1
Makalah Mengenai Keberadaan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
Dalam Ketatanegaraan Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, dimana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di parlemen, awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia, UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan” dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.”
Perkembangan pemikiran-pemikiran bermunculan pada pembahasan amandemen UUD 1945 pada 1999-2002. Perubahan pertama UUD 1945 disahkan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang berlangsung pada tanggal 14-21 Oktober 1999 dan perubahan kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR yang berlangsung pada tanggal 7-18 Agustus 2000. Setelah perubahan kedua tersebut, MPR masih memandang perlu untuk melanjutkan ke perubahan ketiga UUD 1945. Dalam perubahan ketiga inilah muncul gagasan untuk membentuk parlemen yang menganut sistem bikameral, yang kemudian melahirkan secara legal formal DPD yang ada sekarang.
2
Keluhan yang semakin menumpuk tentang ketimpangan alokasi sumber daya antara pusat dan daerah serta antardaerah, tidak bisa lagi dikesampingkan. Beberapa daerah bahkan berkeinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sementara beberapa daerah yang lain menuntut peningkatan efisiensi publik di daerah, peningkatan percepatan pembangunan, dan penciptaan cara berpemerintahan yang baik (good governance)
Hasil pembahasan amandemen di MPR RI mengenai pola baru desentralisasi terwujud dalam pembentukan lembaga baru khusus untuk perwakilan daerah pada tahun 2001. Lembaga ini dikenal dengan nama DPD RI, dengan berdirinya lembaga baru ini sejalan dengan tuntutan demokrasi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas dan meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional. Serta memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan tersebut maka lembaga baru ini oleh MPR RI ditetapkan melalui amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001. Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral (satu kamar) menjadi sistem bikameral (dua kamar).
Dengan perubahan kedudukan lembaga di legislatif ini, MPR RI tidak dapat lagi disebut lembaga tertinggi negara dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, melainkan sederajat dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Sekarang di lembaga legislatif terdapat 3 lembaga, yaitu DPR RI, DPD RI dan MPR RI, masing-masing lembaga legislatif tersebut memiliki tugas dan wewenang tersendiri. Kedudukan DPD RI merupakan unsur perwakilan daerah, sementara DPR RI merupakan unsur perwakilan partai-partai politik. Jika DPR RI dan DPD RI digabungkan, keduanya membentuk keanggotaan MPR RI. Fungsi dan wewenang MPR RI adalah untuk mengubah UUD 1945, melantik Presiden dan Wakil Presiden atau memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden jika terbukti melakukan tindak pidana berat atau melakukan perbuatan tercela.1
3
Dengan lahirnya DPD ini tentu muncul harapan besar untuk dapat memperjuangakan kepentingan-kepentingan daerah guna membangun dan mengembangkan daerahnya.2
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu referensi mata kuliah Hukum Tata Negara dalam materi ‘Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Ketatanegaraan Indonesia’ dalam konteks perkuliahan, pengajaran dan pendidikan matakuliah Hukum Tata Negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa peran Dewan Perwakilan Daerah dalam ketatanegaraan di Indoensia? 2. Mengapa keberadaaan Dewan Perwakilan Daerah diperlukan dalam
parlemen?
3. Apa Dewan Pewakilan Daerah perlu dipertahankan keberadaannya?
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Dewan Perwakilan Daerah dalam Ketetanegaraan
Indonesia
Apa yang terlintas ketika ditanya tentang tugas DPD-RI? Mengatur pemekaran daerah? Mengelolanya? Hingga saat ini belum banyak yang tahu tentang peran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Masyarakat cenderung menyamaratakan tugas DPD-RI dengan Pemda atau DPR padahal sebenarnya, DPD-RI punya peran inti dalam melahirkan Undang-undang, khususnya terkait aturan otonomi daerah.3
Dalam UUD 1945 amandemen ketiga disebutkan pada pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa DPD dapat :
1. Mengajukan kepada DPR dan membahas dengan DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah,
2. Memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Dilihat dari pasal 22D UUD 1945 tersebut, DPD tidak mempunyai kewenangan memutuskan undang-undang yang diajukan dan dibahas oleh DPD
5
dengan DPR pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kewenangan DPD, dimana dalam memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan bidang kewenangan DPD masih berada di ranah DPR. Setelah undang-undang yang berkaitan dengan bidang DPD disetujui oleh DPR, DPD hanya cukup melakukan pengawasan, khusus dalam bidang yang berkaitan dengan DPD yang disebutkan tadi. DPD juga diberikan pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Oleh karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR di bidang legislasi, atau disebut sebagai co-legislator. Dalam hal ini, DPD hanya dapat lebih berkonsentrasi di bidang pengawasan, sehingga keberadaannya dapat dirasakan efektifitasnya oleh masyarakat di daerah-daerah.4
Selain diatur dalam amandemen ketiga UUD 1945, fungsi dan kedudukan DPD juga diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 ini menjelaskan bahwa fungsi DPD (Pasal 248 UU No.17 Tahun 2014), yaitu :
a. pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;
b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta
d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
6
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Selain fungsi, DPD mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam pasal 249 UU No.17 Tahun 2014, fungsi DPD yang telah disebutkan juga merupakan tugas dan wewenang DPD, selain fungsi itu, tugas dan wewenang DPD yang di sebutkan pada pasal 249 yaitu :
a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN;
7
h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; i. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.5
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya secara kelembagaan DPD bukan sepenuhnya sebagai lembaga legislatif. Keberadaannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR, meskipun terkait dengan kekuasaan legislatif, khususnya berkenaan dengan rancangan undang-undang tertentu, tetapi fungsinya tidak disebut sebagai fungsi legislatif.6
2.2 Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah dalam Parlemen
Kelahiran DPD RI dimaknai sebagai optimalisasi lembaga perwakilan Indonesia. Kebutuhan sistem parlemen dua kamar menjadi urgent mengingat perlunya jaminan mekanisme check and balances dalam lembaga perwakilan itu sendiri. R. Hogue dan Martin Harrop berpendapat “Pembenaran yang paling utama kenapa perlu ada dua kamar dalam satu rumah (parlemen) adalah pertama, menegaskan perbedaan kepentingan dalam masyarakat dan kedua untuk memastikan adanya mekanisme check and balance dalam cabang kekuasaan legislatif.”
Dalam kenyataannya, wewenang yang dimiliki oleh DPD sangat terbatas, DPD tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Fungsi dan kewenangan itu tidaklah berjalan efektif sesuai dengan semangat awal pendiriannya. Dalam hal pengajuan rancangan undang-undang tertentu misalnya, gerak langkah DPD dalam fungsi legislasi amat bergantung pada itikad DPR apakah pengajuan itu dapat diteruskan atau atau hanya berhenti menjadi usulan semata. Hal itu dikarenakan
5 UU NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
6 Asshiddiqie, Jimly, Hubungan antar Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, bahan ceramah Diklatpim Tingkat I Angkatan XVII Lembaga Administrasi Negara
8
ketiadaan legitimasi yuridis DPD untuk menyusun rancangan undang-undang tertentu. Kalau pun ada, peran tersebut hanya berhenti sampai pada pengajuan rancangan undang-undang saja.
Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, kondisi serupa juga terjadi seperti halnya dalam menjalankan fungsi legislasi. Hasil kerja pengawasan DPD yang dilakukan melalui Panita Ad Hoc dan badan-badan lain di DPD tidak memiliki implikasi apa-apa sebab hasil pengawasan tersebut harus melalui mekanisme penyerahan kepada DPR RI. Oleh DPR, hasil kerja DPD itu hanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Fungsi pengawasan DPD tersebut hampir menjadi sia-sia sebab hasil kerja itu sebatas menjadi bahan masukan dan pertimbangan saja bagi DPR. Bila begitu, tak heran bila banyak kalangan menyebut DPD adalah staf ahlinya DPR.
Dalam fungsi pertimbangan, ketika pemilihan anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilaksanakan. Fungsi dan peran DPD tidak lebih dari sekedar pemberi masukan dan pertimbangan terkait penentuan siapa yang akan duduk menjadi anggota BPK.7
Sekali lagi dikatakan, bahwa DPD tidak mempunyai kewenangan memutuskan undang-undang yang diajukan dan dibahas oleh DPD dengan DPR pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kewenangan DPD, dimana dalam memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan bidang kewenangan DPD masih berada di ranah DPR. Oleh karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR di bidang legislasi, atau disebut sebagai co-legislator.8
2.3 Pertimbangan Perlu atau Tidaknya Dewan Perwakilan Daerah
Dengan kewenangan yang hampir-hampir tidak ada itu, wajar jika kemudian banyak pihak mengatakan bahwa keberadaan DPD tidak lebih dari sekedar staf ahli DPR yang bertugas memberi masukan dan pertimbangan belaka
7 Marzuki, Mansur. 2008. Yogyakarta. Jurnal Hukum Vol. 15 No. 1
9
tanpa implikasi politis apa-apa bagi kepentingan yang diwakilinya. Filosofi awal agar lembaga perwakilan daerah tersebut mampu berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif sangat sulit terwujud.
Kepentingan daerah yang diamanatkan di pundak DPD dalam prakteknya tidak diintegrasikan ke ranah pengambilan keputusan legislasi nasional. Dari situlah terlihat bagaimana DPD termarjinalkan secara politik dan konstitusional. Padahal kepentingan daerah semestinya diperjuangkan secara proporsional dengan memberikan peran yang legitimate dan memiliki implikasi yuridis konstitusional dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan nasional yang berimplikasi langsung terhadap daerah. Dengan kondisi yang demikian, DPD tidak lebih dari aksesori atau pelengkap penderita dalam politik keparlemenan di Indonesia.9
Belum lagi konflik internal dalam lembaga tersebut, dan semakin diperburuk dengan hijrahnya puluhan anggota DPD ke partai politik. Hal itu dianggap tak sesuai dengan tujuan utama pembentukan DPD sebagai perwakilan daerah yang tak berafiliasi dengan kepentingan partai-partai politik tertentu. Ini maik membuat kepercayaan publik makin tergerus pada lembaga tersebut. Dari dalam saja sudah tidak ada upaya untuk secara serius memberdayakan lembaga ini. Atau mereka sudah pasrah dengan keadaan?10
Lembaga ini diperkirakan akan makin terpuruk seiring dengan konflik internal di dalamnya. Masalah masa jabatan ketua apakah lima atau dua setengah tahun, bakal menghabiskan energi dewan ini daripada berfokus diri menunjukkan kinerjanya di mata seluruh bangsa. Tidak dapat dipungkiri akhirnya munculah ke permukaan wacana untuk membubarkan DPD.11 Ongkos politik yang mahal dan besarnya anggaran yang diperuntukkan bagi DPD akhirnya menjadi terbuang
9 Marzuki, Mansur. 2008. Yogyakarta. Jurnal Hukum Vol. 15 No. 1
10http://nasional.kompas.com/read/2017/03/19/16051141/masa.depan.dpd.dinilai.makin.meng khawatirkan.
11 http://business-law.binus.ac.id/2017/03/16/memberi-tafsir-tentang-penguatan-dewan-perwakilan-daerah/
10
percuma sebab eksistensinya bisa diungkapkan sebagai lembaga yang “datangnya tidak menambah, perginya tidak mengurangi”.
Bagaimanapun juga, agar DPD tidak menjadi lembaga yang sia-sia belaka keberadaannya maka diperlukan langkah-langkah pengutan untuk dapat mengubah eksistensi DPD RI dari lembaga sekedar “ada” itu menjadi lembaga yang benar-benar ada. Langkah-langkah strategis tersebut antara lain dapat dilakukan dengan membekali DPD RI dengan kewenangan legislasi yang efektif.12
Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah memiliki urgensi tinggi dalam sistem ketatatnegaraan Indonesia sehingga usulan pembubaran DPD RI merupakan sebuah kemunduran konstitusi. Saat ini terbatasnya kewenangan DPD RI menyebabkan kinerja lembaga tersebut tidak optimum. DPD mendapat porsi yang sangat kecil, maka dari itu perlu dikuatkan lagi peran lembaga tersebut. Berikut ini adalah perbedaan kewenangan antara DPR-RI dan MPR-RI:
Aspek Fungsional
Parlemen Bikameral di Indonesia
DPR
DPD
LEGISLASI
Pada Pasal 22 UUD 1945
atau pasal 71 UU No.27
tahun 2009 tentang
MPR,DPR,dan DPRD.
DPR RI Dapat
memutuskan
perundangundangan
melalui persetujuan
bersama dengan presiden
Tidak terdapat pasal
pada UUD 1945
mengenai kewenangan
DPD RI untuk dapat
memutuskan
perundangundangan
seperti halnya DPR RI.
Fungsi Legislasi DPD
hanya sekedar memberi
pertimbangan saja
11
MEKANISME
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
DALAM MPR
Pada forum MPR RI
jumlah anggota DPR RI
sendiri saja sudah
mencapai kuorum untuk
mengambil keputusan
jadi keputusan dapat
diambil dengan sebaran
suara yang mayoritas
anggota DPR RI. (Diatur
dalam UU No. 17 Tahun
2014 tentang MPR,DPR,
dan DPRD pasal 63)
Pada forum MPR RI
jumlah anggota DPD RI
tidak mencapai kuorum,
jadi keputusan dapat
diambil tanpa ada
sebaran suara yang adil
antara DPD RI dengan
DPR RI. (Diatur dalam
UU No. 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, dan
DPRD pasal 63
)
PENGANGGARAN Pasal 23 UUD 1945 ayat
3, DPR RI memberi
persetujuan terhadap
Rancangan APBN
berdasarkan usul Presiden
dan dapat menolak
rancangan tersebut.
Pasal 23 UUD 1945 ayat
2 hanya dapat memberi
pertimbangan kepada
DPR RI tetapi tidak
disertakan dalam
persetujuan penetapan
APBN
PENGAWASAN
Pasal 7B terkait usulan
Pemberhentian Presiden
dan atau Wakil Presiden
menjadi kewenangan
DPR RI. Pasal 22D UUD
1945 DPR RI memegang
peran penentu terhadap
hasil pengawasan DPD
RI untuk ditindaklanjuti
sebagai bahan
pertimbangan.
DPD sama sekali tidak
dilibatkan dalam proses
pemberhentian Presiden
dan atau Wakil Presiden.
Pasal 22D UUD 1945
DPD RI hanya memiliki
kewenangan fungsi
pengawasan yang
bersifat konsultatif
karena tidak dapat
langsung
mengajukannya kepada
presiden (harus melalui
12
NOMINASI
Pasal 23F UUD 1945, DPRmemiliki kewenangan untuk memilih anggota pejabat Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk akhirnya diresmikan oleh Presiden Dalam pasal-pasal
lainnya di UUD 1945 DPR memiliki kewenangan
untuk memilih atau setidaknya terlibat dalam pengangkatan pemimpin lembaga-lembaga negara lain.
Pasal 23F UUD 1945
DPD hanya memiliki
kewenangan untuk
mempertimbangkan
anggota pejabat BPK
untuk dijadikan bahan
pertimbangan oleh DPR
DPD hanya memiliki
kewenangan pada aspek
mengangkat anggota
pejabat BPK, itupun
dalam kapasitasnya
sebagai pemberi
pertimbangan saja
Yang harus diperkuat agar DPD menjadi lebih efektif yaitu pertama, di bidang legislasi DPD harus mempunyai kewenangan yang sama dengan DPR dalam membahas RUU. Tidak hanya memberikan pertimbangan dan usulan saja melainkan juga memberikan suara lolos tidaknya RUU yang dibahas tersebut.
Kedua, untuk menegakkan check and balances antara DPD dan DPR, DPD Anggota DPD dipilih berdasar keterwakilan daerah dan secara perseorangan. Sehingga kedua lembaga ini saling mengisi, mengimbangi dan menjaga.
Ketiga, dalam bidang pengawasan, kewenganan pengawasan DPD harus mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan DPR. Kemudian hasil pengawasan tersebut tidak hanya diserahkan kepada DPR RI tapi juga kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti.13
13
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai lembaga baru, keberadaan DPD RI secara yuridis konstitusional memang disejajarkan dengan lembaga-lembaga lain seperti DPR, MPR, Presiden, MA, MK, dan BPK. Namun kesejajaran dalam struktur ketatangeraan tersebut tidak dibarengi dengan kesejajaran dalam hal fungsi dan kewenangan. DPD adalah lembaga yang kewenangannya tidak saja 'dibonsai' tapi juga dimarjinalkan secara fungsional dan kelembagaan.
Dalam fungsi legislasi, DPD tidak bisa berbuat apa-apa sebab desain konstitusional Indonesia menegaskan bahwa yang memegang kekuasaan membentuk UU adalah DPR.
Dalam fungsi pengawasan, peran DPD juga tidak maksimal, hasil pengawasannya yang diberikan kepada DPR tidak ditindaklanjuti dan dijadikan bahan pertimbangan oleh DPR.14
Jadi saat ini pilihannya ada dua, perkuat peran DPD dan kembali perjuangkan daerah, atau 'bubarkan DPD' dengan memperkuat unikameral DPR RI.15
14 Marzuki, Mansur. 2008. Yogyakarta. Jurnal Hukum Vol. 15 No. 1
15 http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/08/oo2xwd354-pengamat-dpd-harus-kembali-ke-khittah-kalau-tidak-bubarkan
14
DAFTAR PUSTAKA
http://abdhanaffandirdja.blogspot.co.id/2009/10/dpd-ri-dalam-sistem-ketatanegaraan.html http://yasinalarif.blogspot.co.id/2014/02/penguatan-fungsi-dpd-sebagai-upaya.html http://www.kompasiana.com/kompasiana/blogcompetition-saatnya-dpd-ri-didengar.html http://nasional.kompas.com/read/2017/03/19/16051141/masa.depan.dpd.dinilai.m akin.mengkhawatirkan. http://business-law.binus.ac.id/2017/03/16/memberi-tafsir-tentang-penguatan-dewan-perwakilan-daerah/ http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/08/oo2xwd354-pengamat-dpd-harus-kembali-ke-khittah-kalau-tidak-bubarkanMarzuki, Mansur. 2008. Yogyakarta. Jurnal Hukum Vol. 15 No. 1
Rondonuwu, Patrice. 2016. Teori Hukum. Jakarta. Nagakusuma Media Kreatif. UU NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
www.dpd.go.id www.dpr.go.id