• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO DAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIPERDAGANGKAN PADA WARUNG BAKSO DI KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO DAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIPERDAGANGKAN PADA WARUNG BAKSO DI KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO TAHUN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN PERILAKU PEDAGANG BAKSO DAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO YANG DIPERDAGANGKAN PADA WARUNG BAKSO DI KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO TAHUN 2016

Diana Putri Octaviana*, Odi R. Pinontoan*, Grace D. Kandou*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Bakso berformalin masih banyak diperdagangkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, jenis bahan tambahan pangan golongan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan antara lain adalah formalin. Larangan formalin pada bakso dikarenakan dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan, diantaranya keracunan, muntah-muntah, iritasi lambung, kerusakan ginjal, kanker dan kematian. Keberadaan formalin pada bakso terkait dengan faktor Pengetahuan, sikap, dan tindakan pedagang bakso. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari pengetahuan, sikap, tindakan pedagang bakso dan ada tidaknya kandungan formalin pada bakso yang diperdagangkan di Kecamatan Tuminting Kota Manado. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 pedagang bakso. Pengumpulan data dilakukan melalui Pemeriksaan kandungan formalin pada bakso secara kualitatif dengan uji khromotropik dan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 56,67% pedagang bakso berpengetahuan baik dan 50% bersikap positif. Pemeriksaan laboratorium melalui uji Khromotropik di Balai Riset dan Standardisasi Industry Manado, terdapat 21 sampel bakso positif mengandung formalin dilihat dari adanya perubahan warna menjadi merah keunguan. Dari 30 responden pedagang bakso sebanyak 56,67% berpengetahuan baik dan 50% bersikap positif. Dari 30 sampel yang dilakukan pemeriksaan terdapat 21 sampel warung bakso (70%) positif mengandung formalin.

Kata Kunci: Bakso, Formalin, Pengetahuan, Sikap, Tindakan

ABSTRACT

Formalin meatballs are still many trading lately. Based on the regulation of the Ministry of Health of Indonesia Number 033 in 2012, type of food additional preservatives which are banned such a formalin. The prohibition in meatball is based on the fact that it can cause some health effects, such as poisoning, vomiting, inflaming, gastric irritation, kidney damaging, cancer and even death. The formalin in a meatballs is related with some factors, such as knowledge, attitude and behavior of meatball traders and to determine whether there is formalin in the meatballs content traded on meatball stall in the District Tuminting Manado City. This study is a descriptive survey. Population and sample in this study were 30 traders meatballs . Data collected through examination of the content of formaldehyde in the meatballs usly qualitative khromotropik test and questionnaire interviews. The knowledge of 30 respondens 56.67 % of traders meatballs have good knowledge and 50 % positive manaer. Laboratory tests with test Khromotropik in Research and Standardization Industry Manado, showing that 21 positive samples containing formalin meatballs seen from the change in color to red to purple . There is 56,62% respondent have a good knowledge and 50% have positive manner and then 21 samples positive contentain formalin.

(2)

2

PENDAHULUAN

Makanan bukan hanya sekedar

memasukkan makanan ke dalam saluran pencernaan, namun hal terpenting dalam menerapkan makan sesuai gizi seimbang haruslah diawali dengan persyaratan utama apakah pangan yang dikonsumsi aman, bermutu dan bergizi bagi kesehatan. Keamanan makanan sangat perlu untuk setiap orang demi terhindar dari berbagai masalah kesehatan yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Bakso merupakan bola daging hasil campuran tepung tapioka dan daging. Daging adalah salah satu makanan faforit yang digemari oleh masyarakat Indonesia karena harganya yang relatif murah, enak dan mudah ditemui dimana-mana. Banyaknya peminat bakso membuat para pedagang menggunakan bahan tambahan pangan mulai dari yang alami hingga bahan kimia yang dilarang penggunaannya seperti formalin untuk dicampurkan kedalam bahan bakso buatannya. Hal ini bertujuan untuk mencegah bakso menjadi cepat rusak dan cepat basi, serta membuat tampilan bakso terlihat lebih menarik untuk dikonsumsi.

Harganya yang jauh lebih murah dibandingkan pengawet lainnya serta mudah digunakan mengakibatkan formalin banyak digunakan oleh pedagang untuk mengawetkan barang dagangannya. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman didalam tubuh adalah

1 miligram per liter. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek, dan dalam jangka panjang, baik melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), jenis bahan tambahan pangan golongan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan salah satunya adalah formalin.

Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan Awaliyah (2015) menunjukkan bahwa sebesar 38,2% tingkat pengetahuan responden rendah dan 35,3% sikap responden negative. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Faradila, dkk (2014) 42 sampel yang diidentifikasi diambil dari pedagang bakso gerobak, warung bakso, serta rumah makan franchise di beberapa lokasi dengan jumlah pedagang bakso terbanyak. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dwi Suntaka (2014) Dari 32 sampel yang diambil dari kios bakso permanen, hasil penelitian menunjukan terdapat 1 sampel kios bakso positif menyajikan bakso mengandung formalin (3,1%) dilihat dari adanya perubahan warna menjadi pink keungungan setelah ditetesi reagent A dan B.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang dilakukan pada pedagang bakso di Kec. Tuminting, dapat

(3)

3

diambil kesimpulan bahwa masih ada pedagang bakso yang tidak mengetahui bahaya dari bahan pengawet formalin serta tindakan pedagang bakso yang memberikan bahan pengawet untuk membuat bakso, sehingga bakso dagangannya dapat bertahan lebih lama jika tidak laku dijual. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran perilaku

pedagang bakso dan kandungan formalin pada bakso yang diperdagangkan di Kec. Tuminting Kota Manado sehingga dapat diketahui perilaku pedagang bakso dan kelayakan produk untuk bisa diperdagangkan serta layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei, dengan pemeriksaan kandungan formalin pada sampel bakso dilakukan secara kualitatif melalui uji Khromotropik di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industry Manado.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tuminting Kota Manado yang terdapat di 10 (sepuluh) kelurahan yang dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2016. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh warung bakso di Kec. Tuminting yang berjumlah 30 warung bakso.

Data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dan pengambilan sampel bakso langsung dari pedagang

bakso. Kemudian analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis univariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah Penjual bakso yang berada di daerah Kec. Tuminting Kota Manado. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden pedagang bakso.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Dari 30 responden (100%) terdapat 19 responden (63,33%) berjenis kelamin laki-laki dan 11 responden (36,67%) berjenis kelamin perempuan. kemudian terdapat 4 responden (13,33) memiliki usia 17-25 tahun, 19 responden (63,33%) memiliki usia 26-45 tahun dan 7 responden (23,33%) memiliki usia 46-65 tahun. Berdasarkan lama jualan bakso terdapat 4 responden (13,33%) lama jualan bakso berkisar 1-6 Bulan dan 26 responden (86,67%) lama jualan bakso berkisar 1-30 tahun. Ditemukannya pedagang bakso

Karakteristik n % Jenis Kelamin Laki-laki 19 63,33 Perempuan 11 36,67 Jumlah 30 100 Usia (tahun) 17-25 4 13,33 26-45 19 63,33 46-65 7 23,33 Lama Dagang 1-6 Bulan 4 13,33 1-30 Tahun 26 86,67

(4)

4

yang belum lama berjualan bakso yaitu sekitar 1 bulan, tidak menutup kemungkinan pedagang tersebut tidak melakukan penambahan bahan pengawet kedalam adonan bakso yang akan di jualnya. Begitu juga dengan pedagang bakso yang telah lama berjualan bakso hingga 30 tahun berjualan, dengan berbagai pengalaman dan persaingan dagang yang semakin marak tidak menutup kemungkinan mereka tidak melakukan kecurangan dalam bahan bakso dagangannya dengan menambahkan bahan pengawet berbahaya.

Pengetahuan Pedagang Bakso

Mengenai Formalin

Berdasarkan hasil wawancara kepada 30 responden pedagang bakso, sebanyak 17

responden (56,67%) memiliki

pengetahuan yang sudah baik dan sebanyak 13 responden (43,33%) memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai formalin. Pengetahuan pedagang tentang kegunaan formalin juga sudah baik, hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara yang menjawab tahu tentang kegunaan formalin berjumlah 18 responden sedangkan yang tidak berjumlah 12 responden. Dari pertanyaan pada kuesioner tentang efek atau bahaya dari penggunaan formalin serta bahaya mengonsumsi bakso yang mengandung formalin responden yang menjawab ya terdapat 23 responden (76,67%) dan Yang tidak berjumlah 7 responden (23,33%). Pertanyaan tentang jika sudah mengetahui bahaya formalin,

apakah masih menggunakan formalin pada bakso yang dijual yang menjawab ya berjumlah hampir dari keseluruhan responden yaitu 29 responden (96,67%) dan yang menjawab tidak hanya 1 responden (3,33%). Ternyata dari tingginya pengetahuan atau pengetahuan responden sudah dapat dikategorikan baik berbeda dengan hasil uji laboratorium pada sampel bakso yang mereka jual, karena di dapatkan 21 sampel (70%) mengandung formalin dan hanya 9 sampel (30%) yang tidak mengandung formalin. Penelitian ini serupa dengan hasil penelitian dari Habibah (2013) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berbanding terbalik dengan praktik penjualan makanan berformalin. Responden dengan tingkat pengetahuan kurang justru tidak melakukan penjualan makanan berformalin. Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan yang sudah baik, justru melakukan praktik penjualan makanan berformalin.

Sikap Pedagang Bakso Mengenai Formalin

Berdasarkan Hasil wawancara kepada 30 responden pedagang bakso menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif sebanyak 50 responden (50%) dan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 50 responden (50%). Dari hasil wawancara pada beberapa responden, di dapatkan sebanyak 28 responden (93,33%) menjawab tidak setuju tentang memakan

(5)

5

bakso yang mengandung formalin baik bagi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 28 reponden telah mengetahui bahaya dari bakso yang mengandung formalin sehingga mereka menjawab tidak setuju dengan pertanyaan tersebut. Tetapi sikap positif belum tentu menghasilkan tindakan positif atau baik begitu pula sebaliknya. Hasil dari Penelitian Habibah (2013), menunjukkan bahwa sikap positif justru menjual makanan berformalin sedangkan sikap negatif justru tidak menjual makanan berformalin.

Sikap menurut (Notoatmodjo, 2007) merupakan respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus tetapi melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, positif-negatif, dsb). Perbedaan antara sikap dan perilaku dari responden dapat disebabkan oleh adana suatu reaksi tertutup responden terhadap peneliti sehingga informasi yang didapat mungkin kurang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Kemungkinan para responden bersikap positif untuk menutupi perilaku penjualan bakso berformalin yang dilakukannya.

Tindakan Pedagang Bakso Mengenai Formalin

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada 30 responden pedagang bakso, pertanyaan tentang apakah Bapak/Ibu menjual kembali bakso tersebut, terdapat 26 responden (86,67%)

yang menjawab ya dengan alasan bakso yang mereka jual dapat bertahan lebih dari satu hari. Pertanyaan tentang apakah ada bahan pengawet yang anda gunakan dalam pembuatan bakso, terdapat 28 responden (86,67%) responden menjawab tidak dan hanya 2 responden (6,67%) yang menjawab ya. Pada variable ini, dilakukan

wawancara dengan menggunakan

kuesioner untuk mengetahui indikasi perilaku tindakan pedagang bakso berformalin . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 70% termasuk dalam karegori menjual bakso berformalin. Sedangkan yang tidak menjual bakso berformalin hanya sebanyak 30%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Habibah (2013), yang menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuan baik dan memiliki sikap positif justru melakukan praktik penjualan makanan berformalin. Namun, hal tersebut bertentangan jika dibandingkan dengan penelitian Habsah (2010) yang menunjukkan bahwa pengetahuan yang kurang dan sikap yang negatif dapat menyebabkan praktik penggunaan dan penjualan makanan berformalin. Hasil uji laboratorium merupakan fakta dari keadaan sebenarnya yang dilakukan oleh seseorang, sehingga menjadi dasar untuk membuktikan tindakan seseorang. Kemungkinan terjadi perbedaan jawaban kuesioner dengan hasil pemeriksaan uji laboratorium karena responden tidak jujur dalam menjawab pertanyaan dari kuesioner agar tidak diketahui bahwa

(6)

6

responden tersebut menjual bakso yang mengandung formalin.

Hasil Uji Kualitatif Formalin dengan Uji Khromotropik

Table 1. Distribusi Frekuensi Bakso yang Mengandung Formalin

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa 30 sampel bakso yang diperiksa secara kualitatif dengan uji khromotropik, terdapat 21 sampel (70%) yang menunjukkan adanya perubahan warna dari bening menjadi merah keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa ke 21 sampel tersebut Positif mengandung formalin. Sedangkan 9 sampel (30%) tidak menunjukkan perubahan warna sehingga sampel tersebut negatif mengandung formalin. Ada beberapa sampel yang menghasilkan warna sangat pekat da nada juga yang menghasilkan warna tidak terlalu pekat. Perbedaan warna tersebut diduga karena konsentrasi penggunaan formalin yang banyak sehingga didapatkan warna yang pekat, sedangkan warna yang tidak terlalu pekat karena konsentrasi penggunaannya yang sedikit ataupun perendaman pada air panas yang terlalu lama.

Penelitian yang dilakukan oleh Sahara dan Purawisastra (2011) terhadap penyerapan formalin pada berbagai jenis bahan makanan serta penghilangannya

melalui perendaman air panas menunjukkan hasil bahwa, berbagai jenis makanan mempunyai tingkat penyerapan formalin yang berbeda-beda seperti daging paha ayam yang pada perendaman 2 jam pertama menyerap 1,58 mg/g formalin dan pada perendaman 6 jam meningkat menjadi 5,84 mg. untuk penghilangan formalin pada 1 jam pertama, terjadi penurunan sebesar 2,58 mg dan pada 3 jam perendaman air panas mengurangi kadar formalin sebesar 2,37 mg.

Formalin merupakan bahan kimia yang tidak boleh ada dalam makanan maupun minuman, karena efeknya terhadap kesehatan manusia sangat berbahaya dan dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker.

Pengawasan dan Pembinaan terhadap Penggunaan Formalin pada Bakso

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 30 pedagang bakso, seluruhnya tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan terkait dengan bahan tambahan pangan. Alasan yang ditemui saat wawancara yaitu pemerintah maupun instansi kesehatan yang berada di Kota Manado tidak pernah mengadakan penyuluhan ataupun pelatihan untuk pedagang bakso terkait bahan tambahan pangan.

Lemahnya pengawasan dari pemerintah dan ketidaktelitian masyarakat dalam mengonsumsi suatu produk membuat penggunaan formalin menjadi sangat luas. Apabila hal ini terus terjadi

Kandungan Formalin n %

Ada 21 70

Tidak Ada 9 30

(7)

7

secara terus menerus tanpa ada tindakan lanjutan, maka bukan tidak mungkin akan menghambat perkembangan dari sumber daya manusia sekarang ini (Cahyadi, 2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat sebanyak 56.67% pedagang bakso berpengetahuan baik dan

43.33% pedagang bakso

berpengetahuan kurang baik, sehingga pengetahuan pedagang bakso tentang formalin tergolong baik.

2. Sikap pedagang bakso tentang formalin pada bakso terdapat 50% pedagang bakso yang memiliki sikap positif dan 50% pedagang bakso bersikap negatif. Hal tersebut menunjukkan ada keseimbangan antara sikap positif dan negatif pedagang bakso tentang formalin. 3. Tindakan pedagang bakso tidak sesuai

dengan hasil wawancara melalui kuesioner. Hal tersebut dibuktikan dengan Uji laboratorium pada sampel bakso yang mereka jual. Jika hasil kuesioner menunjukkan tindakan pedagang sudah baik dengan presentase 76,67% dan 23,33% kurang baik, maka berbanding terbalik dengan hasil dari uji laboratorium yang

menunjukkan 70% pedagang

menggunakan formalin pada bakso dagangannya sedangkan hanya 30%

pedagang bakso yang tidak menggunakan formalin pada bakso dagangannya.

4. Terdapat 21 warung bakso yang positif menggunakan formalin pada bakso dagangannya dan 9 warung bakso yang tidak menggunakan formalin atau negative pada bakso dagangannya

SARAN

1. Perlunya tindakan dan perhatian serius

dari pemerintah terhadap

penyalahgunaan penggunaan bahan berbahaya formalin yang digunakan untuk bahan tambahan pangan, agar para pedagang nakal mendapat efek jera.

2. BPOM dan Instansi Kesehatan Perlu Mengadakan Inspeksi pada pedagang makanan secara berkala minimal setiap 6 bulan sekali agar keamanan pangan terjamin.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2009. Analisis & Aspek

Kesehatan Bahan Tambahan

Pangan, Edisi Kedua. Bumi Aksara: Jakarta

Faradila. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, (Online), 3(2): 156-158,

(http://jurnal.fk.unand.ac.id . Diakses pada 23 September 2014).

(8)

8

Habibah, Tristya Putri Zahra. 2013.

Identifikasi Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin dan Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Jurnal: Unnes Journal of Public Health. Jurusan ilmu Kesehatan Masyarakat: Universitas Negeri Semarang.

Habsah. 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah Terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah di Kantin-kantin Universitas X Depok. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan

Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan Safitri, A. 2015. Gambaran Pengetahuan,

Sikap dan Perilaku Penjual Tahu Mengenai Tahu Berformalin di Pasar Daerah Semanan Jakarta Barat. Jakarta: Fakultas Kesehatan

Masyarakan UIN Syarif

Hidayatullah

Sahara, E., Purawisastra, S. 2011.

Penyerapan Formalin Oleh

Beberapa Jenis Bahan Makanan Serta Penghilangannya Melalui Perendaman dalam Air Panas. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan,

(Online), 34(1): 63-74,

(http:ejournal.litbang.depkes.go.id/i ndex.php/…/3078. Diakses pada 1 Juni 2016)

Suntaka, D. 2014. Analisis Kandungan Formalin dan Boraks pada Bakso

yang Disajikan Kios Bakso

Permanen Pada Beberapa Tempat di Kota Bitung. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Responden

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC dan agar-agar tepung terhadap sifat fisik (pH, aktivitas air, dan kuat tarik), kimia (kadar air,

Dalam permasalahan kemiskinan dan disparitas ekonomi yang dirasakan masyarakat yang tinggal di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin memerlukan strategi

Menurut Vern McGinnis, pernyataan misi seharusnya (1) mendefinisikan apakah suatu organisasi itu dan apa yang dicita-citanya, (2) cukup spesifik sehingga tidak memasukkan

Dari latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS PENGARUH KESADARAN NILAI, PEMENUHAN STATUS SOSIAL, DAN MATERIALISME TERHADAP

Lebih lanjut diatur bahwa untuk menjaga keabsahan dan kebenaran informasi yang ada dalam prospektus, maka prospektus pemberi waralaba yang berasal dari

Dalam peraturan pemerintah diatur biaya²biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksut dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu

Observasi dilakukan dalam penelitian ini mencakup observasi partisipasi dan non-partisipasi yang bersifat insidental. Penggunaan metode pengumpulan data ini

Bisnis syariah adalah bisnis yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadis dimana terdapat kesesuaian kegiatan bisnis dengan syariah Islam sebagai ibadah kepada Allah S.W.T untuk