• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL INDIKASI GEOGRAFIS BAGI KONSUMEN Zakiyah ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URGENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL INDIKASI GEOGRAFIS BAGI KONSUMEN Zakiyah ABSTRAK"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

URGENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL INDIKASI GEOGRAFIS BAGI KONSUMEN

Zakiyah

ABSTRAK

Perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia yang mendapat pengaturan dalam undang-undang secara khusus terdiri dari Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Vareitas Tanaman. Selain hak kekayaan intelektual tersebut di atas ada perlindungan hak kekayaan intelektual yang dikenal dengan perlindungan Indikasi Geografis yang pengaturannya termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Contoh dari barang yang mempunyai nama sesuai dengan indikasi geografisnya adalah seperti kopi Kintamani, kopi Gayo, kopi Toraja, Beras Cianjur, Ubi Cilembu, Batik Pekalongan, jeruk Pontianak, jeruk Sungai Madang, beras Siam Mutiara.

Indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu, atau Kelompok konsumen barang tersebut.

Dengan adanya perlindungan indikasi geografis memberikan tanda atau informasi bahwa barang/produk yang dilindungi indikasi geografis tersebut mempunyai kekhasan dan kualitas tertentu yang disebabkan lingkungan geografis, yang pasti berbeda dengan barang/ produk yang dihasilkan oleh daerah lainya. Disinilah letak urgensi dari perlindungan indikasi geografis bagi konsumen, karena dengan memberikan perlindungan indikasi geografis ini berarti merupakan pemenuhan hak-hak konsumen yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

Hak konsumen yang paling relevan dengan perlindungan indikasi geografis adalah “hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”, di mana dengan adanya perlindungan indikasi geografis memberikan informasi kepada konsumen, sehingga konsumen tidak keliru dalam memilih barang/produk yang akan dikonsumsinya, dengan mengkonsumsi barang/produk yang dilindungi dengan indikasi geografis, maka konsumen merasa nyaman, aman, dan selamat, karena indikasi geografis tentunya mempunyai makna tersendiri bagi konsumen.

(2)

PENDAHULUAN

Hak Kekayaan Intelektual disingkat dengan HKI yang merupakan terjemahan dari

Intellectual Property Rights atau yang disingkat dengan IPR dapat kita artikan sebagai hak atas

kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia.1

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai suatu hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia, maka istilah HKI digunakan untuk membedakan dengan hak-hak lain yang dapat dimiliki manusia yang berasal dari alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak semua manusia mempunyai kemampuan menghasilkan karya intelektual. Oleh karena itu, hak-hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia sudah sepantasnya mendapatkan perlindungan hukum sebagai penghargaan dan imbalan atas jerih payah yang telah dilakukan, dengan mengorbankan waktu, tenaga dan biaya yang besar dalam menghasilkan karya intelektual tersebut.

Sudikno Mertokusumo mendefinisikan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak milik yang bersifat kebendaan yang objeknya adalah hasil pemikiran manusia yang bisa satu pendapat tanda, penemuan.2

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak eksklusif yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Jika dilihat lebih rinci Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).3

1 Affilyonna Purba, Gazalba Saleh dan Adriana Krisnawati.2005.Konsep Hak Kekayaan Intelektual.

Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.Hlm. 12.

2 Elie Yolanda Ekasanti. 2012. Kewenangan YKCI sebagai Kuasa dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta dalam Menghitung dan Menagih Royalti. Tesis. Banjarmasin : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat. Hlm.4.

3 O.K.Saidin. 1995. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right). PT. Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 43.

(3)

Perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia yang mendapat pengaturan dalam undang-undang secara khusus terdiri dari Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Vareitas Tanaman.

Selain hak kekayaan intelektual tersebut di atas ada perlindungan hak kekayaan intelektual yang dikenal dengan perlindungan Indikasi Geografis yang pengaturannya termuat dalam undang-undang merek yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Merek memberikan pengertian “Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”.

Adapun nama-nama barang yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan seperti kopi Kintamani, kopi Gayo, kopi Toraja, Beras Canjur, Ubi Cilembu, Batik Pekalongan, jeruk Pontianak, jeruk Sungai Madang, beras Siam Mutiara, dan lain-lainnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang merupakan dasar pengaturan hak kekayaan intelektual indikasi geografis, perlindungan diberikan berdasarkan pendaftaran, dengan pendaftaran yang melahirkan hak atas indikasi geografis, maka pihak-pihak yang berkepentingan harus mengajukan pendaftaran untuk dapat menjadi pemegang/pemakai hak atas indikasi geografis.

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, menentukan bahwa : “indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :

a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas :

(4)

1. Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;

2. Produsen barang hasil pertanian;

3. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau 4. Pedagang yang menjual barang tertentu;

b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau c. Kelompok konsumen barang tersebut”

Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, tersebut di atas, salah satu pihak yang dapat mengajukan pendaftaran perlindungan indikasi geografis adalah “kelompok konsumen barang-barang tersebut”. Hal ini membuat penulis tertarik untuk membuat tulisan yang berkaitan dengan apa urgensi perlindungan hak atas kekayaan intelektual indikasi geografis bagi konsumen.

PEMBAHASAN

Menurut Sri Rejeki Hartono Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak yang memiliki karakteristik khusus dan istimewa karena hak ini baru timbul jika ada pemberian negara hak atas hak tersebut yang negara memberikan hak ini kepada orang melahirkan satu karya intelektual berdasarkan apa yang ditetapkan dalam ketentuan hukum negara.4

Hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia tentunya sangatlah luas, Di Indonesia pengaturan terkait HKI di atur di dalam 7 (tujuh) undang-undang yaitu:

1. Hak Cipta : perlindungan dari Hak Cipta adalah perlindungan terhadap hasil ciptaan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Paten : perlindungan terhadap invensi baru dalam bidang teknologi. diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

4 Sri Rejeki, Hartono. 2001. Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. PT. Sinar Grafika; Jakarta. Hlm..29.

(5)

3. Merek : Obyek yang dilindungi adalah penggunaan tanda pembeda pada barang dan/atau jasa dalam dunia perdagangan, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

4. Desain Industri : memberikan perlindungan terhadap tampilan luar dari sebuah produk sehingga secara estetika menarik. diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

5. Rahasia Dagang : Obyek perlindungan dari rahasia dagang adalah melindungi informasi yang tidak dihetahui umum baik dibidang teknologi dan/atau bisnis yang mengandung nilai komersial, diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu : Obyek perlindungannya terkait dengan elemen-elemen aktif baik sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi konduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit terpadu.

7. Perlindungan Varitas Tanaman : Merupakan hak pemulia tanaman berupa perlindungan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek selain mengatur tentang hak atas merek, juga mengatur mengenai hak kekayaan intelektual yang dikenal dengan istilah indikasi geografis (IG).

Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Merek memberikan pengertian “Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”.

Pada Penjelasan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Merek ditegaskan lebih lanjut bahwa indikasi geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukan adanya kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut. Tanda yang

(6)

digunakan sebagai indikasi geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata,gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan indikasi geografis meliputi barang-barang yang dihasilkan alam, barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan, atau hasil industri tertentu lainnya.

Indikasi geografis merupakan sebuah nama dagang yang dikaitkan, dipakai, atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi menunjukkan asal tempat produk tersebut. Asal tempat itu mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut sangat dipengaruhi oleh tempat asalnya, sehingga produk tersebut bernilai unik di benak masyarakat, khususnya konsumen yang tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam menghasilkan suatu produk. 5

Karakter kepemilikan indikasi geografis yang kolektif atau komunalistik sejalan dengan nilai-nilai ketimuran dan keindonesiaan yang lebih menghargai kepemilikan bersama dari pada kepemilikan pribadi. Keharusan adanya hubungan yang erat (strong link) antara nama produk dengan kondisi geografis asal produk dalam hak kekayaan intelektual indikasi geografis sejalan dengan sifat-sifat masyarakat hukum adat yang selalu menjunjung tinggi kebergantungan atau kelekatan eksistensinya dengan tanah. Potensi indikasi geografis ini dapat dikembangkan untuk melindungi produk-produk masyarakat adat dan komunitas lokal yang umumnya memang diberi nama bukan dengan nama individu, tetapi dengan tempat asal suatu produk yang akan dilindungi dengan indikasi geografis.6

Dari rumusan dan penjelasan Pasal 56 ayat (1) undang-undang merek tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan indikasi geografis berkaitan dengan pelabelan atau pemasangan etiket pada barang dengan nama daerah dimana barang itu dihasilkan. Pelabelan produk dengan nama daerah penghasil menunjukan barang tersebut memiliki ciri dan kualitas khusus karena dihasilkan di wilayah yang bersangkutan. Indikasi geografis, sebagaimana merek dagang, menyampaikan suatu pesan, memberitahukan kepada calon pembeli bahwa suatu produk

5Miranda Risang Ayu. 2006. Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis. Bandung :

Alumni. Hlm. 9 6Ibid.

(7)

dihasilkan ditempat tertentu dan memiliki karakteristik khusus yang diinginkan dan hanya ditemukan ditempat tersebut)7.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis dalam penjelasan Pasal 6 ayat (3) huruf (d) memberikan petunjuk dalam penentuan “lingkungan geografis yang berasal dari pengaruh unsur alam” bahwa lingkungan geografis dapat meliputi uraian mengenai lingkungan geografis setempat yang mencakup antara lain uraian tentang suhu tertinggi, terendah, rata-rata; tingkat curah hujan; kelembaban udara; intensitas sinar matahari; ketinggian; dan/atau jenis/kondisi tanah.

Kemudian mengenai faktor “lingkungan geografis yang bersumber dari pengaruh unsur manusia” dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi geografis menyebutkan bahwa “uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian indikasi geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai indikasi geografis jelasantersebut”. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 ayat (3) huruf (f) menyebutkan bahwa “uraian mengenai tradisi dan sejarah yang berhubungan dengan indikasi geografis mencakup antara lain uraian mengenai tradisi masyarakat yang sudah berlangsung lama berkaitan dengan proses produksi barang yang berasal dari daerah tersebut”.

Sejalan dengan pengaruh unsur manusia, ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (g) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi geografis menyebutkan bahwa “adanya uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah atau membuat barang terkait. Sedangkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (h) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi geografis menyebutkan tentang adanya uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan.

Dari rangkaian ketentuan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan geografis dapat dipengaruhi oleh :

7 Kamil Idris. Intellectual Property : A Power Tool for Economic Growth. Diterjemahkan oleh Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual, hlm.21

(8)

1. Unsur alam saja, apabila barang/produk yang dihasilkan oleh daerah dipengaruhi oleh factor alam sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis, seperti lada putih Muntok, kopi aarabica Kintamani, beras Adan Krayan, dan carica Dieng, hal ini disebabkan karena karakteristik kondisi alam yang ada di daerah/wilayah tersebut memungkinkan tumbuhnya barang/produk untuk dilindungi dengan indikasi geografis. 2. Unsur manusia saja, apabila semata-mata manusia (masyarakat di daerah) yang

memberikan pengaruh secara turun temurun terhadap barang/produk yang berbasis indikasi di daerah, hal ini susuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf (f, g, h) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

3. Unsur kombinasi antara faktor alam dan faktor manusia yang berpengaruh terhadap hasil barang/produk daerah. Lingkup perlindungan dalam konteks ini terdapat pada produk olahan yang dihasilkan dari keberadaan bahan dasar yang menggunakan teknik/metode tertentu yang dilakukan secara turun temurun sehingga menghasilkan karakteristik unik dari produk yang dihasilkan, misalnya purwaceng Dieng yang terkenal sebagai minuman kebugaran yang berasal dari tanaman purwaceng yang tumbuh di daerah Dieng.8

Dari ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007, maka obyek dari perlindungan indikasi geografis meliputi :

1. Barang-barang yang dihasilkan oleh alam;

2. Barang hasil pertanian, mencakup kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan;

3. Hasil kerajinan tangan;

4. Hasil industri tertentu lainnya;

5. Barang lainnya mencakup antara lain bahan mentah dan/atau hasil olahan dari hasil pertanian maupun yang berasal dari hasil tambang.9

8Djulaeka. 2014. Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Perspektif Kajian Filosofis HaKI

Kolektif Komunal. Malang : Setara Press. Hlm.128-129.

(9)

Sebagai bagian dari sistem hukum merek, maka untuk mendapatkan perlindungan hukum indikasi geografis harus didaftarkan. Berkenaan dengan itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis. Dalam peraturan pemerintah tersebut diatur mengenai tata cara pendaftaran indikasi geografis. Selain itu juga diatur tentang tanda yang tidak dapat didaftar sebagai indikasi geografis.

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, menentukan bahwa : “indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :

a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas :

1. Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam; 2. Produsen barang hasil pertanian;

3. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau 4. Pedagang yang menjual barang tertentu;

b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau c. Kelompok konsumen barang tersebut”.

Permohonan pendaftaran perlindungan indikasi geografis menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007, harus dilengkapi dengan Buku Persyaratan yang terdiri atas:

a. nama Indikasi-geografis yang dimohonkan pendaftarannya; b. nama barang yang dilindungi oleh Indikasi-geografis;

c. uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan.

d. uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan;

e. uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi-geografis; f. uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi-geografis

untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi-geografis tersebut;

g. uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat barang terkait;

h. uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan; dan i. label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi-geografis.

(10)

Perlindungan hukum terhadap indikasi geografis yang terdaftar berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada. Pemegang hak atas indikasi geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak.10

Ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang memberikan kemungkinan kelompok konsumen untuk menjadi pihak pemohon dalam pendaftaran perlindungan indikasi geografis ini tampaknya merupakan ketentuan pertama yang pernah ada selama sejarah perlindungan indikasi geografis. Memang betul bahwa selama ini logika yang berkembang dari praktik perlindungan rezim ini di mana pun adalah bahwa indikasi geografis dilindungi, pertama-tama ditujukan untuk kepentingan konsumen.11

Konsumen berasal dari kata “consumer” yang berarti pemakai.12 Adapun pengertian konsumen menurut mantan Presiden Amerika serikat John F.Kennedy sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf Shofie adalah “consumers, by definition, include us all” yaitu konsumen adalah kita semua. Di mana mereka adalah satu-satunya kelompok penting dalam perekonomian yang secara efektif tidak terorganisir serta pandangan-pandangan mereka sering tidak didengar. 13

Hondius, pakar masalah konsumen di Belanda sbagaimana yang dikutip Shidarta emengartikan konsumen sebagai “pemakai produksi terakhir dari benda atau jasa”. Hondius sebenarnya ingin membedakan antara konsumen yang bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen akhir. Dengan demikian dapat kita artikan bahwa konsumen dalam arti luas

10 Suyud Margono dan Longginus Hadi. 2002. Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek. Jakarta : CV. Novindo Pustaka Mandiri. Hlm.94.

11 Miranda Risang Ayu. Op.Cit. Hlm. 166.

12 Zakiyah. 2014. Perjanjian Baku dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Yogyakarta : Aura Pustaka. Hlm. 65.

(11)

mencakup kedua macam pengertian tersebut, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen yang merupakan pemakai akhir. Senada dengan pendapat di atas, A.Z. Nasution memberikan pengertian bahwa konsumen merupakan konsumen akhir yaitu “setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkannya kembali”.14

Sementara itu di dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Konsumen sebagai pemakai barang/jasa/produk yang beredar dipasaran tentunya

diharapkan dapat dilindungi dari kebingungan dan penyesatan suatu barang/produk yang akan ia konsumsi, hal ini terkait dengan hak-hak konsumen yang dilindungi oleh ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mencakup 9 macam hak yaitu:

a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

14Ibid. Hlm. 65-66..

(12)

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Beberapa Hak konsumen yang terkait dengan adanya perlindungan indikasi geografis diantaranya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; dan hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Dengan demikian urgensi dari perlindungan indikasi geografis bagi konsumen adalah terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana tersebut di atas.

Perlindungan indikasi geografis tentunya memberikan informasi dan jaminan khusus terhadap barang/produk yang dilindungi tersebut yang disebabkan karena lingkungan geografis dimana barang tersebut dihasilkan, yang tidak dimiliki oleh barang/produk yang dihasilkan oleh daerah lainnya, yang berdampak pada nilai tukar atau harga yang berbeda dengan barang/produk lainnya sehingga konsumen yang memilih barang produk tersebut bersedia membayar dengan harga yang lebih, dengan harapan kualitas barang/jasa yang didapatkan sesuai dengan nilai tukar yang dibayarkan.

Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa merupakan hak yang paling esensial dalam perlindungan konsumen barang/jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan apalagi tidak memberikan keamanan dan keselamatan bagi konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan. Selanjutnya untuk menjamin bahwa barang/jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman dan tidak membahayakan konsumen, maka konsumen diberi hak untuk memilih barang/jasa yang dikehendakinya berdasarkan keterbukaan informasi yang benar, jelas dan jujur.15

Konsumen yang telah menetapkan atau memutuskan pilihannya atas barang dan/atau jasa berdasarkan informasi yang didapatnya tentang barang dan/atau jasa berhak untuk mendapatkan barang/produk tersebut sesuai dengan kondisi serta jaminan yang tertera dalam informasi. 16

15Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm.30.

16Herlina. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Parkir Dari Ketentuan Tarif Tambahan. Skripsi. Banjarmasin : Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat. Hlm. 59.

(13)

Hak konsumen yang paling relevan dengan perlindungan indikasi geografis adalah “hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”, di mana dengan adanya perlindungan indikasi geografis diharapkan konsumen tidak akan keliru dalam memilih barang/produk yang akan dikonsumsinya, karena produk/barang yang dilindungi dengan indikasi geografis tentunya mempunyai kualitas dan keunikan/kekhasan tersendiri yang disukai oleh konsumennya. Dengan mengkonsumsi barang/produk yang dilindungi dengan indikasi geografis, maka konsumen merasa nyaman, aman, dan selamat, karena indikasi geografis tentunya mempunyai makna tersendiri bagi konsumen tersebut.

Selain terkait dengan hak konsumen, perlindungan indikasi geografis bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen terdapat beberapa praktik yang dinyatakan terlarang menurut peraturan perundang-undangan ini. Larangan ini jelas dapat diberlakukan untuk melaksanakan perlindungan indikasi geografis tingkat pertama TRIPs yang memang tujuan utamanya adalah untuk melindungi kepentingan konsumen.17

Pasal 8 ayat (1) huruf (i) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat”.

Menurut ketentuan ini, keterangan nama asal geografis yang salah satu dari suatu barang atau jasa dapat diklasifikasikan sebagai “keterangan-keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat”.18 Dengan demikian, indikasi geografis yang memakai nama asal geografis dapat dilindungi dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf (i) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ketentuan lainnya terdapat pada Pasal 9 ayat (1) huruf (h) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa

17 Miranda Risang Ayu. Op.Cit. Hlm. 166. 18Ibid.

(14)

secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang/produk tersebut berasal dari daerah tertentu”. Ketentuan ini secara tegas menyebutkan bahwa produsen/pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, dan mengiklankan produk produk tertentu secara tidak jujur atau seolah-oleh barang/produk tersebut “berasal dari daerah tertentu”. Adanya penyebutan produk/barang berasal dari daerah tertentu ini terkait dengan indikasi geografis, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 dan Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.19

Larangan terhadap pelaku usaha dalam menawarkan, mempromosikan dan mengiklankan barang yang “seolah-olah berasal dari daerah tertentu” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (i) Pasal 9 ayat (1) huruf (h) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut bertujuan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dan tidak lain dengan tujuan utamanya untuk melindungi hak-hak konsumen agar konsumen mendapatkan barang/produk sesuai dengan yang jaminan yang dijanjikan.

Dengan demikian, dengan adanya perlindungan indikasi geografis terhadap barang/produk tertentu maka memberikan informasi kepada konsumen mengenai ciri khas dan kualitas yang dimiliki oleh barang/produk tersebut, sehingga konsumen yang mengkonsumsi barang/produk yang dilindungi dengan perlindungan indikasi geografis merasa nyaman dan aman dalam mengkonsumsinya, dan merasa telah mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar karena barang tersebut sesuai dengan kondisi dan jaminan barang/produk tersebut.

PENUTUP

Perlindungan indikasi geografis memberikan informasi jaminan kualitas tertentu terhadap barang/produk yang dilindungi tersebut yang disebabkan karena lingkungan geografis dimana barang tersebut dihasilkan (disebabkan faktor alam, faktor manusia, atau gabungan faktor alam & faktor manusia), yang tidak dimiliki oleh barang/produk yang dihasilkan oleh daerah lainnya, disinilah letak urgensi dari perlindungan indikasi geografis bagi konsumen yaitu terpenuhinya

19Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hlm.91.

(15)

hak-hak konsumen diantaranya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; dan yang utamanya adalah pemenuhan hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

Hak konsumen yang paling relevan dengan perlindungan indikasi geografis adalah “hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”, di mana dengan adanya perlindungan indikasi geografis diharapkanmemberikan informasi kepada konsumen, sehingga konsumen tidak akan keliru dalam memilih barang/produk yang akan dikonsumsinya, karena produk/barang yang dilindungi dengan indikasi geografis tentunya mempunyai kualitas tertentu dan keunikan/kekhasan tersendiri yang disukai oleh konsumennya. Dengan mengkonsumsi barang/produk yang dilindungi dengan indikasi geografis, maka konsumen merasa nyaman, aman, dan selamat, karena indikasi geografis tentunya mempunyai makna tersendiri bagi konsumen tersebut.

Selain terkait dengan hak konsumen, terdapat larangan terhadap pelaku usaha dalam menawarkan, mempromosikan dan mengiklankan barang yang “seolah-olah berasal dari daerah tertentu” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (i) dan Pasal 9 ayat (1) huruf (h) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut bertujuan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dan tidak lain dengan tujuan utamanya untuk melindungi hak-hak konsumen agar konsumen mendapatkan barang/produk sesuai dengan yang jaminan yang dijanjikan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Djulaekha. 2014. Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Persfektif Kajian Filosofis

HaKI Kolektif-Komunal. Malang : Setara Press.

Ekasanti, Elie Yolanda. 2012. Kewenangan YKCI sebagai Kuasa dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta dalam Menghitung dan Menagih Royalti. Tesis. Banjarmasin : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat.

(16)

Hartono, Sri Rejeki. 2001. Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. PT. Sinar Grafika; Jakarta.

Herawati, Novita. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Obat Generik Bermerek yang Dijual Melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Skripsi.Banjarmasin : Fakultas Hukum.

Herlina. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Parkir Dari Ketentuan Tarif Tambahan. Skripsi. Banjarmasin: Fakultas Hukum.

Idris, Kamil. Intellectual Property : A Power Tool for Economic Growth. Diterjemahkan oleh Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual.

Margono, Suyud dan Longginus Hadi. 2002. Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek. Jakarta : CV. Novindo Pustaka Mandiri.

Mertokusumo, Sudikno. 1996, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Purba, Affilyonna. Gazalba Saleh dan Adriana Krisnawati.2005.Konsep Hak Kekayaan

Intelektual. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.Hlm.

Saidin, O.K.. 1995. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right). PT. Grafindo Persada. Jakarta.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zakiyah. 2014. Perjanjian Baku dalam Perspektif Perlindungan Konsumen. Yogyakarta : Aura Pustaka

Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Pace dan Faules (2000, p. 168) yang mengatakan bahwa Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa

Tahapan pelaksanaan perlakuan yang diawali dengan tes kemampuan awal siswa kemudian dianjutkan dengan melakukan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran perubahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam proses penelitian meliputi.. beberapa kelengkapan, sebagaimana pada

kategori tinggi 20%, kategori sedang 61,7%, dan kategori rendah 18,3% dari 60 responden, (Widyakusumastuti & Fauziah 2016) judul penelitian Hubungan Antara Komunikasi

Solusi dari permasalahan tersebut yaitu membangun aplikasi E-Raport Berbasis Web untuk membantu SMA Tunas Mekar Indonesia dalam proses penilaian laporan hasil belajar siswa yang

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Student

Jembatan yang harus dapat dilalui oleh kendaraan darurat dan untuk kepentingan keamanan/pertahanan beberapa hari setelah mengalami gempa rencana dengan periode ulang 1000 tahun).

Proses pemisahan partikel padatan dengan cairan tidak dibatasi oleh faktor waktu tinggal (dapat diterapkan pada waktu tinggal yang sedikit) sehingga lebih