Oleh :
Era Dorihi Kale, M.Kep.Sp.Kep.MB
ASUHAN KEPERAWATAN
HIV AIDS
Human
Immunodeficiency Virus
(HIV) adalah virus jenis
retrovirus yang
menyebabkan seseorang
terinfeksi HIV dan akan
berkembang menjadi
Acquired Immuno
Deficiency Syndrome
(AIDS).
HIV adalah retrovirus
yang biasanya menyerang
organ vital sistem
kekebalan manusia
seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofag,
dan sel dendritik.
HIV secara langsung dan
tidak langsung merusak
sel T CD4+, padahal sel T
CD4+ dibutuhkan agar
sistem kekebalan tubuh
berfungsi baik.
Jika HIV membunuh sel T
CD4+ sampai terdapat
kurang dari 200 sel T
CD4+ per mikroliter(µL)
darah maka kekebalan
selular akan hilang, dan
akibatnya ialah kondisi
yang disebut AIDS.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan gejala yang menunjukan adanya kelemahan/ kerusakan/
penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
Kerusakan progresif pada
system kekebalan tubuh
menyebabkan ODHA (orang
dengan HIV/AIDS) amat
rentan dan mudah
terjangkit
bermacam-macam penyakit.
Serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya
pada orang yang tidak
terinfeksi pun
lama-kelamaan akan
menyebabkan pasien sakit
parah bahkan meninggal.
1987-2014 :
HIV : 150.296
AIDS : 55.799
NTT : 1.751
Tersebar di 381
kab/kota dari 498
kab/kota (76%)
Tertinggi pd umur
20-29 tahun (32.9%),
30-39 tahun (28.5%)
Laki-laki :54%
Perempuan : 29%
Tidak melaporkan JK :
17%
Kasus baru terus
meningkat setiap
tahunnya
IRT : 6.539
Wiraswasta : 6.203
Karyawan : 5.638
Petani/peternak/nel
ayan : 2.324
Buruh kasar : 2.169
Penjaja seks : 2.052
PNS : 1.658
Mhs/sekolah : 1.295
Heteroseksual
(61.5%)
Penasun (15.2%)
Perinatal (2.7%)
Homoseksual (2.4%)
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda
penyakit.
Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1–2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi opor tunistik dengan gejala tidak spesifik , terutama demam ringan dan kehilangan berat badan.
Infeksi opor tunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intra cellulare dan sitomegalovirus .
Citomegalovirus dapat
menyebabkan kolitis dan retinitis sitomegalovirusdapat menyebabkan kebutaan .
Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marnef feikini adalah infeksi opor tunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis ) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.
Stadium I: infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
Stadium III : termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah,dan tuberkulosis.
Stadium IV : termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis
esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
1.
Penularan melalui
hubungan seksual
2.
Paparan dengan
cairan tubuh yang
terinfeksi
3.
Transmisi ibu ke
anak
Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang
dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya.
Resiko masuknya HIV dari orang yang terinfeksi menuju orang
yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
Penyakit menular seksual
meningkatkan risiko
penularan HIV karena
dapat menyebabkan
gangguan pertahanan
jaringan epitel normal
akibat adanya luka pada
alat kelamin, dan juga
karena adanya
penumpukan sel yang
terinfeksi HIV
(limfositdan makrofag)
pada semen dan sekresi
vaginal.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antar orang.
Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu
berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.
Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
Rute transmisi ini
terutama berhubungan
dengan pengguna obat
suntik, penderita
hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan
produk darah.
Berbagi penggunaan
jarum suntik
merupakan penyebab
sepertiga dari semua
infeksi baru HIV.
Penggunaan alat yg
melukai tubuh
PAPARAN DENGAN CAIRAN TUBUH YANG
TERINFEKSI
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretroviral dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat transmisi hanya sebesar 1%.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko infeksi,terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).
Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-15%. Risiko ini bergantung pada faktor klinis dan dapat ber variasi menurut pola dan lama menyusui.
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar, dan pemberian susu formula
mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak .
Pemeriksaan untuk diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV, berdasarkan prinsip :
Konfidensialitas Persetujuan Konseling Pencatatan Pelaporan dan Rujukan
DIAGNOSIS
Prinsip konfidensialitas artinya hasil pemeriksaan
harus dirahasiskan dan hanya dapat dibuka kepada :
Orang/pasien yang
bersangkutan
Tenaga kesehatan yang menangani
Keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap
Pasangan seksual
Pihak lain yang sesuai ketentuan
Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela/VCT : Voluntary Conseling Testing) dan TIPK (Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan
Kesehatan/PITC : Provider Initiative Testing dan Conseling).
KTS : proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan.
TIPK adalah test HIV dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan.
Diagnosis dilakukan
melalui
pemeriksaan
laboratorium HIV
dan juga
berdasarkan gejala
klinis (diagnosis
klinis).
Bat uk l ebi h dar i 2 -3 m i ng gu
Penur unan ber at badan menyolok > 10 %
Panas > 1 bul an
D i are > 1 bul an
Perhat i kan kandi diasis o r al
Herpes z o o z ter yang l uas , ser i ng kam buh
S ar i awa r ekur en dan ber at
Penyaki t kul i t : der matitis seboroik kambuhan , psor iasis, der matitis g ener al isata
Li m fadenopati g ener al i sata
Infeksi j am ur kam buhan (kandi di asis vag i na/ keputihan )
Pneum onia ber at ber ul ang
T BC
Ri wayat per i l aku seksual
Ri wayat peng g una narkoba
Ri wayat peker j aan : pel aut , supi r t r uk , dl l
Ri wayat beker j a di daer ah endem i s deng an per i l aku ber i siko t i ng gi
Ri wayat t r anfusi
Perhat i kan c i r i khas / t anda kel o m pok r i si ko t i ng gi, m i sal nya : t ato , per i laku ter tent u
S aat i ni HIV sudah berkem bang pada bukan kel o m pok r i si ko t i ng gi : m i sal nya i bu r umah t ang g a
DIAGNOSIS KLINIS
DIDUGA AIDS BILA :
Serologi/deteksi
antibodi : rapid test,
ELISA, Western Blot
(untuk konfirmasi)
Deteksi virus : RT-PCR,
antigen P-24
Sinar X dada
Tes fungsi pulmonal
Biopsi
EEG, MRI, CT scan otak, EMG
dll
Pasien yang secara klinis curiga AIDS
Orang dengan risiko tinggi
Pasien infeksi menular seksual
Pasangan seks atau anak dari pasien positif HIV
Sebelum tes harus dilakukan konseling dulu dan harus menandatangani surat persetujuan (inform consent).
Konseling dapat dilakukan di klinik VCT oleh konselor terlatih dan di tempat praktek, Puskesmas oleh petugas kesehatan terlatih
INDIKASI DILAKUKAN TEST
LABORATORIUM
Oral lesi : kandida, herpes simplek, gingivitis, dll
Neurologik : dimensia kompleks, toxoplasmosis ensefalitis,
meningitis, neuropati
Gastrointestinal : Diare, hepatitis, penyakit anorektal : abses, fistula, ulkus
Respirasi : pneuminia, influenza, batuk, TBC
Dermatologik : lesi kulit : herpes simpleks dan zoster, dermatitis
Otitis media, konjungtivitis
1.
Promosi Kesehatan
2.
Pencegahan
penularan HIV
3.
Pengobatan,
perawatan dan
dukungan
4.
Rehabilitasi
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat yang benar dan komprehensif tentang pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi.
Promosi ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
maupun non kesehatan yang sudah terlatih.
Masysrakat yang menjadi sasaran promosi kesehatan adalah populasi kunci.
Populasi kunci adalah : pengguna napza suntik, wanita pekerja seks (WPS) langsung maupun tidak langsung, pelanggan/pasangan seks WPS, gay, waria, laki
pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki dan warga binaan lapas/rutan.
Upaya yang dilakukan (ABC)/(ABCDE):
Tidak melakukan hubungan seks
(Abstinensia) : bagi yang belum menikah
Setia dengan pasangan (Be faithful) : hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV
Menggunakan kondom secara konsisten (Condom Use) : menggunakan kondom bila terpaksa berhubungan seksual yang berisiko atau dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV
Menghindari penggunaan obat/zat aditif (no Drugs) non seksual
Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati IMS sedini mungkin (Education) dan
Melakukan pencegahan lain, antara lain : sirkumsisi
PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI
HUBUNGAN SEKSUAL
Uji saring darah pedonor ; penggunaan darah yang aman dari HIV
Pencegahan infeksi HIV pada tindakan
medis dan non medis yang melukai tubuh : penggunaan peralatan steril, memenuhi
standar operasional prosedur dan
kewaspadaan umum (universal precaution), pencegahan infeksi sesuai dengan standar
Pengurangan dampak buruk pada pangguna napza suntik : program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial, mendorong
menjalani terapi/rehabilitasi, mendorong melakukan pencegahan penularan seksual, layanan konseling dan tes HIV.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI
HUBUNGAN NON SEKSUAL
Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia
reproduktif;
Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV;
Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang
dikandungnya : pemberian ARV kepada ibu, pilihan cara melahirkan : operasi caesar akan mengurangi risiko penularan, pilihan untuk tidak menyusui anaknya.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU
KE ANAK
Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan
keluarganya.
Setiap bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV harus dilakukan tes serologi HIV (DNA/RNA) dimulai
pada usia 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan) minggu atau tes
serologi HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke atas.
Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS harus segera
mendapatkan profilaksis ARV dan kotrimoksasol
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU
KE ANAK
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pengobatan dan perawatan ODHA, jika fasilitasi yang ada tidak mampu maka penderita harus dirujuk
Setiap orang yang terinfeksi HIV diregistrasi secara nasional
Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik dan
meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan 3 cara :
Terapeutik, profilaksis dan penunjang.
PENGOBATAN, PERAWATAN DAN
DUKUNGAN
Pengobatan Terapeutik : meliputi pengobatan ARV (Anti Retro Viral), pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan pengobatan infeksi oportunitis
Pengobatan profilaksis : Pemberian ARV pasca pajanan dan pemberian kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis
Pengobatan penunjang : tatalaksana gejala : multivitamin, dukungan
nutrisi, pendidikan kesehatan,
pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik , perawatan paliatif, dukungan psikologis kesehatan mental, dukungan sosial ekonomi, kelompok-kelompok dukungan.
Diberikan setelah
mendapatkan konseling, mempunyai pengingat minum obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan seumur hidup
Indikasi :
jika penderita HIV yang telah menunjukan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel limfosit T CD4 < 350 sel/mm3
Ibu hamil dengan HIV
Penderita HIV dengan Tuberkulosis
Pasien tidak memiliki motivasi
Pengobatan tidak dapat terus menerus seumur hidup
Pengobatan tidak dapat dimonitor
Penderita mengalami gangguan fungsi ginjal/hati berat
Adanya penyakit oportunistik/infeksi oportunistik
terminat / tidak dapat disembuhkan, misalnya limfoma maligna.
Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit (minimal tipe C) dan dapat dilanjutkan di Puskes mas atau fasilitas kesehatan
lainnya
Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan untuk penanggulangan HIV AIDS dijamin oleh pemerintah, yang meliputi : kondom, lubrikan, alat suntik steril, reagensia untuk tes HIV dan IMS. Obat ARV, obat TBC, obat IMS, obat untuk infeksi oportunistik.
Perawatan dan pengobatan bagi orang terinfeksi HIV yang miskin dan tidak mampu ditanggung oleh negara
Rehabilitasi dilakukan melalui rehabilitasi medis dan sosial
Ditujukan untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi
produktif secara ekonomi dan sosial ; pemberdayaan ketrampilan kerja, dll
Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada ODHA yang kondisinya sudah parah.
Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (istri/suami), orang tua, anak, sanak
keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor.
Pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan pasien terhadap sakit yang dideritanya, sehingga ODHA akan dapat menerima dengan iklas terhadap sakit yang dialami. Asuhan keperawtan yang diberikan :
Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien
Pandai mengambil hikmah dari kejadian yang dialami
Meningkatkan ketabahan hati dan keteguhan dalam menghadapi cobaan
Dukungan psikologis, sosial dan spiritual yang baik akan
mampu meningkatkan kualitas hidup pasien dan daya tahan terhadap perkembangan infeksi HIV.