Kehormatan
a. Tokoh – tokoh perorangan baik pemerintah, pengusaha nasional, maupun masyarakat pada umumnya yang dipandang telah berjasa dalam membentuk, membina dan memajukan APPEKNAS, baik di tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota.
b. Syarat Keanggotaan kehormatan akan diatur selanjutnya dalam pedoman khusus.
……. Pasal 2
Pasal 2
TATA CARA PENERIMAAN ANGGOTA
1. Pendaftaran permintaan menjadi anggota dilakukan di pengurusan Kabupaten/Kota, untuk selanjutnya diteruskan ke pengurusan Propinsi dan tingkat Nasional.
2. Permohonan menjadi anggota, diajukan secara tertulis disertai dengan salinan Akte Pendirian/Notaris, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Ijin Usaha Jasa Konstruksi Nasional (IUJKN), ketentuan lainnya yang telah ditetapkan oleh Instansi terkait .
3. Diterima atau tidaknya sebagai anggota, dinyatakan oleh Dewan Pengurus Propinsi, dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
4. Bila dinyatakan diterima menjadi anggota, tidak boleh rangkap keanggotaan asosiasi sejenis dan akan diberikan Kartu Tanda Anggota APPEKNAS yang diterbitkan secara nasional oleh Dewan Pengurus Nasional.
Pasal 3
BIDANG LINGKUP PEKERJAAN ANGGOTA
Ruang lingkup pekerjaan anggota, antara lain meliputi pelaksanaan pekerjaan : 1. Bangunan Jalan, Jembatan, Landasan dan Lokasi Pengeboran Darat.
2. Bangunan Drainase, Jaringan Pengairan, Bendung-Bendungan. 3. Bangunan Gedung, Pabrik, Perumahan dan Pemukiman. 4. Bangunan Pengolahan Air Bersih dan Air Limbah.
5. Bangunan Dermaga, Penahan Gelombang dan Tanah, Reklamasi, Pengerukan, Konstruksi Beton, Baja.
6. Perpipaan.
7. Pertamanan, Reboisasi/Penghijauan.
8. Instalasi mekanikal, elektrikal dan telekomunikasi.
9. Konstruksi lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan.
Pasal 4 HAK ANGGOTA
1. Anggota Biasa memiliki hak suara dipilih dan memilih, serta hak bicara untuk menyalurkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
2. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan, hanya memiliki hak bicara untuk menyalurkan pendapat dan mengajukan pertanyaan.
3. Memperoleh Pembinaan untuk pengembangan usaha, dan memperoleh perlakuan adil dan seimbang.
4. Melaksanakan kewajiban keanggotaan lainnya yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Pasal 5
KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Mentaati Anggaran Dasar dan anggaran Rumah Tangga serta ketetapan organisasi dan keputusan pengurus lainnya.
2. Menjaga nama baik dan menjunjung tinggi harkat dan martabat organisasi.
3. Berperan aktif dalam pelaksanaan program kerja organisasi, berdasarkan keputusan yang ditetapkan untuk itu.
4. Melaksanakan kewajiban keanggotaan lainnya yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Pasal 6
PEMBERIAN SANKSI ORGANISASI PADA ANGGOTA
Anggota dapat diberikan sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga dan atau Kode Etik APPEKNAS, dan atau ketentuan organisasi lainnya. Pembuktian pelanggaran dilakukan melalui Rapat Pengurus Kabupaten/Kota dimana keanggotaannya terdaftar dan berkedudukan.
Pemberian sanksi dilakukan melalui tahapan pertama berupa teguran dan peringatan, tahapan kedua berupa pembekuan sementara keanggotaan dan tahapan ketiga pencabutan keanggotaan oleh DPP atas usulan DPK.
Anggota yang diberikan sanksi organisasi, memiliki hak pembelaan diri melalui pengajuan pembelaan diri pada Rapat Pimpinan Propinsi dimana Propinsi keanggotaannya terdaftar dan berkedudukan, dan melalui forum Rapat Kerja Kabupaten, dan atau pada forum Musyawarah Kabupaten/Kota.
Anggota yang diberikan sanksi, berhak atas pemulihan nama baik, jika dikemudian hari sanksi yang diberikan dinyatakan dicabut kembali.
Dalam masa pemberian sanksi organisasi, maka anggota yang bersangkutan kehilangan hak dan kewajibannya terhadap organisasi.
Pasal 7
PEMBERIAN SANKSI ORGANISASI BAGI KEPENGURUSAN
Pemberian sanksi pada kepengurusan adalah :
Kepengurusan dari semua tingkatan Organisasi dapat diberikan sanksi organisasi maka melakukan pelanggaran AD/ART serta Kode Etik Organisasi yang setingkat lebih tinggi diatasnya.
Pemberian sanksi Organisasi dapat berupa : 1. Peringatan tertulis
2. Pembekuan Kepengurusan 3. Pencabutan SK
Khusus untuk pelanggaran yang sangat mendasar dilakukan sanksi pembekuan Pencabutan SK tanpa melalui sanksi peringatan tertulis.
BAB II
STRUKTUR KEKUASAAN NASIONAL Pasal 8
MUSYAWARAH NASIONAL
1. Status
Musyawarah Nasional merupakan musyawarah antar anggota yang diwakili oleh Dewan Pengurus Propinsi;
Musyawarah Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat nasional;
Musyawarah Nasional diadakan sekali dalam 1 (satu) tahun;
Musyawarah Nasional dapat diadakan penyimpangan dari pasal 7 ayat 1 bagian c di atas bila dalam keadaan luar biasa.
Musyawarah Nasional Luar Biasa disetujui mendapatkan keputusan Dewan Pendiri dapat diadakan atas persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Propinsi yang telah ada;
Musyawarah Nasional Luar Biasa dalam pelaksanaannya sama dengan Musyawarah Nasional.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Menilai dan menetapkan untuk menolak dan atau menerima Laporan Pertanggung jawaban Dewan Pengurus Nasional dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pendiri;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya; c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan
Pengurus Nasional, termasuk Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan. 3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari wakil – wakil utusan Dewan Pengurus Nasional dan Dewan Pengurus Propinsi yang masing – masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai Peserta Peninjau. b. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau
hanya memiliki hak bicara.
c. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Nasional dan 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Propinsi.
d. Peserta lainnya diluar ketentuan Pasal 8 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau.
e. Pimpinan Persidangan Musyawarah Nasional berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) dari Dewan Pengurus Nasional dan 4 (empat) dari peserta dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang.
f. Dewan Pengurus Nasional sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional.
g. Musyawarah Nasional dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Nasional dan Dewan Pendiri.
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Nasional, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang belum dinyatakan terpilih.
i. Musyawarah Nasional hanya dapat dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Propinsi.
j. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Nasional ditetapkan, maka kepengurusan Dewan Pengurus Nasional dinyatakan demisioner
Pasal 9
RAPAT KERJA NASIONAL
1. Status
a. Rapat Kerja Nasional merupakan rapat antar anggota yang diwakili Dewan Pengurus Propinsi;
b. Rapat Kerja Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan program kerja nasional;
c. Rapat Kerja Nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun. 2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja nasional yang dilaksanakan Dewan Pengurus Nasional;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Nasional, serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Nasional terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Nasional dan Dewan Pengurus Propinsi yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai Peserta Peninjau; b. Peserta Peninjau hanya memiliki hak suara terbanyak, hak suara berlaku
masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Nasional dan 1 (satu) suara Dewan Pengurus Propinsi pemegang mandat.
c. Peserta lainnya di luar ketentuan pasal 9 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
d. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Nasional berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
e. Dewan Pengurus Nasional sebagai penyelenggara dan penanggungjawab pelaksana Rapat Kerja Nasional;
f. Rapat Kerja Nasional dilengkapi beberapa orang Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Nasional;
g. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Rapat Kerja Nasional, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang belum dinyatakan terpilih;
h. Rapat Kerja Nasional hanya dianggap sah bila dihadiri oleh 2/3 utusan Dewan Pengurus Propinsi.
Pasal 10
RAPAT PIMPINAN NASIONAL
1. Status
a. Rapat Pimpinan Nasional merupakan rapat antar pimpinan yang diwakili Dewan Pengurus Propinsi;
b. Rapat Pimpinan Nasional merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penetapan kebijakan organisasi dalam ruang lingkup nasional;
c. Rapat Pimpinan Nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan dan akhir tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan yang dilaksanakan Dewan Pengurus Nasional dan seluruh Dewan Pengurus Propinsi; b. Menginventarisasi permasalahan organisasi dalam ruang lingkup nasional dan
menetapkan kebijaksanaan dalam penanggulangan dan penyelesaiannya. 3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Pimpinan Nasional terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Nasional dan Dewan Pengurus Propinsi yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai Peserta Peninjau; b. Peserta penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau
hanya memiliki hak bicara.
c. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Nasional dan 1 (satu) suara bagi setiap Deawan Pimpinan Propinsi pemegang mandat;
d. Peserta lainnya di luar ketentuan pasal 10 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Pimpinan Nasional dipimpin oleh Ketua Umum dan atau wakil-wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama dan seimbang dengan peserta rapat lainnya;
f. Dewan Pengurus Nasional sebagai penyelenggara dan penanggungjawab pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional;
g. Rapat Pimpinan Nasional hanya dianggap sah bila dihadiri oleh 2/3 utusan Dewan Pengurus Propinsi.
Pasal 11
MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA
1. Musyawarah Nasional Luar Biasa harus mendapatkan Persetujuan keputusan Dewan Pendiri, dan/atau diadakan atas permintaan dan persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Propinsi yang ada;
2. Kekuasaan, wewenang dan tata tertib dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa sama dengan ketentuan Musyawarah Nasional.
BAB III
STRUKTUR KEKUASAAN PROPINSI Pasal 12
MUSYAWARAH PROPINSI
1. Status
a. Musyawarah Propinsi merupakan musyawarah antar anggota yang diwakili Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Musyawarah Propinsi merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam dalam ruang lingkup Propinsi;
c. Musyawarah Propinsi diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
d. Musyawarah Propinsi dapat diadakan penyimpangan dari pasal 12 ayat 1 bagian c di atas bila dalam keadaan luar biasa;
e. Musyawarah Propinsi Luar Biasa hanya dapat diadakan atas persetujuan 2/3 jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota yang ada;
f. Musyawarah Propinsi Luar Biasa dalam pelaksanaanya sama dengan Musyawarah Propinsi.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengar dan menetapkan Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Propinsi;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Umum dan Rencana Kerja Organisasi dalam skala Propinsi, serta kebijaksanaan organisasi lainnya;
c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan Pengurus Propinsi, termasuk Dewan Pembina dan Dewan Penasehat.
3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Propinsi terdiri dari wakil-wakil utusan Daerah Pimpinan Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi setempat, dan Dewan Pengurus Propinsi yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh;
b. Peserta lainnya diluar ketentuan pasal 12 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
c. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara.
d. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk Dewan Pengurus Propinsi dan 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
e. Pimpinan Persidangan Musyawarah Propinsi berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Nasional dan 4 (empat) orang dari peserta Penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
f. Dewan Pengurus Propinsi sebagai penyelenggara dan penanggungjawab pelaksanaan Musyawarah Propinsi;
g. Musyawarah Propinsi dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Propinsi;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Propinsi, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama Pimpinan Sidang belum dinyatakan terpilih;
i. Musyawarah Propinsi hanya bisa dianggap sah bila dihadiri 2/3 dari jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota yang telah ada.
j. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Propinsi ditetapkan, maka kepengurusan Dewan Pengurus Propinsi dinyatakan demisioner.
Pasal 13
RAPAT KERJA PROPINSI
1. Status
a. Rapat Kerja Propinsi merupakan rapat antar anggota yang diwakili Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Rapat Kerja Propinsi merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan program kerja Propinsi;
c. Musyawarah Propinsi diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun. 2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja Propinsi yang dilaksanakan Dewan Pengurus Propinsi;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Propinsi, serta peraturan kebijaksanaan organisasi lainnya;
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Propinsi terdiri dari wakil-wakil utusan Daerah Pimpinan Propinsi dan Dewan Kabupaten/Kota yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Nasional sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara.
c. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Propinsi dan 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Kabupaten/Kota pemegang mandat;
d. Peserta lainnya di luar ketentuan pasal 13 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
f. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Propinsi berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta dengan ketentuan 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Nasional dan 4 (empat) orang dari Peserta Penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
g. Dewan Pengurus Propinsi sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Kerja Propinsi;
h. Rapat Kerja Propinsi dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Propinsi;
i. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Rapat Kerja Propinsi, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama pimpinan sidang belum dinyatakan terpilih;
j. Rapat Kerja Propinsi hanya dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 14
RAPAT PIMPINAN PROPINSI
1. Status
a. Rapat Pimpinan Propinsi merupakan rapat Pimpinan antar Dewan Pengurus Propinsi;
b. Rapat Pimpinan Propinsi merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penetapan kebijaksanaan organisasi dalam ruang lingkup Propinsi;
c. Rapat Pimpinan Propinsi diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan Laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan yang dilaksanakan Dewan Pengurus Propinsi dan seluruh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Menginventarisasi permasalahan organisasi dalam ruang lingkup Propinsi dan menetapkan kebijaksanaan dalam penanggulangan dan penyelesaiannya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Pimpinan Propinsi terdiri dari wakil-wakil utusan Dewan Pengurus Propinsi dan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Nasional sebagai Peserta Peninjau; b. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau
hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) utusan Dewan Pengurus Propinsi dan 1 (satu) suara bagi setiap Dewan Pengurus Kabupaten/Kota pemegang mandat;
d. Peserta lainnya di luar ketentuan pasal 14 ayat 3a diatas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Pimpinan Propinsi dipimpin oleh Ketua Umum dan wakil-wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Propinsi setempat yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama dan seimbang dengan peserta rapat lainnya;
f. Dewan Pengurus Propinsi sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Pimpinan Propinsi;
g. Rapat Pimpinan Propinsi hanya bisa dianggap sah bila dihadiri 2/3 utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 15
MUSYAWARAH PROVINSI LUAR BIASA
1. Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat diadakan berdasarkan Surat Keputusan Plt Mandat dari DPN APPEKNAS dan/atau atas permintaan serta persetujuan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota yang telah ada;
2. Musyawarah Provinsi Luar Biasa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh 1/2 + 1 peserta penuh yang hadir dalam acara Musyawarah Provinsi Luar Biasa.
3. Kekuasaan, wewenang dan tata tertib Musyawarah Propinsi Luar Biasa sama dengan ketentuan Musyawarah Propinsi.
BAB IV
STRUKTUR KEKUASAAN KABUPATEN / KOTA Pasal 16
MUSYAWARAH KABUPATEN / KOTA
1. Status
a. Musyawarah Kabupaten/Kota merupakan musyawarah antar anggota APPEKNAS di Kabupaten/Kota setempat;
b. Musyawarah Kabupaten/Kota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota;
c. Musyawarah Kabupaten/Kota diadakan sekali dalam 4 (empat) tahun.
d. Musyawarah Kabupaten/Kota dapat diadakan penyimpangan dari pasal 16 ayat 1c di atas bila dalam keadaan luar biasa;
e. Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa dalam pelaksanaanya sama dengan Musyawarah Kabupaten/Kota.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengar dan menetapkan Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Umum dan Rencana Kerja Organisasi dalam skala Kabupaten/Kota, serta kebijaksanaan organisasi lainnya; c. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan kelengkapan kepengurusan Dewan
Pengurus Kabupaten/Kota, termasuk Dewan Pembina dan Dewan Penasehat. 3. Tata Tertib
a. Peserta Musyawarah Kabupaten/Kota terdiri dari para Anggota APPEKNAS di Wilayah Kabupaten/Kota setempat, Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dan utusan Dewan Pengurus Propinsi di wilayah Kabupaten/Kota masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh;
b. Peserta lain di luar ketentuan Pasal 16 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
c. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
d. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) orang yang namanya tercantum dalam Kartu Tanda Anggota APPEKNAS dimana tempat domisili perusahaan itu berada;
e. Pimpinan Persidangan Musyawarah Kabupaten/Kota berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh peserta dengan ketentuan 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Propinsi dan 4 (empat) orang dari Peserta Penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
f. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Kabupaten/Kota;
g. Musyawarah Kabupaten/Kota dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Musyawarah Kabupaten/Kota, sehingga berhak memimpin sidang untuk sementara waktu, selama pimpinan sidang belum dinyatakan terpilih;
i. Musyawarah Kabupaten/Kota hanya bisa dianggap sah bila dihadiri 2/3 dari jumlah anggota APPEKNAS di Kabupaten/Kota setempat;
j. Setelah Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kabupaten/Kota ditetapkan, maka kepengurusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dinyatakan demisioner.
Pasal 17
RAPAT KERJA KABUPATEN / KOTA
1. Status
a. Rapat Kerja Kabupaten/Kota merupakan rapat antar anggota APPEKNAS;
b. Rapat Kerja Kabupaten/Kota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penyusunan program kerja Kabupaten/Kota;
c. Rapat Kerja Kabupaten/Kota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan Laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan program kerja Kabupaten/Kota yang dilaksanakan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
b. Menyempurnakan dan menetapkan Program Kerja Kabupaten/Kota serta peraturan dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Kerja Kabupaten/Kota terdiri dari pengurus-pengurus dan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Propinsi sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
c. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) haksuara untuk 1 (satu) orang peserta rapat;
d. Peserta lainnya di luar ketentuan pasal 17 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Pimpinan Persidangan Rapat Kerja Kabupaten/Kota berbentuk Pimpinan Sidang berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih oleh peserta penuh, dengan ketentuan 1 (satu) orang dari Dewan Pengurus Propinsi dan 4 (empat) orang dari Peserta Penuh, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang;
f. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Kerja Kabupaten/Kota;
g. Rapat Kerja Kabupaten/Kota dilengkapi beberapa orang Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana yang ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
h. Panitia Pengarah karena tugas dan fungsinya untuk merumuskan perlengkapan materi sidang baik sebelum maupun sesudah diadakan Rapat Kerja Kabupaten/Kota, sehingga berhak memimpin sidang seluruh persidangan;
i. Rapat Kerja Kabupaten/Kota hanya bisa dianggap sah bila dihadiri 2/3 anggota APPEKNAS di Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 18
RAPAT PIMPINAN KABUPATEN / KOTA
1. Status
a. Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota merupakan rapat Pimpinan Dewan Kabupaten/Kota;
b. Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi dalam penetapan kebijaksanaan organisasi dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota;
c. Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Kekuasaan dan Wewenang
a. Mendengarkan Laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijaksanaan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dan seluruh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota; b. Menginventarisasi permasalahan organisasi dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota
dan menetapkan kebijaksanaan dalam penanggulangan dan penyelesaiannya; 3. Tata Tertib
a. Peserta Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota terdiri dari pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dan anggota APPEKNAS setempat yang masing-masing terdaftar sebagai Peserta Penuh, dan Dewan Pengurus Propinsi sebagai Peserta Peninjau;
b. Peserta Penuh memiliki hak suara dan hak bicara, sedangkan Peserta Peninjau hanya memiliki hak bicara;
d. Dalam pengambilan keputusan suara terbanyak, hak suara berlaku masing-masing 1 (satu) hak suara untuk 1 (satu) orang peserta rapat;
e. Pimpinan lainnya di luar ketentuan pasal 18 ayat 3a di atas, termasuk dalam status Peserta Peninjau;
e. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota;
f. Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota hanya bisa dianggap sah bila dihadiri 2/3 jumlah anggota Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
Pasal 19
MUSYAWARAH KABUPATEN / KOTA LUAR BIASA.
1. Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa hanya dapat diadakan atas permintaan dan persetujuan 2/3 jumlah anggota APPEKNAS Kabupaten/Kota tempat anggota tersebut berdomisili;
2. Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa dinyatakan sah apabila dihadiri oleh 1/2 + 1 peserta penuh yang hadir dalam acara Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa anggota peserta penuh.
3. Kekuasaan, wewenang dan tata tertib Musyawarah Kabupaten/Kota Luar Biasa sama dengan Musyawarah Kabupaten/Kota.
BAB V
STRUKTUR PIMPINAN Pasal 20
DEWAN PENGURUS NASIONAL
1. Status
a. Dewan Pengurus Nasional merupakan badan struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup nasional;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Nasional adalah 1 (satu) tahun;
c. Dewan Pengurus Nasional sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Nasional.
2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Nasional
a. Dewan Pengurus Nasional sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum;
b. Pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Nasional adalah terdiri dari Ketua Umum, dibantu Ketua Umum I dan seterusnya yang sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang, Sekretaris Jenderal dibantu Sekretaris Jenderal I dan seterusnya yang sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, Bendahara Umum dibantu Bendahara Umum I dan seterusnya yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang;
c. Pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Nasional dilengkapi Anggota Pleno Kepengurusan terdiri dari Koordinator Departemen dan Anggota-anggota Departemen yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah bidang-bidang berdasarkan kebutuhan organisasi dalam skala nasional;
d. Dewan Pengurus Nasional dapat dilengkapi Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Dewan Pertimbangan dari tokoh-tokoh nasional yang memiliki keterkaitan dan perhatian di bidang usaha jasa konstruksi;
e. Dewan Pengurus Nasional dapat membentuk Koordinator Wilayah yang merupakan satu kesatuan dari kepengurusan Dewan Pengurus Nasional, dalam rangka untuk menunjang tugas koordinasinya dengan struktur kepemimpinan lainnya;
f. Dewan Pengurus Nasional dapat mengangkat beberapa orang tenaga sekretariat untuk menunjang tugas-tugas operasional organisasi sehari-hari.
3. Tugas dan Kewajiban
a. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Nasional;
b. Segera menyampaikan kepada jajaran struktur kepengurusan segala kebijaksanaan yang berkenaan dengan organisasi, untuk selanjutnya disampaikan kepada anggota oleh jajaran struktur kepengurusan lainnya;
c. Dewan Pengurus Nasional bertanggung jawab atas Musyawarah Nasional;
d. Segera paling lambat 4 (empat) bulan setelah dilantik, Dewan Pengurus Nasional mengadakan Rapat Kerja Nasional;
e. Melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional sedikit-dikitnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun;
f. Didalam keadaan tertentu/luar biasa, Dewan Pengurus Nasional dapat melakukan pergantian antar waktu personalia Dewan Pengurus Nasional, yang ditempuh melalui Rapat Pleno Pengurus Dewan Pengurus Nasional;
g. Mengambil prakarsa berdirinya Dewan Pengurus Propinsi yang belum terbentuk; h. Menyusun pedoman-pedoman organisasi yang merupakan penjabaran dari
ketetapan-ketetapan Musyawarah Nasional, Rapat Pimpinan Nasional, dan Rapat Kerja Nasional.
Pasal 21
DEWAN PENGURUS PROPINSI
1. Status
a. Dewan Pengurus Propinsi merupakan Badan Struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup Propinsi;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Propinsi adalah 1 (satu) tahun;
c. Dewan Pengurus Propinsi sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Propinsi.
2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Propinsi
a. Dewan Pengurus Propinsi sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum;
b. Pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Propinsi adalah terdiri dari Ketua Umum, dibantu Wakil-wakil Ketua Umum yang sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, Sekretaris Umum dibantu Wakil-wakil Sekretaris Umum yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang, Bendahara Umum dibantu Wakil-wakil Bendahara Umum yang sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang;
c. Pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Propinsi dilengkapi Anggota Pleno Kepengurusan terdiri dari Koordinator Departemen dan Anggota-anggota Departemen yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah bidang-bidang berdasarkan kebutuhan organisasi dalam skala propinsi;
d. Dewan Pengurus Propinsi dapat dilengkapi Dewan Pembina dan Dewan Pertimbangan dari tokoh-tokoh propinsi yang memiliki keterkaitan dan perhatian di bidang Usaha Jasa Konstruksi;
e. Dewan Pengurus Propinsi dapat membentuk Koordinator Wilayah yang merupakan satu kesatuan dari kepengurusan Dewan Pengurus Propinsi, dalam rangka untuk menunjang tugas koordinasinya dengan struktur kepemimpinan lainnya;
f. Dewan Pengurus Propinsi dapat mengangkat beberapa orang tenaga sekretariat untuk menunjang tugas-tugas operasional organisasi sehari-hari.
3. Tugas dan Kewajiban
a. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Propinsi;
b. Segera menyampaikan kepada jajaran struktur kepengurusan segala kebijaksanaan yang berkenaan dengan organisasi, untuk selanjutnya disampaikan kepada anggota oleh jajaran struktur kepengurusan lainnya;
c. Dewan Pengurus Propinsi bertanggung jawab kepada Musyawarah Propinsi dan mengadakan Rapat Kerja Propinsi;
d. Segera paling lambat 6 (enam) bulan setelah dilantik, Dewan Pengurus Propinsi mengadakan Rapat Kerja Propinsi;
e. Melaksanakan Rapat Pimpinan Propinsi sedikit-dikitnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun;
f. Didalam keadaan tertentu/luar biasa, Dewan Pengurus Propinsi dapat melakukan pergantian antar waktu personalia Dewan Pengurus Propinsi, yang ditempuh melalui Rapat Pleno Pengurus Dewan Pengurus Propinsi;
g. Mengambil prakarsa berdirinya Dewan Pengurus Kabupaten/Kota yang belum terbentuk;
h. Menyusun kebijaksanaan organisasi yang merupakan penjabaran dari ketetapan-ketetapan Musyawarah Propinsi dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
Pasal 22
DEWAN PENGURUS KABUPATEN / KOTA
1. Status
a. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota merupakan badan struktur kepemimpinan tertinggi di dalam ruang lingkup Kabupaten/Kota;
b. Masa jabatan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota adalah 5 (lima) tahun;
c. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pelaksanaan Musyawarah Kabupaten/Kota.
2. Struktur dan Komposisi Personalia Dewan Pengurus Kabupaten/Kota
a. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum;
b. Pengurus Pimpinan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota adalah terdiri dari Ketua Umum dibantu Wakil-wakil ketua Umum yang sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang, Sekretaris Umum dibantu Wakil-wakil Sekretaris Umum yang sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang, Bendahara Umum dibantu Wakil-wakil bendahara Umum yang sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang;
c. Pengurus Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dilengkapi Anggota Pleno Kepengurusan terdiri dari Koordinator Bidang dan Anggota-anggota Bidang yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah bidang-bidang berdasarkan kebutuhan organisasi dalam skala Kabupaten/Kota;
d. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dapat dilengkapi Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Dewan Pertimbangan, dari Tokoh-tokoh Kabupaten/Kota yang memiliki keterkaitan dan perhatian di bidang usaha jasa konstruksi;
e. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dapat mengangkat beberapa orang tenaga sekretariat untuk menunjang tugas-tugas operasional organisasi sehari-hari.
3. Tugas dan Kewajiban
a. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Kabupaten/Kota;
b. Segera menyampaikan kepada jajaran struktur kepengurusan segala kebijaksanaan yang berkenaan dengan organisasi, untuk selanjutnya disampaikan kepada anggota;
c. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Musyawarah Kabupaten/Kota;
d. Segera paling lambat 6 (enam) bulan setelah dilantik, Dewan Pengurus Kabupaten/Kota mengadakan Rapat Kerja Kabupaten/Kota;
e. Melaksanakan Rapat Pimpinan Kabupaten/Kota minimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun;
f. Didalam keadaan tertentu/luar biasa, Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dapat melakukan pergantian antar waktu personalia Dewan Pengurus Kabupaten/Kota, yang ditempuh melalui Rapat Pleno Pengurus Dewan Pengurus Kabupaten/Kota; h. Menyusun kebijaksanaan organisasi yang merupakan penjabaran dari
ketetapan-ketetapan Musyawarah Kabupaten/Kota dan kebijaksanaan organisasi lainnya.
Pasal 23
PERSYARATAN MENJADI DEWAN PENGURUS / PENGURUS
Persyaratan untuk dapat menjadi Dewan Pengurus/Pengurus adalah:
1. Pimpinan Perusahaan yang namanya tercantum dalam Kartu Tanda Anggota APPEKNAS;
2. Tidak sedang rangkap jabatan dalam organisasi sejenis;
3. Khusus untuk Ketua Umum harus sudah pernah menjadi pengurus atau Dewan Penasehat di semua tingkatan kepengurusan;
Pasal 24
TATA CARA PEMILIHAN FORMATUR / ANGGOTA FORMATUR
Tata cara pemilihan Formatur dan Anggota Formatur dalam semua tingkatan organisasi APPEKNAS diatur sebagai berikut:
1. Pemilihan Ketua Formatur yang secara otomatis menjadi Ketua Umum/Ketua, dilakukan dengan cara pemilihan dengan suara terbanyak, 1 (satu) nama dengan memilih calon dalam secarik kertas;
2. Pemilihan Anggota Formatur dilakukan dengan cara aklamasi atau musyawarah untuk mufakat dan bila tidak tercapai dilakukan dengan pemilihan suara terbanyak dengan cara menulis 4 (empat) nama DPP/DPK anggota sesuai dengan masing-masing tingkatan organisasi.
BAB VI ATRIBUT
Pasal 25
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
Pertanggungjawaban keuangan di setiap tingkatan Organisasi diatur sebagai berikut: 1. Pada tingkatan Dewan Pengurus Nasional, pertanggungjawaban keuangan setiap 3
(tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada Dewan Pendiri, Dewan Kehormatan dan Dewan Pengurus;
2. Pada Tingkatan Dewan Pengurus Propinsi pertanggungjawaban keuangan setiap 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;
3. Pada Tingkatan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota pertanggungjawaban keuangan setiap 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun dan diaudit oleh akuntan publik dan disampaikan kepada Anggota APPEKNAS dimana domisili anggota tersebut berada.
BAB VIII
KEUANGAN DAN HARTA BENDA Pasal 26
KEUANGAN
1. Sumber-sumber keuangan organisasi, berupa uang pangkal, uang iuran dan uang administrasi keanggotaan, ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional dengan mempertimbangkan keadaan daerah-daerah kepengurusan;
2. Perimbangan pembagian keuangan yang masuk dari sumber uang pangkal, uang iuran, dan uang administrasi keanggotaan.
3. Tata cara pembayaran, jumlah dan pengelolaan keuangan organisasi ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional yang selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Pedoman Kebendaharaan;
4. Keuangan Organisasi dan sumber-sumber keuangan lainnya, dimanfaatkan semata-mata untuk urusan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 27 HARTA BENDA
1. Mekanisme sumber pendapatan, pemanfaatan dan pertanggungjawaban ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional dengan mempertimbangkan keadaan daerah-daerah kepengurusan;
2. Tata cara pendapatan, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya ditetapkan melalui Rapat Pimpinan Nasional yang selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Pedoman Kebendaharaan;
3. Harta benda organisasi dan sumber-sumber keuangan lainnya, dimanfaatkan semata-mata untuk urusan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
BAB VIII
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA Pasal 28
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dilakukan perubahannya melalui keputusan Dewan Pendiri Musyawarah Nasional dan atau Musyawarah Nasional Luar Biasa yang disepakati oleh 2/3 dari jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota yang telah ada, dan disetujui oleh 2/3 dari jumlah peserta musyawarah.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 29
ATURAN PERALIHAN
Hal-hal yang belum cukup diatur dan atau belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, dialihkan pengaturannya dalam bentuk pedoman-pedoman organisasi, dan atau kebijaksanaan organisasi lainnya, dan tidak dibenarkan bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 30
BERLAKUNYA ANGGARAN RUMAH TANGGA
Anggaran Rumah Tangga ini pertama kali disahkan melalui Rapat Dewan Pendiri APPEKNAS di Jakarta pada tanggal 08 Agustus 2008, dan selanjutnya dilakukan penyempurnaan dan ditetapkan sebagaimana mestinya.
Disempurnakan oleh MUSNAS APPEKNAS
Ditetapkan di : Jakarta