• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALAMAN ORANG GAGAP DAN DAMPAK TERHADAP KEHIDUPANNYA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGALAMAN ORANG GAGAP DAN DAMPAK TERHADAP KEHIDUPANNYA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN ORANG GAGAP DAN DAMPAK TERHADAP

KEHIDUPANNYA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Indri Sutrisna Widyaningsih

NIM : 099114038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Motto

Motto

Motto

Ada banyak penderitaan yang harus kita jalani.

Karenanya, kita perlu menghadapi seluruh penderitaan kita,

dan berusaha menekan perasaan lemah dan takut.

Tetapi kita juga tidak perlu malu untuk

mengakui perasaan yang dirasakan dan menangis,

karena air mata merupakan saksi dari keberanian

kita untuk menderita (Victor Frankl)

“Hidup penuh permainan...

Kita perlu bermain sehingga kita dapat menemukan

kembali keajaiban di sekitar kita.” (Flora Colao)

Karya kecilku ini kupersembahkan kepada: Karya kecilku ini kupersembahkan kepada: Karya kecilku ini kupersembahkan kepada: Karya kecilku ini kupersembahkan kepada:

Tuhan, sebagai bagian teristimewa dalam Tuhan, sebagai bagian teristimewa dalam Tuhan, sebagai bagian teristimewa dalam Tuhan, sebagai bagian teristimewa dalam

hidup dan diriku hidup dan dirikuhidup dan diriku hidup dan diriku

Keluarga terkasihku dan semua teman Keluarga terkasihku dan semua temanKeluarga terkasihku dan semua teman

Keluarga terkasihku dan semua teman----temanku sebagaitemanku sebagaitemanku sebagaitemanku sebagai

pendamping terbaik hatiku pendamping terbaik hatikupendamping terbaik hatiku pendamping terbaik hatiku

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Februari 2014

Penulis,

(6)

vi

PENGALAMAN ORANG GAGAP DAN DAMPAK TERHADAP

KEHIDUPANNYA

Indri Sutrisna Widyaningsih

ABSTRAK

Mengalami kehidupan sebagai orang yang gagap mungkin tidak mudah untuk dihadapi oleh seseorang. Dimana gagap merupakan gangguan kelancaran dan pola bicara pada usia individu yang tidak seharusnya .Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengeksplorasi pengalaman orang yang gagap dan 2) dampak pada kehidupan orang gagap. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman orang yang gagap dan bagaimana dampak terhadap kehidupannya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang dan tidak memiliki gangguan neurologi. Metode pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis fenomenologi deskriptif. Pengambilan data menggunakan wawancara semi terstruktur. Validitas yang digunakan yaitu

participant feedback dan paper trail. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah ditemukan dua struktur, yang pertama terdapat subjek yang menggambarkan bahwa kehidupannya penuh dengan penolakan dan kegagapan yang dialami membuat mereka menjadi tertutup, semakin pendiam dan menarik diri, kebinggungan identitas, dan sakit ketika mengalami masalah. Mereka juga memiliki perasaan benci dan iri hati yang membuat mereka sulit untuk menjalin relasi dengan orang lain. Struktur kedua, ada subjek yang menggambarkan bahwa kehidupannya penuh dengan penerimaan serta pengakuan dan kegagapan membantunya untuk percaya diri, berani, humoris, mudah menjalin relasi dengan orang lainnya, diterima, dan diakui kemampuannya sehingga ia merasa keseluruhan hidupnya bahagia.

(7)

vii

THE EXPERIENCES WHO STUTTERS AND THE IMPACT IN THEIR

LIFE

Indri Sutrisna Widyaningsih

ABSTRACT

The study aims to explore the experiences who stutter and how such experiences impact their life. The research questions deal with their experiences as who stutter and how such experiences impact them. The objects in this study were 3 people and they do not have neurological disorder. This study employs qualitative research method with a descriptive phenomenological analysis. The data were collected through semi-structured interviews. Validity employed are participant feedback and the paper trail. The results find two structures. First, there are two subjects that describe their life full of stuttering experience rejection and it makes them become a closed, more quiet person as well as withdraw themselves from the society, identity confusion, and have a sick. They also have hatred and envy feelings which make them difficult to establish relationships with people around them. The second structure, there is a subject that describes his life full of acceptance as well as recognition and it help him to remain confident, brave, humorous, become easy to connect with the people around, be accepted, and get appraisal in accordance with his ability so he feels happy in his whole life.

(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata

Dharma

NAMA

: Indri Sutrisna Widyaningsih

NIM

: 079114038

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengalaman Orang Gagap dan Dampak

Terhadap Kehidupannya

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya

memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Februari 2014

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Masa Esa atas berkat

dan karuniaNya selama ini sehingga penyelesaian skripsi yang berjudul

“Pengalaman Orang Gagap dan Dampak Terhadap Kehidupannya” ini dapat

berjalan baik dan lancar. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hari penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2.

Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3.

Dr.Tjipto Susana, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar untuk lebih

baik lagi dalam menjalani proses penyelesaian penelitian ini.

4.

C. Siswa Widyatmoko, M. Psi selaku dosen pembimbing akademik

atas bimbingan dan perhatian dalam proses akademik saya.

5.

Dosen-dosen penguji atas kritik, saran, dan bimbinganya yang

(10)

x

6.

Seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

atas ilmu dan pengetahuannya selama mengikuti perkuliahan serta

bantuannya dalam diskusi dalam proses penyusunan skripsi ini

7.

Kedua orang tuaku, papa I Made Sukanadi dan mama Ni Made

Suartini atas dukungan, doa, nasehat, dan cinta kasihnya yang selalu

berlimpah sepanjang hidupku.

8.

Seluruh keluargaku, om, tante, kakak-kakak, dan adik-adikku yang

ikut terlibat dalam proses pembuatan skripsiku ini serta cinta

kasihnya.

9.

Chris Indrawan sebagai seseorang yang berarti dalam hidupku untuk

waktu yang istimewa mau mendengarkan ceritaku, mengasihiku, dan

mendukungku.

10.

Kak Putu Ardika, Adi Mahardika, Wayan Satwika, Gretty, Riris,

Priska, Lisa, Deu, Kak Dewi, Leo, Ayu, Tirta, dan Daniel atas

pertemanan dan diskusi yang membahagiakanku.

11.

Teman-teman angkatan 2008 maupun 2009 atas kesediaannya mau

berbagi bersamaku, menemani, mengarahkan, dan mendukungku.

12.

Semua orang yang tidak dapat saya sampaikan satu persatu atas doa,

dukungan, perhatian, dan pertemanan yang mengangumkan buatku

dalam menyelesaikan skripsi ini serta menjalani kehidupan ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan

(11)

xi

dapat memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi

pembaca.

Yogyakarta

Penulis,

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

... .i

HALAMAN PERSETUJUAN

... ii

HALAMAN PENGESAHAN

... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

... v

ABSTRAK

... .vi

ABSTRACT

... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

...viii

KATA PENGANTAR

... .ix

DAFTAR ISI

... .xii

BAB I.

PENDAHULUAN

... 1

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 5

C.

Tujuan Penelitian ... 5

D.

Manfaat Penelitian ... 6

1.

Manfaat Teoretis ... 6

2.

Manfaat Praktis ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI

... 8

A.

Gagap ... 8

1. Defenisi dan Karakteristik Gagap ... 8

(13)

xiii

B.

Tinjauan Neurologis Bicara ... 16

C.

Pengalaman Kehidupan Orang yang Gagap ... 20

D.

Kerangka Penelitian ... 24

E.

Pertanyaan Penelitian ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

... 27

A.

Jenis Penelitian ... 27

B.

Fokus Penelitian ... 28

C.

Subjek Penelitian ... 28

D.

Metode Analisis Data ... 30

E.

Metode Pengumpulan Data ... 31

F.

Proses Pengumpulan Data ... 32

G.

Kredibilitas Penelitian ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

... 35

A.

Pelaksanaan Penelitian ... 35

B.

Hasil Penelitian ... 35

C.

Pembahasan ... 81

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN

SARAN

... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 91

C. Saran ... 91

1.

Bagi Terapis Maupun Psikolog ... 91

(14)

xiv

3.

Bagi Keluarga ... 92

DAFTAR PUSTAKA

... 93

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Gagap adalah gangguan kelancaran dan pola bicara pada usia individu

yang tidak seharusnya (American Psychiatric Association [DSM-IV TR],

2000). Karakteristik gangguan tersebut diikuti satu atau lebih perpanjangan

bunyi atau kata, penghentian pada sebuah kata, penahanan suara (sering atau

jarang berhenti untuk sementara waktu dalam berbicara), dan cara berbicara

yang bertele-tele (penggantian kata-kata untuk menghindari kata-kata yang

bermasalah). Gangguan itu juga menghasilkan kata-kata dengan tekanan fisik

yang berlebihan, dan pengulangan kata atau suku kata secara keseluruhan

(Breathnach dalam Shabat, Tsur, & Wiesel, 2005; APA [DSM-IV TR], 2000;

Halgin & Whitbourne, 2010). Gagap memberikan tekanan besar pada orang

yang mengalaminya dalam siklus kehidupannya (Peters & Guitar dalam

Klompas & Ross, 2004). Seperti pengalaman di bawah ini:

(16)

Pengalaman orang yang gagap tersebut memunculkan pikiran-pikiran

betapa malang hidupnya. Ia memiliki pemikiran bahwa hidupnya menderita

karena gagap yang dialaminya. Ia mendapat celaan dan tertawaan dari

teman-temannya yang membuat ia sulit untuk menjalin hubungan pertemanan

seusianya (Dalton dalam Klompas & Ross, 2004) dan benci untuk pergi ke

sekolah (Bogue, 2009).

Pengalaman orang yang gagap memiliki isi pengalaman yang berbeda

dari orang yang normal. Seperti pernyataan baru yang muncul di bawah ini.

“Ada 4 hal yang aku takutkan, perjalanan ke sekolah, membaca di

kelas, istirahat di halaman sekolah dan perjalanan pulang. Hal tersebut

membuatku saat ini takut meninggalkan rumah setiap pagi untuk ke

sekolah, aku merasa tegang, merasa tersiksa, dan takut akan gagal

yang tidak pernah meninggalkanku” (Bogue, 2009, h.13).

Kisah di atas menunjukkan sebuah pengalaman orang yang gagap

meliputi pikiran, perasaan, perilaku negatif terhadap kegagapan dan

lingkungan (Klompas & Ross, 2004; Quesal, Smith, & Yaruss dalam Daniels,

Gabel, & Hagstrom, 2006). Orang gagap memiliki pemikiran negatif bahwa

teman-temannya akan mencelanya. Pemikiran tersebut menimbulkan

perasaan takut terhadap lingkungannya. Dimana orang yang gagap

mengasosiasikan

pengalaman

berbicara

sebagai

pengalaman

yang

mengandung emosi negatif yaitu kecemasan (Blood, Blood, Bennett,

Simpson, & Susman, 1994) dan ketakutan (Hayhow & Levy dalam Klompas

& Ross, 2004). Pikiran dan perasaan negatif tersebut membuat orang yang

gagap berperilaku tegang, takut meninggalkan rumah, takut membaca, dan

(17)

Jika pengalaman di atas menceritakan pengalaman negatif tentang

orang yang gagap, ada sebuah pernyataan dari pengalaman positif orang yang

gagap. Pengalamannya tersebut sebagai berikut:

“Aku menganggap gagapku ini kujadikan kelebihanku. Aku tidak

minder, aku tetap percaya diri. Aku ingin menunjukkan pada

orang-orang dan teman-teman, aku mampu bersaing karena itu aku harus

berani, tidak akan takut, tidak malu untuk ditertawain. Banyak orang

mengganggapku sebelah mata. Untuk hal itu, aku harus membuktikan

bahwa aku boleh dilihat dengan 2 mata. Aku orang pertama yang duet

dengan Nanoe Birue di Palu, itu jadi kebanggan tersendiri buat aku.

Aku paling gampang mencari teman baru. Tidak ada aku malu dengan

keadaan yg seperti ini.” (

CIP.4april13

: Transkrip wawancara pada

seorang laki-laki yang adalah penderita gagap, di Sulawesi Tengah,

dilakukan pada tanggal 4 April 2013).

Orang gagap tersebut memiliki pengalaman positif. Ia memiliki

pemikiran bahwa gagap akan dijadikan sebagai suatu kelebihan dan ingin

membuktikan pada orang lainnya bahwa dirinya juga mampu untuk bersaing

dengan orang yang berbicara normal. Pemikirannya itu menimbulkan

perasaan yang nyaman. Pemikiran dan perasaan positif tersebut membuatnya

berperilaku berani untuk menunjukkan kemampuannya dan mudah menjalin

relasi dengan orang lainnya.

Pernyataan tersebut sangat berbeda dengan pengalaman sebelumnya

yang cenderung negatif sehingga memunculkan pemikiran-pemikiran baru

mengenai bagaimana pengalaman orang gagap dapat menjadi positif dan

negatif? Apa sajakah yang mempengaruhi sehingga isi pengalaman itu

sehingga menjadi berbeda? Dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan

(18)

Mekanisme coping stres adalah cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon

terhadap situasi yang mengancam (Keliat dalam Suliswati, 2005). Menurut

Siswanto (2007) cara individu untuk mengatasi masalah mengarah pada

proses kognitif. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa mekanisme coping stres

memiliki peran dalam mempengaruhi isi pengalaman orang gagap menjadi

berbeda. Oleh karena itu, ketertarikanpun muncul untuk memahami isi

pengalaman kehidupan orang gagap.

Miller dan Watson (1992) melakukan penelitian mengenai hubungan

antara sikap berkomunikasi, kecemasan, dan depresi pada orang yang gagap

dan yang tidak gagap, mereka menemukan bahwa kecemasan orang gagap

muncul dalam bentuk kemampuan komunikasi yang negatif. Penelitian

tersebut menggunakan skala

Beck Depression Inventory

dan

State-Trait

Anxiety Inventory

. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Menzies,

Messenger, dan Onslow (2004) mengenai kegagapan dalam kecemasan

sosial, menemukan bahwa orang yang gagap memiliki kecemasan dan

penilaian yang negatif terhadap interaksi sosial. Penelitian tersebut

menggunakan skala

Fear of Negative Evaluation

(FNE) dan

Endler

Multidimensional Anxiety Scales-Trait

(EMAS-T). Kedua penelitian tersebut

dilakukan secara kuantitatif sehingga tidak tergambarkan pengalaman orang

yang gagap meliputi dan reaksi pemikiran, perasaan, dan perilaku negatif

(19)

Peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengalaman orang yang gagap dan dampak terhadap kehidupannya dengan

menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini memungkinkan

peneliti untuk mengeksplorasi pengalaman orang yang gagap dan dampak

terhadap kehidupannya dalam setting alami. Ini dimaksudkan agar peneliti

bisa mendapatkan data secara mendalam dan melakukan analisis secara

individu.

Ekplorasi yang dilakukan dapat memberikan penjelasan secara rinci,

pemahaman, dan pandangan baru kepada pembaca mengenai pengalaman

orang gagap dan dampak terhadap kehidupannya. Selain itu, para psikolog

maupun terapis dapat mempertimbangkan penggunaan terapi yang efektif

kepada orang gagap berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan.

B.

RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengalaman

kehidupan orang gagap yang memiliki pengalaman positif dan negatif serta

dampak terhadap kehidupannya?

C.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah mengeksplorasi pengalaman orang gagap

(20)

D.

MANFAAT PENELITIAN

1.

Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberi tambahan informasi mengenai

pengalaman orang gagap dan dampak terhadap kehidupannya sehingga

berguna bagi perkembangan ilmu psikologi terutama di bidang psikologi

klinis.

2.

Manfaat Praktis

a.

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi untuk psikolog

dan terapis dalam memilih penggunaan terapi yang dapat

digeneralisasikan kepada orang yang gagap berdasarkan kemiripan

pengalaman kehidupan yang dimiliki atau terapi yang khusus

dilakukan kepada seseorang yang gagap berdasarkan kompleksitas

gangguan gagap yang dialaminya untuk membantu orang gagap

dalam mengatasi kesulitan karena kegagapannya dan mampu

meningkatkan kualitas hidupnya. Psikolog dan terapis juga dapat

menggunakan pengalaman positif orang gagap untuk melihat

mekanisme coping stres yang digunakan sehingga dapat diajarkan

kepada orang gagap yang memiliki pengalaman negatif agar dapat

mengatasi kesulitannya dan meningkatkan kualitas hidupnya.

b.

Selain itu, melalui penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang tua

untuk menerapkan pola pengasuhan yang tepat untuk meningkatkan

(21)

c.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan informasi

bagi orang yang gagap untuk semakin menyadari pikiran, perasaan,

dan perilakunya sehingga dapat memotivasi diri dan meningkatkan

(22)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

GAGAP

1.

Definisi dan Karakteristik Gagap

Gagap merupakan gangguan aliran bicara dengan seringnya

pengulangan atau perpanjangan suara, suku kata atau kata-kata pada

seseorang yang tidak mampu untuk memulai suatu kata (Bogue, 2009 ;

Broen & Coleman, 1973; Parker & Parker, 2002).

Guitar (2006), Halgin dan Whitbourne (2010) menjelaskan

bahwa gagap merupakan karakteristik ketidaknormalan verbalisasi yang

diikuti tingginya frekuensi atau jangka waktu penghentian saat berbicara.

Bentuk penghentian itu seperti pengulangan bunyi, suku kata, atau salah

satu kata dalam suku kata, perpanjangan bunyi, dan penahanan bunyi

atau suara serta penggantian kata-kata untuk menghindari kata-kata yang

menimbulkan masalah dengan adanya ekspresi tekanan yang berlebihan.

(World Health Organization [PPDGJ III] F98 , 1993) membuat kriteria

diagnosa gangguan gagap sebagai berikut:

a.

Cara bicara yang ditandai dengan pengulangan suara atau

suku kata atau kata.

b.

Sering gugup atau terhenti sehingga menganggu irama alur

(23)

c.

Kondisi ini disertai gerakan pada wajah dan atau bagian

tubuh lainnya yang bersamaan waktu dengan pengulangan,

atau hambatan alur bicara.

(

APA

[DSM-IV TR] 307.0 , 2000) mendefenisikan kriteria gagap

sebagai berikut :

a.

Gangguan pola bicara dan ketidaklancaran bicara normal di

usia yang tidak seharusnya, karakteristik sering diikuti oleh

satu atau lebih kejadian:

1)

pengulangan bunyi dan suku kata (seperti, “Ja-Ja-Jam

berapa sekarang?”)

2)

perpanjangan bunyi ( seperti, “Ja--- berapa sekarang?”)

3)

interjeksi atau penyisipan (seperti, “Jam ummmmmm

berapa sekarang?”)

4)

kata-kata yang rusak (seperti adanya penghentian pada

kata atau kata-kata yang terputus-putus) ( seperti, “Ja

(berhenti) berapa sekarang?”)

5)

terdengar menahan suara atau diam (berisi jeda selama

berbicara) (seperti, “Jam (berhenti) berapa sekarang?”)

6)

pemakaian kata yang terlalu banyak (penggantian

kata-kata untuk menghindari kata-kata-kata-kata yang bermasalah)

(24)

7)

menghasilkan kata dengan dengan adanya penekanan

fisik yang berlebihan

8)

pengulangan kata atau suku kata secara keseluruhan

(seperti, “ Aku-Aku-Aku punya waktu.”)

b.

Gangguan gagap dapat menggangu akademik, prestasi kerja

atau komunikasi dengan sosial.

c.

Jika kondisi neurologis alat gerak dan panca indra untuk

berbicara tidak berfungsi normal, ini merupakan tanda

kondisi Axis III.

Kondisi neurologis yang dimaksud di sini adalah kondisi alat

gerak dan panca indra tidak mengalami kecatatan yang

mengakibatkan

terjadinya

kegagapan.

Kondisi

yang

dimaksud di sini seperti orang menjadi gagap karena bibirnya

sumbing, saraf di otak terganggu karena struke, dan lain-lain.

Ketika terjadi gagap dapat disertai dengan tenggorokan yang

terasa tercekik, sulit bernafas (Shell, 2005), mata berkedip dengan cepat,

bibir dan rahang bergetar, atau perilaku berjuang pada wajah atau tubuh

bagian atas sebagai usaha untuk berbicara. Di situasi tertentu, seperti

berbicara di sekelompok orang, berbicara pada orang asing atau atasan

cenderung membuat kegagapan menjadi lebih parah (Mahr & Torosian,

1999). Akan tetapi, pada situasi seperti bernyanyi atau berbicara sendiri

(25)

Orang yang gagap dapat menyanyi atau berbicara sendiri dengan

lancar, itu berarti tidak memiliki gangguan pada fungsi

organic

atau

inherent

organ bicara. Jika orang yang gagap dapat menyanyi dengan

lancar dan terbukti tidak memiliki gangguan

organic

, ini berarti

disebabkan oleh masalah mental bukan fisik (Bogue, 2009).

Perbandingan orang gagap kira-kira 4:1 pada laki-laki dan

perempuan yang mengalami gagap (Broen dan Coleman, 1973; Drayna

& Kang, 2011) yang berhubungan dengan masa anak-anak (Bogue, 2009)

. Hal tersebut dikarenakan, yang pertama, selama masa anak-anak

terdapat bawaan lahir yang berbeda antara laki-laki dan perempuan

mengenai kemampuan bahasa dan bicara. Kedua, orang tua, anggota

keluarga, dan orang yang lain lebih sering bereaksi terhadap sesuatu yang

berbeda pada laki-laki dibandingkan perempuan. Terakhir, laki-laki lebih

dimungkinkan menjadi gagap dari perempuan karena pada dasarnya

laki-laki memiliki perbedaan dalam bereaksi pada orang lain (Conture &

Guitar, 2007).

Menurut Conture dan Guitar (2007) sekitar 5 % anak-anak

mengalami gagap. Anak mulai mengalami ketidaklancaran yang normal

di usia 18 bulan dan 3 tahun. Kegagapan yang ringan mungkin terjadi di

usia 18 bulan dan 7 tahun. Tetapi yang lebih sering terjadi di usia antara

3 dan 5 tahun. Sedangkan kegagapan yang parah umumnya terjadi pada

anak yang lebih dewasa namun juga bisa mulai saat usia 1,5 tahun dan 7

(26)

Guitar (2006) menjelaskan bahwa di usia 3 tahun merupakan

perkembangan

bicara

anak

dengan

pertambahan

bahasa

dan

perkembangan yang lain dapat menimbulkan stress sebagai pemicul awal

ketidaklancaran berbicara. Pada usia 6 hingga 8 tahun, anak yang banyak

mendapatkan kritikan dari lingkungan atau kejadian yang menimbulkan

trauma menyebabkan ketidaklancaran dapat menjadi lebih buruk.

Menurut Bogue (2009) kritikan dari lingkungan salah satunya adalah

banyaknya banyaknya kritikan orang tua terhadap anak. Di masa remaja,

perasaan frustrasi atau kejadian memalukan yang berhubungan dengan

kegagapan dapat berakibat munculnya perasaan dan sikap negatif

(Guitar, 2006).

2.

Penyebab Kegagapan

Menurut para ahli belum ada satu pun yang dapat dikatakan

penyebab pasti gagap. Para ahli mengatakan bahwa kondisi kegagapan

ada karena multifaktor yang terjadi pada orang yang gagap, namun ada

beberapa faktor penyebab gagap, yaitu:

a.

Faktor Genetik atau Keturunan

Ada dugaan bahwa kegagapan disebabkan oleh

keturunan (Guitar, 2006). Anak yang gagap di temukan 9 kali

lebih banyak pada anak-anak yang memiliki saudara kandung

atau orang tua terutama ayah yang gagap (Johnson dalam

(27)

pada anak perempuan dan 20% pada anak laki-laki dari ayah

yang memiliki sejarah gagap (APA [DSM-IV TR], 2000).

Akan tetapi, ada kesulitan untuk mengatakan apakah gagap

disebabkan oleh keturunan atau adanya hubungan intim yang

kostan antara anak dan orang tuanya selama periode belajar

bicara (Bogue, 2009). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian

bahwa pada 16 pasang kembar identik hanya 6 pasang yang

keduanya mengalami gagap, sedangkan yang lain tidak.

Peneliti menduga ada faktor lain yang menyebabkan hanya 6

kembar identik yang gagap. Hal ini menunjukkan bahwa

keturunan bukan satu-satunya faktor penyebab kegagapan

(Sa’diah, 2012).

b.

Faktor Perkembangan

Para ahli menduga adanya faktor perkembangan

bahasa dan bicara yang ikut berkontribusi seseorang menjadi

gagap. Para ahli secara umum mengatakan anak-anak yang

mengalami gagap memiliki skor kemampuan bahasa (kosa

kata, jumlah rata-rata kalimat yang baik dan ekpresif) yang

lebih rendah dari yang tidak mengalami gagap (Walter,

2010). Kegagapan biasanya muncul ketika bahasa dan

artikulasi berkembang dengan cepat. Si anak harus belajar

mengontrol mekanisme bicara yang semakin hari-semakin

(28)

mensinkronisasikan kemampuan bicaranya dengan gaya

bicara lingkungannya yang seakan-akan tidak sabar

mendesak si anak cepat besar. Selain itu, kemampuan

motorik

bicara

juga

mengimbangi

berkembangnya

kemampuan anak dari awalnya hanya 50 kata terus

berkembang hingga 250 kata, dari hanya suku kata, kata

hingga kalimat serta bercerita (Sa’diah, 2012).

c.

Perilaku yang Dipelajari

Di masa kanak-kanak baik laki-laki maupun

perempuan menemukan kegembiraan saat mengejek dan

meniru teman bermainnya yang gagap. Kemudian tertarik

mempraktekkan setiap hari ejekan yang menjadi kenikmatan

baginya. Imitasi adalah salah satu bentuk dari proses belajar.

Yang perlu dicatat bahwa imitasi sering tidak disadari. Anak

kecil mulai meniru temannya yang gagap tanpa mengetahui

bahwa ia terlibat dalam imitasi. Kenyataannya bahwa di alam

bawah sadar kegagapan berkembang tanpa ada sebab apa pun

dari orang tua. Imitasi adalah penyebab dasar ucapan yang

rusak. Kegagapan dapat menular melaui hal yang

mengesankan terutama di antara usia kanak-kanak yang

pemikirannya masih pada hal yang menarik baginya (Bogue,

(29)

d.

Emosi

Masa awal perkembangan, ketidakmatangan system

neuro pada otak memungkinkan adanya gangguan antara

sistem limbic, sistem pengaturan emosi dengan sistem yang

mengatur bahasa bicara anak. Ketika anak mengalami

peningkatan rangsangan emosi, kegagapan akan muncul

(Sa’diah, 2012). Selain itu, adanya trauma juga diasosiasikan

sebagai awal mula terjadinya kegagapan yang menimbulkan

peningkatan rangsangan emosi seperti ketakutan namun tidak

terdapat kerusakan otak yang menyebabkan bicara gagap

(Lavid, 2003). Ketika para orang tua dari anak yang

mengalami gagap ditanya kapan kira-kira anaknya mulai

terlihat gagap, mereka rata-rata menjawab ketika anaknya

berada pada emosi yang berlebihan (Sa’diah, 2012).

e.

Faktor Orang Tua

Penelitian yang dilakukan oleh Jhon Moccur (dalam

Sa’diah, 2012) menemukan bahwa ibu dari anak yang

mengalami gagap cenderung suka mengkritik, protektif, dan

lebih dominan dibandingkan dengan ibu dari anak yang tidak

mengalami gagap, sehingga ada dugaan bahwa orang tua

berpotensi membuat anak menjadi gagap. Menurut Johnson

(dalam Miller & Watson, 1992) anak-anak menjadi gagap

(30)

kecaman atau kritikan yang didapatkan secara langsung pada

masa kanak-kanak dari orang tuanya. Anak yang banyak

mendapatkan kritikan (Bogue, 2009) dan perlakuan yang

menyakitkan dari orang tua (Klompas & Ross, 2004) dapat

menyebabkan kegagapan.

f.

Kejadian Dalam Kehidupan

Adanya suatu kejadian dalam kehidupan seorang anak

bisa berpengaruh pada dua hal, yaitu kestabilan dan

keamanannya. Ketika kejadian ini terjadi kegagapan bisa saja

muncul atau yang tadinya ketidaklancarannya ringan

menjadi bertambah parah. Kejadian itu seperti kehilangan

sosok yang dekat atau dikasihi, perceraian orang tua (Sa’diah,

2012).

B.

TINJAUAN NEUROLOGIS BICARA

Berbicara dihasilkan melalui serangkain gerakan otot yang

terkoordinasi dengan tepat yang melibatkan respirasi (mekanisme

pernafasan), phonation (mekanisme suara), artikulasi (tenggorokan,

langit-langit, lidah, bibir, dan gigi) (Bogue, 2009 ; Parker & Parker, 2002).

Gerakan-gerakan otot ini terkoordinasi dan dikendalikan oleh otak serta dipantau

melalui indera pendengaran (Parker & Parker, 2002).

Lavid (2003) menyatakan bahwa pada bagian otak yaitu otak kiri

(31)

berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis, membuat alasan, serta

rencana. Bagian otak kiri terdiri dari bagian-bagian yang memiliki fungsi

masing-masing dalam proses bahasa seperti area Wernicke dan Broca. Area

Wernicke sebagai tempat kumpulan kata-kata untuk memberikan arti dari

impuls. Area Broca merupakan bagian dari otak yang berperan penting

sebagai pengerak dan pengontrol gerak perpindahan organ bicara untuk

melakukan gerakan fisik dalam membentuk formasi kata-kata.

Proses bahasa di otak diciptakan dalam sebuah sistem. Impuls bahasa

dari kedua

primary auditory

dikirim ke area Wernicke untuk diberikan arti

yang terletak di superior gyrus pada lobus temporal kiri. Setelah impuls

tersebut dipahami sebagai sesuatu yang memiliki arti, impuls tersebut di

hantarkan oleh jaringan saraf ke area Broca yang terletak di lobus frontal.

Area Broca menerima impuls bahasa tersebut kemudian diintegrasikan ke

primary motor cortex

untuk mengaktifkan dan mengontrol organ bicara

seperti larynx, bibir, dan lidah sesuai dengan impuls yang ingin diucapkan

(Lavid, 2003).

Pada saat berbicara otak mengaktifkan impuls ke salah satu atau

(32)

tertentu (Bogue, 2009). Contohnya, ketika satu kata yang ingin diucapkan

kembali adalah “buku” dan suara terdengar kata “buku”. Pertama, telinga

mendengar suara dan mengirim informasi melalui impuls saraf. Kemudian

impuls tersebut dikirim ke area Wernicke untuk diketahui sebagai sesuatu

yang memiliki arti sehingga orang memahami bahwa mereka harus

mengucapkan sebuah kata yang spesifik. Kemudian, impuls saraf yang telah

diasosiasikan dengan kata “buku” mengirim pesan tersebut ke area Broca. Di

area Broca kata yang telah dipahami kemudian secara spesifik

memerintahkan area

primary motor cortex

untuk mengatakan kata “buku”

(Lavid, 2003).

Sebelum berbicara, seseorang mengambil nafas dan perlahan-lahan

udara dihembuskan dari paru-paru melewati pita suara. Pita suara tertutup

dengan lembut yang menyebabkan munculnya getaran. Getaran tersebut

secara langsung dibawa ke trakea dan melewati tenggorokan kemudian

diarahkan ke mulut untuk menghasilkan suara. Langit-langit mulut, lidah,

rahang, dan bibir kemudian bergerak untuk modifikasi suara dalam

menghasilkan bunyi tertentu saat bicara (Parker & Parker, 2002). Dengan

kata lain kesesuaian kerja antara otak dan organ bicara menghasilkan bicara

yang sempurna (Bogue, 2009).

Pada orang yang gagap, dimana secara genetis tubuh telah terprogram

untuk melakukan reaksi melawan atau lari ketika menghadapi ancaman.

Program tersebut merupakan bagian dari otak yang diyakini menimbulkan

(33)

reaksi stres yang direkam oleh otak khususnya area amigdala (Lavid, 2003),

sistem syaraf secara otomatis bereaksi secara berlebihan pada kondisi tersebut

sehingga menggangu performansi gerakan yang benar (Harrison, 2008).

Rusaknya performance bicara diakibatkan oleh benang-benang fiber

yang ada di amigdala yang terhubung dengan

cortex audiotory

. Hal itu

dikarenakan amigdala memiliki peran penting dalam sistem limbik untuk

memproses emosi. Pada sistem limbik terjadi proses evaluasi dan merespon

semua informasi sensori yang masuk ke dalam sistem saraf pusat. Informasi

tersebut diintergarsikan dengan reaksi emosional yang dirasakan. Dalam

proses mengevaluasi dan merespon informasi tersebut sistem limbik

terhubung langsung dengan ingatan jangka pendek serta ingatan jangka

panjang yang ada di hipocampus terkait dengan ingatan pada kejadian

tersebut (Logan, 1999).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Freund, Salmelin,

Schmitz, dan Schnitzler (2000) menemukan bahwa pada orang gagap proses

bicaranya meliputi area Wernicke

organ bicara

area Broca. Hal tersebut

menunjukkan adanya ketidaksesuaian kerja antara otak dan organ bicara

menghasilkan bicara yang tidak sempurna. Selain itu, menurut Bogue (2009)

adanya kegagalan pada salah satu organ bicara tersebut dalam melakukan

tugasnya dapat mengakibatkan kecacatan bentuk pengucapan. Oleh karena

itu, dapat dipahami bahwa proses bicara merupakan salah satu hal yang rumit

tidak hanya melibatkan berbagai organ fisik tetapi juga proses mental yang

(34)

C.

PENGALAMAN KEHIDUPAN ORANG YANG GAGAP

Pengalaman merupakan sesuatu atau segala hal yang dialami,

dirasakan, dijalani, ditanggung, dan sebagainya dalam kehidupan seseorang

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011; Kriyanto, 2010). Selain itu,

pengalaman seseorang juga menggambarkan tentang pandangan hidup,

pemahaman, cita-cita, sikap, kebiasaan, harapan serta perasaan seseorang

terhadap sesuatu hal (Kriyantono, 2010). Pengalaman terbentuk karena

adanya kesadaran seseorang pada suatu kejadian (Polkinghorne, 2005).

Menurut Rogers (Awisol, 2004) seseorang berada dalam dunia

pengalaman yang terus menerus berubah (

phenomenal field)

dimana dia

menjadi titik pusatnya. Pengalaman adalah segala sesuatu yang berlangsung

di dalam diri individu pada saat tertentu, meliputi proses psikologik,

kesan-kesan sensorik, dan aktivitas-aktivitas motorik. Pengalaman seseorang dapat

dipahami dari bagaimana ia memandang realita secara subjektif sesuai dengan

persepsinya yang mungkin berbeda dengan fakta sebenarnya sehingga

menggerakkan tingkah laku. Persepsi subjektif seseorang juga mempengaruhi

intensitas emosi yang muncul sehingga emosi ikut berperan dalam

terbentukknya tingkah laku yang berarah dan bertujuan. Intensitas emosi

akan menyertai tingkah laku yang memiliki arah dan tujuan untuk

memuaskan kebutuhan yang dimiliki, seperti kebutuhan aktualisasi,

mempertahankan atau memperluas diri. Intensitas emosi yang dirasakan

tergantung dari pandangan subjektif seberapa penting tingkah laku itu dalam

(35)

Rogers (Awisol, 2004) mengungkapkan pengalaman yang terjadi

dalam kehidupan seseorang akan diproses oleh kesadaran. Sebagian dari

medan fenomenal secara berangsur mengalami deferensi terbentuknya

self.

Terbentuknya

self

sebagai kesadaran dan fungsi diri yang diperoleh dari

pengalaman di mana diri terlibat di dalamnya sebagai objek atau subjek. Jika

terjadi terjadi perbedaan besar antara struktur

self

dengan

ideal self,

orang

akan merasa tidak puas dan salahsuai.

Semakin banyak pengalaman yang

dianggap ancaman maka semakin kuat sikap untuk mempertahankan diri dari

ancaman. Ketika seseorang difensif dan mengingkari perasaannya sendiri, ia

cenderung iri dan benci pada orang lain sehingga dapat merusak hubungan

sosialnya.

Pengalaman kehidupan orang gagap berisi pemikiran bahwa betapa

malang hidupnya, hidupnya menderita karena gagap, dan teman-teman akan

mencelanya (Bogue, 2009). Ketika orang gagap mengalami celaan, hal itu

dapat menimbulkan sebuah krisis pada relasi sosialnya karena adanya

perbedaan diri dengan orang pada umumnya (Starkweather &

Givens-Ackerman, 1997). Pemikiran tersebut menimbulkan perasaan takut terhadap

lingkungannya. Oleh karena itu, orang gagap banyak melakukan

recall

mengenai keadaan yang mengingatkannya pada pengalaman kehidupan yang

tidak berdaya (Bogue, 2009). Orang gagap juga mengasosiasikan pengalaman

berbicara sebagai pengalaman yang mengandung emosi negatif yaitu

kecemasan (Blood, Blood, Bennett, Simpson, & Susman, 1994) dan

(36)

pengalaman emosional yang termafestasikan pada perilaku untuk terus

berhenti atau menahan bicara yang merupakan bentuk perilaku melarikan diri

dari dari ketidaknyamanan secara emosi ataupun pandangan terhadap diri

sendiri (Harrison, 2008).

Cara seseorang dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri

dengan perubahan, serta merespon situasi yang mengancam disebut

mekanisme coping stres (Keliat dalam Suliswati, 2005). Stuart dan Sundeen

(1995) membagi mekanisme coping stres menjadi dua yaitu, adaptif dan

maladaptif. Mekanisme coping stres adaptif adalah mekanisme yang

mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan.

Kategorinya terdiri dari berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah

secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas kontruktif

dengan menerima kecemasan sebagai tantangan yang harus diselesaikan.

Mekanisme coping stres maladaptif adalah mekanisme yang menghambat

fungsi integrasi, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan.

Kategorinya adalah makan atau tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar

dan melakukan aktivitas yang destruktif dengan melakukan pengelakan

terhadap solusi. Menurut Folkman dan Lazarus (Atkinson, Atkinson, Bem, &

Smith, 2010) proses yang digunakan seseorang untuk mengatasi masalah

terdiri dari dua bentuk utama yaitu, problem solving focused coping dan

emotion focused coping. Problem solving focused coping adalah seseorang

berfokus pada masalah atau situasi spesifik yang terjadi, sambil mencoba

(37)

focused coping adalah seseorng berfokus untuk menghilangkan emosi yang

berhubungan dengan situasi stres jika suatu masalah tidak dapat dikendalikan.

Mekanisme coping stres inilah yang diduga memberikan kontribusi yang

menimbulkan perbedaan isi pengalaman pada orang gagap.

Rogers (Awisol, 2004) mengungkapkan bahwa seseorang berfungsi

untuk memelihara konsistensi dari persepsi diri dan kongruen antara persepsi

self dengan pengalaman. Seseorang tidak mencari kepuasan dan menghindari

sakit, tetapi berusaha memelihara struktur self yang dimilikinya. Ia

mengembangkan sistem nilai, yang pusatnya adalah nilai dirinya. Ia

mengorganisir nilai-nilai dan fungsi-fungsi dirinya untuk memelihara sistem

selfnya.

Ketika seseorang mengamati dan menerima semua pengalaman

sensoriknya ke dalam sistem yang integral dan konsisten, maka dia akan lebih

mengerti dan menerima orang lain sebagai individu yang berbeda. Semakin

banyak seseorang mengamati dan menerima pengalaman sensorinya

kemungkinan terjadi revisi nilai-nilai semakin besar. Evaluasi dan perubahan

nilai ini tidak akan menimbulkan anarki sosial, karena didasarkan pada

kebutuhan yang sama, yaitu kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh orang

lain. Berkembangnya penerimaan positif dari diri (

self regerd

) bersamaan

dengan berkembangnya penerimaan positif dari orang lain. Ketika adanya

kesadaran memiliki konsep diri seseorang dapat mengembangkan

(38)

diakui lingkungan. Penerimaan diri positif mencakup perasaan kepercayaan

diri dan keberhagaan diri (Rogers dalam Awisol, 2004)

Menurut Harrison (2008) ketika orang gagap mengalami perubahan

positif yang lebih banyak dalam hidupnya, maka hal tersebut akan

menimbulkan sebuah sistem yang lebih positif dalam dirinya. Hal-hal itu

seperti pemikiran, perasaan, dan perilaku yang positif. Orang gagap akan

mengalami kesejahtraan emosi, sistem pertahanan diri yang mengarah pada

bentuk ekspresi kelancaran berbicara yang lebih baik.

D.

KERANGKA PENELITIAN

Setiap orang pasti memiliki pengalaman di sepanjang kehidupannya,

termasuk salah satunya adalah orang yang gagap dimana dirinya mengalami

sejumlah pengalaman yang terus menerus berubah. Pengalaman orang yang

gagap dapat dipahami dari bagaimana dia memandang realita secara subjektif

sesuai dengan persepsinya yang mungkin berbeda dengan fakta sebenarnya

sehingga menggerakkan tingkahlaku pada stimulus tertentu. Orang gagap

banyak melakukan

recall

mengenai keadaan yang mengingatkannya pada

pengalaman kehidupan yang tidak berdaya dan pengalaman emosional yang

termafestasikan pada perilaku untuk terus berhenti atau menahan bicara

sebagai bentuk perilaku melarikan diri dari ketidaknyamanan secara emosi

ataupun pandangan terhadap diri sendiri.

Pengalaman kehidupan orang yang gagap dapat meliputi pemikiran,

(39)

lingkungannya. Pemikiran-pemikiran baru bermunculan mengenai bagaimana

pengalaman kehidupan orang yang gagap dapat menjadi positif dan negatif?

Apa sajakah yang mempengaruhi sehingga isi pengalaman kehidupan itu

menjadi berbeda? Dan kemudian pengalaman-pengalaman tersebut

menimbulkan dampak yang seperti apa terhadap kehidupan orang yang

gagap. Melalui eksplorasi yang dilakukan dapat memberikan penjelasan,

pemahaman, dan pandangan baru mengenai pengalaman kehidupan orang

gagap dan dampak terhadap kehidupannya. Selain itu, terapis dapat

mempertimbangkan penggunaan terapi yang dapat digeneralisasikan kepada

orang gagap berdasarkan kemiripan pengalaman kehidupan yang dimilikinya

atau terapi khusus berdasarkan kompleksitas gangguan yang dialami. Terapis

juga dapat mengetahui mekanisme coping stres orang gagap agar mereka

dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

E.

PERTANYAAN PENELITIAN

Peneliti menyusun pertanyaan penelitian berdasarkan kerangka

penelitian. Penelitian disusun menjadi dua macam yaitu

central question

atau

pertanyaan utama dan

subquestion atau

pertanyaan kedua.

1.

Central Question

: Bagaimanakah pengalaman kehidupan orang

yang gagap baik positif maupun negatif serta bagaimana

dampaknya pada kehidupan orang yang gagap?

2.

Subquestion

adalah pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan

(40)

a.

Apa yang dipikirkan oleh seseorang yang gagap tentang

kegagapannya?

b.

Apa yang dirasakan oleh orang yang gagap saat akan

berbicara?

(41)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode fenomenologi deskriptif yang menyajikan penuturan

secara deskriptif dan terperinci terhadap fenomena yang diteliti dalam bentuk

eksplorasi, deskripsi, dan interpretasi atas pengalaman-pengalaman pribadi

serta sosial para subjek (Smith, 2009). Masing-masing fenomena bersifat unik

dan keunikan tersebut merupakan kualiatas yang paling penting (Basuki,

2006).

Fenomenologi deskriptif sebisa mungkin tetap selaras dengan

fenomena dan dengan konteks di mana fenomena itu muncul di dunia. Ini

berarti bahwa bila suatu fenomena khusus hendak dikaji, maka akan digali

suatu situasi di mana para individu mengalami sendiri pengalaman mereka

sehingga mereka bisa menggambarkannya seperti yang sebenarnya terjadi

dalam kehidupan mereka (Smith, 2009). Oleh karena itu, peneliti memilih

pendekatan tersebut untuk memahami pengalaman kehidupan pada orang

yang gagap sejak sebelum kegagapan itu mulai muncul hingga saat ini

dimana subjek telah mengalami gagap, hal-hal yang menyebabkan

pengalaman menjadi berbeda, dan dampak terhadap kehidupannya.

Pengalaman orang yang gagap dapat meliputi perasaan, prilaku, dan reaksi

(42)

B.

FOKUS PENELITIAN

Fokus penelitian ini terbagi menjadi dua. Pertama, berfokus pada

pengalaman orang yang gagap disepanjang kehidupannya baik sebelum gagap

maupun sesudah gagap. Kedua berfokus pada dampak pengalaman pada

kehidupannya.

C.

SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Ini dimaksudkan agar

peneliti menjadi lebih berkomitment dalam melakukan interpretasi yang

detail dan mendalam. Hal tersebut hanya mungkin terjadi dilakukan dalam

sampel yang kecil (Smith, 2008). Subjek dipilih menggunakan

Crterion

Sampling

yaitu cara penentuan subjek penelitian berdasarkan kriteria.

1.

Kreteria gagap diikuti oleh satu atau lebih kejadian di bawah ini

yaitu:

a.

Subjek mengalami gagap yang ditandai dengan pengulangan

suara atau suku kata atau kata.

b.

Subjek sering gugup atau adanya penghentian pada kata atau

kata-kata yang terputus-putus sehingga menganggu irama

alur bicara.

c.

Kondisi kegagapan disertai gerakan pada wajah dan atau

bagian tubuh lainnya yang bersamaan waktu dengan

(43)

d.

Tidak ditemukan adanya gangguan neurologis organ bicara

subjek berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ahli syaraf. Hal

ini dilakukan untuk memastikan bahwa kegagapan yang

dialami oleh subjek tidak dikarenakan oleh adanya gangguan

neurologis.

2.

Kriteria positif

a.

Persepsi diri kongruen antara persepsi self dengan

pengalaman.

b.

Adanya penerimaan pada pengalaman sehingga terjadi

evaluasi dan perubahan.

c.

Mengalami kesejahteran emosi.

d.

Adanya pertahanan diri yang mengarah pada bentuk ekspresi

kelancaran berbicara yang lebih baik.

3.

Kriteria negatif

a.

Difensif.

b.

Adanya pandangan subjektif terhadap hidup yang tidak

berdaya seperti hidup yang malang dan hidup yang

menderita.

c.

Adanya perbedaan besar antara struktur

self

dengan

ideal self.

d.

Adanya perasaan takut dan cemas terhadap lingkungan.

e.

Adanya perilaku yang kuat untuk melarikan diri dari

(44)

D.

METODE ANALISIS DATA

Penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi deskriptif yang

bertujuan menjelaskan situasi yang dialami oleh subjek dalam kehidupan

sehari-hari dengan menangkap sedekat mungkin bagaimana fenomena itu

dialami dalam konteks terjadinya pengalaman itu. Ada 4 langkah pokok yang

dilakukan ketika akan melakukan analisis data (Smith, 2009), yaitu:

1.

Membaca keseluruhan deskripsi subjek yang dibuat secara

eksplisit dengan demikian dapat diketahui pemahaman secara

global mengenai deskripsi tersebut (data dikumpulkan dari sudut

pandang sehari-hari).

2.

Penyusunan atau pembuatan bagian-bagian deskripsi. Penyusunan

bagian-bagian ini akan membantu mengklarifikasi

masalah-masalah yang tersembunyi dengan menggunakan tolak ukur

transisi makna untuk menyusun bagian-bagiannya. Secara

oprasional, satuan-satuan makna (

meaning units

) dibentuk

melalui pembacaan ulang yang teliti atas deskripsi tersebut, dan

setiap kali peneliti merasakan adanya satu transisi makna, maka

peneliti memberikan tanda garis miring di dalam teks.

3.

Transformasi makna berdasarkan data deskriptif menjadi makna

psikologi.

Prosesnya

terdiri

dari

mengeksplisitkan

dan

megeneralisasi hal-hal yang tersirat menjadi tersurat agar analisis

(45)

4.

Menangkap struktur makna yang diperoleh dengan melakukan

transformasi atas satuan-satuan makna untuk menentukan unsur

mana yang memiliki nilai khusus dalam penuturan

pengalaman-pengalaman tersebut. Nilai khusus mengandung arti bahwa

struktur yang diperoleh hanya bersifat general terkait dengan

konteksnya.

E.

METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data adalah wawancara semi-terstruktur.

Metode ini memungkinkan peneliti dan subjek terlibat dalam sebuah dialog,

sehingga terjadi proses ekplorasi secara mendalam. Selain itu, memungkinkan

peneliti untuk fleksibel dalam mengembangkan pertanyaan berdasarkan

respon yang diberikan oleh subjek. Sebelum melakukan wawancara, peneliti

menyusun hal-hal yang ingin dieksplorasi berdasarkan fokus penelitian.

Pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka dan tidak mengarahkan subjek

pada jawaban tertentu.

Tabel. Panduan Wawancara

No.

Hal-hal yang dieksplorasi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Bisakah Anda menceritakan pengalaman sebelum Anda gagap?

Bagaimana relasi Anda dengan orang tua, guru, saudara, teman, dll

sebelum ataupun sesudah mengalami gagap?

Kapan Anda menyadari bahwa Anda gagap?

Apa yang Anda pikirkan mengenai kegagapan Anda?

Apa yang Anda rasakan ketika Anda bicara gagap?

Bagaimana perilaku Anda ketika Anda bicara gagap?

Bagaimana Anda menjalani kehidupan sebagai orang yang gagap

(sikap, kebiasaan, dll)?

(46)

9.

Apa saja dampak yang Anda rasakan atau alami dalam kehidupan

Anda?

F.

PROSES PENGUMPULAN DATA

Proses pengumpulan data diawali dengan peneliti mencari orang yang

gagap dengan cara menghubungi kerabat yang memiliki kenalan orang gagap

untuk membantu peneliti dalam berkenalan dengan subjek. Peneliti

menghubungi subjek dan mengatur waktu untuk bertemu sekaligus

membanggun

rapport.

Saat bertemu dengan subjek, peneliti menjelaskan

maksud serta tujuan peneliti secara jelas dan mempersilahkan subjek untuk

bertanya bila ada yang kurang jelas berhubungan dengan penelitian. Setelah

itu, peneliti memastikan kesedian subjek untuk terlibat dalam penelitian ini.

Ketika subjek bersedia, subjek kemudian melakukan pemeriksaan neurologis

yang dilakukan oleh dokter ahli syaraf dengan tujuan untuk memastikan serta

mendapatkan hasil pemeriksaan bahwa kegagapan yang dialami subjek bukan

disebabkan oleh gangguan neurologi.

Ketika hasilnya telah diketahui bahwa subjek tidak memiliki

gangguan neurologis, barulah peneliti memberikan

informed concent

kepada

subjek sebagai lembar persetujuan untuk terlibat dalam penelitian ini. Setelah

itu, peneliti melakukan kesepakan bersama subjek untuk menentukan waktu

wawancara.

Peneliti membatasi waktu setiap wawancara yang dilakukan.

Wawancara dilakukan kurang lebih selama 45 menit tetapi waktu lamanya

(47)

untuk memberikan kesempatan kepada partispan untuk bercerita sebanyak

yang diinginkannya sehingga proses eksplorasi dapat dilakukan dengan baik.

Dokumentasi wawancara dilakukan menggunakan

digital recorder.

Hasil wawancara kemudian ditranskrip secara verbatim agar menjadi

dokumentasi tertulis sesuai dengan yang dikatakan subjek. Hasil transkrip

diberikan kembali kepada subjek untuk dikoreksi apakah sesuai dengan yang

dialami subjek. Langkah selanjutnya peneliti melakukan analisis pada

transkrip hingga ditemukan makna-makna psikologis pada pengalaman

subjek. Hasil analisis dari transrip verbatim juga digunakan peneliti untuk

menentukan kreteria subjek apakah subjek masuk dalam kreteria positif atau

negatif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

G.

KREDIBILITAS PENELITIAN

Validitas penelitian kualitatif menggunakan validitas

participant

feedback.

Menurut Silverman (Smith, 2008) validitas didapatkan dengan cara

bertanya pada subjek untuk mengomentari hasil analisis. Hal ini sebagai cara

untuk memberikan kesempatan pada subjek untuk mengungkapkan

pandangannya (Smith, 2008). Peneliti terlebih dahulu melakukan analisis

terhadap data hasil wawancara subjek kemudian hasil analisis tersebut

ditunjukkan kepada subjek untuk memberikan pendapat mengenai hasil

analisis. Selain itu, peneliti juga menggunakan validitas

paper trail

sebagai

dasar untuk melengkapi data dengan sebuah deskripsi yang dikembangkan

(48)

sebagai sebuah alasan dibalik keputusan analitik. Data tersebut tidak untuk

dipublikasikan tetapi untuk melengkapi dan sebagai dokumen hasil penelitian

yang dilakukan penuh dengan kehati-hatian dan profesionalisme (Smith,

(49)

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

PELAKSANAAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan subjek, dokter menyatakan bahwa

subjek tidak memiliki gangguan saraf. Setelah itu, barulah peneliti

memberikan

informed consent

kepada subjek sebagai lembar persetujuan

untuk terlibat dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan kurang lebih

selama 2 bulan sejak Juli – September 2013 untuk melakukan wawancara

semi terstruktur pada seluruh subjek.

Dalam pelaksanaannya, satu dari empat subjek berhenti menjadi

subjek penelitian. Subjek menolak untuk mengingat kembali pengalaman dan

perasaannya yang menyakitkan di masa lalu. Peneliti menghargai keputusan

subjek sehingga penelitian dilanjutkan hanya pada ketiga subjek.

Peneliti membatasi waktu setiap wawancara yang dilakukan.

Wawancara dilakukan kurang lebih selama 45 menit tetapi waktu lamanya

wawancara dapat bersifat fleksibel. Dokumentasi wawancara dilakukan

menggunakan

digital recorder.

B.

HASIL PENELITIAN

Setelah melakukan analisis pada transkrip dan menemukan

(50)

pengalaman masing-masing subjek secara naratif. Berikut ini adalah

rangkuman hasil penelitian dan struktur dasar pengalaman subjek.

Tabel. Karakteristik Gagap Subjek

Karakteristik

Sora

Gd

Cip

Tidak mengalami gangguan

neurologis

Pengulangan kata/suku kata

Penghentian/kata-kata

terputus-putus

Adanya gerakan pada wajah

dan atau bagian tubuh lainnya

bersamaan saat gagap

1.

Subjek 1

a.

Profil

Sora adalah seorang laki-laki berusia 21 tahun dan beragama

Islam. Sora memiliki tubuh yang kurus dan berkulit kuning langsat.

Sora anak ketiga dari 4 bersaudara. Ayah Sora adalah seorang guru

SMP dan ibunya memiliki sebuah toko kelontong di depan rumah.

Kakak pertama Sora adalah perempuan, tidak pernah mengalami

gagap, dan kini telah menikah. Kakak kedua Sora adalah laki-laki

yang juga pernah mengalami gagap saat kanak-kanak namun kini

gagapnya hilang, dan telah bekerja. Adik Sora adalah laki-laki, ia

masih bersekolah di sekolah dasar dan tidak mengalami gagap.

Sora saat ini kuliah di salah satu perguruan tinggi di

Yogyakarta. Sora berasal dari daerah Kebumen dan di Yogyakarta

Gambar

Tabel. Panduan Wawancara
Tabel. Karakteristik Gagap Subjek
gambar pakek  pulpen aja.” (3)
gambar. Rahang kaku  lagi. Aku gak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat