PEMERINTAH PROPINSI JAWA BARAT
BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
BPLHD
PROYEK PENGENDALIAN KERUSAKAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI PESISIR DAN LAUT
DI JAWA BARAT
LAPORAN FINAL
Pekerjaan:
PENYUSUNAN ATLAS KEANEKARAGAMAN HAYATI
JAWA BARAT
TAHUN ANGGARAN 2003
DEPARTEMEN BIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Jl. Ganesha 10 Bandung – 40116 Telp. (022) 2500258
STRUKTUR ORGANISASI PEKERJAAN PENYUSUNAN
ATLAS KEANEKARAGAMAN HAYATI JAWA BARAT
Koordinator tim
:Dr.
Taufikurahman
Tenaga ahli
:Ahmad
Riqqi,
S.T.,M.Si..
Haru
Suandharu,
S.Si,.M.Si.
Intan
Taufik,
S.Si.,M.Si.
Asisten ahli
:
Rulyana Susanti, S.Si.
Yoppy Hidayanto, S.Si.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan beraneka macam makhluk hidup di muka bumi ini dengan berbagai keunikan dan keindahan, fungsi dan peranannya masing-masing di alam. Sungguh pada semua fenomena tersebut terdapat bukti-bukti kekuasaan dan keagungan-Nya.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara ‘Mega-biodiversity’, dan daerah Jawa Barat adalah salah satu propinsi di Indonesia yang menyimpan kekayaan alam berupa keanekaragaman hayati yang sangat tinggi itu. Keanekaragaman hayati merupakan modal alam yang sangat penting, karena dari keanekaragaman hayati tersebut dapat diperoleh berbagai kegunaan mulai dari penyediaan bahan pangan, sandang, papan, energi, hingga sarana rekreasi, dan lain sebagainya.
Untuk dapat memanfaatkan keanekaragaman hayati secara optimal, pemerintah dan masyarakat Jawa Barat perlu mengenal dengan baik jenis, distribusi dan kelimpahannya di alam, potensi, cara pemeliharaan dan pelestariannya. Pekerjaan penyusunan atlas keanekaragaman hayati Jawa Barat ini diharapkan merupakan langkah awal untuk membangun basis data yang memadai, sehingga upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di Jawa Barat menjadi lebih efektif di masa yang akan datang dan selanjutnya diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Hal ini dipandang penting, mengingat kondisi hutan dan kawasan-kawasan konservasi di pulau Jawa pada umumnya dan di Jawa Barat pada khususnya saat ini terus mengalami tekanan yang berat akibat penebangan liar dan pengelolaan yang tidak profesional.
Metodologi yang kami lakukan adalah dengan teknik jelajah, pengambilan sampel dilakukan pada jalur yang terjangkau, dan wawancara dengan pengelola ataupun penduduk, serta pengumpulan data sekunder dari yang berasal dari literature yang ada.. Teknik ini merupakan suatu jalan tengah yang ditempuh untuk menyesuaikan target pekerjaan dengan ketersediaan dana dan waktu yang sangat terbatas. Idealnya inventarisasi keanekaragaman hayati dilakukan dengan metoda jelajah dan metoda transek kuadrat mulai dari garis pantai hingga puncak pegunungan (jika memungkinkan) dan melibatkan lebih dari satu jalur transek. Paduan kedua metoda ini diharapkan akan menghasilkan data yang lebih baik.
Perhatian penyusunan atlas keanekaragaman hayati Jawa Barat ini diberikan kepada keadaan ekosistem kawasan konservasi Jawa Barat, keanekaragaman flora dan fauna dengan fokus pada spesies yang langka, dilindungi, endemik dan khas. Kami menyadari bahwa pekerjaan ini baru merupakan langkah awal yang membutuhkan langkah-langkah penelitian lebih lanjut untuk melengkapi dan menyempurnakannya.
Dengan selesainya pekerjaan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Propinsi Jawa Barat, khususnya Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat yang telah menawarkan kerjasama ini. Terima kasih kami sampaikan kepada instansi-instansi pemerintah khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I dan II yang telah membantu memberikan informasi selama perjalanan survey pengumpulan data ini. Selanjutnya kami sampaikan terima kasih kepada Pak Iping, Pak Ade, Pak Hobir, Haru Suandharu, M.Si., Intan Taufik, M.Si., A. Riqqi, M.Si., Ruliana Susanti, S.Si., Yoppy Hidayanto, S.Si., Diana Karlina, S.Si., Gurnita, S.Si., Dian, Dicky, dan Fictor di Departemen Biologi ITB yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mewujudkan pekerjaan dan laporan.
Semoga pekerjaan yang telah dilakukan ini menjadi sumbangan pemikiran dan informasi yang berharga bagi Pemerintah dan rakyat Jawa Barat untuk menjaga, memelihara, dan memperbaiki kondisi alam kita yang di dalamnya tersimpan kekayaan tak ternilai berupa keanekaragaman hayati sebagai karunia yang besar dan amanah dari Yang Maha Kuasa.
Bandung, Desember 2003 Koordinator Tim Penyusunan Atlas Jawa Barat
iv
DAFTAR ISI
Struktur Organisasi Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat i Kata Pengantar... ii Daftar Isi ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1-1
1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Nama dan Peta Lokasi Pekerjaan ... 1-5 1.3 Tujuan Pekerjaan ... 1-5 1.4 Lingkup Pekerjaan... 1-5 1.5 Sistematika Laporan... 1-6
BAB II METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN ... 2-1
2.1 Metoda Pelaksanaan Pekerjaan... 2-1 a. Studi Pustaka ... 2-1
b. Penentuan Lokasi Survey Lapangan ... 2-1 c. Pelaksanaan Survey Lapangan ... 2-1
d. Pengadaan Peta Dasar ... 2-2 e. Kompilasi dan Analisis Data ... 2-2 f. Pembuatan Atlas ... 2-2
BAB III KONDISI EKOLOGIS KAWASAN KONSERVASI JAWA BARAT ... 3-1
3.1 Kawasan Konservasi di Jawa Barat ... 3-1 3.1.1 Cagar Alam Arca Domas ... 3-2 3.1.2 Cagar Alam Yan Lapa ... 3-2 3.1.3 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna ... 3-2 3.1.4 Taman Wisata Alam Gunung Pancar ... 3-3 3.1.5 Cagar Alam Dungus Iwul ... 3-3 3.1.6 Cagar Alam Cibanteng ... 3-4 3.1.7 Cagar Alam Tangkuban Perahu Pelabuhan Ratu ... 3-5 3.1.8 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Sukawayana ... 3-5 3.1.9 Suaka Margasatwa Cikepuh ... 3-6 3.1.10 Taman Nasional Gunung Halimun-Salak ... 3-6 3.1.11 Taman Wisata Alam Situ Gunung ... 3-7 3.1.12 Cagar Alam Bojonglarang Jayanti ... 3-8
v
3.1.13 Cagar Alam Cadas Malang ... 3-9 3.1.14 Cagar Alam Gunung Simpang ... 3-9 3.1.15 Cagar Alam Takokak ... 3-10 3.1.16 Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ... 3-10 3.1.17 Kebun Raya Cibodas ... 3-11 3.1.18 Taman Wisata Jember ... 3-12 3.1.19 Cagar Alam Burangrang ... 3-12 3.1.20 Cagar Alam Gunung Tilu ... 3-13 3.1.21 Cagar Alam Gunung Malabar... 3-13 3.1.22 Cagar Alam Yun Hun ... 3-14 3.1.23 Gunung Masigit ... 3-14 3.1.24 Cagar Alam dan Taman Wisata Tangkuban Perahu ... 3-15 3.1.25 Cagar Alam Telaga Patengang ... 3-15 3.1.26 Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ... 3-16 3.1.27 Taman Wisata Alam Cimanggu... 3-16 3.1.28 Cagar Alam Leuweng Sancang ... 3-17 3.1.29 Cagar Alam Laut Sancang ... 3-18 3.1.30 Cagar Alam & Taman Wisata Alam Gunung Papandayan ... 3-19 3.1.31 Cagar Alam & Taman Wisata Kawah Kamojang ... 3-19 3.1.32 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Bodas... 3-20 3.1.33 Cagar Alam Gunung Jagat ... 3-20 3.1.34 Taman Buru Masigit Kareumbi ... 3-21 3.1.35 Taman Wisata Alam Gunung Tampomas ... 3-21 3.1.36 Suaka Margasatwa Sindangkerta... 3-22 3.1.37 Cagar Alam Laut Pangandaran ... 3-23 3.1.38 Cagar Alam Panjalu ... 3-23 3.1.39 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran ... 3-23 3.1.40 Suaka Margasatwa Gunung Sawal ... 3-25 3.1.41 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Linggarjati ... 3-25 3.2 Gambar Ekosistem Kawasan Konservasi Jawa Barat ... 3-26 3.3 Tabel Keterangan Nomor Distribusi Lokasi Kawasan Konservasi Jawa barat ... 3-30
BAB IV KEANEKARAGAMAN FLORA PADA KAWASAN KONSERVASI
DI JAWA BARAT ... 4-1
4.1 Tabel Spesies-spesies Flora yang ditampilkan pad peta Kehati Jawa Barat... 4-1 4.2 Tabel Keterangan Nomor Distribusi Lokasi Kawasan Konservasi Jawa Barat ... 4-6 4.3 Gambar Flora di Kawasan Konservasi Jawa Barat ... 4-8
vi
BAB V KEANEKARAGAMAN FAUNA PADA KAWASAN KONSERVASI
DI JAWA BARAT ... 5-1
5.1 Tabel Spesies Fauna yang ditampilkan pada peta kehati Jawa Barat ... 5-1 5.2 Tabel Keterangan Nomor Distribusi Lokasi Kawasan Konservasi Jawa Barat ... 5-5 5.3 Gambar Fauna di Kawasan Konservasi Jawa Barat ... 5-7
BAB VI DISKUSI DAN REKOMENDASI ... 6-1
6.1 Masalah-masalah dalam Pengelolaan Keanekaragaman Hayati... 6-1 6.1.1 Ketersediaan data keanekaragaman hayati yang sangat terbatas ... 6-1 6.1.2 Keterbatasan Dana dan Waktu Penelitian ... 6-1 6.1.3 Tekanan Ekonomi dan Sosial Pada Kawasan Konservasi ... 6-2 6.2 Alternatif solusi ... 6-2
6.2.1 Pengumpulan data sekunder ... 6-2 6.2.2 Pembaharuan Data Hasil penelitian ... 6-2 6.2.3 Penelitian dalam tingkat inventarisasi, identifikasi dan determinasi masih sangat
diperlukan ... 6-3 6.2.4 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat lokal ... 6-3 6.2.5 Kerjasama dengan pihak swasta ... 6-3 6.2.6 Pemberdayaan masyarakat... 6-4 6.3 Usulan Rekomendasi ... 6-4
6.3.1 Mendirikan lembaga keanekaragaman hayati tingkat Jawa Barat ... 6-4 6.3.2 Memfasilitasi penelitian tingkat inventarisasi, identifikasi dan determinasi ... 6-4 6.3.3 Menfasilitasi penelitian aplikasi keanekaragaman hayati ... 6-5 6.3.4 Pelatihan untuk pengelola dan masyarakat dengan melibatkan pihak swasta ... 6-5
BAB VII PENUTUP ... 7-1
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas merupakan issue global, mengingat nilai
pentingnya secara ekologis dan ekonomis. Meningkatnya jumlah penduduk di dunia
berimbas pada peningkatan bahan pangan, papan dan sandang yang menyebabkan
terjadinya konversi hutan menjadi ladang, perkebunan, perumahan penduduk, kegiatan
industri dan lainnya.
Penebangan pohon di hutan dilakukan oleh penduduk dan pemilik HPH (Hak
Penguasaan Hutan). Selain itu, kebakaran hutan yang sering terjadi baik karena gejala
alam “El-Nino” maupun akibat ulah manusia dan kegiatan tebang dan bakar (
slash and
burn
), menambah parahnya kondisi keanekaragaman hayati hutan-hutan di Indonesia.
Keanekaragaman hayati di Jawa Barat memerlukan informasi yang banyak mengenai
kehadiran flora dan fauna pada daerah konservasi. Jenis flora dan fauna difokuskan
pada yang endemik atau langka atau yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi penting.
Hal ini karena tidak mungkin mendata semua jenis flora dan fauna yang terdapat di
Jawa Barat secara menyeluruh karena hal tersebut merupakan suatu pekerjaan yang
memerlukan waktu, tenaga dan dana yang luar biasa banyaknya.
Selain itu, pengambilan sampel untuk basis data penyusunan atlas keanekaragaman
hayati Jawa Barat ini hanya dilakukan di daerah-daerah konservasi karena daerah
tersebut dianggap paling mewakili kehadiran flora dan fauna, sementara pada daerah di
luar itu umumnya sudah banyak campur tangan manusia saat mengerjakan lingkungan
binaan.
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-2
Untuk mengelola dan mengkonversi keanekaragaman hayati tersebut diperlukan suatu
basis data yang baik, berikut peta kondisi keanekaragaman hayati yang menggambarkan
penyebaran flora dan fauna, khususnya yang termasuk dalam kategori langka dan / atau
terancam punah.
Pentingnya data mengenai keanekaragaman hayati ini diantaranya adalah untuk basis
data yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan dan penelitian, pendidikan dan
pemanfaatan ekonomi oleh masyarakat. Basis data ini menjadi dasar bagi proses
monitoring lebih lanjut yang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan.
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, ketersediaan informasi mengenai
keanekaragaman hayati Jawa Barat sangat penting artinya yang selanjutnya akan
berguna bagi pengembangan pendidikan yaitu mengenai berbagai aspek dari tumbuhan
dan hewan, yaitu aspek Biologi yang meliputi Sistematika/Taksonomi tertentu dari
Genetika, Fisiologi, Biologi Perkembangan serta aspek Ekologi dan Konservasi.
Khususnya flora dan fauna langka dan sekaligus merupakan kekayaan alam Indonesia,
khususnya Jawa Barat, perlu diketahui eksistensinya agar penanganannya atau
penyebarannya dapat diantisipasi baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan
datang.
Dalam konteks pendidikan, ketersediaan informasi mengenai keanekaragaman hayati di
Jawa Barat ini sangat penting bagi upaya pencerdasan masyarakat, terutama anak-anak
sekolah dan mahasiswa agar mereka dapat mengenal dan memahami berbagai jenis
flora dan fauna yang terdapat di Jawa Barat, dan mungkin yang ada di sekeliling
mereka. Selanjutnya setelah mengenal dengan baik diharapkan akan tumbuh rasa
memiliki dan menyayangi, sebagaimana pepatah “Tak kenal maka tak sayang”.
Selain untuk bidang Biologi, ketersediaan informasi keanekaragaman hayati Jawa Barat
ini juga akan sangat bermanfaat dengan bidang yang terkait lainnya seperti pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, farmasi, industri makanan dan
minuman, teknologi pengelolaan lingkungan dan sebagainya.
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-3
Flora dan fauna di alam merupakan sumber daya genetik sebagai ‘
gene-pool
’ untuk
upaya pemuliaan guna menghasilkan tanaman atau hewan yang dibutuhkan sebagai
bahan pangan atau obat-obatan dan sebagainya.
Propinsi Jawa Barat memiliki luas 34.589 km
2. Secara geografis Jawa Barat terletak
pada 5
o50' - 7
o50' Lintang Selatan, dan 104
o48' - 108
o48' Bujur Timur. Batas wilayah
Propinsi Jawa Barat bagian Barat adalah Propinsi Banten, bagian Utara adalah Laut
Jawa dan DKI Jakarta, bagian Timur adalah Propinsi Jawa Tengah dan bagian Selatan
adalah Samudra Hindia. Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api
(aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung
utara Pulau Sulawesi. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan
curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m dpl., wilayah lereng bukit yang
landai terdapat di bagian tengah dengan ketinggian 100 – 1.500 m dpl., dan wilayah
dataran luas termasuk pantai beserta wilayah aliran sungainya terdapat di bagian utara
dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. (BAWASDA JABAR).
Jawa Barat yang terletak di kawasan tropis memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi. Hal ini merupakan potensi penting yang dapat dikembangkan di masa
datang sebagai kekuatan komparatif sekaligus kompetitif bangsa Indonesia. Saat ini,
potensi yang demikian besar itu menghadapi ancaman yang cukup serius. Mulai dari
perusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, konversi lahan, perambahan hutan dan
sebagainya. Kondisi ini memerlukan pihak-pihak berwenang untuk segera melakukan
langkah-langkah nyata dalam upaya perlindungan, pelestarian sekaligus pemanfaatan
keanekaragaman hayati di Jawa Barat secara berkelanjutan dengan sungguh-sunguh.
Langkah awal dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati memerlukan
ketersediaan basis data yang memadai. Upaya penyusunan basis data ini perlu
dikerjakan menurut suatu urutan prioritas, walaupun dengan segala keterbatasan yang
ada saat ini. Dalam hal ini Kawasan konservasi menjadi prioritas utama penyediaan
basis data keanekaragaman hayati Jawa Barat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa kawasan konservasi (dengan berbagai tipe ekosistemnya) juga merupakan habitat
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-4
bagi berbagai spesies makhluk hidup. Sehingga pelestarian kawasan konservasi pada
dasarnya adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati secara menyeluruh.
Penyusunan atlas keanekargaman hayati di Jawa Barat diharapkan merupakan langkah
awal untuk membangun basis data yang memadai, sehingga upaya pelestarian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati di Jawa Barat menjadi lebih efektif di masa yang
akan datang.
Data-data keanekaragaman hayati akan sangat membantu memudahkan untuk dipelajari
bagi orang umum apabila divisualisasikan. Karena itu ketersediaan atlas
keanekaragaman hayati Jawa Barat merupakan suatu keperluan yang mendesak. Atlas
tersebut terdiri dari atlas yang menggambarkan penyebaran flora dan fauna secara
terpisah, dan juga menggambarkan mengenai kondisi daerah (ekosistem) konservasi di
Jawa Barat.
Penyusunan atlas keanekaragaman hayati ini ditujukan untuk melindungi dan
melestarikan keanekaragaman hayati dan habitatnya khususnya perlindungan wilayah,
melalui pola pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan, tanpa kehilangan kesempatan
untuk melakukan pemanfaatan terhadap keanekaragaman hayati di setiap lokasi/wilayah
studi.
Pemanfaatan ini akan sangat terbantu bila Pemerintah Daerah memiliki atlas yang akan
membantu dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumber-sumber keanekaragaman
hayati secara optimal tanpa harus merusak, membuat punah atau mengeksploitasi secara
berlebihan plasma nutfah yag terkandung di dalamnya.
Atlas Keanekaragaman hayati tidak saja akan membantu dalam melihat distribusi jenis,
lokasi dan aspek fisik pengelolaan keanekaragaman hayati. Namun juga akan
menggambarkan kondisi eksistensi flora dan fauna dari setiap lokasi berdasarkan
analisis setiap lokasi.
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-5
Kepentingan/manfaat dari pembuatan atlas ini adalah sebagai alat untuk membantu
pengambilan keputusan model pengelolaan dan konservasi keanekaragaman hayati di
Jawa Barat,
terutama dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan
otonomi daerah yang bersifat politis-administratif ini dalam suatu tatanan ekonomi
diduga akan menimbulkan dampak pada eksploitasi sumberdaya alam lingkungan hidup
secara berlebihan di suatu wilayah tanpa mekanisme kontrol yang memadai.
Melalui pendekatan analisis peraturan/kebijakan, penyusunan basis data, pendekatan
skoring lokasi konservasi, analisis terhadap tipe ekosistem di Jawa Barat Bagian Utara
untuk menggambarkan potensi ekonomi, pemanfaatan, dll. dari suatu spesies atau jenis
dari setiap ekosistem/lokasi, pada penyusunan atlas ini diharapkan akan dihasilkan
suatu contoh pengelolaan dan konservasi keanekaragaman hayati yang terintegrasi,
operasional dan aktual.
1.2
Nama dan Peta Lokasi Pekerjaan
Nama dari pekerjaan ini adalah
Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa
Barat.
1.3
Tujuan Pekerjaan
Tujuan pelaksanaan pekerjaan ini adalah :
a)
Studi pemetaan kondisi keanekaragaman hayati flora, fauna dan ekosistem khas di
Jawa Barat.
b)
Membuat Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat .
1.4
Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan ini adalah melakukan inventarisasi dan membuat atlas
keanekaragaman hayati Jawa Barat. Dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
•
Pengumpulan data primer dan sekunder keanekaragaman hayati Jawa Barat,
khususnya pada kawasan konservasi.
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
1-6
•
Membuat distribusi keanekaragaman hayati eksosistem, flora dan fauna di wilayah
konservasi Jawa Barat
•
Melakukan identifikasi spesies-spesies flora dan fauna yang memiliki status
endemik, langka, khas dan dilindungi.
1.5
Waktu Pelaksanaan pekerjaan
Sesuai ketentuan yang tercantum dalam kesepakatan kerja, maka pekerjaan ini
dilaksanakan selama 4 (empat) bulan masa kerja, sejak ditandatanganinya kontrak kerja
antara pihak peneliti dan BPLHD Propinsi Jawa Barat.
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
2-1
BAB II
METODOLOGI
PELAKSANAAN PEKERJAAN
2.1
Metoda Pelaksanaan Pekerjaan
Metoda pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
adalah sebagai berikut:
a)
Studi Pustaka
Studi pustaka meliputi studi literatur di berbagai perguruan tinggi, pusat penelitian,
instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat serta internet. Berdasarkan
studi pustaka yang dilakukan diperoleh basis data tumbuhan, hewan dan ekosistem
di Jawa Barat. Basis data sekunder ini kemudian digunakan sebagai bahan untuk
melakukan survey lapangan. Pelaksanaan survey dititikberatkan pada beberapa
kawasan konservasi untuk melengkapi data yang sudah ada.
b)
Penentuan Lokasi Survey Lapangan
Penentuan lokasi survey dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan data,
aksesibilitas, waktu dan anggaran yang tersedia. Dalam penyusunan atlas ini telah
dilakukuan survey lapangan ke CA. Cibanteng, SM. Cikepuh, CA. Tangkuban
Perahu Pelabuhan Ratu, SM. Sidangkerta Cipatujah, CA. Masigit dan CA. Gunung
Simpang.
c)
Pelaksanaan Survey Lapangan
Survey lapangan dilakukan selama 3 hari pada setiap kawasan konservasi. Dalam
setiap survey dilakukan inventarisasi, identifikasi dan dokumentasi jenis-jenis flora
dan fauna yang terdapat pada kawasan konservasi.
d)
Pengadaan Peta Dasar
Peta dasar Jawa Barat akan digunakan untuk memproyeksikan distribusi
keanekaragaman hayati flora, fauna dan ekosistem di Jawa Barat. Peta dasar
Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Atlas Keanekaragaman Hayati Jawa Barat
2-2
didapatkan dari penggabungan beberapa peta untuk mendapatkan peta yang
digunakan dalam pembuatan atlas ini. Atlas yang disusun memuat informasi
mengenai kawasan konservasi bernilai penting.
e)
Kompilasi dan Analisis Data
Data sekunder dan hasil survey dikaji kesahihannya berdasarkan literatur yang ada,
kemudian dilakukan kompilasi serta analisis. Kriteria utama yang digunakan adalah
status perlindungan, endemisitas, serta nilai penting lainnya (khas pada suatu
daerah).
f)
Pembuatan Atlas
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tiga buah atlas. Pertama, atlas
ekosistem, menyajikan informasi mengenai luas, ketinggian, curah hujan, status
hukum dan deskripsi daerah dari kawasan konservasi. Kedua, atlas keanekaragaman
flora, menyajikan data mengenai spesies-spesies tumbuhan dengan distribusi dan
kriteria utama yang telah ditentukan. Ketiga, atlas keanekaragaman fauna,
menyajikan data mengenai spesies-spesies hewan dengan distribusi dan kriteria
utama yang juga telah ditentukan sebelumnya.
BAB III
KONDISI EKOLOGIS
KAWASAN KONSERVASI JAWA BARAT
3.1 Kawasan Konservasi di Jawa BaratBerdasarkan buku informasi tentang kawasan konservasi Jawa Barat yang diterbitkan oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat (1999). Saat ini Jawa Barat memiliki 40 kawasan konservasi yang terdiri dari Taman Nasional (2), Cagar Alam (26), Taman Wisata Alam (6 berdiri sendiri dan 8 bersama dengan Cagar Alam), Suaka Margasatwa (3), Taman Buru (1) dan Taman Hutan Raya (2). Lokasi kawasan konservasi tersebut tersebar di sembilan kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Purwakarta, Bandung, Garut, Ciamis, Sumedang dan Kuningan (Tabel 4).
Pada tahun 1996 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menerbitkan buku informasi yang diantaranya berisi gambaran tentang flora dan fauna yang terdapat di taman nasional tersebut. Kendati demikian informasi yang diberikan dalam buku tersebut terbatas pada beberapa spesies yang dipandang penting secara ekologis atau memiliki nilai estetika tinggi. Spesies-spesies tersebut meliputi mammalia, aves, reptilia, amphibia. Selain itu Nuraeni dan Jayapratama (2001, KPB CIBA, Cianjur) telah menyusun buku panduan teknik pengamatan, survey dan monitoring burung di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Hutan Lindung Cibulao-Telaga Warna.
Selama tahun 1999 s.d 2003 Taman Nasional Gunung Halimun telah menerbitkan buku informasi yang juga berisi gambaran mengenai flora dan fauna yang terdapat pada kawasan tersebut. Informasi ini cukup memadai untuk menunjang basis data yang dikerjakan. Kawasan Gunung Halimun saat ini merupakan peninggalan Hutan Hujan Tropis terbesar di Pulau Jawa. Berikut adalah daftar kawasan konservasi yang terdapat di Propinsi Jawa Barat :
3.1.1 Cagar Alam Arca Domas
Nama : Arca Domas
Luas : 2 Ha
Ketinggian rata-rata : 1000 m dpl Curah hujan rata-rata : -
Status : Cagar Alam dengan SK GB 26-4-1913 No. 28 Lokasi : Kabupaten Bogor
Penjelasan : Hutan sub-montana. Lokasi sebenarnya telah hilang. Daerah perlindungan mungkin masuk dalam TN. Gunung Gede Pangrango. Alasan Perlindungan : Hidrologi dan nilai botani yang menarik
Ancaman : Status Hukum berupa SK hilang. Penilaian
Ekologis : 3.7 Pengelolaan : 1.85 Keterlibatan masyarakat : 2
Rekomendasi : Luas daerah kecil, untuk efisiensi pengelolaan sebaiknya diintegrasikan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Referensi : BKSDA Jawa Barat I
3.1.2 Cagar Alam Yan Lapa
Nama : Yan Lapa
Luas : 32 Ha
Ketinggian rata-rata : 100 m dpl Curah hujan rata-rata : 2399 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 137/Kpts/Um/3/56 tertanggal 28-3-1956
Lokasi : Kabupaten Bogor
Penjelasan : Hutan hujan tropis dataran rendah pada tanah lempung merah. Sebagian hutan telah mengalami gangguan pada masa lalu, tetapi kondisinya telah membaik dengan adanya perlindungan dan digunakan untuk penelitian. Alasan Perlindungan : Flora yang menarik dan site-nya digunakan untuk penelitian.
Ancaman : Sumber yang potensial untuk kayu bakar. Penilaian
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1.4 Keterlibatan masyarakat : 1.0
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai Cagar Alam dengan penjagaan keamanan yang lebih baik.
Referensi : Wirjadarmodyo, H.(1962). Observasi Ekologi di CA Yanlapa.
3.1.3 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna
Nama : Telaga Warna
Luas : 350 Ha
Ketinggian rata-rata : 1450 - 1881 m Curah hujan rata-rata : 2896 mm/th
Status : Cagar Alam berdasarkan SK Mentan No. 131/Um/1954 tanggal 6 Desember 1954 seluas 23,25 Ha, perluasan berdasarkan SK Mentan No. 394/Kpts/Um/6/1979 tanggal 23 Juni 1979 seluas 350 Ha.
6/1981 tanggal 9 Juni 1981seluas 5 Ha Lokasi : Kabupaten Bogor, Cianjur
Penjelasan : Hutan pegunungan primer dengan nilai botani yang tinggi Alasan Perlindungan : − Hutan pegunungan
− Taman rekreasi.
− Keindahan.
− Memiliki kapasitas sebagai daerah resapan air.
Ancaman : Penebangan kayu dan tekanan oleh arena rekreasi yang tinggi. Penilaian
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 2.6 Keterlibatan masyarakat : 2.55
Rekomendasi : Meningkatkan sistem penjagaan, pengelolaan yang aktif dengan memperkenalkan zonasi pada Cagar Alam/Hutan Wisata
Referensi : − PPA, Bogor (1976). Laporan Survey reevaluasi areal CA/HW di CA Telaga Bodas, CA Telaga Warna dan CA Depok, Propinsi Jawa Barat dan DKI.
− Wind, J.,1976. Unpublish report. FO/INS/73/013, Bogor. 5 pp.
3.1.4 Taman Wisata Alam Gunung Pancar
Nama : Gunung Pancar Luas : 447.50 Ha Ketinggian rata-rata : 300-800 m dpl
Curah hujan rata-rata : 3000-4500 mm/th
Status : Taman Wisata Alam dengan SK Menhut No. 156/Kpts-II/88 tanggal 21 Maret 1988
Lokasi : Kabupaten Bogor
Penjelasan : Hutan alam pegunungan, hutan tanaman dan semak belukar Alasan Perlindungan : Keindahan alam
Ancaman : Gangguan dari pengunjung
Penilaian Kondisi kawasan secara umum: baik Ekologis : 3.45
Pengelolaan : 2.8 Keterlibatan masyarakat : 1.75
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai Cagar Alam dengan penjagaan keamanan yang lebih baik
Referensi : Buku Informasi Kawasan Konservasi Jawabarat oleh BKSDA III 1998
3.1.5 Cagar Alam Dungus Iwul
Nama : Dungus Iwul
Luas : 9 Ha
Ketinggian rata-rata : 150 m dpl Curah hujan rata-rata : 3191 mm/tahun
Lokasi : Kabupaten Bogor
Penjelasan : Kawasan hutan dataran rendah yang banyak ditumbuhi tanaman sejenis palma yang disebut Iwul (Orania Macroladus), Querqus, Arthocarpus. Pada hutan yang tersisa dan daerah yang terancam terdapat Presbytis cristatus dan beberapa spesies burung, seperti contohnya Gracula religiosa (Beo). Dungus berarti kawasan hutan kecil.
Alasan Perlindungan : Hutan utama yang tersisa berada ditengah-tengah penanaman pohon karet.
Ancaman : Penebangan kayu dan penangkapan burung. Penilaian
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1.2 Keterlibatan masyarakat : 1
Rekomendasi : Penjaga PPA harus berada di stasiun penjagaan di desa Cigelung Referensi : Wind,J.,1976. Unpublished report. FO/INS/73/013, Bogor/ l p.
3.1.6 Cagar Alam Cibanteng
Nama : Cibanteng
Luas : 447 Ha
Ketinggian rata-rata : 0 -150 m Curah hujan rata-rata : 2498 mm/tahun
Status : Cagar Alam berdasarkan SK GB tgl 28-5-1925 no.3 Stbl. No.243 Lokasi : Kabupaten Sukabumi.
Penjelasan : Hutan Pantai Dataran Rendah ('coastal lowland forest') pada tanah aluvial. Pantai berpasir dan berbatu. Terdapat padang rumput alam yang cukup baik untuk habitat satwa liar diantaranya : Banteng (Bos javanicus), Kera (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Rusa (Cervus sp.), Rangkong (Acerus undulatus), burung Udang (Alcadinidae sp.), burung Elang Ular (Spilomis cheela bido), Ular hijau (Trimeresurus albolabris), Ular besi (Kencocropis cellator) dan lain-lain. Flora yang dapat ditemukan antara lain Katapang (Teminalia catappa), Pandan (Pandanus tectorius), Laban (Vitex pubescens). Alasan Perlindungan : Perlindungan pantai kura-kura dan populasi banteng.
Ancaman : Perambahan hutan, perambahan hutan, penebangan pohon, koleksi telur penyu, overfishing.
Penilaian Ekologis : 3.3 Pengelolaan : 3.05 Keterlibatan masyarakat : 2.1
Rekomendasi : Implementasi pengelolaan sebagai cagar alam tertutup, penjagaan pantai kura-kura dan pengelolaan secara bersama dengan SM Cikepuh Referensi : - Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.7 Cagar Alam Tangkuban Perahu Pelabuhan Ratu
Nama : Tangkuban Perahu Pelabuhan Ratu
Luas : 22 Ha
Ketinggian rata-rata : 100 m dpl Curah hujan rata-rata : 2426 mm/tahun
Status : Cagar Alam berdasarkan SK GB no.12 tgl 21-11-1930 Stbl. No.407 Lokasi : Kabupaten Sukabumi.
Penjelasan : Sebuah areal kecil yang menarik dari hutan hujan tropis dataran rendah dengan populasi beberapa jenis burung pemakan ulat dan penghisap madu dan lutung (Trachypitecus auratus). Juga merupakan hutan kota yang didominasi oleh pohon-pohon seperti Laban (Vitex pubescens), Kiara (Ficus sp), Bayur (Pterospermum javanicum), dan lain-lain. Alasan Perlindungan : Perlindungan fauna dan flora dataran rendah
Ancaman : Potensi untuk lading, enclave Penilaian
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1 Keterlibatan masyarakat : 1.7
Rekomendasi : Kondisi Cagar Alam perlu dipertahankan dan ditingkatkan Referensi : - Ardiwinata ( ). Laporan peninjauan singkat CA. Tangkuban
Perahu Pelabuhan Ratu dan CA Rawa Danau - Survey Lapangan
3.1.8 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Sukawayana
Nama : Sukawayana Pelabuhan Ratu
Luas : 46.5 Ha (CA = 30,50 Ha, TWA = 16 Ha) Ketinggian rata-rata : 0-18 m dpl
Curah hujan rata-rata : 2426 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK GB 11-7-1979 no.83 Stbl. No.392
Taman Wisata Alam dengan SK Menhut Nomor: 570/Kpts-II/1991 tanggal 24 Agustus 1991
Lokasi : Kabupaten Sukabumi
Penjelasan : Hutan pantai yang didominasi Terminalia catappa. Kawasan yang berada di tepi pantai ini memiliki flora yang berfungsi sebagai penyangga akibat abrasi. Fauna yang dapat ditemukan antara lain berbagai jenis burung, kera (Macaca fascicularis), biawak (Varanus sp.) Alasan Perlindungan : − Keindahan dan nilai botani yang menarik
− Melindungi sisi bukit yang curam Ancaman : Penebangan pohon. Penilaian
Ekologis : 1.7 Pengelolaan : 2.0 Keterlibatan masyarakat : 1.55
Referensi : - PPA, Bogor (1980). Laporan survey plotting areal laut di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
- Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.9 Suaka Margasatwa Cikepuh
Nama : Cikepuh
Luas : 8.127 Ha Ketinggian rata-rata : 0 – 235 m
Curah hujan rata-rata : 600-3500 mm/th
Status : Suaka Margasatwa berdasarkan SK Mentan Nomor 523/Kpts/Um/10/1973, tanggal 20-10-1973 Lokasi : Kabupaten Sukabumi
Penjelasan : Pada umumnya merupakan hutan dataran rendah sekunder dengan beberapa bagian merupakan hutan utama. Berada pada daerah pantai selatan dengan pantai berpasir dan berkarang, memiliki pantai yang penting bagi kura-kura. Tanah pada umumnya aluvial. Di daerah ini telah terjadi perambahan liar yang mengubah lebih dari 7000 Ha lahan SM menjadi lahan pertanian. Banyak satwa liar langka yang sudah tidak ditemukan lagi seperti banteng, kancil, rangkong dan merak.
Alasan Perlindungan : - Salah satu dari sisa hutan dataran rendah di Jawa. - Populasi banteng terancam oleh penangkapan banteng dan
kerusakan ekosistem.
- Pengambilan telur penyu sehingga perlu diproteksi. Ancaman : Penangkapan satwa, perluasan lahan menjadi lahan pertanian,
penebangan pohon, pengambilan telur penyu, overfishing. Penilaian
Ekologis : 2.6 Pengelolaan : 2.45 Keterlibatan masyarakat : 2
Rekomendasi : 1. Perlu penanganan serius untuk merehabilitasi dan menjaga dari kerusakan lebih lanjut
2. Menerapkan pengelolaan sebagai cagar alam yang tertutup, penjagaan pantai penyu. Pengelolaan bersama dengan CA Cibanteng, termasuk Pantai Pangumbahan.
Referensi : - Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989. - Survey Lapangan
3.1.10 Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
Nama : Gunung Halimun-Salak Luas : 113.357 Ha
Ketinggian rata-rata : 500-1929 m dpl Curah hujan rata-rata : 4000-6000 mm/tahun
Status : Cagar Alam berdasarkan SK Mentan No. 40/Kpts/Um/1/1979 Taman Nasional Gunung Halimun berdasarkan SK Menhut No.
282/KPTS II/1992, tanggal 26 Februari 1992
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak berdasarkan SK Menhut No. 175/Kpts-II/2003 (diperluas menjadi 113.357 Ha)
Lokasi : Kabupaten Sukabumi, Bogor, Banten
Penjelasan : Beberapa ekosistem hutan hujan yang tidak terganggu mulai dari hutan dataran rendah-dataran tinggi. Vegetasi mirip dengan vegetasi Sumatra yang bercirikan jenis-jenis Dipterocarpaceae. Tipe ekosistem hutan dengan iklim basah dan tanah vulkanik yang tidak terganggu. Alasan Perlindungan : Kekayaan flora dan fauna serta perlindungan bagi banyak jenis
tumbuhan dan hewan. Terdapat dua jenis primata yang terancam punah dengan jumlah populasi yang cukup banyak : owa Jawa(Hylobates moloch) dan surili(Presbytis comata), beberapa mamalia seperti harimau(Panthera pardus), ajag (Cuon alpinus) dan kijang(Muntiacus muntjak).
Ancaman : Pengumpulan rotan dan kayu secara ilegal, perburuan ilegal, pembukaan hutan untuk pertanian dan perambahan hutan, perencanaan
pembangunan jalan melalui daerah taman nasional Penilaian
Ekologis : 3.4 Pengelolaan : 4.2 Keterlibatan masyarakat : 2.55
Rekomendasi : 1. Kondisi flora dan fauna masih baik
2. Kerjasama dengan JICA memberikan cukup banyak informasi tentang keanekaragaman hayati di lokasi ini
3. Permasalahan lingkungan yang ada adalah penambangan emas tanpa izin (PETI)
4. Diperlukan kehadiaran PPA, penandaan daerah perbatasan yang jelas dan penerapan manajemen secepat mungkin
5. Daerah ini merupakan daerah konservasi yang penting dan memiliki rata-rata perusakan habitat yang cukup tinggi Referensi : − FAO, Bogor (1978). Proposed Halimun nature reserve,
management plan 1979-1982. FO/INS/73/013, Field report 10, Bogor.
− PPA, Bogor (1981). Monitoring dampak lingkungan terhadap pertambangan emas Cirotan/Cikotok di CA Gn Halimun, Prop. Jawa Barat.
− Survey lapangan
3.1.11 Taman Wisata Alam Situ Gunung
Nama : Situ Gunung Luas : 100 ha. Ketinggian rata-rata : 950 - 1036 m dpl
Curah hujan rata-rata : 1611-4311 mm/tahun
27-11-1975
Lokasi : Kabupaten Sukabumi
Penjelasan : Sebagian kecil hutan sub-pegunungan dengan danau yang dikelilingi oleh hutan alam sub-pegunungan dan hutan tanaman damar. Daerah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi untuk flora dan fauna, diantaranya flora: Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa), Damar (Agathis sp) dll, dan fauna : 41 jenis burung (11 jenis
dilindungi), dan 21 jenis Mamalia (8 jenis dilindungi) antara lain : Owa (Hylobates moloch), Kucing hutan (Felix bengalensis), Anjing hutan (Cuon alpinus), Surili (Presbytis comata).
Alasan Perlindungan : Segi botani
Ancaman : Penebangan kayu dan perburuan Penilaian
Ekologis : 2.85 Pengelolaan : 3.35 Keterlibatan masyarakat : 2.25
Rekomendasi : 1. Diperlukan profesionalisme tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan TWA ini untuk ekowisata, wisata pendidikan atau wisata konservasi
2. Daerah ini sebaiknya digabungkan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Referensi : − PPA, Bogor (1978). Studi pengembangan TW Situgunung di Sukabumi.
− PPA, Bogor (1980). Rencana Pengelolaan TW Situgunung 1981-1983, Propinsi Jawa Barat.
− Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989
3.1.12 Cagar Alam Bojonglarang Jayanti
Nama : Bojonglarang Jayanti
Luas : 750 Ha
Ketinggian rata-rata : 0 – 50 m dpl Curah hujan rata-rata : 1840-2645 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 516/Kpts/Um/10/73 tertanggal 10-10-1973
Lokasi : Kabupaten Cianjur
Penjelasan : Sebaran hutan kecil yang telah mengalami gangguan pada hutan dataran rendah bagian tenggara. Fauna yang dapat ditemukan antara lain :
Tragulus javanicus, Sus vitatus, burung dll. Sedangkan floranya Ficus
sp., Terminalia catappa dll.
Alasan Perlindungan : Perlindungan daerah yang indah serta daerah resapan air. Ancaman : Penebangan hutan
Penilaian Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1.25
Keterlibatan masyarakat : 1.4
Rekomendasi : Pertahankan sebagai Cagar Alam, meningkatkan penjagaan kawasan konservasi.
Referensi : Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.13 Cagar Alam Cadas Malang
Nama : Cadas Malang
Luas : 21 Ha
Ketinggian rata-rata : 1000 m dpl Curah hujan rata-rata : 3391 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK GB tgl 11-7-1919 no.83 Stbl. No.392 Lokasi : Kabupaten Cianjur
Penjelasan : Hutan kecil yang sudah rusak. Alasan Perlindungan : -
Ancaman : Sudah rusak Penilaian
Ekologis : 1.3 Pengelolaan : 1.55 Keterlibatan masyarakat : 1.35
Rekomendasi : Tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi dan perlu adanya penjagaan kawasan cagar alam
Referensi : - Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.14 Cagar Alam Gunung Simpang
Nama : Gunung Simpang Luas : 15000 ha Ketinggian rata-rata : 600-1600 m dpl
Curah hujan rata-rata : 3000-4500 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 41/Kpts/Um/1/1979 tanggal 11-1-1979 Lokasi : Kabupaten Bandung, Cianjur
Penjelasan : Hutan hujan dengan jenis-jenis seperti Altingia excelsa dan Podocarpus imbricatus, beberapa jenis anggrek, beberapa jenis hewan seperti
Muntiacus muntjak dan Presbytis cristata, Presbytis aygula, Hylobates moloch dan Panthera pardus.
Alasan Perlindungan : Hutan resapan air, perlindungan flora dan fauna endemik Ancaman : Kerusakan hutan dan perburuan
Penilaian Ekologis : 3 Pengelolaan : 2.4 Keterlibatan masyarakat : 2.4
Rekomendasi : Perketat penjagaan cagar alam dan status dipertahankan sebagai cagar alam
Referensi : - Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989. - Survey Lapangan
3.1.15 Cagar Alam Takokak
Nama : Takokak
Luas : 50 Ha
Ketinggian rata-rata : 700-1300 m dpl Curah hujan rata-rata : 2979 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK GB tgl 12-2-1919 no.6 Stbl. No.90 Lokasi : Kabupaten Cianjur
Penjelasan : Hutan dataran rendah dengan owa dan hewan endemik lainnya serta tumbuhan berkayu seperti rasamala, saninten, puspa dan lain-lain. Alasan Perlindungan : Perlindungan flora dan fauna serta daerah resapan air.
Ancaman : Perluasan ladang Penilaian
Ekologis : 2.4 Pengelolaan : 2 Keterlibatan masyarakat : 1.75
Rekomendasi : Survey untuk studi kelayakan perluasan daerah perlindungan untuk dimasukan dalam areal hutan yang tersisa di Takokak/ Malang sekitar 3000 Ha. Dipertahankan sebagai cagar alam.
Referensi : Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.16 Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Nama : CA. Cibodas – Gunung Gede –Pangrango Luas : 21.975 Ha Ketinggian rata-rata : 500 - 3019 m dpl
Curah hujan rata-rata : 3000-4200 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 108/Kpts/Um/2/1979 tertanggal 10-2-1979
Tahun 1982 diumumkan sebagai salah satu dari 5 (lima) Taman Nasional yang pertama di Indonesia
Perluasan Taman Nasional menjadi 21.975 Ha berdasarkan SK Menhut No. 174/Kpts-II/2003
Lokasi : Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi.
Penjelasan : Sebuah kawasan menarik yang bernilai konservasi tinggi dengan keanekaragaman hayati yang tinggi pula, terletak pada kawasan gunung besar yaitu Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Formasi Vegetasi adalah sub-pegunungan, pegunungan dan hutan lumut alpin. Pada zona sub montana terdapat 249 jenis flora, zona montana terdapat 185 jenis, sedangkan pada zona sub alpin terdapat 36 jenis. Pada daerah ini terdapat empat spesies primata, macan tutul (Panthera pardus) dan berbagai macam spesies burung.
Merupakan salah satu ekosistem hutan hujan tropis yang tersisa di Jawa. Alasan Perlindungan : Memiliki nilai konservasi yang tinggi dan cadangan ekosistem hutan
dari sub-pegunungan sampai ke hutan alpine, memiliki kapasitas sebagai cadangan daerah resapan air, pendidikan dan wisata, serta memiliki nilai
keindahan.
Ancaman : − Penebangan kayu liar dan pengambilan rotan.
− Tekanan wisatawan yang tinggi
− Konversi hutan ke hutan produksi Penilaian
Ekologis : 3.7 Pengelolaan : 3.65 Keterlibatan masyarakat : 3.3
Rekomendasi : 1. Kondisi dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi sejak zaman Belanda telah dijadikan sebagai tempat penelitian flora dan fauna daerah tropika
2. Dikenal dunia internasional, telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai cagar Biosfer
3. Merupakan percontohan pengelolaan Taman Nasional di Indonesia 4. Ada kerjasama dengan pihak luar
5. Permasalahan yang ada berupa perambahan hutan di kaki gunung 6. Konfirmasi masalah status hukum sebagai taman nasional
secepatnya dan mengimplementasikan pengelolaan yang terencana. Referensi : − FAO, Bogor (1978). Gunung Gede-Pangrango Proposed National
Park. Management Plan. FO/INS/013 Field Report 11, Bogor.
− PPA, Bogor (1979). Rencana Pengelolaan 1980-1985 TW Telaga Bodas, TW Kawah Kamojang, TW Papandayan.
3.1.17 Kebun Raya Cibodas
Nama : Kebun Raya Cibodas
Luas : 125 Ha
Ketinggian rata-rata : 1300 - 1425 m dpl Curah hujan rata-rata : 3380 mm/th
Status : Kebun raya ini didirikan pada tanggal 11 April 1852 oleh J.E.
Teijsmann dengan nama Bergtuin te Tjibodas. Kemudian dikembangkan menjadi Kebun Pegunungan Cibodas yang merupakan bagian dari Kebun Raya Bogor
Lokasi : Kabupaten Bogor
Penjelasan : Kebun Raya Cibodas berada di kaki G. Gede dan G. Pangrango, berhawa sejuk dan berpanorama indah. Pada awalnya dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan yang didatangkan dari luar negeri, salah satu contohnya adalah pohon kina (Cinchona calisaya) Alasan Perlindungan : Plasma nuftah
Ancaman : Penilaian
Ekologis : - Pengelolaan : - Keterlibatan masyarakat : -
Referensi : −
3.1.18 Taman Wisata Jember
Nama : Jember
Luas : 50 ha.
Ketinggian rata-rata : 1400-1700 m dpl Curah hujan rata-rata : 4897 mm/ tahun
Status : Taman Wisata dengan SK Mentan 363/Kpts/Um/6/1979 tanggal 23-6-1979
Lokasi : Kabupaten Cianjur
Penjelasan : Hutan pegunungan, perkebunan pinus. Hutan pegunungan dengan pemandangan alam yang indah dan udaranya yang sejuk menjadi daya tarik. Flora yang terdapat di kawasan ini adalah Rasamala (Altingia excelsa), Saninten (Castanopsis argentea) serta berbagai jenis anggrek alam. Fauna yang terdapat di taman wisata ini antara lain Kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), serta beberapa jenis burung.
Alasan Perlindungan : Keindahan alam dan nilai rekreasi Ancaman : Penebangan kayu Penilaian
Ekologis : 2 Pengelolaan : 2 Keterlibatan masyarakat : 1.75
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai Taman Wisata
Referensi : - Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1989.
3.1.19 Cagar Alam Burangrang
Nama : Burangrang Luas : 2700 ha. Ketinggian rata-rata : 1000-2000 m
Curah hujan rata-rata : 4000-6800 mm/th
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 479/Kpts/Um/8/1979 tanggal 2-8-1979 Lokasi : Kabupaten Purwakarta
Penjelasan : Hutan hujan dengan dengan jenis tumbuhan seperti Quercus javanica, Castanopsis javanica, dan anggrek sedangkan hewan dengan jenis
Muntiacus muntjak dan Presbytis cristatus
Alasan Perlindungan : Hutan perlindungan air, perlindungan terhadap flora dan fauna
Ancaman : -
Penilaian Ekologis : 4 Pengelolaan : 1 Keterlibatan masyarakat : 2.05
Rekomendasi : Tetap sebagai cagar alam dan penambahan penjagaan Referensi : −
3.1.20 Cagar Alam Gunung Tilu
Nama : Gunung Tilu Luas : 8000 ha. Ketinggian rata-rata : 1200-2177 m
Curah hujan rata-rata : 1677-2839 mm/th
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 68/Kpts/Um/2/1978 tanggal 7-2-1978 Lokasi : Kabupaten Bandung
Penjelasan : Daerah bergunung-gunung yang terdiri dari beberapa kawah seperti : Gunung Tilu, Gunung Waringin, Gunung Cureuh dan Puncak Walang. Daerah ini ditutupi oleh hutan hujan (‘high stemmed rainforest’), sub-montana dan sub-montana. Pohon-pohon dominan yaitu Castanopsis,
Altingia, dan Podocarpus, anggrek dan epifit yang melimpah. Terdapat owa pada dataran rendah.
Alasan Perlindungan : Daerah resapan air, hutan hujan yang belum terganggu (tipikal Jawa Barat), habitat untuk beberapa spesies termasuk macan tutul dan 3 spesies primata (Presbytis comata, Hylobates moloch, Macaca fascicularis ) serta elang.
Ancaman : Pengumpulan kayu ilegal dan pohon tumbang (tree felling), perambahan hutan disekitar daerah perbatasan, penangkapan burung dan monyet Penilaian
Ekologis : 3.55 Pengelolaan : 1.4 Keterlibatan masyarakat : 1.85
Rekomendasi : Sebaiknya dijadikan daerah cagar alam yang ketat (strict), pembatasan kawasan konservasi yang jelas dan aktivitas manajemen yang lain sebaiknya diterapkan seperti pembangunan pos-pos penjagaan Referensi : − PPA, Bogor (1976). Laporan survey areal cadangan SA/HW di
Kompleks hutan Gunung Tilu, Cimanggu, Pasir Putih, Jawa Barat.
− Zon, A.P.M. van der. Unpublished report. 9 pp (plus species list) Nov. 1975.
− Survey Lapangan
3.1.21 Cagar Alam Gunung Malabar
Nama : Gunung Malabar
Luas : 8 Ha
Ketinggian rata-rata : 1600 m dpl Curah hujan rata-rata : 2000-3000 mm/th
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 523/Kpts/Um/10/73 tertanggal 20-10-1973
Lokasi : Kabupaten Bandung
Penjelasan : Daerah perlindungan tertua di Indoensia, didominasi oleh hutan pegunungan yang telah rusak. Pada beberapa bagian hutan masih terdapat owa.
Ancaman : Penebangan hutan, perburuan Penilaian
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1.25 Keterlibatan masyarakat : 1.4
Rekomendasi : Perluas daerah perlindungan untuk seluruh Gunung Malabar (2.321 m) dengan luas total 5000 Ha.
Referensi : −
3.1.22 Cagar Alam Yun Hun
Nama : Yun Hun
Luas : 2,5 Ha
Ketinggian rata-rata : 1400 m dpl Curah hujan rata-rata : 3600 mm/th
Status : Cagar Alam dengan GB 21-2-1919 no.6 Stbl. 90 Lokasi : Kabupaten Bandung Penjelasan : Daerah kecil hutan pegunungan yang telah rusak Alasan Perlindungan : Nilai botanis
Ancaman : Penebangan hutan Penilaian
Ekologis : 3.3 Pengelolaan : 1.6 Keterlibatan masyarakat : 1.6
Rekomendasi : Dikembalikan kepada pemerintah setempat untuk dilakukan relokasi. Referensi : −
3.1.23 Gunung Masigit
Nama : Gunung Masigit Luas : 23.000 Ha Ketinggian rata-rata : 1000 - 2078 m dpl
Curah hujan rata-rata : 1900 mm/tahun
Status : Diusulkan sebagai Suaka Margasatwa Lokasi : Kabupaten Sumedang, Garut dan Bandung
Penjelasan : Suatu blok yang sangat menarik dari hutan pegunungan yang memiliki kondisi yang baik dan merupakan habitat owa (Hylobates moloch), leaf monkey (Presbytis aygula) dan beberapa hewan langka. Masyarakat sekitar masih menganggapnya sebagai kawasan leuweng tutupan. Alasan Perlindungan : Hutan perlindungan cadangan air, melindungi fauna dan flora Ancaman : Penebangan pohon dan perburuan
Penilaian Kondisi kawasan secara umum: baik (Nilai: 7.80) Ekologis : 4
Pengelolaan : 2.25 Keterlibatan masyarakat : 1.55
Referensi : Survey Lapangan
3.1.24 Cagar Alam dan Taman Wisata Tangkuban Perahu
Nama : Tangkuban Perahu Luas : 1660 ha (TW 370 Ha; CA1290 Ha)
Ketinggian rata-rata : 1500-2076 m dpl Curah hujan rata-rata : 2426 mm/tahun
Status : Cagar Alam/Taman Wisata dengan SK Mentan 258/Kpts/Um/9/1974 tanggal 3-9-1974
Lokasi : Kabupaten Bandung, Subang
Penjelasan : Hutan di daerah gunung dengan nilai botani dan estetika, kawah vulkanik yang aktif dengan pemandangan gunung-gunung di sekitarnya. Kawasan didominasi pepohonan seperti puspa (Schima walichii), gelam (Eugenia macronytis), Querqus lineata, Rhododendron javanicum, dan Vaccinium
sp. serta berbagai jenis fauna seperti burung, babi hutan, ular serta lutung.
Alasan Perlindungan : Daerah rekreasi yang penting, nilai pendidikan, dan daerah resapan air Ancaman : Tekanan dari pengunjung
Penilaian Ekologis : 2.95 Pengelolaan : 2 Keterlibatan masyarakat : 1.75
Rekomendasi : 1. Kondisi vegetasi pada daerah hutan primer terbuka dan sat ini menjadi lahan pertanian
2. Penebangan kayu liar di hutan untuk kayu bakar, penebangan Cyathea,untuk bahan souvenir merupakan masalah yang serius 3. Wisata ke kawah Ratu dan kawah Domas cukup diminati wisatawan
domestik dan mancanegara 4. Minimnya informasi dan publikasi 5. Perlu diarahkan untuk wisata pendidikan
6. Peningkatan sistem keamanan dan fasilitas bagi pengunjung. Daerah cagar alam sebaiknya ditutup secara ketat
Referensi : Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat. 1998.
3.1.25 Cagar Alam Telaga Patengang
Nama : Telaga Patengang Luas : 150 Ha (CA: 85; TW:65)
Ketinggian rata-rata : 1600-1700 m dpl Curah hujan rata-rata : 3566 mm/th
Status : Taman Wisata dengan SK Mentan 660/Kpts/Um/8/81 tanggal 1 Maret 1981
Cagar Alam dengan SK GB 11-7-1919 no.83 Stbl. 392 Lokasi : Kabupaten Bandung
pegunungan dengan tipe vegetasi hutan hujan pegunungan seperti hiur, puspa, pasang dll. Satwa yang dapat dijumpai seperti surili, macan kumbang, kancil, jenis-jenis burung, dan ikan.
Alasan Perlindungan : Keindahan yang alami.
Ancaman : Berbagai gangguan. Penilaian
Ekologis : 2.75 Pengelolaan : 1.8 Keterlibatan masyarakat : 1.5
Rekomendasi : Biarkan sebagai cagar alam dan taman wisata. Referensi : −
3.1.26 Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Nama : Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Luas : 590 Ha
Ketinggian rata-rata : 770 - 1330 m dpl Curah hujan rata-rata : 2500-4500 mm/th
Status : Taman Hutan Raya dengan SK Mentan 575/Kpts/Um/8/1980 tanggal 6-8-1980
Lokasi : Kabupaten Bandung
Penjelasan : Kawasan bukit dan lembah, masuk DAS Cikapundung. Vegetasi didominasi oleh pinus dan kaliandra, beberapa lokasi ditanami pohon dari luar. Ditemukan hewan monyet, bajing dan kijang. Hutan hasil penanaman dengan luas ± 590 Ha, dengan banyak pohon berasal dari luar, seperti Kygelia sp. Masih ditemukan hewan-hewan liar seperti monyet (Macaca fascicularis), musang (Paradoxurus sp.), bajing (Callosciurus notatus) dan burung elang (Heliastur indus) Alasan Perlindungan : Daerah resapan air untuk Bandung, memiliki nilai rekreasi Ancaman : Enclave Penduduk
Penilaian Kondisi kawasan secara umum: kurang Ekologis : 2.3
Pengelolaan : 1 Keterlibatan masyarakat : 1
Rekomendasi : 1. Masalah yang dihadapi adalah adanya enclave penduduk, perlu melibatkan masyarakat dalam pengembangan aktivitas seperti agrowisata
2. Dipertahankan sebagai hutan raya
Referensi : Buku Informasi Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 1998.
3.1.27 Taman Wisata Alam Cimanggu
Nama : Cimanggu
Luas : 154 ha. Ketinggian rata-rata : 2000 m dpl Curah hujan rata-rata : 3641 mm/th
Status : Taman Wisata dengan SK Mentan 369/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9-6-1978
Lokasi : Kabupaten Bandung
Penjelasan : Pada kawasan ini terdapat sumber air panas, hutan alami dan budidaya, ekosistem yang unik sebagai lahan basah dataran tinggi dimana dapat ditemukan beberapa tumbuhan rawa seperti Xyris capensis dan
Chlorodendron brownianum. Alasan Perlindungan : Daerah resapan air, rekreasi
Ancaman : Berbagai gangguan Penilaian
Ekologis : 2.15 Pengelolaan : 3.15 Keterlibatan masyarakat : 2.25
Rekomendasi : 1. Ranca upas sebagai lahan basah perlu mendapat perhatian khusus. 2. Terjadi konversi lahan basah menjadi lahan pertanian
3. Lokasi di blok kolam renang Cimanggu perlu penataan lebih baik 4. Status diganti menjadi Taman Wisata
Referensi : PPA, Bogor (1976). Laporan survey area cadangan Suaka Alam/ HW di kompleks hutan Gunung Tilu, hutan Cimanggu, hutan pasir selatan, Prop. Jawa Barat.
3.1.28 Cagar Alam Leuweng Sancang
Nama : Leuweng Sancang Luas : Cagar Alam 2157 ha
Ketinggian rata-rata : 0-180 m dpl Curah hujan rata-rata : 2334.8 mm/th
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan no. 370/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9-6-1978
Lokasi : Kabupaten Garut
Penjelasan : Daerah dataran rendah dengan daerah berpasir, mangrove, dan hutan primer pada daerah berbatu kapur, daerah di luar kawasan konservasi telah rusak berat karena penebangan kayu secara ilegal. Daerah pantai sangat penting sebagai daerah migrasi burung dan penyu laut yang kadang-kadang makan di daerah rumput laut. Pada daerah ini terdapat populasi banteng (Bos javanicus) yang besar, dan di hutan kadang-kadang masih ditemui owa.
Alasan Perlindungan : Terdapat beberapa jenis ekosistem seperti daerah rumput laut, hutan di daerah pantai, mangrove dan hutan hujan primer dan untuk
penyelamatan hutan dataran rendah yang unik yang berada pada daerah berbatu kapur di Jawa Barat dengan luas ± 1300 ha.
Ancaman : Penggunaan lahan secara ilegal, pengumpulan jenis kayu dan pemotongam kayu, pemburuan banteng, pengumpulan rumput laut, telur penyu dan ikan-ikan hias
Ekologis : 2.3 Pengelolaan : 1 Keterlibatan masyarakat : 1.4
Rekomendasi : Memperlakukan sistem penjagaan yang baru dan memperlakukan daerah tersebut sebagai cagar alam terbatas (strict). Perencanaan daerah lebih lanjut termasuk daerah laut dan sebaiknya digabungkan dengan reservasi daerah Cipatujah
Referensi : − UNAS, Jakarta (1976). Beberapa aspek ekologi CA/SM Leuweung Sancang, Jawa Barat.
− PPA, Bandung (1973). Hasil team survey CA/SM Leuweung
− PPA, Bogor (1979). Laporan survey sengketa areal pada SA/HW CA Leuweung Sancang, SM Cikepuh, CA Rawa Dano, CA Gunung Honje dan TW Carita, Propinsi Jawa Barat.
− Wind, J. (1976). Unpublished Report. FO/INS/73/013, Bogor. 12 pp. (plus species list)
3.1.29 Cagar Alam Laut Sancang
Nama : Laut Leuweng Sancang Luas : 1150 Ha
Ketinggian rata-rata : 0-175 m dpl Curah hujan rata-rata : -
Status : Cagar Alam dengan SK Menhut No. 682/Kpts-11/90 tanggal 17 November 1990
Lokasi : Kabupaten Garut
Penjelasan : Hutan pantai dan hutan bakau, dengan terumbu karang dalam kondisi cukup baik
Alasan Perlindungan : Terdapat beberapa jenis ekosistem seperti daerah rumput laut, hutan pantai, mangrove, terumbu karang
Ancaman : Pengumpulan rumput laut, telur penyu, ikan-ikan hias dan terumbu karang
Penilaian Kondisi kawasan secara umum: kurang Ekologis : 2.9
Pengelolaan : 1 Keterlibatan masyarakat : 0.9
Rekomendasi : Memperlakukan sistem penjagaan yang baru dan memberlakukan daerah tersebut sebagai cagar alam terbatas (strict). Perencanaan daerah lebih lanjut termasuk daerah laut dan sebaiknya digabungkan dengan reservasi daerah Cipatujah
Referensi : − Buku Informasi Kawasan Konservasi Jawa Barat. 1998/1999. Sub Balai KSDA Jawa Barat II
− Mengenal Kawasan Konservasi di Propinsi Jawa Barat. 1998. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat. BKSDA III. Sub Balai KSDA Jawa Barat I
3.1.30 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan
Nama : Gunung Papandayan Luas : Cagar Alam 623 ha / Hutan Wisata 221 ha. Ketinggian rata-rata : 1500 m
Curah hujan rata-rata : 3000 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK GB 4-2-1924 Stbl. 43 Taman Wisata dengan SK Mentan 610/Kpts/Um/10/70 Lokasi : Kabupaten Garut
Penjelasan : Hutan pegunungan yang telah terganggu dan memiliki sumber air panas, gunung berapi aktif dan saat ini telah beberapa kali meletus dan dalam status 'awas'
Alasan Perlindungan : Area memiliki nilai untuk rekreasi, pendidikan, dan turisme. Ancaman : Perusakan hutan.
Penilaian Ekologis : 3.25 Pengelolaan : 2.15 Keterlibatan masyarakat : 1.95
Rekomendasi : Pengelolaan yang tegas sebagai hutan wisata dengan fasilitas untuk pengunjung. Meningkatkan perlindungan.
Referensi : − PPA, Bogor (1979). Rencana pengelolaan 1980-1985 TW Telaga bodas, Papandayan, Kawah Kamojang.
− PPA, Bogor (1979). Studi pengembangan TW di areal cadangan Kawah Kamojang, TW Telaga Bodas, TW Papandayan.
− PPA, Bandung (1972). Hasil survai di CA Kawah Papandayan.
3.1.31 Cagar Alam dan Taman Wisata Kawah Kamojang
Nama : Kawah Kamojang Luas : 8000 ha. (termasuk 500 ha taman wisata) Ketinggian rata-rata : 500-1000 m dpl
Curah hujan rata-rata : 2500-3000 mm/tahun
Status : Cagar Alam dan Taman Wisata dengan SK Mentan 170/Kpts/Um/3/1979 tanggal 13-3-1979
Lokasi : Kabupaten Garut, Bandung Penjelasan : Hutan dengan fungsi sebagai daerah resapan air dan memiliki
nilai rekreasi, botani dan sumber air panas. Vegetasi hutan hujan tropis seperti jamuju, puspa, cantigi, liana dan epifit, dengan satwa liar seperti babi hutan, kijang dll.
Alasan Perlindungan : Perlindungan dataran tinggi yang memisahkan kawasan perairan, nilai pendidikan dan rekreasi
Ancaman : Pemotongan kayu ilegal, perambahan hutan, perambahan hutan.
Penilaian Ekologis : 2.85 Pengelolaan : 1.35
Keterlibatan masyarakat : 1.55
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai cagar alam/taman wisata Referensi :
3.1.32 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Bodas
Nama : Telaga Bodas Luas : Cagar Alam 285 ha / Taman Wisata 24 ha. Ketinggian rata-rata : 1700 m dpl
Curah hujan rata-rata : 2473 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan GB 4-2-1924 no. 36 Stbl. No. 43 Taman Wisata dengan SK Mentan 98/Kpts/Um/2/78 Lokasi : Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya
Penjelasan : Kawah sulfur dan dikelilingi oleh perbukitan, dengan flora berkayu seperti Schima walichii, Castanopsis argentea, Vaccinium sp. dll serta fauna seperti trenggiling(Manis javanica), kera,tupai, dll berbagai jenis burung.
Alasan Perlindungan : Segi geologis dan estetika
Ancaman : Perusakan lingkungan dan sampah-sampah dari pengunjung Penilaian
Ekologis : 2.15 Pengelolaan : 1.65 Keterlibatan masyarakat : 1
Rekomendasi : Lahan ini dibiarkan sebagai cagar alam/ taman wisata
Referensi : − PPA, Bogor (1979). Rencana pengelolaan 1980-1985 TW Telaga bodas, Papandayan, Kawah Kamojang.
− PPA, Bogor (1979). Studi pengembangan TW di areal cadangan Kawah Kamojang, TW Telaga Bodas, TW Papandayan.
− Hoogerworf, A.(-). Nature monument Telaga Bodas (Garut dan Tasikmalaya)
− PPA, Bandung (1976). Laporan survey reevaluasi areal SA/HW di CA Telaga Bodas, CA. Telaga Warna dan CA.
3.1.33 Cagar Alam Gunung Jagat
Nama : Gunung Jagat Luas : 126.6 Ha Ketinggian rata-rata : 454-742 m dpl
Curah hujan rata-rata : 2439-3175 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Mentan 132/Kpts/Um/12/1954 tertanggal 6 – 12 – 54
Lokasi : Kabupaten Sumedang
Penjelasan : Berupa hutan kecil di daerah lembah kawasan perlindungan Jati Gede. Vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah seperti Ficus sp., burahol, liana dan epifit. Satwa liar yang bisa ditemukan antara lain Panthera pardus, Felix bengalensis, Tragulus javanicus, kalong, babi hutan,
berbagai jenis burung dll.
Alasan Perlindungan : Nilai botani yang menarik dan keindahan. Ancaman : Perusakan hutan Penilaian
Ekologis : 1.3 Pengelolaan : 1.75 Keterlibatan masyarakat : 1.4
Rekomendasi : Survey untuk reevaluasi. Daerah berada dalam pengajuan kawasan lindung Jati Gede, tetapi hutannya telah mengalami kerusakan berat sebagai daerah konservasi, sehingga nilai konservasinya rendah. Status cagar alam diganti dan dijadikan hutan lindung
Referensi : −
3.1.34 Taman Buru Masigit Kareumbi
Nama : Masigit Kareumbi Luas : 12.421 ha
Ketinggian rata-rata : …. - 1736 m dpl Curah hujan rata-rata : 1300 mm/tahun
Status : Taman Buru dengan SK Mentan 297/Kpts/Um/5/1976 tanggal 15-5-1976
Lokasi : Kabupaten Bandung, Garut dan Sumedang
Penjelasan : Bukit vulkanik kecil yang masih ditutupi oleh hutan pegunungan yang relatif belum terganggu, terbagi menjadi Hutan Alam (60%) dan Hutan Tanaman (40%). Vegetasi alami seperti pasang, saninten, puspa, rasamala, liana, epifit dll sedangkan vegetasi buatan seperti pinus dan bambu. Tempat pengembangbiakan rusa sambar, selain itu terdapat rusa, babi hutan, anjing hutan, primata, burung dll.
Alasan Perlindungan : Area perkembangbiakkan dan perburuan rusa (Cervus timorensis) Ancaman : Penebangan pohon untuk dijadikan lahan dan perburuan yang tidak
terkontrol
Penilaian Ekologis : 3.4 Pengelolaan : 2.75 Keterlibatan masyarakat : 2.1
Rekomendasi : Daerah ini sebaiknya terus dipertahankan, status sebaiknya diubah menjadi suaka margasatwa
Referensi : PPA, Bogor (1979). Rencana pengelolaan Hutan Wisata Gunung Masigit Kareumbi, Jawa Barat 1979-1984.
3.1.35 Taman Wisata Alam Gunung Tampomas
Nama : Gunung Tampomas Luas : 1250 ha.
Ketinggian rata-rata : 625-1684 m dpl. Curah hujan rata-rata : 3518 mm/tahun
Status : Taman Wisata dengan SK Mentan 423/Kpts/Um/7/1979 tanggal 5-7-1979
Lokasi : Kabupaten Sumedang
Penjelasan : Hutan hujan pegunungan dengan topografi berbukit-bukit dengan jenis tumbuhan seperti Podocarpus imbricatus, Altingia excelsa, Castanopsis javanica, sedangkan hewan dengan jenis Tragulus javanicus, Presbytis pyrhus dan Sus sp. Serta berbagai jenis burung.
Alasan Perlindungan : Daerah resapan air, memiliki nilai rekreasi dan pendidikan, nilai estetika tinggi, makam keramat
Ancaman : Penebangan kayu ilegal, perambahan hutan. Penilaian
Ekologis : 1.75 Pengelolaan : 1.45 Keterlibatan masyarakat : 1
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai taman wisata
Referensi : − Buku Informasi Kawasan Konservasi Jawa Barat. 1998/1999. Sub Balai KSDA Jawa Barat II
− Mengenal Kawasan Konservasi di Propinsi Jawa Barat. 1998. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat. BKSDA III. Sub Balai KSDA Jawa Barat I
3.1.36 Suaka Margasatwa Sindangkerta
Nama : SM Sindangkerta
Luas : 90 Ha
Ketinggian rata-rata : 0 - 600 m dpl Curah hujan rata-rata :
Status : Suaka Margasatwa dengan SK Menhut No. 6964/Kpts-II/2002 Lokasi : Kabupaten Tasikmalaya
Penjelasan : Salah satu bagian area yang bertahan dan juga merupakan daerah hutan hujan dataran rendah yang belum terganggu yang berada di Jawa. Daerah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik tumbuhan maupun hewan. Berdekatan dengan kawasan penangkaran penyu Alasan Perlindungan : Flora dan fauna yang menarik
Ancaman : Penebangan hutan, perburuan Penilaian Kondisi kawasan secara umum: baik
Ekologis : 2.95 Pengelolaan : 1.85 Keterlibatan masyarakat : 2.6
Rekomendasi : Dipertahankan sebagai kawasan Suaka Margasatwa Referensi : Survey Lapangan
3.1.37 Cagar Alam Laut Pangandaran
Nama : Taman Laut Pangandaran
Luas : 470 Ha
Ketinggian rata-rata : 0 - 100 m dpl Curah hujan rata-rata : 3196 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan SK Menteri No. 225/Kpts-II/90 tanggal 8 Maret 1980 dan GB No. 19 Stbl. 669 tanggal 7 Desember 1934
Lokasi : Kabupaten Ciamis Penjelasan : Berupa terumbu karang dengan kondisi cukup baik Alasan Perlindungan : Nilai botanis, sarana rekreasi, pendidikan
Ancaman : Wisatawan dan kerusakan karang oleh nelayan dan pemburu souvenir dari laut
Penilaian Kondisi kawasan secara umum: Kurang (Nilai: 4.10) Ekologis : 1.6
Pengelolaan : 1.2 Keterlibatan masyarakat : 1.3
Rekomendasi :
Referensi : − Buku Informasi Kawasan Konservasi Jawa Barat. 1998/1999. Sub Balai KSDA Jawa Barat II
− Mengenal Kawasan Konservasi di Propinsi Jawa Barat. 1998. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat. BKSDA III. Sub Balai KSDA Jawa Barat I
3.1.38 Cagar Alam Panjalu
Nama : Panjalu
Luas : 16 ha
Ketinggian rata-rata : 731 - 760 m dpl Curah hujan rata-rata : 3195 mm/tahun
Status : Cagar Alam dengan GB 21-2-1919 no.6 Stbl. No. 90 Lokasi : Kabupaten Ciamis Penjelasan : Sebagian kecil daerah telah mengalami kerusakan Alasan Perlindungan : Segi botani dan estetika
Ancaman : Kerusakan Penilaian
Ekologis : 3 Pengelolaan : 3 Keterlibatan masyarakat : 3.5
Rekomendasi : Dilakukan survey untuk dievaluasi ulang dan tetap dipertahankan sebagai cagar alam
Referensi : −
3.1.39 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran
Nama : Pananjung Pangandaran Luas : 497 Ha, (luas yang sebenarnya 530 Ha)
Ketinggian rata-rata : 0-100 m Curah hujan rata-rata : 3196 mm/tahun
Status : Suaka Margasatwa berdasarkan GB 7-12-1934 no.19 Stbl. No. 699 Cagar Alam berdasarkan SK Mentan No. 34/KMP/1961
Taman Wisata dengan SK Mentan No. 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978
Lokasi : Kabupaten Ciamis
Penjelasan : Tanjung kecil dengan hutan pantai pada daerah berbatu kapur, dengan populasi banteng dalam jumlah sedikit, dua jenis primata, dan beberapa jenis burung. Pada daerah ini juga terdapat gua-gua tempat beribadah, makam bersejarah dan kapal perang jaman Jepang. Selain itu terdapat
Rafflesia patma, pantai untuk berendam yang menarik, yang dikelilingi oleh taman coral. Daerah ini terbagi menjadi daerah hutan sekunder yang telah terganggu, hutan primer, tempat merumput dan beberapa perkebunan teh (evergreen). Daerah ini ± dikunjungi oleh beberapa ratus ribu pengunjung/wisatawan untuk rekreasi
Alasan Perlindungan : Perlindungan terhadap flora dan fauna yang ada, tempat yang bernilai sejarah dan mistik, sarana rekreasi
Ancaman : Wisatawan dan kerusakan karang oleh nelayan dan pemburu souvenir dari laut
Penilaian Ekologis : 3 Pengelolaan : 2.75 Keterlibatan masyarakat : 3.45
Rekomendasi : 1. Kondisi vegetasi masih cukup baik namun perlu pengamanan yang lebih ketat dari perambahan
2. Kebersihan (sampah pengunjung) perlu perhatian lebih serius. 3. Banteng di Pangandaran sudah tidak ditemukan kecuali dilakukan
introduksi lagi dan perlu ada upaya penangkaran yang lebih baik 4. Pengaturan wilayah berdasarkan rencana pengaturan yang telah
ada. Pengajuan perlindungan daerah laut.
Referensi : − PPA, Bogor (1978). Pencana pengelolaan 1977-1981 CA dan TW Penanjung Pangandaran
− PPA, Bandung (1972). Hasil survey inventarisasi fauna dan flora di CA Penanjung Pangandaran di Jawa Barat.
− PPA, Bogor (1979). Studi pengembangan TW Penanjung Pangandaran di Jawa Barat.
− LPH, Bogor (1974). Inventarisasi rumput dan satwa liar di CA Penanjung Pangandaran.
− FAO, Bogor (1977). Proposed Penanjung Pangandaran Reserve Management Plan 1977-1981. FO/INS/73/013 Field Report !, Bogor.
− Direktorat Bina Program, Bogor (1977). Lokakarya management plan CA Penanjung Pangandaran dasn Ujung Kulon.