I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian
nasional melalui penyerapan lapangan kerja, penghasil devisa dari sektor
non migas, penyediaan kebutuhan pokok pangan dan bahan baku bagi
industri. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran strategis
adalah komoditas teh. Teh (Camelia sinensis) merupakan salah satu
minuman penyegar yang dikonsumsi secara global. Teh terkenal sebagai
minuman yang menyegarkan serta dikonsumsi oleh hampir semua
kalangan.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh yang
dikenal secara luas. Industri teh Indonesia diperkirakan menyerap sekitar
300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa. Secara nasional,
industri teh menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp. 1,2
trilliun (0,3% dari total PDB non migas) dan menyumbang devisa bersih
sekitar 110 juta dollar AS per tahun (Suprihatini, 2005).
Indonesia merupakan negara produsen teh curah ke enam
terbesar di dunia setelah India, Cina, Kenya, Srilangka dan Turki. Pada
tahun 2004 total produksi teh Indonesia mencapai 170.000 ton atau 5,3%
dari total produksi teh dunia yang mencapai 3.218.000 ton (FAO, 2005).
Sekitar 65% produksi teh Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor dimana
94% dari volume ekspor teh masih dalam bentuk teh curah. Dalam jangka
olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah lebih besar bagi
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu pengembangan agroindustri
mutlak diperlukan.
Sementara itu, konsumsi teh hitam domestik Indonesia pada tahun
2003 mencapai 48.000 metrik dengan tingkat pertumbuhan dari tahun
1993 hingga 2003 mencapai 13,6% (FAO, 2005). Pada periode yang
sama, konsumsi teh hijau mencapai 14.000 metrik dengan tingkat
pertumbuhan 1,0%. Konsumsi teh domestik diharapkan terus meningkat
seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan
melalui edukasi pasar oleh perusahaan pengemas teh (packer).
Produk teh yang banyak tersedia di pasaran adalah produk teh
yang dijual dalam bentuk teh kantung (tea bag) dan teh awur (teh lepas).
Teh kantung adalah teh yang dimasukkan ke dalam kantung kertas yang
cara penyajiannya dilakukan dengan cara menyeduh kantung teh tersebut
sehingga air meresap melalui pori-pori kantung sedangkan ampas teh
tetap tinggal di dalam kantung. Sedangkan teh awur merupakan teh lepas
yang cara penyajiannya juga diseduh tetapi tanpa meninggalkan ampas di
wadah teh tersebut.
Berkembangnya cara dan pola hidup yang serba praktis
menyebabkan proses pengemasan teh semakin hari semakin dituntut
untuk mengikuti keinginan konsumen akan teh yang siap saji tanpa harus
kehilangan rasa asli dari teh tersebut. Oleh karenanya, proses
pengemasan teh itu sendiri menjadi proses yang penting disamping
produk teh dengan sendirinya akan mempengaruhi rasa dan aroma dari
teh. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya teh merupakan komoditi
yang sangat mudah menyerap bau-bauan sehingga penanganan komoditi
teh ini sendiri menjadi sangat penting untuk diperhatikan demi
menghindari adanya keluhan dari konsumen. Proses pengemasan dan
penyimpanan teh merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan
kadar air dari teh tersebut agar dapat dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lebih panjang.
Saat ini industri teh domestik dipenuhi oleh 50 perusahaan
(packers), 32 diantaranya perusahaan yang mengemas jenis teh wangi
dan sisanya adalah pengemas jenis teh hitam dan teh hijau dengan skala
usaha mulai dari skala nasional hingga industri rumah tangga (Surjadi et
al, 2002). Setiap packer mempunyai karakter produk tersendiri yang
ditandai dengan merk, jenis teh, mutu, maupun segmen pasarnya. Salah
satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi-pengemasan
(producer-packer) teh adalah PT. Sari Wangi Agricultural Estate Agency.
Perusahaan tersebut memproduksi dan mengemas teh untuk pasar dalam
dan luar negeri.
Banyaknya perusahaan baru yang muncul dalam industri semakin
memperketat persaingan. Salah satu cara untuk dapat bertahan dan
memenangkan persaingan adalah dengan mempertahankan dan
meningkatkan mutu produk untuk dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Menurut Melvin T Copeland dalam Surjadi et al (2002) salah satu faktor
adalah ketergantungan konsumen terhadap mutu produk (dependability in
quality). Di lain pihak, perusahaan juga dituntut untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas produksi sehingga dapat dihasilkan produk
dengan hasil produksi yang tinggi, mutu produk yang baik dan biaya
produksi yang rendah.
Menurut Sugiyanto dalam Sukarno (2004), tiga kata kunci untuk
mempertahankan persaingan global adalah efektivitas, produktivitas dan
mutu. Perhatian kepada mutu akan memberikan dampak positif kepada
perusahaan melalui dampak kepada biaya produksi dan pendapatan.
Proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk
berkualitas yang bebas dari kerusakan yang berarti terhindar dari
pemborosan (waste) dan inefisiensi sehingga membuat harga produk
menjadi lebih kompetitif. Peningkatan pendapatan terjadi melalui
peningkatan penjualan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif
(Gaspersz, 2005).
Dalam penelitian ini dibahas mengenai perbaikan mutu di PT. Sari
Wangi AEA dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi
dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
PT. Sari Wangi Agricultural Estate Agency didirikan pada tahun
1964. Perusahaan tersebut memproduksi dan mengemas teh untuk pasar
dalam dan luar negeri. Pada tahun 1995, PT.Sari Wangi AEA
Wangi dibeli oleh PT. Unilever Tbk dan kegiatan produksi sepenuhnya di
bawah manajemen PT. Unilever Tbk. Pada tahun 2000, kontrak tersebut
berakhir dan manajemen produksi kembali diambil alih oleh manajemen
PT. Sari Wangi AEA. Sejak tahun 2000, PT. Sari Wangi AEA menjadi
pengemas (packer) bagi PT. Unilever Tbk untuk 16 produk teh yang akan
dipasarkan ke pasar dalam dan luar negeri.
Pengawasan mutu di PT. Sari Wangi AEA dalam menjaga kualitas
mutu di lapangan dilakukan oleh Quality Control. Perusahaan tersebut
telah mendapatkan sertifikasi HACCP (Hazard Analytical Critical Control
Point) yaitu sistem pengendali mutu dalam industri pangan pada tahun
2004 dan ISO (International Organization for Standarization) 9001 (2000)
pada tahun 2005. Pengawasan mutu HACCP dan ISO menjadi
persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menembus pasar dunia.
PT. Unilever Tbk sebagai pelanggan PT. Sari Wangi AEA
menetapkan persyaratan mutu yang ketat serta menetapkan standar
kehilangan (loss) bahan baku pada proses produksi yang dapat ditolerir.
Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan, maka PT Sari
Wangi AEA harus membayar denda kepada PT. Unilever Tbk. Pada
kuartal pertama tahun 2006, kehilangan bahan baku pada proses produksi
(loss process) PT Sari Wangi AEA masih berada di bawah standar yang
diinginkan. Tabel 1 menggambarkan loss bahan baku yang melebihi
standar yang ditetapkan hingga bulan Mei tahun 2006. Terdapat lima item
bahan baku yang melebihi standar yaitu teh, benang (thread), fiberites,
Tabel 1. Data Loss Produksi PT Sariwangi AEA yang Melebihi Standar
Januari Februari Maret April Mei
teh 29.792.278 34.934.748 43.772.706 29.966.747 34.337.707 172.804.186 2,3 1,42 thread 1.844.250 4.512.850 801.552 4.847.413 408.478 12.414.543 3,05 1,8 fiberites -138.188 -196.203 270.543 429.343 517.988 883.483 0,3 0,2 plastic bag 1.662.396 2.141.938 2.192.191 420.189 1.838.289 8.255.003 1,49 0,5 tape 1.233.279 568.496 480.184 825.693 438.407 3.546.059 17,94 7
% Standar Material
Nilai Loss (Rp)
Total % Loss
Sumber : Divisi Produksi, PT Sariwangi AEA, 2006
Selain kelima bahan baku tersebut diatas yang melebihi standar,
terdapat bahan baku lainnya yang juga mengalami loss walaupun masih
dalam standar yang ditetapkan. Namun demikian, setiap loss yang terjadi
baik memenuhi standar ataupun tidak tetap akan merugikan perusahaan
karena akan berimbas kepada biaya produksi. Oleh karena itu perlu
dilakukan kontrol dan perbaikan mutu dibagian proses produksi mulai dari
penerimaan bahan baku sampai menjadi produk jadi untuk
meminimumkan loss process dan mengoptimalkan penggunaan bahan
baku pada proses produksi. Pemenuhan standar loss process berarti akan
meningkatkan keuntungan perusahaan karena terhindar dari denda
sekaligus meningkatkan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses produksi pengemasan teh pada PT Sariwangi
AEA?
2. Bagaimana loss process yang terjadi pada proses produksi?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pemborosan (loss
4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya loss
process pada proses produksi?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan sejumlah permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis proses produksi pengemasan teh di PT Sariwangi AEA.
2. Mengidentifikasi jenis loss process yang terjadi pada proses produksi.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya loss process pada
proses produksi.
4. Memberikan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk mengurangi loss process yang terjadi.
MANFAAT DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
bahan pertimbangan bagi manajemen PT. Sari Wangi AEA dalam
melakukan perbaikan mutu dengan mengurangi loss process sehingga
dapat meningkatkan efisiensi perusahaan. Penelitian ini dilakukan di PT.
Sari Wangi AEA, pabrik Citeureup, untuk proses pengemasan (packaging)
teh bagi PT. Unilever Tbk. Analisis yang dilakukan dibatasi pada
identifikasi faktor-faktor penyebab loss process dan alternatif solusi untuk