• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bantuan manusia lain. Oleh karena itu, antara manusia yang satu dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bantuan manusia lain. Oleh karena itu, antara manusia yang satu dengan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hakikat manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Oleh karena itu, antara manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, muncul berbagai interaksi dan kegiatan dalam kehidupan manusia. Salah satu kegiatan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yaitu interaksi jual beli. Jual beli merupakan hubungan yang telah lama berlaku dalam kehidupan manusia. Bahkan hubungan ini tidak lepas dari kehidupan sekarang. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jual beli adalah menjual dan membeli, artinya persetujuan yang saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual (Adiwimarta dkk, 1988:366)

Pada umumnya, demi memenuhi kebutuhan hidup, manusia selalu mengusahakan sesuatu sesuai kebutuhannya, bahkan lebih dari itu manusia menginginkan sesuatu tidak berdasarkan kebutuhannya, melainkan hanya sebatas keinginan dan nafsu. Salah satu contoh cara manusia memperoleh kebutuhan dan keinginannya adalah dalam kegiatan jual beli, seorang pembeli misalnya berusaha menemukan harga seminimal mungkin baik itu dengan cara menawar atau dengan menemukan penjual lain. Secara tidak langsung timbul persaingan antar sesama penjual demi mendapatkan seorang pelanggan. Usaha menarik perhatian pembeli kemudian bervariasi dari sang penjual, seperti

(2)

memberikan tawaran harga yang lebih murah dari penjual lainnya. Harga kemudian menjadi bagian paling vital dalam proses jual-beli yang rentan dengan aksi penipuan. Maksudnya adalah demi mendapatkan perhatian pembeli, para penjual akan berusaha supaya harga barang yang dijualnya jauh lebih murah dari para penjual lainnya. Melalui harga lebih murah tidak menutup kemungkinan penjual tersebut akan menjual barang yang kualitasnya lebih rendah dibandingkan barang yang harganya lebih tinggi.

Persaingan harga antara penjual dan pembeli tersebut sangat sulit untuk ditemukan dalam transaksi jual beli masyarakat Minangkabau, khususnya pada jual beli hewan ternak. Proses transaksi jual beli hewan ternak di Minangkabau dikenal dengan sebuah istilah yang disebut dengan nama Barosok. Barosok merupakan tradisi unik yang menjadi salah satu ciri khas dalam transaksi jual beli hewan ternak masyarakat Minangkabau. Tradisi Barosok berhasil dipertahankan secara turun-temurun oleh masyarakat Minang hingga kini. Tradisi ini dapat bertahan karena adanya faktor sejarah dan tradisi budaya yang telah mendarah daging, yang tidak punah dan senantiasa lestari dan menjadi ciri khas jual beli hewan ternak di Minangkabau.

Istilah Barosok disinonimkan dengan bahasa Indonesia yaitu memegang atau meraba, yang berarti dalam jual beli ini kata sepakat antara penjual dan pembeli tidak diucapkan dengan kata atau kalimat. Prosesnya ditandai dengan jari tangan penjual dan pembeli seperti orang-orang bersalaman, dan kedua tangan itu ditutup dengan kain sarung atau sejenisnya agar tidak kelihatan dari luar, sehingga orang tidak mengetahui gerak tangan mereka. Dalam bersalaman

(3)

itu jari-jari mereka saling meraba, pihak penjual menawarkan dan pihak pembeli menawar. Bila telah terjadi kesepakatan harga ternak, maka jari-jari itu berhenti meraba. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan harga yang tidak sehat antara penjual dan pembeli lain. Melalui cara demikian tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai harga seekor ternak yang layak (Putri, 2015:3).

Barosok sebagai tradisi jual beli hewan ternak masyarakat Minangkabau telah berlangsung lama, jual beli ini juga terdapat di pasar ternak desa Cubadak, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Masyarakat Minangkabau yang dikenal sebagai masyarakat yang memiliki adat yang kuat serta tetap mempertahankan dan menjalankan tradisi nenek moyangnya, salah satunya adalah barosok, hal itu tentu tidak lepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut yang ingin dipertahankan oleh orang Minangkabau. Sebab setiap individu maupun kelompok dalam melaksanakan aktivitas sosialnya selalu berpedoman kepada nilai-nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang mempengaruhi tingkah dan perilaku masyarakat. Sebuah nilai apabila sudah membudaya dalam masyarakat, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam kesehariannya.

Dalam usaha mendalami penelitian ini, akan digunakan teori nilai-nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana. Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa kebudayaan diartikan sebagai sebuah kemampuan menggunakan pikiran untuk menghasilkan atau menjelmakan nilai-nilai yang baik yang dapat

(4)

memajukan. Menurutnya kebudayaan merupakan penjelmaan akan nilai-nilai, yang mana nilai-nilai tersebut yang menentukan nilai atau sistem moral khas setiap kepribadian, setiap kelompok sosial dan setiap kebudayaan. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana nilai budaya terbagi menjadi enam, yakni nilai teori, nilai ekonomi, nilai agama, nilai seni, nilai kuasa dan nilai solidaritas (Alisjahbana, 1977:10).

Teori nilai-nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana digunakan sebagai objek formal karena dinilai tepat oleh penulis untuk mengkaji tradisi jual beli Barosok dari segi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut. Nilai-nilai budaya dalam tradisi tradisi jual beli Barosok inilah yang akan dianalisis oleh penulis menggunakan kerangka nilai-nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan tradisi jual beli Barosok ?

b. Apa saja nilai-nilai budaya dalam tradisi jual beli barosok berdasarkan nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana?

c. Bagaimana keberlanjutan tradisi barosok dalam tantangan perkembangan zaman?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang tradisi berbagai suku bangsa di Nusantara mungkin sudah banyak dilakukan, begitu juga dengan yang menggunakan masyarakat

(5)

Minangkabau sebagai objek kajiannya. Namun sejauh penelusuran yang dilakukan, penulis belum menemukan penelitian sebelumnya yang sama dengan penelitian yang penulis ajukan, baik dari kesamaan objek formal serta objek material maupun judul penelitian. Berikut beberapa penelitian yang memiliki objek yang sama dengan penelitian ini:

a. Azizi, Afdil. 2008. “Wanprestasi pada Perjanjian Jual Beli Ternak Dengan Sistem Marosok di Pasar Ternak Kota Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar”: Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro

b. Yanto. 2009. “Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Ternak secara Barosok di Kabupaten Pariaman”. Tesis. Yogyakarta: Magister Kenotariatan Pascasarjana UGM

c. Zahara. 1997. “, Sistem Jual Beli Ternak pada Masyarakat di Minangkabau pada Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Barat”. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Hukum Pascasarjana UGM

d. Jelly Dwi Putri. 2015. “Konstruksi Makna Marosok Dalam Transaksi Jual Beli Ternak di Desa Cubadak Kabupaten Tanah Datar”. Jurnal. Pekanbaru: Jurnal FISIP UNRI

3. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini di harapkan banyak memberikan manfaat diantaranya untuk:

(6)

a. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai tradisi barosok di Minangkabau sehingga masyarakat dapat memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.

b. Bagi perkembangan ilmu filsafat

Menambah wacana serta wawasan mengenai salah satu persoalan dalam kearifan lokal, khususnya mengenai kearifan lokal masyarakat Minangkabau yaitu tradisi barosok, serta memberikan sumbangan kepustakaan bagi filsafat kebudayaan.

c. Bagi penulis

Selain sebagai prasyarat kelulusan, penelitian ini bermanfaat sebagai pembelajaran terhadap upaya melestarikan kearifan lokal. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan tentang pemahaman tentang nilai-nilai dalam tradisi barosok di Minangkabau yang bisa diterapkan dalam kehidupan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Tradisi Jual Beli secara Barosok dari Persepektif Nilai Budaya Sutan Takdir Alisjahabana” bertujuan untuk menyelesaikan persoalan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Menguraikan tradisi jual beli Barosok

2. Menguraikan aspek nilai budaya dalam tradisi jual beli Barosok dari perspektif nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana

(7)

3. Menganalisis secara reflektif tradisi jual beli Barosok dalam tantangan perkembangan zaman

C. Tinjauan Pustaka

Tradisi jual beli dengan sistem Barosok adalah salah satu tradisi nenek moyang yang masih dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Maka dari itu akan dikaji mengapa tradisi ini masih bertahan dan nilai-nilai apa yang berusaha dipertahankan oleh masyarakatnya.

Putri dalam penelitian yang berjudul “Konstruksi Makna Marosok dalam Transaksi Jual Beli Ternak di Desa Cubadak Kabupaten Tanah Datar” telah mengkaji tentang jual beli ternak dengan sistem marosok. Dalam penelitian ini peneliti berusaha menemukan konstruksi makna yang muncul baik dari segi objek fisik maupun objek sosial marosok. Hasil penelitiannya yaitu bahwa marosok adalah tradisi atau kebiasaan yang diturunkan kepada generasi yang berkembang hingga sekarang. Marosok dilihat sebagai tradisi filsafat, nilai-nilai dan falsafah hidup orang Minangkabau. Nilai-nilai tersebut muncul dari penggunaan simbol yang dimodifikasi dari warisan dan dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari sistem sosial kehidupan masyarakat itu sendiri, yang terlihat dari cara membeli dan menjual ternak yang mereka lakukan di pasar ternak (Putri, 2015:1)

Zahara dalam penelitian yang berjudul “ Sistem Jual Beli Ternak pada Masyarakat di Minangkabau pada Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini mengkaji tradisi marosok dari segi hukum adat. Hasil

(8)

penelitiannya yaitu: Dalam jual beli ternak dengan sistem marosok terlihat peranan pemerintah dalam rangka pengawasan dan penertiban terhadap ternak yang akan diperjualbelikan, juga terhadap pelaku-pelakunya. Realisasi dari usaha pemerintah ini dituangkan dalam bentuk peraturan daerah tingkat II yaitu peraturan daerah tentang pasar ternak. Kemudian dalam hal resiko ditanggung oleh pembeli. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu risiko-risiko ini ditanggung berdua antara penjual dan pembeli. Sengketa-sengketa yang ditemukan biasanya diselesaikan secara intern antara pelaku-pelaku dari jual beli ternak itu sendiri. Penyelesaian ditempuh dengan kekeluargaan. Belum pernah terjadi penyelesaian sengketa sampai dibawa ke pengadilan (Zahara, 1997:1)

Yanto dalam penelitian yang berjudul Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Ternak Secara Barosok di Kabupaten Pariaman, mengkaji tradisi marosok dengan menggunakan penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitiannya terbagai menjadi tiga, yaitu (1) faktor jual beli ternak dengan cara masih dijalankan di kabupaten Pariaman karena jual beli ternak secara ini merupakan jual beli yang dianggap sopan, tidak terjadinya orang lain menyaingi harga, untuk menjaga keharmonisan, dan untuk menjaga keselamatan pelaku dalam jual beli ternak dari orang-orang yang mempunyai itikad tidak baik. (2) Pelaksanaan perjanjian jual beli ternak secara marosok di kabupaten Padang Pariaman melalui beberapa tahap, yaitu pra jual beli ternak secara , teknis pembayaran penjanjian jual beli, dan pembayaran harga dan penyerahan bendanya. (3) Kendala-kendala yang terjadi dalam barternaknya mati, kesalahan dalam menafsirkan kode-kode sewaktu penawaran dilakukan degan

(9)

cara marosok, serta kesalahan dalam menghitung pembayaran. Biasanya berbagai kendala diselesaikan secara intern antara penujual dan pembeli di pasar ternak itu sendiri. Penyelesaian di tempuh secara damai atas rasa kekeluargaan. Belum pernah terjadi penyelesaian yang dibawa kepengadilan (Yanto, 2009:1).

Afdil Azizi dalam penelitiannya yang berjudul Wanprestasi pada Perjanjian Jual Beli Ternak dengan Sistem Marosok di Pasar Ternak Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat, mengkaji tradisi marosok dari segi hukum perdata. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penawaran dan penerimaan harga ternak dilakukan dengan sistem Barosok (meraba, memegang) jari tangan kanan antara penjual dengan pembeli yang ditutup dengan kain sarung atau handuk kecil. Perjanjian tersebut terjadi secara lisan dengan didasari kepada rasa saling percaya antara penjual dan pembeli. Adapun yang menjadi subjek perjanjian adalah orang laki-laki dewasa, berakal, dan dalam keadaan waras. Dengan demikian kecakapan subjek hukum untuk bertransaksi di pasar ternak telah sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Yang dapat menjadi objek perjanjian adalah hewan ternak yang terdiri dari kerbau, sapi, dan kambing. ternak yang dijual harus sah, yang dibuktikan dengan kartu Kartu Kepemilikan Ternak. Sangketa-sangketa yang timbul akibat salah satu pihak wanprestasi, biasanya diselesaikan secara intern antara para pelaku pasar di pasar ternak itu sendiri. Penyelesaian ditempuh dengan jalan damai atas rasa kekeluargaan. Belum pernah terjadi penyelesaian

(10)

sangketa dibawa ke Pengadilan atau lembaga Alternative Dispute Resolusion (ADR) (Azizi, 2008:1).

Tradisi Barosok di Minangkabau tidak lepas dari nilai-nilai yang tertanam di dalamnya yang dijadikan pedoman dalam menjalani kesehariannya dalam masyarakat Minangkabau. Nilai-nilai yang dipertahankan oleh masyarakat tersebut juga tidak terlepas dari perkembangan zaman, selalu mengikuti perkembangan hidup manusia, hal ini sesuai dengan konsep atau pemahaman bahwa budaya bersifat dinamis, selalu berkembang tanpa harus meninggalkan kekhasan dari budaya aslinya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah membahas tentang tradisi Barosok di Minangkabau ditemukan penjelasan tentang tradisi Barosok diantaranya: proses terjadinya jual beli hewan ternak dengan menggunakan sistem marosok, konstruksi makna dalam tradisi Barosok, serta aspek hukum yang terkandung dalam tradisi Barosok. Melalui penjelasan tentang tradisi Barosok yang telah dibahas tersebut, peneliti belum menemukan penelitian yang membahas tentang nilai budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut. Selanjutnya peneliti akan mencoba mengeksplorasi penelitian dengan judul “Tradisi Jual Beli Secara Barosok Dari Persepektif Nilai Budaya Sutan Takdir Alisjahabana”.

D. Landasan Teori

Kebudayaan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, meliputi segala aspek dari kehidupan manusia. Demikian menurut Peursen (1988:10-11) kebudayaan adalah meliputi segala perbuatan manusia, seperti cara ia

(11)

menghayati kematian dan upacara-upacara untuk menyambut peritiwa itu, demikian juga dengan kelahiran, seksualitas, cara mengolah makanan, etika ketika makan, pertanian, perburuan, cara ia membuat alat-alat, pecah belah, pakaian, serta cara ia menghiasi badan dan rumahnya. Menurut Peursen semua itu termasuk dalam kebudayaan, seperti juga kesenian, ilmu pengetahuan dan agama.

Kebudayaan menurut Bakker adalah penciptaan, penerbitan, dan pengolahan nilai-nilai insani. Terlingkup di dalamnya usaha memanusiakan bahan alam mentah serta hasilnya. Dalam bahan alam, alam diri, dan alam lingkungannya baik fisik maupun sosial, nilai-nilai diidentifikasikan dan diperkembangkan sehingga sempurna. Membudayakan alam, memanusiakan hidup, menyempurkan hubungan keinsanian merupakan kesatuan tak terpisahkan (Bakker, 1999: 22).

Kebudayaan menurut Sutan Takdir Alisjahbana diartikan penjelamaan dari sistem nilai. Nilai-nilai yang terbentuk dalam proses etik pribadi merupakan hasil kreatifitas dari Budi. Budi kemudian mempengaruhi perilaku pribadi dan pada gilirannya akan menghasilkan benda-benda (cultural goods). Kebudayaan bagi Sutan Takdir Alisjahbana sesunggunya adalah perwujudan nilai (value) (Asy’ari, 2008:52).

Alisjahbana terpengaruh oleh pemikian filsuf Jerman Edward Spranger (1882-1963), akan dijelaskan inti-inti pokok dari enam gugus nilai yang menjadi tolak ukur Alisjahbana (1966:171) dalam melakukan penilaian

(12)

terhadap sebuah kebudayaan, kelompok sosial dan kepribadian dari masyarakat, yaitu:

1. Nilai-nilai teoritis atau gugus nilai ilmu pengetahuan. Penilaian teoritis mengikuti tolak ukur benar-salah. Yang bernilai positif adalah kebenaran, yang bernilai negatif adalah kekeliruan.

2. Nilai-nilai ekonomis atau gugus nilai-nilai ekonomi. Sesuatu itu bernilai secara ekonomis tergantung dari apakah sesuatu itu menguntungkan atau tidak, atau malah merugikan. Jadi, kriterianya adalah untung-rugi.

3. Nilai-nilai religius atau gugus nilai agama. Nilai religius tertinggi adalah yang kudus. Lawannya adalah yang profan.

4. Nilai-nilai estetik atau gugus nilai seni. Penilaian estetik adalah mengenai indah-tidaknya sesuatu. Yang indah bernilai positif, yang jelek bernilai negatif.

5. Nilai-nilai politis atau gugus nilai kuasa. Dalam dimensi nilai-nilai politis, yang bernilai positif adalah kekuasaan, yang negatif adalah ketertundukan.

6. Nilai-nilai sosial atau gugus nilai solidaritas. Inilah nilai-nilai yang menentukan apa yang positif dan apa yang negatif dalam hubungan dengan orang lain. kriterianya adalah baik-buruk juga solider-egois. Enam nilai tersebut menurut Takdir “melalui berbagai konfigurasi, menentukan sistem nilai atau sistem moral khas setiap kepribadian, setiap

(13)

kelompok sosial dan setiap kebudayaan. Dalam arti ini, nilai-nilai merupakan kekuatan-kekuatan integratif manusia, masyarakat dan budaya (Suseno, 2005:135)

Dalam menghadapi alam sekitarnya budi manusia didorong untuk membuat perhubungan yang bermakna dengannya, yaitu budi manusia menilai benda-benda dan kejadian yang serba beragam di sekitarnya itu dan dipilihnya apa yang menjadi tujuan dan isi dari kelakuan kebudayaan (Alisjahbana, 1977:9).

Sutan Takdir menyatakan bahwa proses menilai itu terbagi dalam beberapa aspek yang berbeda, yakni aspek progresif dan aspek ekspresif. Aspek progresif ini, pelaku kebudayaan bertujuan memakai atau menggunakan benda-benda atau kejadian-kejadian untuk menghadapi proses penilaian ekonomi, yang berlaku menurut logika efisiensi dan menuju ke arah guna yang sebesar-besarnya untuk hidup dan kesenangan hidup, yaitu nilai ekonomi atau kegunaan. Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju beliau sebut dengan aspek progresif dari kebudayaan (Alisjahbana, 1977:9).

Kombinasi antara nilai agama dan nilai seni yang sama-sama menekankan intuisi, perasaan, dan fantasi merupakan aspek ekspresif dari kebudayaan. Proses penilaian dunia sekitar sebagai ekspresi terhadap rahasia, kebesaran hidup alam semesta, maka dapat dikatakan yang dihadapi adalah nilai agama atau kekudusan. Apabila yang dialami adalah keindahan, maka yang dihadapi adala proses estetik yang bersifat ke-ekspresifan benda-benda atau kejadian-kejadian (Alisjahbana, 1977:10). Pernyataan ini menggambarkan

(14)

suatu proses penilaian yang memasuki ranah spiritual dari nilai-nilai budaya yang bersifat ekspresif.

Sutan takdir Alisjahbana juga menempatkan aspek kuasa dan aspek solidaritas diantara dua aspek diatas. aspek kuasa adalah suatu proses penilaian yang menuju pada kekuasaan, yaitu kepuasan ketika orang lain mengikuti norma-norma dan nilai kita. Aspek solidaritas, menurut Sutan Takdir Alisjahbana, merupakan hubungan saling menghargai sebagai individu atau golongan, dengan kemungkinan-kemungkinannya sendiri dalam kepuasan untuk membantu perkembangan berbagai kemungkinan orang lain. Empat proses menilai ini adalah a priori dari budi manusia (Alisjahbana, 1977:10).

Ketika berdiskusi tentang kebudayaan, maka salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana hubungan kebudayaan tradisional dengan kebudayaan modern, apakah kebudayaan tradisional tersebut masih bisa bertahan ditengah perkembangan zaman yang begitu cepat. Tradisi merupakan salah satu bagian dari kebudayaan tradisional yang sangat penting bagi perkembangan suatu kebudayaan. Tradisi menurut Peursen adalah merupakan bagian kebudayaan, tradisi diartikan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, dan harta-harta. Tetapi tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang tak dapat diubah, tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Tradisi diciptakan oleh manusia, ia menerima, menolak atau mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang

(15)

perubahan-perubahan, riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Peursen, 1988:11).

Menurut Bakker kebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup manusia. perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru dan akibatnya dalam penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya terhadap situasi baru. Menurutnya sikap mental dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna keseimbangan dan integrasi baru (Bakker, 1984:113).

Ignas Kleden dalam sikap ilmiah dan kritik kebudayaan (1987:214) mengatakan bahwa kebudayaan adalah dialektika antara ketenangan dan kegelisahan, antara penemuan dan pencarian, antara integrasi dan disintegrasi, antara tradisi dan reformasi. Tanpa tradisi dan integrasi suatu kebudayaan menjadi tanpa identitas, sedangkan tanpa reformasi atau tanpa disintegrasi suatu kebudayaan akan kehilangan kemungkinan untuk berkembang, untuk memperbaharui diri, atau untuk menyesuaikan diri dengan paksaan perubahan sosial.

Persoalan yang dipertanyakan terhadap tiap-tiap kebudayaan, tanpa terkecuali kebudayaan Indonesia modern adalah bagaimana korelasi antara tradisi dan reformasi dalam suatu kebudayaan. Apakah korelasi antara keduanya masih merupakan perimabngan yang kreatif atau barangkali salah satu kebudayaan lebih dominan, sehingga membawa resiko yang terlalu besar bagi kebudayaan yang bersangkutan, baik bagi identitas kebudayaan maupun resiko bagi pembaruan kebudayaan (Kleden, 1987:214).

(16)

Tradisi, integrasi, transformasi dan reformasi merupakan penentu yang saling berhubungan yang menentukan keberlanjutan dan perkembangan suatu kebudayaan. Dengan mengandalkan tradisi dan integrasi, suatu kebudayaann akan terpelihara identitas, terjamin kelanjutan hidupnya, tetapi belum terjamin perkembangannya. Sebaliknya hanya dengan mengandalkan transformasi atau hanya dengan mengutamakan reformasi dalam suatu kebudayaan, muncul resiko akan terjadi disintegrasi identitas lama, sementara belum dapat dipastikan apakah identitas baru akan muncul, dan kalaupun muncul apakah identitas baru itu dapat memberikan rasa aman dan pegangan baru yang lebih sesuai (Kleden, 1987:215).

Perkembangan dan perubahan kebudayaan tidak dapat terlepas dari masyarakat. Jika lebih diperinci lagi kebudayaan tidak akan berlangsung tanpa peran manusia. Manusia yang secara prinsipil adalah makhluk yang tidak pernah puas, yang memimpikan suatu dunia yang lebih baik, atau malah sempurna, karena eksistensi manusia yang demikian, memungkinkan kebudayaan manusia atau cara hidup manusia mengalami perubahan (Mardimin, 1994:55).

Perubahan dan perkembangan kebudayaan terjadi di seluruh dunia, tanpa terkecuali kebudayaan Indonesia. Menurut Mardimin dalam tiga dasawarsa terakhir ini, masyarakat Indonesia menyaksikan perubahan sosio-kultural yang sangat pesat dan dahsyat. Hal itu terjadi sebagai akibat dari perkembangan di bidang industri, perdagangan dan teknologi; banyaknya orang asing yang datang ke Indonesia dan banyaknya orang Indonesia yang

(17)

bepergian keluar negeri, sehingga hal tersebut akan menghadirkan pertemuan budaya (cultural encounter) antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain (Mardimin, 1994:106).

Berdasarkan pada pemahaman dari teori-teori di atas, diharapkan peneliti dapat menganalisa nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi jual beli Barosok serta berusaha melihat bagaimana kebudayaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi jual beli Barosok di zaman yang terus berkembang ini.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang disertai dengan data kepustakaan. Berdasarkan metode penelitian yang diajukan oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair dalam bukunya Metodologi Penelitian Filsafat (1990:91) penelitian ini menggunakan metode penelitian pandangan filosofis di lapangan, yaitu suatu metode dalam meneliti suatu objek berupa pandangan hidup atau pandangan dunia dalam suatu kelompok daerah, suku,bangsa maupun negara, yang mendasari seluruh kebudayaan kelompok tersebut. Dalam penelitian ini khususnya akan diteliti suatu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau.

1. Bahan dan materi penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, maka bahan dan materi yang diperoleh berasal dari hasil wawancara terhadap beberapa narasumber di lapangan. Selain penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan bahan pustaka untuk menunjang penelitian.

(18)

a. Kajian lapangan

Penelitian lapangan dilakukan dengan metode wawancara, yaitu wawancara semistruktur. Informasi wawancara dilakukan dengan tujuan menggali dan menemukan permasalahan secara terbuka. Responden diminta pendapatnya, dan ide-idenya agar memperoleh ide-ide dan informasi yang lebih terbuka dan luas. Informan dalam penelitian ini yaitu diantaranya para pemuka adat/ tokoh adat setempat, penjual serta pembeli hewan ternak, dan masyarakat umum sekitar.

b. Kajian pustaka

Selain penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan bahan pustaka untuk menunjang penelitian berupa buku “Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Jurusan Nilai-Nilai” dan “antropologi baru” karya Sutan Takdir Alisjahbana, serta dari beberapa sumber yang dapat menunjang penelitian baik berupa buku, jurnal maupun artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, baik yang berhubungan dengan objek material maupun objek formal penelitian ini, yang penulis gunakan sebagai bahan pelengkap dan tambahan.

2. Jalannya penelitian

Tahapan dalam melakukan penelitian ini yaitu meneliputi tiga tahap penelitian sebagai berikut:

(19)

a. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan semua data yang diperlukan dalam penelitian, yang berhubungan dengan objek kajian penelitian. Data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara di lapangan dan studi pustaka.

b. Pengolahan data, yaitu mengolah semua data yang terkumpul meliputi klasifikasi dan deskripsi sesuai dengan apa yang dibahas di dalam penelitian. Data hasil wawancara di lapangan dan studi pustaka diklasifikasi dan dideskripsikan.

c. Penyusunan penelitian, yaitu melakukan penyusunan data meliputi analisis data yang kemudia dituangkan ke dalam bentuk laporan penelitian yang sistematis.

3. Analisis data

Dengan menggunakan 5 unsur-unsur metodis sebagai berikut: a. Deskripsi

Memberikan gambaran menyeluruh mengenai data yang terkait dengan tradisi Barosok di Minangkabau sebagai objek material yang diperoleh malalui wawancara di lapangan serta kepustakaan mengenai nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana

b. Koherensi intern

Menyelidiki keterkaitan antara objek utama dalam penelitian yakni tradisi jual beli Barosok secara koheren dengan kajian nilai-nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana. Serta menyelidiki unsur atau nilai mana yang lebih dominan dan lebih sentral.

(20)

c. Interpretasi

Penulis akan mengungkapkan konsepsi filosofis dari data yang didapat tentang tradisi Barosok di Minangkabau dan nilai budaya Sutan Takdir Alisjahban.

d. Refleksi

Yaitu merenungkan dan menyelami refleksi sistematis atas dasar data dan pemahaman mengenai sistem jual beli Barosok dalam fenomena kebudayaan

F. Hasil yang Ingin Dicapai

Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian adalah berdasarkan pada rumusan masalah yang diajukan:

1. Memperoleh penjelasan yang komprehensif tentang tradisi jual beli Barosok di Minangkabau

2. Memperoleh penjelasan dan pemahaman tentang nilai budaya tradisi Barosok dari perspektif nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana 3. Memperoleh penjelasan dan pemahaman tantang tradisi barosok

dalam perkembangan zaman

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Tradisi Jual Beli Secara Barosok Ditinjau dari Persepektif Nilai Budaya Sutan Takdir Alisjahabana” ini terdiri dari lima bab yaitu:

BAB I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian, manfaat penelitian,

(21)

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang terdiri dari jenis, jalannya penelitian serta analisis dalam penelitian, hasil yang akan dicapai dalam penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II menguraikan objek material penelitian yang meliputi sejarah atau latar belakang tradisi jual beli barosok yang akan diuraikan lebih lanjut mengenai proses terjadinya jual beli dengan sistem barosok khususnya di pasar ternak desa Cubadak. Kemudian akan dijelaskan kendala yang ditemukan dalam tradisi tersebut. Termasuk di dalamnya akan dijelaskan bagaimana tradisi barosok di zaman sekarang.

BAB III berisi uraian objek formal dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan pemikiran filsafat kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana khususnya tentang nilai-nilai budaya.

BAB IV berisi konsep nilai budaya Sutan Takdir Alisjahbana dalam memandang tradisi jual beli Barosok di Minangkabau. Bab ini pada dasarnya secara detail dan komprehensif memberi pemahaman tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi jual beli Barosok tersebut, khususnya nilai-nilai budaya yang diberikan oleh Sutan Takdir Alisjahbana, selanjutnya akan dianalisis melalui refleksi kritis peneliti dalam melihat tradisi jual beli Barosok dalam tantangan perkembangan zaman saat ini.

BAB V berisi penutup yang memuat kesimpulan dengan meringkas secara garis besar pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Kasim maupun Ketua Muhammadiyah pada waktu itu, dimutasi paksa oleh Pemerintah Belanda ke Makassar (1934). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa struktur politik yang

Hal ini menjadi perhatian ketika mendesain sistem proteksi busbar karena ketika terjadi arus gangguan eksternal bernilai besar dapat menyebabkan arus yang dihasilkan pada

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Sistem penjaminan mutu Insitusi dan prodi berjalan dengan baik. Penerapan standar dan prosedur mutu melalui tahapan prosedur kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

Pada proses injeksi molding untuk pembuatan hendel terjadi beberapa kekurangan, pada proses pembuatannya diantaranya terjadinya banyak kerutan dan lipatan pada

Beberapa ahli berusaha mengadakan penelitian untuk menyangkal teori generatio spontanea antara lain Franscesco Redi, Spallanzani dan Louis Pasteur. Percobaan Redi dan

Pengalaman pelanggan yang telah dilakukan pembersihan karang gigi terhadap sense media informasi pelayanan mempunyai nilai rerata 3 kategori cukup baik, feel nilai rerata

Seni kulinari adalah seni memasak. Seni kulinari adalah satu program yang mengeksplorasi pelajar memiliki minat di dunia dan seni masakan. Selaras itu, banyak institusi