• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khusunya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well-known marks).1

Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesat setelah banyaknya orang yang melakukan peniruan. Terlebih pula setelah dunia perdagangan semakin maju. seta alat transportasi yang semakin baik, juga dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi. Keadaaan seperti itu menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya, juga menghindarkan peniruan. Pada gilirannya perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan.2

Pengaturan Merek dalam ruang lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), diatur pada Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 (selanjutnya disebut UUM No 15 Tahun 2001) sebenarnya telah di atur sedemikian rupa agar

1

OK. Saidin, “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual” Intellectual Property Right, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004) hlm 359

2

Djumhana,Muhammad, Djubaedillah, R, Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan

(2)

terhindar dari sengketa-sengketa merek antar produsen, namun tetap saja banyaknya kasus sengketa merek yang terjadi, meskipun sudah banyak perkara sengketa merek yang sudah putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap, namun tidak menjamin hilangnya sengketa merek yang kebanyakan kasus yang terjadi mengenai peniruan merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya.

Penggunaan merek atau produk tanpa seizin pemilik yang dilakukan oleh para pembajak dapat menimbulkan akibat pada kekuatan merek itu sendiri di pasaran. Penggunaan merek yang dimaksud adalah dengan cara memproduksi suatu produk dengan ciri, merek, bentuk, desain dan bahan sejenisnya dengan produk asal yang di harapkan dapat memeprolah keuntungan yang tinggi ketika produk itu dijual dipasaran. Tentu saja dalam hal ini konsumen yang merupakan salah satu pihak yang dirugikan.

Permasalahan yang muncul dalam persaingan bisnis tidak hanya terbatas pada munculnya produk-produk bajakan untuk jenis barang atau jasa yang sama. Permasalahan juga dapat muncul terkait dengan keunikan tanda dari sebuah merek itu sendiri, ada kalanya beberapa beberapa produsen baik secara disengaja maupun tidak sengaja menginginkan suatu tanda yang berupa gambar atau nama yang sama sebagai merek untuk produk mereka. Bahkan permasalahan terkait dengan merek tersebut juga dapat terjadi ketika ada sebuah produsen yang menginginkan untuk memliki dan menggunakan suatu merek yang sama dengan yang telah di gunakan oleh produsen lainnya.

Pelaksaanan perlindungan hukum terhadap merek seringkali kurang berjalan dengan semestinya, salah satu kendalanya adalah karena merek yang

(3)

sudah didaftarkan masih menjadi sengketa antara pihak yang menganggap memliki hak atas merek yang bersangkutan. Penyebab terjadinya sengketa merek dikarenakan adanya pelanggaran merek yang didaftarakannya merek-merek yang tidak seharusnya didaftarkan, misalnya karena merek tersebut sama atau serupa dengan merek terkenal yang kebanyakan sengketa yang terjadi adalah mengenai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya pada merek yang satu dengan yang lain.

Persamaan unsur pada pokoknya atau keseluruhnnya dengan merek merek yang telah di daftarkan dalam Daftar Umum Merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada ahirnya dapat menimbulkan konflik antar produsen yang mana produsen merasa di rugikan dengan digunakannya merek dagang mereka oleh pihak lain, yang kemudian mengajukan keberatan berupa gugatan pembatalan merek.

Menurut Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “persamaan pada pokoknya” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yag lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsu-unsur mauupun persamaan bunyi ucapan yang terdapatdalam merek-merek tersebut.3

Dalam hal ini penulis tertarik pada salah satu sengketa yang terjadi di Indonesia pada tahun 2011, untuk mengkaji lebih dalam sengketa yang terjadi anatar para pihak untuk menganalisa bagaimana penerapan unsur persamaan pada

3

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a.

(4)

pokoknya atau keselurahannya dengan melihat bagaiamaa suatu merek yang dilindungi dan penyelesaian sengketa para kedua pihak. Sengketa merek tersebut antara Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa dengan PT. Lexus Daya Utama yang memperubutkan hak atas merek Lexus. Sengketa Merek ini muncul karena Toyata Jidoshi Kabushiki Kaisa merasa sebagai pemakai pertama dari merek Lexus tetapi ketika PT. Lexus Daya Utama telah mendaftarkan software merek Lexus. Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa merasa bisnisnya merasa di rugikan, karena para konsumen akan mengira bahwa software yang dikeluarkan oleh PT. Lexus Daya Utama adalah milik dari Toyota Jidohsi Kabusihiki Kaisa. Selanjutnya Toyoya Jidoshi Kabushiki Kaisa mengajukan Gugatan pembatalan merek kepada PT. Lexus Daya Utama yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa menyatakan dalam gugatannya bahwa PT. Lexus Daya Utama telah mendaftarakan software merek Lexus dengan itikad tidak baik, itikad tidak baik yang dimaksud adalah karena PT. Lexus Daya Utama mengambil keuntungan atas reputasi merek Lexus milik Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa. Sebab, dengan menggunakan nama Lexus PT.Lexus Daya Utama tidak perlu mengeluarkan biaya promosi maupun berusaha untuk membangun reputasi sendiri, selain itu dengan diterbitkannya sertifikat tersebut berpotensi akan menimbulkan kebingungan oleh para konsumen. Atas dasar hal itu Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa meminta agar Pengadilan Niaga Jakarta Pusat membatalkan merek Lexus milik PT. Lexus Daya Utama. Namun menurut Pengadilan Niaga Jakarta Pusat PT. Lexus daya Utama tidak melakukan pemboncengan merek, sehingga PT. Lexus daya Utama dinyatakan tidak bersalah, sehingga Toyota

(5)

Jidoshi Kabushiki Kaisa melakukan upaya hukum selanjutnya yaitu tingkat kasasi. Pada upaya hukum kasasi ini Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa memenangkan gugatannya. Pada hal ini putusan Mahkamah Agung sangat bertolak belakang dengan Putusan Pengadila Niaga Jakarta Pusat.

Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Penerapan Unsur Persamaan Pada

Pokoknya Dalam Penentuan Sengketa Merek (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/Pdt.sus/2011) “

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan peramsalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah merek yang dilindungi dalam Undang-undang Merek Nomor 15 tahun 2001?

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa merek terkait dengan merek yang dilindungi?

3. Bagaimanakah penerepan unsur persamaaan pada pokoknya dalam penentuan sengketa dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 194/Pdt.Sus/2011?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulis melaksanakan penenlitian ini adalah

a. Untuk mengetahui merek yng dilindungi dalam Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001

(6)

b. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa merek terkait dengan merek yang di lindungi.

c. Untuk mengetahui penerepan unsur persamaaan pada pokoknya dalam penentuan sengketa dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 194/Pdt.Sus/2011

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi adalah: a. Secara Teoretis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum ekonomi. b. Secara Praktis

Dapat diajukan sebagai bahan pedoman dan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang penerepan unsur persamaaan pada pokoknya dalam penentuan sengketa merek studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/Pdt.Sus/2011 dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan lainnya yang terkait di Indonesia. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan atau ditegakkan dalam kenyataannya

(7)

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah penerpan unsur persamaan pada pokoknya dalampenentuan sengketa merek studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/Pdt.Sus/2011, judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Adapun judul skripsi yang telah ada di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:

1. David RJ. Pakpahan Nim 030200104 dengan judul Analisa Kasus Mengenai Hukum Terhadap Merek Terdaftar (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1 / Merek/2005/PN-Niaga Medan

2. Michael Nim 070200191 dengan judul Sistem Pendaftaran Merek Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Sebagai Upaya Menanggulangi Pendaftaran Merek Tanpa Hak.

3. Faradila Y Sitepu Nim 060200050 dengan judul Disparitas Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Perkara Merek Terkenal Versus Merek Terdaftar

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan sistem penerepan unsur persamaan pada pokoknya yang membahas mengenai penentuan sengketa merek. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.

(8)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian merek menurut para ahli

Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang di produksi oleh suatu perusahaan4. Merek yaitu “dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu untuk menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa di bandingkan dengan barang-barang sejenis yang di buat dan di perdagangkan oleh orang-orang atau perusahaan lain”. 5

Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa pada mulanya merek hanya di akui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa baru di akui pada Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. di Inggris, merek jasa baru bisa di daftarkan dan mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang setelah adanya ketentuan yang baru di berlakukan pada Oktober 1986 yaitu Undang-Undang hasil revisi pada tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks 1938. Mengenai merek jasa tersebut di Indonesia baru di cantumkan pada Undang-Undang Merek No. 19 Tahun 1992.

6

Pencantuman pengertian merek sekarang ini, pada dasarnya banyak kesamaannya di antara negara peserta Uni Paris, hal ini di karenakan mereka mengacu pada ketentuan Konvensi Paris tersebut. Hal ini terjadi pula pada Negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang di keluarkan oleh BIRPI tahun 1967.

7

4

Erma Wahyuni,et.al, Op.cit, hlm 12. 5

Imam Syahputra, et.al. Hukum Merek baru Indonesia : seluk beluk tanya jawab, (Jakarta : Hrvindo,1997) hlm 10

6

Erma Wahyuni,et.al, Op.cit, hlm 13 7

(9)

Banyak para pakar lain yang juga memberikan batasan yuridis pengertian merek, antara lain:

a. H. M. N Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah suatu tanda dengan mana suatu benda tertentu di pribadikan, sehingga dapat di bedakan dengan benda lain yang sejenis”.8

b. R. Soekardono, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tenger) dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu, di mana perlu juga di pribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang di buat ataau di perdagangkan oleh barang-barang perusahaan lain”.

9

c. Tirtamidjaya yang menyadur pendapat Vollmar, memberikan rumusan bahwa “Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang di bubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, guna membedakn barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”. 10 d. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari

aspek fungsinya, yaitu: “Suatu merek di pergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu

8

H. M. N Purwo Sutjipto, Perlindnungan Merek Terkneal di Indonesia, (Bandung: Fakultas Hukum Alumni UNPAR,1999) hlm 21.

9

R. Soekardono, Selayang Pandang Hak Cipta, Merek ,dan Paten, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Alumni UII, 1998) hlm 30.

10

Tirtamidjaya, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000) hlm 18.

(10)

barang yang bersangkutan dengan di beri merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya”.11

Sebuah merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), maksudnya tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, maka merek itu harus dapat memberikan penentuan atau ”individuali sering” pada barang atau jasa yang bersangkutan.

Dari pendapat sarjana tersebut, mengambil kesimpulan bahwa yang di artikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang yang sejenis yang di hasilkan atau di perdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 2. Syarat-syarat sebuah merek

12

11

Iur Soeryatin, Aspek Perlindnungan Terhadap Merek Terkenal di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,1999) hlm 43.

12

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Mere, Paten, Hak Cipta, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1997) hlm 26

Dari ketentuan pengertian merek serta persyaratan suatu merek agar dapat didaftarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikategorikan dan diakui sebagai merek apabila :

(11)

a. Mempunyai fungsi pembeda (distinctive, distinguish)

b. Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa (unsur-unsur gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

c. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

d. Bukan menjadi milik umum.

e. Tidak merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

Merek merupakan tanda. Tanda yang memberi kepribadian atau pengindividualisasian kepada barang-barang. Memberi kepribadian atau pengindividualisasian, dalam arti memberi tanda yang khusus, yang mempunyai daya pembeda (distincti venees) atas barang dengan cara bermacam-macam, antara lain dengan mencetak tanda yang bersangkutan pada barang atau dikaitkan pada barang itu, dengan mengantungkan pelat tanda khusus tersebut.13

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 UUM No. 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek tidak dapat di daftarkan atas dasar permohonan yang di ajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Syarat suatu merek berdasarkan ketentuan Pasal 5 UUM No 15 Tahun 2001 adalah:

b. Tidak memiliki daya pembeda.

13

Sutan Remy Sjahdeni, “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

(12)

c. Tidak menjadikan milik umum; atau

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang di mohonkan pendaftarannya.

Permohonan merek dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (1) UUM No 15 Tahun 2001

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

b. Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

indikasi-geografis yang sudah di kenal.

Selain itu permohonan pengajuan merek juga dapat di tolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (3) UUM No 15 Tahun 2001:

a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang di miliki orang lain, kecuali atas dasar persetujuan tertulis dari yang berhak.

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lambang nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang di

gunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Daya pembedaan (distinctivenees),

(13)

merupakan unsur yang utama seperti halnya pada paten, kebaharuan (novelty) merupakan unsur pokok dan untuk hak cipta, urisinalitas (originality) menjadi unsur utama, maka untuk merek yang menjadi unsur paling penting adalah daya pembeda (distinctivenees).

Tidak terdapat daya pembeda jika, merek tersebut mengandung persamaan pada keseluruhannya, atau pada pokoknya dengan merek lain. Persamaan pada pokoknya dari pada merek, dilihat merek itu secara keseluruhan, apakah wujudnya atau wujudnya atau bunyinya yang mempunyai kemiripan, seperti pada gambar banteng dengan gambar sapi, bunyi sandoz dengan santos. Demikian pula kemiripan dalam arti seperti gambar kuda terbang dengan kata kuda terbang. Juga tidak terdapat daya pembeda, jika merek itu di buat terlalu rumit dengan mencantumkan berbagai tanda, atau di buat terlalu sederhana seperti, dengan mencantumkan sebuah titik, sebuah angka atau huruf.

3. Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek

Penghapusan pendafatran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal, baik atas prakarsa sendiri maupunberdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan. Ketentuan penghapusan merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dalam Pasal 61 UUM No 15 Tahun 2001 dapat dilakukan apabila: 14

a. Merek tidak digunakan (non use) selama 3 (tiga) tahun bertuturt-turut atau lebih dalam perdagangan barang dan /jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakain terakhir kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh direktorat

14

Racmadi Usman, Hukum hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: Alumni, 2003) hlm 360

(14)

Jenderal. Pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat.

b. Merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesua dengan merek yang sudah didaftar.

Adapun alasan-alasan yang dapat diterima oleh Direktorat jenderal tidak digunakannya merek dalam perdagangan barang atau jasa secara limitatif diatur dalam Pasal 61 ayat (3) yaitu: 15

a. Larangan Impor,

b. Larangan yang berkaitan dengan ijin bagi peredaran barang yang menggunakan merek barang atau jasa yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang besifat sementara,

c. Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pengaturan merek selain dikenal mekanisme penghapusan pendafataran merek, juga terdapat mekanisme pembatalan merek yang terdaftar. Pendaftaran merek hanya bisa dimintakan pembatalannya oleh pihak yang berkepentingan yaitu antara lain jaksa, yayasan, Lembaga bidang konsumen, dan lembaga majelis keagamaan. Permohonan pembatalan diajukan melalui gugatan kepada Pengadilan Niaga diantara karena alasan :16

15 Ibid 16

(15)

a. Merek yang terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh pihak yang tidak beritikad baik.

b. Merek terdaftar mengandung salah satu unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

c. Adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek lain yang sudah terdaftar.

d. Menyerupai nama orang terkenal, foto dan nama badan hukum yang dimilki. e. Peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang

simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun Internasional secara tidak sah.

f. Peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga negara dengan secara tidak sah. Menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi hak cipta dengan tanpa persetujuan tertulis.

Gugatan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftarannya, namun apabila gugatan pembatalan beralasan merek yang bersangkutan bertentang dengan moral agama,kesusilaan, atau ketertiban umum maka jangka waktunya tidak dibatasi. Terhadap putusan Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan permohonan Banding, tetapi hanya dapat langsung diajukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali.

4. Persamaan Keseluruhan dan Persamaan Pada Pokoknya

Istilah Persamaan Pada Pokoknya muncul ketika dua buah merek yang kelihatannya sama disandingkan. Dalam praktek, hal ini sering menjadi persoalan

(16)

ketika merek yang satu dianggap melanggar merek lain. Pada bagian penjelesan Pasal 6 ayat (1) huruf a, UUM No 15 Tahun 2001 mendefinisikan kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun unsur-unsur persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.17

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metedologis, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti berdasarkan suatu metode tertentu, sistematis berarti, berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertetntangan dalam suatu kerangka tertentu.

Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini disebabkan adanya unsur-unsur yang menonjol dari masing-masing merek yang diperbandingkan. Unsur-unsur yang menonjol itu, kalau disumpulkan dari bunyi Pasal 1 angka (1) UUM No 15 Tahun 2001 tentang pengertian merek, dapat terdiri dari Nama. Kata, Huruf-huruf, Angka-angka, Susunan warna, atau Kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

F. Metode Penelitian

18

17

http://www.legalakses.com/persamaa-pada-pokoknya.html, diakses tanggal 5 Februari

2014 18

(17)

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maka metode penelitian yang digunakan antara lain :

1. Spesifikasi penelitian

Dalam menyusun skripsi ini digunakan penelitian yuridis normatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif, yang menyangkut dengan permasalahan yang diselidiki. Dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan pengolahan data dan penyusunannya, tetepi yang lebih penting adalah analisis dan interpretasi atas data yang telah didapat tersebut agar diketahui maksudnya.

Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum.19 Metode pendekatan yang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.20

19

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan

Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 13-14.

20

Bandingkan Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Peneitian Hukum Normatif (Jawa Timur: Bayu Media Publishing, 2007) hlm. 302.

2. Sumber dan Jenis Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah:

(18)

a. Bahan hukum primer

Dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

b. Bahan hukum sekunder

Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang merek, penyelesaian sengketa dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/Pdt.Sus/2011 dan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan hukum tersier

Semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedi dan sebegainya.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara:21

21

Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 24.

studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

(19)

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atasbeberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II MEREK YANG DILINDUNGI DALAM UNDANG- UNDANG MEREK NOMOR 15 TAHUN 2001

Dalam bab ini diberikan penjelasan tentang pengertian merek, persyaratan substantif dalam merek, dan merek terdaftar.

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA MEREK TERKAIT DENGAN MEREK YANG DILINDUNGI.

(20)

Bab ini membahas mengenai sengketa merek yang ada Di Indonesia, bentuk penyelesaian sengketa, dan penyelesaian sengketa terkait merek yang dilindungi.

BAB IV PENERAPAN UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA

DALAM PENENTUAN SENGKETA (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 194K/Pdt.sus/2011).

Bab ini berisikan tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor 194K/Pdt.Sus/2011,dan penerapan unsur persamaan pada pokoknya dalam penentuan sengketa merek yang dilindungi antara hakim pengadilan niaga dan mahkamah agung

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

Penilain proposal merupakan kegiatan penelaahan terhadap proposal berkenaan dengan: kelengkapan maupun substansi proposal yang meliputi kesiapan daerah dalam melaksanakan

Dari Gambar 2.3 di atas, dapat diperkirakan hubungan antara resistansi sensor Rs dengan resistansi sensor pada saat mengukur H2 1000 ppm dengan suhu 20o C dan RL=20 KΩ adalah

Belum dapat Menyimpulkan pengertian campuran dengan tepat. · Belum dapat mengidentifikasi campuran dalam kehidupan sehari- hari dengan tepat. Hasil identifikasi ditulis

Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat

Pada material yang lebih lebar, ditemukan Echinothambema yang merupakan pemakan deposit (deposit feeder). Beberapa fungsi padang lamun, yaitu: 1) sebagai

• Harga  anak  ayam  atau  day  old  chicken  (DOC)  menurun.  Kondisi  tersebut  telah  terjadi  sejak  November  2014.  Harga  DOC  bahkan  sempat  Rp  500 

hanya tidak sama dengan satu mazhab, bahkan bertentangan dengan salah satu mazhab tertentu. Dan bisa juga ketentuan dalam pasal KHI tidak berdasarkan pendapat dari ulama mazhab

48 hutan produksi terbatas yaitu jenis sengon, namun apabila pada masa yang akan datang terjadi perubahan kondisi hutan produksi terbatas baik dikarenakan