• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN berikut: merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN berikut: merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN 2001

A. Pengertian Merek

Yang dimaksudkan dengan merek batasannya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yaitu Pasal 1 Angka 1 yang berbunyi sebagai berikut: “merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan daam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.7

1. H.M.N. Purwo Sutjipto,S.H., memberikan rumusan bahwa, “Merek adalah suatu tanda, dengan nama atau benda tertentu yang dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.

Beberapa sarjana mendefinisikan merek sebagai berikut :

2. Prof. R. Seokardono, S.H, memberikan rumusan bahwa “Merek adalah sebuah tanda dengan mana di pribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan aslinya suatu barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain”.

3. Mr. Tirtaamidjaya yang mengutip pendapat dari Prof. Volllmar, memberikan rumusan bahwa, “suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di ats bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.

4. Drs. Iur Seoryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu: “suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya. Oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.

5. Essel R. Dillavou, sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan seraya memberi komentar bahwa: “Tidak ada defenisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata

7

Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 50

(2)

di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.

6. Harsono Adisumarto, merumuskan bahwa: “Merek adalah tanda pengenal dengan membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat penggembalaan yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.

7. Philip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan bahwa: “Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan8.

B. Jenis-Jenis Merek

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang “Merek” mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum di dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 menjadi dua jenis merek yaitu: merek dagang dan merek jasa.

Jenis - jenis Merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.

1. Merek Dagang.

Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.

2. Merek Jasa.

8

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), (Jakarta, 1995), hlm. 344-345.

(3)

Adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

3. Merek Kolektif.

Adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau hal lainnya.

Disamping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan pada bentuk dan wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yakni:

1. Merek Lukisan (Beel Mark). 2. Merek Kata (Word Mark). 3. Merek Bentuk (Form Mark).

4. Merek Bunyi-Bunyian (Klank Mark). 5. Merek Judul (Title mark)

Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak contohnya: “sphinx”dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “sfinks” atau “svinks”

(4)

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek ke dalam tiga jenis yaitu:

1. Merek akta yang terdiri dari kata-kata saja.

Misalnya: Toyota, Suzuki, sebagai merek untuk mobil dan sepeda motor. 2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah,

atau setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.

Misalnya: merek teh “Bendera” yang terdiri dari lukisan bendera dengan perkataan dibawahnya “Teh Bendera”.

Lebih lanjut Prof. R. Soekardono, mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:

1. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark). 2. Merek dengan perkataan.

3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.

Disamping itu saat ini dikenal pula merek dalam bentuk tiga dimensi (three dimensional trademark) seperti merek produk minuman Coca-Cola dan

Kentucky Fried Chicken. Di Australia dan Inggris, defenisi merek telah

berkembang luas dengan mengikutsertakan bentuk dan aspek tampilan produk di dalamnnya. Di Inggris, perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol merek sebagai suatu merek.

Perkembangan ini makin mengindikasikan kesulitan membedakan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk.Selain itu, kesulitan juga

(5)

muncul karena selama ini terdapat perbedaan antara merek dengan barang-barang yang ditempeli pada merek tersebut.

Menurut acuan selama ini, gambaran produk yang direpresentasikan oleh bentuk,ukuran dan warna tidaklah dapat dikategorikan sebagai merek. Misalnya, ‘rumah biru kecil’ (small blue house) tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek karena menggambarkan bentuk rumah.

Kemungkinan untuk mendaftarkan merek dengan mempertimbangkan bentuk barang telah menjadi bahan pemikiran bagi contoh di atas. Tampilan produk mungkin juga tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek tapi ini dapat menjadi bahan perimbangan jika produk lain yang mungkin memiliki tampilan serupa. Di beberapa negara, suara, bau, dan warna dapat didaftarkan sebagai merek

C. Peraturan yang Mengatur Tentang Merek

Pengaturan tentang merek di Indonesia mempunyai sejarah perjalanan yang cukup panjang dengan diberlakukannya peraturan merek pada zaman pemerintah kolonial sampai sekarang ini dengan beberapa kali mengalami penyempurnaan dan penggantian sesuai dengan perkembangan di bidang ekonomi dan perdagangan.

Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat di dalam Staatsblaad.1912 No. 545 Jo Stb. 1913 No.214.9

9

(6)

Setelah Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus berlaku, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan ini masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961 ketentuan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang “Merek, Perusahaan dan Merek Perniagaan” yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961. Kedua Undang-undang ini (Reglement Industriele Eigendom 1912 dan Undang-Undang tentang Merek Tahun 1961 mempunyai banyak kesamaan. Perbedaannya hanya terletak pada antara lain masa berlakunya merek yaitu 10 tahun menurut Undang-Undang Merek tahun 1961 dan jauh lebih pendek dari Reglement Industriele

Eigendom 1912 yaitu 20 tahun.

Perbedaan lainnya yaitu Undang-Undang Merek Tahun 1961 mengenal penggolongan barang-barang dalam 35 kelas, penggolongan yang semacam itu sejalan dengan klasifikasi Internasional berdasarkan Persetujuan Internasional tentang klasifikasi barang-barang untuk keperluan pendaftaran merek di Nice (Perancis) pada tahun 1957 yang diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan di Indonesia, pengklasifikasian yang demikiaan ini tidak dikenal dalam Reglement Industriele

Eigendom 1912.

Undang-Undang Merek Tahun 1961 ini ternyata mampu bertahan selama kurang lebih 31 Tahun, untuk kemudian Undang-Undang ini dengan berbagai penimbangan harus dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 19 Tahun

(7)

1992 tentang “Merek” yang diundangkan di dalam Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 81 dan penjelasannya dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490 pada tanggal 24 Agustus 1992. Undang-Undang yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April 1993.

Adapun alasan dicabutnya Undang-Undang Merek Tahun 1961 itu adalah karena Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini ternyata memang banyak mengalami perubahan- perubahan yang sangat berarti jika dibanding dengan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961. Antara lain adalah mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya.

Dalam konsideritas Undang-Undang Merek 1992 itu, dapat dilihat lagi berbagai alasan tentang pencabutan Undang-Undang Merek Tahun 1961 tersebut yaitu:

1. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa.

2. Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.

Alasan lainnya dapat juga dilihat di dalam penjelasan Undang-undang Merek Tahun 1992, yang menyatakan: Pertama, materi pada Undang-Undang Nomor21 Tahun 1961 bertolak dari konsep merek yang tumbuh pada masa sekitar Perang Dunia II. Sebagai akibat dari perkembangan keadaan dan kebutuhan serta semakin majunya norma dan tatanan niaga, menjadikan konsepsi merek yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tertinggal jauh. Hal ini

(8)

semakin terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pola perdagangan antarbangsa sudah tidak lagi terikat pada batas-batas negara.Keadaan ini menimbulkan saling ketergantungan antara bangsa baik dalam kebutuhan, kemampuan maupun kemajuan teknologi dan lain-lainnya yang mendorong pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk-produk mereka.

Kedua, perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah

menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam undang-undang ini.

Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, Undang-Undang ini menunjukkan perbedaan-perbedaan antara lain:

1. Lingkup pengaturan dibuat seluas mungkin. Untuk itu, judul dipilih yang sederhana tetapi luwes. Berbeda dari Undang-Undang yang lama, yang memberi batas pada merek perusahaan dan merek perniagaan yang dari segi objek hanya mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan merek jasa sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam undang-undang ini, maka lingkup merek mencakup baik untuk merek dagang maupun jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula tertampung di dalamnya. Lebih dari itu dapat pula ditampung pengertian merek lainnya seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang akan dating pengguanaan istilah merek akan dapat pula menampung pengertian lain seperti certification marks,

(9)

2. Perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif, karena sistem konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam undang-undang ini, penggunaan sistem konstitutif yang bertujuan menjamin kepastian hukum disertai pula dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin segi-segi keadilan. Jaminan terhadap aspek keadilan nampak antara lain, pembentukan cabang-cabang kantor merek di daerah, pembentukan komisi banding merek, dan memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan yang tidak terbatas melalui Pengadilan Negeri Jakrta Pusat, tetapi juga melalui Pengadilan Negeri lainnya akan ditetapkan secara bertahap, serta tetap dimungkinkannya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bahkan dalam masa pengumuman permintaan pendaftaran merek dimungkinkan pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakai pertam untuk mengajukan keberatan.

3. Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung tertib pemeriksaannya tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif, selain itu dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman tersebut bertujuan memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatan. Dengan mekanisme samacam ini bukan saja problema

(10)

yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya undang-undang ini mempertegas pula kemungkinan penghapusan dan pembatalan merek yang telah terdaftar berdasarkan alasan dan tata cara tertentu

4. Sebagai negara yang ikut serta di dalam Paris Concention for the protection of

industrial Property Tahun 1883, maka undang-undang ini mengatur pula

pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas yang diatur dalam konvensi tersebut.

5. Undang-Undang ini mengatur juga pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi yang tidak diatur di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961. 6. Undang-undang ini mengatur juga tentang sanksi pidana baik untuk tindak

pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran. Secara lebih rinci hal-hal yang baru di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 dapat dilihat sebagai berikut:

1. Tentang pengertian merek yang sudah disebut secara tegas adalah berbeda dengan pengertian merek menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang dirancang tegas batasannya dirumuskannya secara tegas.

2. Disamping itu di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang sistem pendaftaran berdasarkan hak prioritas. Sistem ini sama sekali tidak dikenal dalam Undang-Undang Merek Tahun 1961. Hak prioritas ini diperlukan karena tentunya bagi pemilik merek sulit apabila diwajibkan secara simultan mendaftarkan mereknya di seluruh dunia (Pasal 12 dan 13 Undang-Undang Merek Tahun 1992).

(11)

3. Perbedaan lain adalah di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 adanya sistem oposisi (opposition proceeding), sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur pembatalan merek (concelatin

proceeding).

4. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi.

5. Dalam Rancangan Undang-Undang Merek Tahun 1992 kita jumpai pula tentang merek yang dikenal (know), tidak dikenal (inknown), dan sangat dikenal (well-known). Namun hal ini kemudian tidak disebut lagi di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992.

6. Di dalam Undang-Undang Merek dikenal merek jasa, merek dagang, dan merek kolektif.

Disamping itu ada lain-lain perubahan yang menarik misalnya cara pemeriksaan dari permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara intensif subtstantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima suatu pendaftaran dengan maksud agar supaya khalayak ramai (masyarakat umum) dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran bersangkutan itu.

Penegasan hak-hak perdata pemilik yang terdaftar dan ketentuan bahwa tidak ada hak atas merek selain daripada yang terdaftar, adanya sanksi pidana yang berat di samping kemungkinan-kemungkinan menuntut ganti kerugian secara perdata, juga soal sistem lisensi yang diakui secara tegas dan diatur pula pendaftarannya oleh Kantor Merek dan seterusnya. Kemudian juga permintaan pendaftaran merek dengan hak prioritas berdasarkan Konvensi Internasional.

(12)

Perubahan-perubahan yang demikian, sudah barang tentu akan membawa perubahan yang sangat besar dalam tatanan hukum hak atas kekayaan perindustrian, khususnya hukum merek yang selama bertahun-tahun menguasai pangsa hukum merek di Indonesia.

Dengan adanya perubahan ini, diharapkan dapat lebih merangsang investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena Indonesia telah memiliki kepastian hukum dalam pendaftaran mereknya, disamping adanya ancaman pidana yang berat dan terbukanya peluang untuk tuntutan ganti rugi secara perdata.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka diakhirilah era berlakunya Undang Merek Tahun 1961 untuk kemudian memasuki era Undang-Undang Merek Tahun 1992.Selanjutnya Tahun 1997 Undang-Undang-Undang-Undang Merek Tahun 1992 tersebut juga diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Dan pada saat itu tahun 2001 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.

Adapun alasan ditertibkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat diuraikan sebagai berikut: salah satu perkembangan yang kuat dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun ini dan kecendurungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan dating adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transformasi

(13)

telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.

Era perdagangan global hanya dapat diperahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat.Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek lama, dengan satu Undang-Undang tentang Merek yang baru.

Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini dibandingkan dengan undang-undang merek lama antara lain menyangkut proses penyelesaian permohonan. Dalam Undang-Undang ini pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan, dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak, dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan jangka waktu pengumuman yang dilaksanakan selama 3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-Undang Merek lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu

(14)

penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan dengan hak Prioritas, dalam undang-undang ini diatur bahwa apabila pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kali menimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya hak prioritas.Permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpamenggunakan hak prioritas.

Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu permohonan untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa permohonan akan ditolak.

Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa, dalam undang-undang ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi-geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asak suatu barang karena factor lingkungan geografis, termasuk factor alam atau factor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal.

Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti

(15)

juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya.Adanya peradilan khusus untuk masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di beberapa bagian negara lain, seperi Thailand. Dalam undang-undang inipun pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu wujud penetapan sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang lebih besar.

Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa.Dengan undang-undang ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam undang-undang merek lama, yang substanstifnya tidak diubah, dituangkan kembali dalam undang-undang ini.

D. Persyaratan Pendaftaran Merek

Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya perbedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang- barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain.

(16)

Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa nyang diproduksi menjadi dapat dibedakan.

Ada dua system yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif (atributif). Undang-Undang Merek Tahun 2001 dalam sistem pendaftarannya menganut sistem konsitutif, sama dengan Undang sebelumnya yakni Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Ini adalah perubahan yang mendasar di dalam Undang-Undang Merek di Indonesia, yang semula menganut sistem deklaratif.

Secara Internasional menurut Soegondo Soemodiredjo ada dikenal 4 sistem pendaftaran merek yaitu:

1. Pendaftaran merek tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu. Menurut sistem ini merek yang dimohonkan pendaftarannya segera didaftarkan asal syarat-syarat permohonannya telh dipenuhi antara lain pembayaran biaya permohonan yang dipenuhi antara lain pembayaran biaya permohonan, pemeriksaan dan pendaftaran. Tidak diperiksa apakah merek tersebut memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam undang-undang, misalnya tidak diperiksa apakah merek tersebut pada keseluruhannya atau pada pokoknya ada persamaan dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang sjenis atas nama orang lain. Sistem ini dipergunakan misalnya oleh negara Perancis, Belgia, Luxemburg, dan Rumania.

2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. sebelum didaftarkan merek yang bersangkutan terlebih dahulu diperiksa mengenai syarat-syarat permohonannya maupun syarat-syarat mengenai merek itu sendiri. Hanya

(17)

merek yang memenuhi syarat dan tidak mempunyai persamaan pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang sejenis atas nama orang lain dapat didaftarkan.

3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara. Sebelum merek yang bersangkutan didaftarkan, merek itu diumumkan lebih dahulu untuk memberi kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan-keberatan tentang pendaftaran merek tersebut. Sistem ini dianut oleh antara lain negara Spanyol, Colombia, Brazil, dan Autralia.

4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang adanya merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya. Pemohon pendaftaran merek diberitahu bahwa mereknya mempunyai persamaan pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan terlebih dahulu untuk barang sejenis atau nama orang lain. Walaupun demikian, jika pemohon tetap menghendaki pendaftaran mereknya, maka mereknya itu didaftarkan juga. Sistem ini misalnya dipakai oleh negara Swiss dan Australia.

Pendaftaran merek dalam hal ini adalah untuk memberikan status bahwa pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang membuktikan sebaliknya. Berbeda dengan sistem deklaratif pada sistem konstitutif baru akan menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karena itu dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan suatu keharusan.

Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama.Siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang dianggap yang

(18)

berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak atas merek, bukan pendaftaran.Pendaftaran dianggap hanya memberikan suatu hak prasangka menurut hukum, dugaan hukum (rechtsvermoeden) bahwa orang yang mendaftar adalah si pemakai pertam, yaitu adalah yang berhak atas merek bersangkutan. Tetapi apabila lain orang dapat membuktikan bahwa ialah yang memakai pertama hak tersebut, maka pendaftarannya bisa dibatalkan oleh pengadilan dan hal ini sering kali terjadi. Misalnya dalam perkara “Tancho” yang terkenal, kita saksikan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia, karena dianggap sebagai telah bertindak tidak dengan itikad baik, telah dibatalkan oleh pengadilan.Dinyatakan bahwa perusahaan Jepang adalah yang sebenarnya pertama-tama memakai merek tersebut dan yang berhak.Pendaftaran dari pihak pengusaha Indonesia telah dibatalkan dan dicoret dari Daftar Kantor Merek.Inilah yang dipandang sebagai kurang memberikan kepastian hukum jika dibandingkan dengan sistem konstitutif, yaitu bahwa pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek.Siapa yang pertama mendftarkan dialah yang berhak atas merek dan dialah secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Orang lain tidak dapat memakainya.

Hak atas merek tidak ada pada pendaftaran.Inilah membawa lebih banyak kepastian. Karena jika seorang dapat membuktikan ia telah mendaftarkan sesuatu merek dan mengenai ini dia diberikan suatu Sertifikat Merek yang merupakan bukti daripada hak miliknya atas sesuatu merek maka orang lain tidak dapat mempergunakannya dan orang lain itu tidak berhak untuk memakai merek yang

(19)

sama untuk barang-barang yang sejenis pula. Jadi sistem kostitutif ini memberikan lebih banyak kepastian.

Tentang cara pendaftaran merek di Indonesia menurut UU Merek tahun 2001 diatur dalam pasal 7 dengan mencantumkan:

1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:

a. Tanggal, bulan, dan tahun.

b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon.

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa.

d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna.

e. Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam permohonan diajukan dengan hak prioritas.

f. Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya.

g. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, ataupun badan hukum. h. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.

i. Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

(20)

j. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas merek etrsebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan.

k. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas merek tersebut.

l. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat(7) adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

m. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Sedangkan untuk memiliki merek terdaftaryang secara sah dilindungi undang-undang, kita perlu menempuh prosedur pendaftaran sebagai berikut:

1. Mengisi formulir yang telah disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap empat.

2. Lampiri dengan dokumen-dokumen berikut:

a. Surat pernyataan diatas kertas bermaterai Rp 6.000,00 serta ditandatangani oleh pemohon langsung (bukan kuasa pemohon),yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah milik pemohon.

b. Surat kuasa khusus,apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa pemohon.

(21)

c. Salinan resmi akta pendirian badan hukum atau fotokopi nya yang ditandatangani oleh notaris,apabila pemohon merupakan badan hukum. d. 24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (empat lembar dilekatkan pada

formulir) yang dicetak diatas kertas. e. Fotokopi KTP pemohon.

f. Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas.

g. Bukti pembayaran biaya permohonan merek sebesar Rp450.000,00

Sebagai bagian dari proses ini akan dilakukan pemeriksaan subtantif paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal penerimaan. Pemeriksaan ini selesai paling lama sembilan bulan.Hasil dari pemeriksaan ini ada dua, yaitu diterima atau tidak diterima atau ditolak.Jika setelah pemeriksaan subtantif permohonan merek disetujui oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk didaftar, permohonan itu segera diumumkan paling lama 10 hari sejak persetujuan.

Pengumuman berlangsung selama tiga bulan di Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, atau di sarana khusus yang dengan mudah dan jelas dapat dilihat oleh masyarakat, yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Selama masa pengumuman, pihak yang berkeberatan dapat mengajukan keberatannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.Kalau sebaliknya pendaftaran suatu merek ditolak, maka penolakan permohonan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya disertai alasannya. Pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau

(22)

tanggapan disertai alasannya paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan penolakan.

Surat permmintaan pendaftaran merek tersebut harus ditandatangani oleh pemilik merek atau kuasanya. Jika permintaan pendaftaran merek tersebut diajukan lebih dari satu orang atau diajukan oleh bandan hukum yang secara bersama-sama berhak atas merek tersebut maka nama orang-orang atau badan hukum yang mengajukan permintaan tersebut harus dicantumkan semuanya dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Namun untuk penandatanganannya haruslah ditetapkan salah seorang dari mereka atau badan hukum tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari orang-orang atau badan hukum yang lain yang tidak ikut menandatangani tetapi jika permintaan pendaftaran merek itu diajukan melalui kuasanya, maka surat kuasa untuk itu harus ditandatangani oleh semua yang berhak atas merek tersebut.

Surat permohonan diatas juga harus dilengkapi dengan:

1. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah miliknya.

2. Dua puluh helai etiket merek yang bersangkutan.

3. Tambahan berita negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau salinan yang sah akta pendirian badan hukum, apabila pemilik merek adalah badan hukum.

4. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa. 5. Pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek yang

(23)

Selanjutnya dapat dikatakan pula bahwa etiket merek yang menggunakan bahasa asing dan atau didalamnya terdapat hurf selain latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, wajib disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia seta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Ketentuan ini lebih lanjut dimaksudkan untuk kepentingan pemeriksaan dan untuk perlindungan masyarakat konsumen. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya diterangkan bahwa permintaan pendaftaran merek yang diajukan oleh pemilik atau yang berhak atas merek yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap diluar wilayah Republik Indonesia, wajib diajukan melalui kuasanya di Indonesia. Pemilik atau yang berhak atas merek tersebut wajib pula menyatakan dan memilih tempat tinggal kuasanya sebagai alamat di Indonesia. E. Merek Yang Tidak Didaftar Dan Harus Ditolak Pendaftarannya.

Menurut pasal 6 Undang-Undang Merek Tahun 2001 memuat ketentuan mengenai penolakan pendaftaran merek yaitu:

1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut: a. Mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek

milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang-barang dan/jasa yang sejenis.

b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.

(24)

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/ atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:

a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. c. Merupakan tiruan atau meyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenanng. Alasan untuk melarang pemakaian dari tanda-tanda resmi kenegaraan, pemerintah, atau badan-badan internasional maupun badan resmi nasional ialah karena pemakaian itu akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-olah merek itu memang ada hubungannya dengan pemerintah-pemerintah atau badan-badan internasional maupun badan-badan resmi dari pemerintah itu. Makanya tidak dapat diperkenankan pemakaian dari tanda-tanda bersangkutan untuk menghindarkan salah paham dan kekeliruan itu.

(25)

Untuk hal ini Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 lebih tegas mengemukakan alasannya tentang hal itu. Alasannya sebab apabila diperbolehkan adanya pemakaian merek-merek atau tanda dengan persetujuan terlebih dahulu dari yang berhak, maka suatu pendirian yang mengandung pengakuan yang palsu akan tercipta dalam benak masyarakat, bahwa seolah-olah ada suatu hubungan antara barang-barang dengan merek bersangkutan dan organisasi yang benderanya, emblim-emblim atau namanya telah diproduksi atau ditiru itu.

Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyararakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.Tentang terkenal atau tidaknya suatu merek, perlu diukur berdasarkan reputasi merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, invensi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, pengadilan niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan.

Pelanggaran terhadap merek motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau melakukan tindakan, meniru atau memalsukan merek-mmerek yang sudah terkenal di masyarakat tanpa memikirkan hak–hak orang lain yang hak-haknya telah dilindungi sebelumnya.

(26)

Tentu saja hal-hal demikian itu kan sangat mengacaukan roda perekonomian dalam skala nasional dan skala lokal.

Praktik perdagangan tidak jujur meliputi cara-cara berikut: 1. Praktik Peniruan Merek Dagang.

Pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan tidak jujur semacam ini berwujud penggunaan upaya-upaya atau ikhtiar-ikhtiar mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal yang sudah ada sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksinya secara pokoknya sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal (untuk barang-barang atau jasa sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan pada masyarakat ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan produksi barang atau jasa yang sudah terkenal itu.

2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang.

Dalam hal ini persaingan tidak jujur tersebut dilakukan oleh pengusaha yang tidak beritikad baik itu dengan cara memproduksi barang-barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang merupakan bukan haknya.

3. Perbuatan-perbuatan yang Dapat Mengacaukan Publik Berkenaan Dengan Sifat dan Asal Usul Merek

Hal ini dapat terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu negara yang dapat menjadi kekuatan yang memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena dianggap sebagai daerah penghasil jenis barang yang bermutu.

(27)

Termasuk dalam persaingan yang tidak jujur pula apabila pengusaha mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu misalnya mencantumkan keterangan Made in Italy padahal tidak benar produk itu berasal dari Italy.

Seluruh perbuatan itu sangat merugikan pemilik merek. Karena akibat dari persaingan tidak jujur (pemalsuan dan peniruan merek terkenal) akan mengurangi omaet penjualan sehingga mengurangi keuntungan yang sangat diharapkan dari mereknya yang sudah terkenal tersebut. Bahkan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut, karena konsumen menganggap bahwa merek yang dulu dipercaya memiliki mutu yang baik ternyata sudah menurun kualitasnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk beberapa sampel dengan kadar air yang berbeda sesuai dengan rancangan penelitian, yaitu sampel dengan kadar air OMC,

Persentase jumlah penggerek untuk Chilo sacchariphagus yang muncul paling banyak pada satu pias yaitu 26,33 % dengan tingkat persentase parasitasi 46,67% (Tabel

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan

Mulai dari kurikulum sampai pada sistem penyelenggaraannya mengalami perubahan, misalnya dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian menjadi Kurikulum

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga pada kesempatan kali ini penulis

Jadi pemanfaatan yang dilakukan oleh pemustaka dalam perpustakaan adalah cara atau proses menggunakan koleksi perpustakaan yang ada di bagian layanan

Proses afektif terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afektif ditujukan dengan mengontrol kecemasan

Taraf perlakuan frekuensi dengan penurunan jumlah total bakteri terbanyak dan tidak memengaruhi kualitas fisik dan kimia susu kambing, terpilih untuk tahap perlakuan