• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWANPERWAKILANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN R.1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWANPERWAKILANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN R.1."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DEWANPERWAKILANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI

RANCANGAN UNDANG·UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN R.1.

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapatke Jenis Rapat Deng an Sifat Rapat Hari, tanggal Pukul Tempat Ketua Sekretaris Acara : 2005-2006 : Ill : Ke-3 : RDPU Ill

: KPC Melati, PSMTI dan LSPP : Terbuka

: Senin, 21 Nopember 2005 : 19.30WIB

: Ruang Rapat Pansus A, Lt 3 Gedung Nusantara II

: Drs.H.Slamet Effendi Yusuf M.Si : Drs. Budi Kuntaryo

: Masukan dan T anggapan terhadap Materi RUU

1

Hadir Anggota : 42 dari 50 orang Anggota Pansus RUU T entang Kewagangeraan RI 8 orang izin

PIMPINAN PANSUS RUU TENTANG KEWAGANEGARAAN

RI.

1. DRS. H. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si (F-PG/KETUA) 2. MURDAYA POO (F-PDIP/WAKIL KETUA}

F-PG: F·PDIP:

3. DR. H. BOMER PASARIBU, SH, SE, MS 10. IR. RUDIANTO TJEN

4. DR. H. HARRY AZHAR AZIS, MA 11. GANJAR PRANOWO

5. DEWI ASMARA, SH 12. NURSUHUD

6. · DRS. H. PRIYO BUOi SANTOSO 13. DR. H. DRS. MOCH. HASIB WAHAB 7. Hj. SOEDARMANI WIRYATMO, SH, M.HUM 14. PHILIPS WIDJAJA

8. DRS. H. MAMAT RAHAYU ABDULLAH, MM

9. ASIAH SALEKAN, BA

15.

ORA. ELVIANA, M.Si

F· PPP: F·PD:

16. H. DJUHAD MAHJA, SH, CN 19. BOY M.W. SAUL

17. DRS. H. ARIEF MUDATSIR MANDAN, M.SI

(2)

F-PAN: F-KB:

21. PATRIALIS AKBAR, SH 24. PROF. Dr. MOH. MAHFUD, MD

22. TUTI LUKMAN SOETRISNO

23. DRS. NURUL FALAH EDDY ARIANG

F-PKS: F·BPD:

25. IR. UNTUNG WAHONO 27. K.H. ANWAR SHALEH

26. H. HILMAN RASYAD SYIHA 28. ANTON A. MASHUR, SE

F-PBR:

29. H. ANDI DJALAL BACHTIAR ANGGOTA YANG IJIN :

1. ORA. Hj. IDA FAUZIYAHIFK 2. BENNY K. HARMAN, SHIFP

3. BAMBANG SADONO, SH, M IF-PG 4. M. YAHYA ZAINI, SHIF-PG ,

5. Dr. Hj. MARWAH DAUD IB~HIMIF-PG

6. PROF. DRS. H. RUSTAM E.TAMBURAKA, MA/F-PG

I

7. HERMAN HERllF-PDIP I 8. H.M. SAID ABDULLAHIF-PDIP 9. DRS. H. LUKMAN SAIFUDDINIF-PP 10. GHUFRON HAMAL, SHIF-PQ 11. H. DADAY HUDAYA/F-PD ' 12. IR. SAYUTI ASYATHRllF-PAN

13. MOHAMMAD YASIN KARA, SEIF-PAN 14. IR. HA. HELMY FAISHAL ZAINllF-KB 15. MARWAN JA'FAR, SH, SEIF-KB 16. DRS. H. ALI MASYKUR MUSA/F-KB 17. YUSUF SUPENDI, L.clF-PKS 18. MUTAMMIMUL ULA, SHIF-PKS

19. St. DRS. JANSEN HUTASOIT, SE, MM.

KETUA RAPAT (DRS. SLAMET EFFENDI YUSUF, M.SI) Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Salam sejahtera dan selamat malam

2

Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian, anggota yang sudah hadir itu ada 17 orang kemudian yang izin tertulis itu 17 orang, jadi menurut tata tertib rapat ini sudah memenuhi kuorum dan oleh karena itu dengan membaca bismillahirrahmanirrahim, dengan nama Tuhan Yang Maha Kuasa rapat ini kami buka.

(RAPAT DIBUKA)

T eman-teman anggota Pansus yang kami hormatl dan tamu-tamu yang datang da~i Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dan Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan lbu KPC Melati yang kami hormati.

Pada malam hari ini marilah kita pertama-tama memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita bisa bertemu dalam keadaan sehat wal'afiat. Hari ini saya kira hari yang cukup berbahagia, karena kita Pansus RUU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia kedatangan 2 (dua) Paguyuban sosial, yang relatif mengetahui secara riil, berdasarkan pengalaman-pengalaman, berdasarkan apa yang di~etahui dan dirasakan tentang masalah kewarganegaraan

Republik Indonesia. ·

kita sudah memiliki rencana yang banyak antara lain untuk bertemu dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat di daerah, nanti pada menjelang perpanjangan masa sidang ini, sedang dirancang acaranya, tetapi kita ingin mendengar secara langsung melalui mereka yang secara langsung juga merasakan apa-apa yang menjadi akibat dari pengaturan mengenai kewarganegaraan yang kemudian oleh DPR melalui usul inisiatif akan dirubah dengan adanya RUU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

(3)

3 Di dalam rangka menyempumakan RUU itu, kita kemarin malam dua hari yang lalu kalau tidak salah, kita sudah bertemu dengan Menteri Kehakiman dan saya kira yang paling penting juga adalah agar RUU ini bisa menampung berbagai kepentingan-kepentingan masyarakat bangsa yang hidup, sehingga dengan demikian kita tidak merumuskan UU hanya berdasarkan pikiran-pikiran kita yang di Pansus, tetapi adalah apa yang banyak dikehendaki oleh masyarakat bangsa. Khusus untuk tamu-tamu dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dan Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan lbu, kami ingin menyampaikan bahwa ada cukup banyak prinsip yang hendak dikembangkan di dalam Pansus ini, antara lain adalah bagaimana kalau kelak RUU ini menjadi Undang-undang, dia menjadi UU yang bisa menampung keinginan untuk melakukan perlindungan secara utuh terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya adalah hak-hak yang dimiliki oleh perempuan dan anak-anak.

Kemudian yang kedua adalah menghilangkan apapun, suasana, apalagi pengaturan yang bersifat diskriminatif, karena bag aim an a pun jug a negara kita ini sebagai nation state, harus kita bangun menjadi negara yang warganya, penduduknya merasakan perlakuan yang sama di dalam pengaturan UU, karena konstitusi kita mengatakan, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.

ltulah beberapa prinsip yang akan kita kembangkan dan malam ini kita mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dan Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan lbu, kami akan mempersilahkan dengan penghargaan yang tinggi kepada lbu dan Bapak-bapak tamu, untuk bisa menyampaikan pemikiran-pemikirannya agar supaya UU yang ada bisa kita sempurnakan, Rancangan yang ada juga kita sempurnakan, dan ketika nanti kita ketok menjadi UU, adalah UU yang bisa diterima sebagian besar, kalau mungkin seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu yang pertama kami persilahkan dulu, ini dalam rangka pengutamaan kepada ibu-ibu, kami persilahkan untuk menyampaikan presentasinya, dan jangan lupa sebelumnya ibu bisa memperkenalkan delegasinya untuk bisa kita semua mengetahuinya. Kami persilahkan saya tidak tahu siapa juru bicaranya, saya persilahkan.

KPC MELA Tl {ENGGIE HOLT) :

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bapak Ketua, beserta anggota Pansus, Bapak-bapak dan ibu-ibu para hadirin sekalian. Kami dari Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan lbu atau disingkat dengan KPC Melati.

Pertama tama saya akan memperkenalkan, anggota KPC Melati yang hadir pada malam hari ini, nama saya adalah Enggi Holt. Kami pada kesempatan ini juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sangat mendalam atas kesempatan yang diberikan kepada perkumpulan kami pada malam ini, untuk mengajukan usulan dan tanggapan mengenai RUU Kewarganegaraan yang sedang dalam pembahasan kali ini. Perkumpulan kami didirikan oleh ibu-ibu warga negara Indonesia dan individu-individu yang mempunyai misi dan visi yang sama dengan perkumpulan kami, tujuan kami malam ini adalah untuk mengusung dan memajukan hak perempuan warga negara Indonesia, serta anak-anak yang masih di bawah umur yang memerlukan perlindungan yang khusus.

Oleh karena, itu pada malam hari ini, sebelum kami masuk pada usulan dan tanggapan, kami akan memaparkan sedikit mengenai masalah-masalah yang selama ini dihadapi oleh keluarga perkawinan campuran dan kasus-kasus yang dihadapi selama ini, atas pemaparan kasus akan disampaikan oleh lbu Nuning Khaled. Kami persilahkan

KPC MELATI {NUNING KHALED) :

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Nama saya Nuning Khaled dari KPC Melati. Sebelum kami masuk kepada usulan, saya akan memulai dari kasus yang dialami oleh Keluarga Perkawinan Campuran sampai hari ini. Yang pertama adalah dalam sebuah keluarga, anggota keluarga WNA yang tinggal di Indonesia itu memerlukan biaya dan prosedur yang sangat rumit untuk tinggal di Indonesia, bayangkan saja sebuah keluarga perempuan WNI dengan 3 (tiga) orang anak dan suami WNA, mereka harus menghabiskan sekitar 2,6 juta perbulan, hanya untuk memperpanjang izin tinggal di Indonesia, dan setelah itu, setiap 6 bulan mereka harus ke luar negeri untuk mengambil izin tinggal yang sama dan kembali lagi dan setiap bulan membayar biaya yang sama. Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk warga negara asing,

itu

ada 4 macam, yaitu : izin tinggal, pelaporan orang asing, multi entre permit dan surat keterangan lapor diri dari kepolisian.

(4)

4

Kemudian akibat yang berlaku dari UU yang sekarang itu terhadap perempuan Warga Negara Indonesia, yang pertama adalah perempuan warga negara Indonesia tidak bisa mensponsori keberadaan suami untuk visa tinggal terbatas, yang terbilang murah dibanding yang tadi saya sebutkan, kemudian kami tidak bisa memperoleh kredit usaha, tidak bisa memiliki properti kecuali hak pakai dan tidak bisa menurunkan warisan secara utuh kepada anak, kepada anak dan suami ketika kami meninggal dunia, dan satu lagi yang saya ingin klarifikasi di sini adalah, saya baru mendengar bahwa perempuan WNI yang menikah dengan WNA, katanya tidak boleh menjadi anggota legislatif, ini nanti yang saya ingin klarifikasi juga, kebetulan karena kami juga ada beberapa yang ingin menjadi anggota dewan.

Anak dari perkawinan campuran adalah korban selanjutnya, mereka untuk tinggal bersama ibunya memerlukan visa dan kehilangan hak asuh ibu jika terjadi perceraian atau kematian orang tua, juga kehilangan tempat tinggal jika ibu WNlnya meninggal dunia, karena rumahnya harus dijual dalam jangka waktu 1 tahun, dan dalam beberapa kasus status hukumnya tidak jelas. ada contoh kasusnya di belakang. Kemudian suami WNA yang tinggal di Indonesia, walaupun keberadaannya akibat perkawinan, tetapi mereka diperlakukan sama seperti wisatawan atau pelaku bisnis asing dengan dokumen yang sama persis, biaya yang dikeluarkan untuk tinggal di Republik Indonesia juga mah al dan prosedurnya berbelit-belit, serta tidak jelas. Kemudian ayah WNA ini juga akan kehilangan tempat tinggal apabila istri WNl-nya meninggal.

Disini ada beberapa contoh aktual yang terjadi dan sampai saat ini tidak terselesaikan. Kasus yang pertama adalah Yuni Rahmawati. Dia menikah dengan warga negara Amerika dan sejak kehilangan pekerjaan suami menjadi frustasi, kemudian mereka pindah ke Amerika dengan tiket bantuan dari pemerintah Amerika, karena tidak sanggup membayar izin tlnggal di Indonesia. Akhirnya Yuni bekerja untuk mengumpulkan ·uang agar keluarganya bisa kembali ke Indonesia. Ketika tiba di rumah mereka di Amerika, suaminya menelpon polisi dan Yuni di bawa oleh polisi sampai berujung dipenjara di Distrik Playmoon. Setelah 4 hari dipenjara dan kemudian kasusnya disidangkan, ternyata pengadilan di Distrik Playmoon menyatakan bahwa kasus penahanan tersebut dinyatakan tidak pernah ada, kemudian Yuni dicerai ghaib oleh suaminya di pengadilan Amerika, dan hak asuh anak jatuh ke tangan ayahnya karena berwarga negara Amerika. Dan di sini, pengaduan yang menyebabkan dia ditahan, adalah Yuni, ibunya ibu kandungnya dituduh mengganggu warga negara Amerika, yang notabenenya anak kandungnya.

Kasus yang kedua adalah Marselina. Sejak menikah dan tinggal di Amerika, Marselina mengalami kekerasan fisik, verbal, ekonomi, psikologis dan seksual, karena tidak tahan Marselina melarikan diri dan mengungsi ke crisis center, dengan membawa 2 (dua) orang anak Amerika, sayangnya ketika dia kabur dia dianggap menculik warga negara asing, oleh karena itu dia meminta perlindungan kepada KBR! agar bisa pulang ke Indonesia dan atas nama kemanusiaan pula, KBRI memberikan Surat Perjalanan Laksana Pasport bagi anak Amerika-nya. Tetapi ketika tiba di Indonesia, dan SPLP itu masa berlakunya habis, Marselina ingin melegalkan status anaknya, tetapi oleh imigrasi ditolak, karena dia harus mempunyai pasport Amerika, padahal dia kabur, dia tidak mungkin membawa pasport Amerika yang dipegang ayahnya. Masalahnya adalah kalau misalnya dia pergi ke kedutaan Amerika, dia akan dituduh menculik anak dan dia akan dipidana dan anaknya akan diambil, sementara ketika ke imigrasi dan ingin menyatakan naturalisasi, itu ditolak karena harus ada surat penyerahan kewarganegaraan dari pemerintah Amerika, akhirnya anak-anak tersebut sampai hari ini statusnya menggantung, anak tersebut berusia sekarang 3 tahun dan 1 tahun, ketika di bawa ke Indonesia anak itu berusia 18 bulan dan 10 bulan.

Kasus yang berikutnya yang terjadi baru-baru ini, adalah Frank lndonesianus, kalau yang masih ingat, ini adalah bintang iklan pasta gigi Pepsodent yang bersama T asya, ini anak laki-lakinya. lbunya warga negara Perancis dan ketika dicerai oleh suami WNl-nya, ibunya dideportasi, anak tersebut kehilangan hak asuh dari ibunya yang kebetulan WNA karena dia adalah WNI, dan dia diterlantarkan oleh ayahnya dan akhirnya selama bertahun-tahun menjadi gelandangan, sampai akhirnya dia diangkat anak oleh salah seorang keluarga di Indonesia.

Kasus berikutnya adalah lmaniar. Mungkin nama ini familiar, lmaniar ini menikah dengan warga negara Singapura dan mempunyai satu anak laki-laki, ia terpaksa bertahan dalam perkawinan selama 6 tahun, walaupun mengalami kekerasan psikologis. Alasannya sederhana saja, dia ketakutan anaknya diambil oleh ayahnya apabila ia mengajukan cerai, tapi akhimya ia mengajukan cerai, dan sampai sekarang lmaniar membawa pasport anaknya ke mana-mana karena tidak ingin tiba-tiba anaknya diambil.

(5)

7 Pimpinan, Saya kira kita sudah tangkap pointnya, soalnya ini ada yang yang lain yang ingin kita dengar, supaya waktunya ada kesempatan kepada kasus yang lain. lntinya saja, intinya, yang lbu Yuni hadapi itu menjadi masukkan kepada kita, terima kasih.

KPC MELATI (YUNI RAHMAWATI):

Begini, bukan pribadi, kemudian Polisi perempuan datang tiba-tiba saya diborgol, kemudian saya dibawa ke kantor polisi, sesudah itu saya diborgol tanpa dibacakan kesalahannya apa, sesudah itu saya difoto dan segala macam sampai kemudian jam 11 malam, baru diputuskan bahwa saya transfreshing, kemudian, pada jam 2 pagi saya dibawa ke state prision. Kemudian mereka bilang, oke tunggu sampai hari Senin, kasus anda disidangkan. Setelah itu temyata bahwa saya dinyatakan kasus ini tidak pemah ada dan ini adalah kesalahan. Kemudian saya mengajukan banding perwalian anak saya dan saya dikalahkan, selalu, dua kali saya banding di pengadilan. lni tidak pribadi, saya cuma melihat sebuah negara seperti Amerika itu sudah melanggar hak asasi buat saya.

KETUA RAPAT:

Selesai, tolong tadi yang ditugaskan untuk membacakan usulan teman-teman dari Melati ini, untuk menyampaikan usulan-usulan tentang RUU, kalau tidak salah ada, silahkan.

KPC MELATI {ENGGI HOLT) :

Baik Pak terima kasih dan terima kasih atas kesabarannya mendengarkan kasus yang dipaparkan oleh lbu Yuni. Pada intinya permasalahan yang dihadapi o'leh perempuan warga negara Indonesia dan anak-anak yang lahir dari warga negara Indonesia adalah pada saat ini tidak diperbolehkannya seorang ibu warga negara Indonesia menurunkan kewarganegaraannya. Sehingga usulan kami pada malam hari ini adalah mohon dipertimbangkan agar anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran diberikan penyimpangan asas kewarganegaraan tunggal, bahwa mereka dapat memperoleh kewarganegaraan ganda baik dari ayah maupun ibunya, sehingga kasus-kasus yang dialami oleh perempuan seperti Bu Yuni dapat dihindari dan negara Indonesia juga dapat melindungi warga negaranya.

Namun kami juga mengingat bahwa kewarganegaraan ganda ini harus mempunyai batasan, sehingga kami mengusulkan ketika anak-anak telah dewasa mereka harus memilih satu diantara dua, dan kepadanya mereka diberikan atau ditetapkan asas kewarganegaraan tunggal. Kedua kami sangat memohon untuk bapak-bapak dan ibu-ibu semua mempertimbangkan bahwa hak perempuan warga negara Indonesia, jangan sekali-kali dicabut, dikurangi atau dihapus, walaupun akibat dari konsekuensi sebuah perkawinan campuran, karena hak-hak perempuan wanita Indonesia telah dilindungi oleh landasan konstitusional, UUD'45, UU No.7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi dan UU No. 9 Tahun 1999 tentang HAM.

Dengan mempersingkat waktu kami dari KPC Melati, terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Bapak Ketua Pansus beserta anggota dan para Bapak dan lbu-lbu sekalian sebagai tambahan kami juga hendak melemparkan wacana permanent residance bagi pasangan keluarga perkawinan campuran, sehingga bagi kami dapat hidup tenteram membina keluarga yang utuh damai dan bahagia di tanah yang tercinta ini, tanpa dihadapi oleh masalah-masalah birokrasi dan administrasi. Pemikiran-pemikiran dan usulan kami telah kami sampaikan dalam foto copy yang disebarkan dan bisa dibaca dan dipelajari bersama. Terimakasih atas kesempatan kali ini.

Wassalamu'alaimum Wr. Wb. KETUA RAPAT:

Demikian tadi lbu-ibu dan Bapak-bapak sekalian pemaparan yang disampaikan oleh lbu-ibu dari Keluarga Perkawinan Campuran, yang salah satunya juga tadi ada testimoni ya, yang disampaikan oleh lbu Yuni, dari kesaksian tadi itu, nampaknya kalau kita bisa melihat problem kawin campur itu bukan hanya berada di sini, tapi juga di hukum yang lain. ltu sebenamya menunjukkan bahwa ketika kita bicara tentang kewarganegaraan RI, kita berada di dalam kaitannya dengan berbagai undang-undang atau hukum yang dimiliki oleh negara lain. Sekarang kami persilahkan.

F·PG {DR. H. HARi AZHAR AZIS, MA) :

Pimpinan, saya merasa penting yang disampaikan oleh ibu Yuni, tadi, tadi ada beberapa lagi k~lau bisa singkat saja, saya ingin mendengar point yang pating penting itu, karena memang wanita' krta harus kita bela bukan saja di negara kita tapi juga di negara asing juga harus kita

beta

(6)

habis-8 habisan. Karena itu saya ingin mendengar, kalau pimpinan memperkenankan, yang lain saya ingin mendengarkan juga, kasus ini tidak boleh terjadi lagi, terima kasih

KETUA RAPAT:

Terima kasih, saya kira begini, jadi ini sudah ada catatan-catatannya walaupun tidak langsung dari yang bersangkutan, nanti ada kesempatan lain. Kita persilahkan dahulu dari Perhimpunan Warga Tionghoa Indonesia, untuk bisa menyampaikan pikiran-pikirannya pada Pansus ini dan ini namanya banyak dan saya dengar dari berbagai daerah kalau bisa diperkenalkan. Kami persilahkan.

PSMTI (TEDY YUSUF) :

Kepada yang terhormat Bapak Pimpinan dan anggota, seluruh anggota Pansus yang terhormat juga KPC Melati yang saya sangat simpati, juga salam sejahtera dan selamat malam untuk Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian.

Pertama-tama kami mengucap terima kasih, atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan aspirasi, kemudian kami ingin memperkenalkan bahwa Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia adalah disingkat PSMTI. lni adalah suatu wadah yang menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat Tionghoa Indonesia, kemudian organisasi ini punya scope nasional dan untuk malam hari ini, teman-teman kami ini utusan dari seluruh Indonesia itu hadir, dan saya perkenalkan yang jauh-jauh yang pertama di sebelah kanan saya Pak Hengki Wijaya dari Manado, kemudian Dr. Andi Sanjaya dari Nusa Tenggara Timur dari Kupang, kemudian Pak Hartono Sudi dari Pekanbaru, Pak Ishak Montolalu dari Papua, kemudian Pak Tirto dari Surabaya, Pak Hendra dari Bali, Pak Agung Budiono dari Jogja, Pak Taherusman dari Aceh, baru tadi pagi berangkat pak, terima kasih juga atas kehadirannya Pak Surya dari Cirebon. Mereka ini Ketua-ketua pak, ketua-ketua paguyuban di sana, kemudian Pak Jamal Buyung dari Nusa Tenggara Barat dari Mataram, kemudian Pak Frans Heming dari Makasar, kemudian yang lainnya dari pengurus pusat dan derah lainnya yang tidak kami sebutkan satu persatu.

KETUA RAPAT:

Yang pusatjuga boleh Pak diperkenalkan.

PAGUYUBAN TIONGHOA INDONESIA (TEDY YUSUF) :

Dari Pusat di sebelah kanan saya, Pak Hertanto, wakil ketua, oh dari Medan Pak Wagiman, kemudian dari Bandung Pak Paulus dengan Pak Joni Hora, SH. dari Jawa Barat pak dari Bandung, kemudian sebelah kanan sekali sekretaris lbu Siatih, beliau orang Sunda suaminya orang Tionghoa pak, dari sana ada Pak Edi Sajali SH, kemudian Pak Afandi bendahara, dari bagian seksi umum belakang, ketua Bidang Umum, Pak Surikan dengan pak Husen. Oh Pak Handa hakim SH, Pak Hanadi sekretaris, oh iya Pak Joko wakil ketua di sana, Pak Tirta sekretaris bahasa Mandarin.

KETUA RAPAT: Ketuanya pak ?

PAGUYUBAN MARGA TIONGHOA INDONESIA (TEDY YUSUF):

Saya Ketua, Tedy Yusuf, pensiunan TNI. Saya bacakan secara cepat saja aspirasi kita, nanti saya persilahkan kepada teman-teman untuk menambahkan.

Dasar pemikirannya adalah kita seluruhnya didorong oleh rasa tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia, untuk kepentingan negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kami yang tergabung di dalam Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, adalah salah satu wadah penyalur aspirasi suku Tionghoa Indonesia, ingin memberikan masukan berupa aspirasi dalam rangka pembahasan RUU Kewarganegaraan RI oleh Pansus, antara lain sebagai berikut :

Dasar pemikiran, bahwa memiliki kewarganegaraan Indonesia adalah hak asasi manusia. Kedua RUU Kewarganegaraan yang sekarang berlaku, yaitu UU No. 62 Tahun 1958 itu adalah berdasarkan UUD Sementara Tahun 1950, dan tentunya tidak sesuai dengan UUD kita yang sekarang berlaku yaitu UUD'45, merupakan suatu kerawanan bagi negara apabila terlalu banyak penduduk dengan status tidak jelas atau tanpa kewarganegaraan, hanya karena kelemahan dari administrasi negara sendiri. Filosofi dari UUD'45 oleh para pendiri republik ini, yang antara lain saya

(7)

9 kutip satu Prof. DR. Supomo. Maka teranglah bahwa pertama-tama harus ada satu grup y ng lebih terang statusnya, bangsa inilah atau kelompok inilah yang menjadi warga negara, yang sud h pasti, sudah tentu, kalau sudah ditentukan menjadi warga negara merdeka dengan sendiriny status zaman dahulu sudah hilang. DR. Muhammad Yamin, "segala penduduk tanah Indonesia dengan sendirinya menjadi warga negara Republik Indonesia, tetapi diberikan kepada mereka hak eputiasi yaitu hak menolak, misalnya dalam waktu 6 bulan. Jadi pada dasarnya seluruh manu ia atau penduduk yang ada di republik ini diberikan status warga negara Indonesia kecuali yang tid k mau". Bung Kama dalam bukunya, "itu tidak baik bagi suatu negara bila terlalu banyak orang a ing, kita harus ajak mereka untuk setia kepada Republik Indonesia".

Materi yang diusulkan sebagai berikut : Pertama Bab Menimbang :

Dalam RUU tersebut, bahwa warga negara merupakan komponen strategis d ri suatu negara yang memiliki hak asasi yang perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya, kami me anggapi bahwa warga negara merupakan komponen dasar suatu negara bukan sekedar komponen statistis. Jadi komponen dasar suatu negara adalah : pertama adalah; warga negaranya, kedua adalah wilayah nasional, ketiga adalah; pemerintahan yang efektif dan keempat adalah pengakuan intemasional. b. warga negara bukanlah objek tapi subjek suatu negara. Kedua perlu ditambahkan ayat, yang menyatakan bahwa memiliki kewarganegaraan adalah hak asasi manusia.

B. Ketentuan Umum, dalam Bab Ketentuan Umum.

Undang-undang ini merupakan amanat dari UUD'45, yang semangatnya mengelompokkan warga negara yang berasal dari warga negara itu sendiri dan orang asing yang menjadi warga negara. Rumusan Pasal 6 UUD'45 yang sudah diamandemen, calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indonesia, sejak kelahirannya, dan tidak pemah menerima kewarganegaraan negara lain karena kemauan sendiri. Jadi ini adalah kata-kata yang disebut apa yang menggantikan buat orang Indonesia asli, jadi sudah diamandemen dengan rumusan seperti berikut. Maka rumusan siapa warga negara Indonesia yang mencakup substansi yang disarankan sebagai berikut : satu dari pemikiran Prof. DR. Supomo dan DR. Moch Yamin, dapat diterjemahkan sebagai berikut ; bahwa warga negara adalah orang yang lahir di dalam wilayah Republik lndonsia sebelum 17 Agustus 1945, mengakui Indonesia sebagai tanah aimya dan setia kepada proklamasi 17 Agustus 1945, termasuk warga negara asing yang tidak menggunakan hak reputiasi. Kedua. Amandemen Pasal 6 UUD'45, orang yang lahir setelah 17 Agustus 1945, yang kewarganegaraannya diterima sejak kelahirannya, dan tidak pernah menerima kewarganegaraan negara lain karena kemauannya sendiri. Ketiga, pada saat diberlakukannya peraturan tentang dwi kewarganegaraan, ada golongan yang disebut kewarganegaraan tunggal, yaitu orang-orang yang tidak berstatus dwi kewarganegaraan, kepada mereka tidak diberikan hak reputiasi, yaitu golongan petani, nelayan, pegawai negeri, tentara, polisi, laskar pejuang, veteran, anggota Dewan Perwakilan Rakyat waktu itu, komite kemerdekaan, orang-orang yang telah berjasa untuk Republik Indonesia, ikut Pemilu 1955, 1959 dan seterusnya, mereka adalah warga negara Indonesia, kepada mereka tidak diberikan hak reputiasi.

Pasal 2 UUD, RUU berbunyi, setiap orang yang berdasarkan peraturan per-UU-an, dan atau berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia. Tanggapan Pasal 2 ini, semestinya diletakkan di bawah setelah rumusan yang di atas, satu setengah kurung, dua setengah kurung, tiga setengah kurung di atas. Karena merupakan kelompok besar dan pasti dia bersifat politis dan mengandung filosofi yang tinggi.

Pada Pasal 2 ayat b,

c,

d,

e,

f, g, h, /, substansi ayat ini itu adalah baik, tetapi objek dari semua ayat di atas, menyebutkan anak, perlu dipikirkan bagaimana solusinya, karena setelah 60 tahun ini, karena kelemahan dari pada administrasi kependudukan dan catatan sipil, tidak mampu menjangkau semua anak, mengakibatkan sebagian besar penduduk Indonesia, yang tadinya anak-anak, tidak mempunyai akte lahir, maka anak-anak tersebut menjadi dewasa bahkan secara formal administratif tanpa kewarganegaraan, maka timbul berbagai permasalahn di lapangan, jadi yang kita sebut anak-anak akibatnya tidak punya kewarganegaraan, karena kelemahan dari pemeritah sendiri. Sebagai contoh ayat d, anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia, yang pada waktu dilahirkan tidak mewmpunyai kewarganegaraan dari ayah dan ibunya, dan apabila sekarang anak tersebut sekarang sudah dewasa, karena kesalahan pejabat yang tidak memberikan akte lahir kewarganegaraan saat ia masih anak, bagaimana kewarganegaraannya sekarang apabila dia sudah tua, dan sudah dewasa, maka sebaiknya ayat·ayat seperti ini diganti, anak, istri orang dan seterusnya.

(8)

10 Tanggapan tentang pewarganegaraan. Rumusan Penjelasan UUD'45 Pasal 26, disebutkan orang-orang bangsa lain misalnya keturunan Belanda, keturunan Tionghoa, keturunan Arab, yang tinggal, yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah air, dan bersikap setia kepada negara kesatuan Republik Indonesia, dapat menjadi warga negara. Kita perlu memahami kondisi psikologi masyarakat pada waktu itu, masalah perbedaan ras, etnis, sangat menonjol. Maka penjelasan ini menekankan bahwa bukan karena ras, etnis atau keturunan yang menentukan kewarganegaraan seseorang, tetapi sikap politiknya terhadap negara kesatuan Repubublik Indonesia, dari golongan manapun waktu itu yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia, diterima sebagai warga negara. Tetapi praktek pencatatan sipil sampai saat ini masih bekerja berdasarkan perbedaan ras dan agama, sesuai yang diinginkan oleh staadblad kolonial Belanda, melalui UU ini semestinya sudah dihapus.

Kemudian bab 2, tentang warga negara Republik Indonesia. Analog dengan Pasal 19 RUU yang berbunyi, petikan surat presidium tentang pewarganegraan dalam Pasal 13 (1), dan berita acara pengucapan janji setia dari pejabat dalam Pasal 14 (2), menjadi dasar pembuktian yang sah kewarganegaraan Republik Indonesia yang memperoleh pewarganegaraan. Maka di dalam bab ini perlu ditambahkan satu pasal, yang isinya menyatakan, bahwa akte lahir, KTP, KK, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, menjadi dasar pembuktian yang sah bagi warga negara Indonesia lainnya. Jadi di sini sebetulnya bagi mereka yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia berdasarkan pewarganegaraan, itu akan menerima surat keputusan presiden, tetapi surat keputusan presiden ini bisa teranulir apabila yang bersangkutan tidak terlaksana ucapan janji sumpah, sumpah setianya di pengadilan. Jadi kami menyarankan sebetulnya dia sumpah dulu baru keputusan presiden, sebab keputusan presiden ini merupakan surat atau keputusan pemerintah yang tertinggi dari negara kita, jangan sampai surat keputusan presiden itu bisa dianulir oleh karena yang bersangkutan berhalangan mengucapkan sumpah.

Jadi sebaiknya pengucapkan sumpah ini, sebelum presiden tanda tangan, pelaksanaan sumpah ini sebelum presiden menanda tangani surat keputusan. Jadi bukti kewarganegaraan yang sah bagi mereka yang memperoleh warga negara Indonesia berdasarkan pewarganegaraan ini adalah keputusan, petikan dari surat keputusan presiden. Sedangkan warga negara Indonesia lainnya pembuktian yang sah adalah akte lahir yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Catatan Pasal 19 ini di tambahkan rumusan tersebut di atas ditempatkan pada pasal-pasal yang mengatur peraturan peralihan. Kemudian saran kami selanjutnya adalah, pemerintah perlu segera menyelesaikan administrasi kependudukan bagi warga negara yang tidak memiliki akte lahir. Menurut catatan dari PBB, bahwa Indonesia yang mempunyai akte lahir tidak mencapai 30%, orang asing mudah memperoleh KTP, hanya karena yang bersangkutan dari etnis Melayu ataupun beragama Islam.

Demikian Bapak/lbu sekalian tanggapan dan saran kami selaku Pengurus Pusat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia. Mudah-mudahan melalui forum yang terhormat ini, bisa melengkapi RUU tentang Kewarganegaraan yang sedang dibahas di DPR RI. Bila ada hal-hal yang kurang berkenan, kami mohon maaf, kemudian mohon diberi kesempatan kepada teman-teman yang jauh dari daerah, barangkali ingin menyampaikan kesaksian atau pun tambahan dari apa yang telah kami sampaikan secara tertulis, terima kasih. Selamat malam.

KETUA RAPAT :

Terima kasih, Pak Tedy Yusuf. Silahkan seandainya ada yang mau menambahkan, dari daerah misalnya, silahkan.

HENGKI WIJAYA (MANADO) : Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera, saya Hengky Wijaya dari Manado, kami ingin menambahkan, memang rancangan ini kalau kami baca sudah bagus, sudah cukup baik, daripada UU yang tahun 1958, tapi kami ingin memberi masukan supaya bagaimana implementasi di lapangan Pak. Sebab yang terjadi saat-saat ini, antara daerah dan daerah lain kebiasaan berbeda-beda, begitu, soal tentang

k~warganegaraan, pemberian hasil lahir anak dan lain-lain, ada yang minta sampai kakeknya sudah d1 ruang kubur, masih minta tanda bukti, karena dia turunan sudah warga negara sudah lima turunan, tapi dicari~cari terus, sampai kakeknya sudah mati, mau diminta kakek punya warga negara, kakek yang gant1 nama. Mudah-mudahan dengan ini, dengan UU baru ini, tidak akan terjadi seperti itu. Dan kami minta supaya seperti usulan kami supaya ada ketegasan Pak, di samping orang yang jadi

(9)

.•

11 warga negara dengan naturalisasi, dengan keputusan presiden, nah orang, anak-anak yang lahir generasi kita yang bapaknya sudah warga negara, apa pembuktiannya. Kami sarankan seperti itu, tadi supaya dengan surat akte lahir, setelah itu kan pejabat pemerintah yang memeriksa dari orang tua sebagai warga negara baru menerbitkan, supaya tidak menjadi sulit di kemudian hari pak, dan mereka tidak merasa berbeda di sekolah, kan gitu. Supaya dia merasa dia anak lahir disini, berbahasa Indonesia, dia membela bangsa ini gitu. Kami juga ada masukan sedikit Pak, memang sudah ada penjelasan di Pasal 8

c,

tentang sehat jasmani dan rohani pak, memang di sini cuma untuk orang asing yang ingin menjadi warga negara Indonesia, tapi saya rasa sebagai bangsa yang berbudaya pak, sebab kalau bilang warga negara, siapa saja orang itu yang masih bernafas dia mempunyai hak untuk menjadi warga negara dari bangsa mana, kalau ada nanti sebaiknya ini kalau kami sarankan di peraturan pemerintah saja Pak, tapi jangan di UU. Karena nanti bisa ada Human right lagi Pak, sebab orang yang sehat jasmani dengan inikan harus dengan keterangan dokter, apa soal sehat rohani mesti ada tentu mesti dari beragama apa, dari siapa yang mengeluarkan surat.

ltu sedikit tam bah an kami. T erimakasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih pak, masih dari sebelah sana, silahkan. HENDRA WASIT A {BALI) :

Terima kasih kepada Pimpinan sidang yang terhormat atas kesempatan yang diberikan, Sidang Pansus yang saya muliakan. Nama saya Hendra Wasita dari Denpasar Bali.

Oom swastiaso, salam sejahtera bagi kita semua. Perkenankan kami menyampaikan informasi mengenai kejadian-kejadian nyata yang ada di daerah, khususnya di Propinsi Bali, di kota Denpasar, sehubungan dengan masalah kewarganegaraan. Dalam tataran pelaksanaan di daerah masih terjadi kerancuan atau kebingungan di kalangan aparat pemerintahan petugas dalam menyikapinya, dua kasus mutakhir yang terjadi dalam bulan November ini, yang pertama dari Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Tata Kota, menerbitkan persyaratan untuk mengurus lzin Prinsip maupun lzin Mendirikan Bangunan. Tertulis dengan jelas salah satu dari sekian syarat-syarat lampiran yang harus dilengkapi, adalah surat bukti kewarganegaraan dan surat ganti nama, wajib dilampirkan bagi yang memiliki, memang bahasanya tidak ditulis bagi keturunan Tionghoa begitu, tapi bagi yang memiliki diwajibkan menunjukkan surat bukti kewarganegaraan dan surat ganti namanya. ltu yang kesatu yang menjadi masalah mutakhir.

Yang kedua masalah pengurusan pasport. Seorang anak yang baru menanjak dewasa, sekitar 18 tahun barangkali mungkin sudah waktunya boleh memiliki pasport, oleh orang tuanya yang sebaya saya, sudah WNI, sudah mempunyai SBKRI, berdasarkan Kepres Nomor 13 PWI kalau tidak salah, itu anaknya KTP-nya sudah jelas KTP Indonesia pak, mengurus pasport dimintai SBKRI anak yang bersangkutan, tentu saja tidak memiliki dan tidak mampu menunjukkan, kemudian diperlunak kalau kamu tidak punya SBKRI, boleh SBKRI ayahmu, kalau ayahmu tidak punya, boleh SBKRI kakekmu, jadi kira-kira demikian ungkapannya. Jadi ternyata SBKRI masih dominan harus ditunjukkan.

Kemudian dalam masalah di Dinas Tata Kota, kebetulan kami secara pribadi yang berurusan, sebenarnya dalam tataran pelaksanaan, banyak aparat dan petugas di daerah yang sebenarnya serba salah. Mereka tidak menginginkan terjadinya permintaan-permintaan atau prasyarat yang demikian. Tetapi menurut mereka, selalu dalam tataran pelaksanaan yang membelenggu aparat, adalah Juklak dan Juknis. Mau tidak mau kondisi membuat mereka tetap mensyaratkan ketentuan-ketentuan itu untuk dipenuhi, padahal secara pribadi, banyak, kami mengenal teman-teman di daerah dari aparat atau petugas maupun PNS yang menangani permasalahan itu. Mereka menyatakan dengan tulus dan getir, mungkin sebagian teman-teman petugas tidak menyadari syarat-syarat yang mempersulit kalangan tertentu. Tapi sebagian dari kami sebenamya menyadari. Manakala, kami meminta anda mengeluarkan bukti kewarganegaraan, surat dokumen yang sah untuk bukti kewarganegaraan. "Kami sendiri malu", itu ungkapan seorang teman dari PNS. Kalau bisa tidak diminta, lebih baik kami tidak akan minta, ini sangat positif sekali.

Bapak-bapak sidang Pansus yang mulia.

Mereka menyatakan dengan getir, mereka sendiri tidak memiliki surat itu. Ketika mereka meminta atau memerintahkan kami menunjukkan, mereka menyadari betul, mereka sendiri tidak punya bukti kewarganegaraan untuk diri mereka. "Jangankan bukti kewarganegaraan, akte lahir pun saya tidak punya", ini ungkapan riil, dari PNS di daerah pak, "anda bagus punya SBKRI punya akte

(10)

,'

12

lahir lah saya akte lahir saja tidak punya", itu pengakuan seorang teman secara pribadi di luar kantor. T etapi Juklak dan Juknis, membuat ini harus kamu penuhi, katanya. Jadi kegetiran itu mereka ungkapkan. Mungkin karena kami para petugas terlalu sibuk hanya mengurusi surat-surat kamu, orang-orang keturunan sambil bercanda itu diungkapkan, sehingga kami lupa mengurus diri dan keluarga, surat lahir saja tidak punya. Kata mereka demikian. Semoga spirit ini mengilhami sidang Pansus yang kami muliakan, untuk benar-benar memikirkan terobosan-terobosan, menelorkan kebijakan yang sangat bijak. Sehingga ungkapan-ungkapan yang getir demikian, tidak terjadi lagi di masa depan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Hendri, saya sendiri baru punya. Karena saya lahir di kampung, jadi orang tua saya pasti tidak kepikir itu akte-aktean itu. Waku menjadi anggota DPR, jadi ya karena disyaratkan, lalu kita ke pengadilan dan petugas-petugas pengadilan memang sudah dikumpulkan di situ untuk melayani kita, maklum calon anggota DPR, jadi dipermudah, gitu. Saya kira banyak teman-teman sama dengan saya. Mungkin ya orang kampung biasanya tidak penting itu akte-aktean itu, masih ada silahkan pak !

HARTONO SUDI (RIAU·PEKANBARU} :

Bapak pimpinan dan anggota sidang yang kami hormati.

Selamat malam dan salam sejahtera. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Nama saya Hartono Sudi dari Riau Pekanbaru. Kami merasa bangga dan terima kasih sekali kepada bapak-bapak dan ibu-ibu dari DPR yang telah mempunyai inisiatif untuk bagaimana menata undang-undang kewarganegaraan kedepan. Kalau cerita tentang akibat dari ketidakjelasan undang-undang-undang-undang kewarganegaraan ini, saya rasa diceritakan satu hari satu malam itu tidak habis-habis. Mungkin sebagian telah diungkapkan unek-uneknya dari teman-teman kita dari Bali dan lain-lainnya kita tidak mengulangi.

Cuma harapan kami kalau sesuai dengan yang telah kita baca dari naskah RUU yang ada secara normatif itu sudah cukup baik. Mungkin tinggal harus disempurnakan di sana sini saja. Yang kami harapkan itu adalah harapan kita ke depan seandainya UU itu sudah disahkan, bagaimana mengisi sahnya dari UU itu yang paling penting sehingga implementasi di daerah atau selanjutnya dapat tercapai sesuai dengan yang kita maksudkan. Sehingga kita bisa dapat mengikis mengatasi semua permasalahan-permasalahan yang timbul karena kerancuan dan ketidakpastian itu tadi. lnilah harapan kita dari daerah-daerah yang selama ini, kalau diungkapkan itu cukup memprihatinkan dari segala akibat praktek yang justru sebagian itu memanfaatkan ini untuk keuntungan pribadl. Mungkin itu saja yang bisa kami sampaikan, terima kasih, selamat malam.

KETUA RAPAT:

Saudara-saudara sekalian, demikian tadi kita sudah mendengar pemaparan dari teman-teman Paguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia, dan nanti yang belum menyampaikan, lalu nanti ada teman-teman bertanya barangkali yang tadi belum menyampaikan. Silahkan kalau ada anggota yang ingin memperoleh informasi dari teman-teman yang mengalami ini. Mereka itu mengalami tentang masalah-masalah yang kita rasakan sebagai diskriminatif-lah.

Baik teman-teman yang terlibat pada perkawinan campur kemudian juga teman-teman dari etnik Tionghoa kami persilahkan yang mau berbicara, lbu? silahkan !

Hj. SUDARMANI WIRYATMO, SH, M.HUM ·(F·PG) : Assalamualaikum Wr.Wb

Salam sejahtera dan selamat sore untuk kita sekalian. Saya kira kasus tadi disampaikan bahwa kasus-kasus yang diakibatkan karena kurang tegasnya atau kurang kepastian dari UU kewarganegaraan yang lalu, itu sudah cukup bagi kami. Namun kami akan menanggapi atau mungkin menyampaikan beberapa informasi yang tadi disampaikan beberapa usul, saran, untuk memperbaiki atau menyempurnakan RUU ini. Kami akan menyampaikan bahwa kalau kita lihat dari materi pokok RUU, ada beberapa hal yang akan dirubah melalui UU itu. Yang pertama RUU itu adalah ada beberapa, hal atau acuan kapan orang memperoleh kewarganegaraan dan kapan akan kehilangan kewarganegaraan.

Dari apa yang disampaikan atau diusulkan tadi tentunya akan tercakup di dalam, lnsya Allah ini, RUU itu tadi, karena RUU yang akan disampaikan ada beberapa hal yang menjadi pokok pikiran.

(11)

.

' 13

Yang pertama adalah perlu diketahui, bahwa berdasarkan apa yang kita anut atau dasar pokok untuk memeroleh kewarganegaraan, yang pertama berdasarkan keturunan, berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya tanpa mengindahkan di mana ia dilahirkan. lni pokok-pokok, yang akan disampaikan atau yang akan dimasukkan di dalam RUU tadi. Yang kedua adalah kewarganegaraan nantinya berdasarkan juga tempat kelahiran seseorang atau daerah di mana dia lahir dan RUU ini yang akan disampaikan, atau yang akan dibuat tidak membedakan perlakuan antara warga negara, yang didasarkan perbedaan suku, ras, agama, golongan dan gender. Tentunya yang diusulkan tadi sudah masuk dalam RUU ini, lnsya Allah.

Yang selanjutnya kewarganegaraan Indonesia adalah menghormati hukum, HAM, yang tadi juga disampaikan melalui forum ini. Selanjutnya yang menjadi pokok pikiran dari RUU nanti, adalah parental. Penentuan kewarganegaraan seseorang dapat menurut garis keturunan ayah atau ibu, sesuai dengan kepentingan anak serta mendahulukan kewarganegaraan Indonesia anak tersebut. Dan yang terakhir RUU nanti adalah mencegah adanya satu kehilangan kewarganegaraan atau tanpa kewarganegaraan yang tadi juga. disampaikan dan dwi kewarganegaraan adalah kewarganegaraan yang dobel, itulah materi pokok dari RUU ini. Tentunya dengan melihat materi pokok yang tadi kami sampaikan sebagai informasi tentunya Bapak-bapak dan lbu-ibu yang mengusulkan tadi, mungkin belum memahami, karena memang RUU ini masih dalam penggodogan, usulan-usulan yang tadi disampaikan menjadi masukan oleh Tim Perumus dalam Pansus ini untuk memperkaya materi tersebut. Jadi apa yang diusulkan sudah tercakup, lnsya Allah dalam RUU tadi. Saya kira itu cukup dari kami, tentunya apa-apa yang disampaikan menjadi catatan dan mudah-mudahan dapat menyempurnakan RUU yang akan kita bahas nanti. Hanya itu yang kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya, kurang lebih mohon maaf, assalamualaikum Wr.Wb.

KETUA RAPAT:

Terima kasih ibu, Masih ada dari anggota, Silahkan.

GANJAR PRANOWO {F·PDIP) :

Terima kasih pimpinan.

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Ada beberapa catatan dari yang disampaikan oleh teman-teman, dari kedua tamu kita malam ini. Tentu yang pertama dari keluarga perkawinan campur sudah testimony. Beberapa waktu lalu saya juga dikasih berkas, tapi beberapa kasus saya kira telah disampaikan tentu kami sangat bersimpati apa yang terjadi pada kawan-kawan. Memang Amerika juga tidak segala-galanya. Jadi tidak terlalu istimewa buat kita toh kita juga terjadi persoalan yang menimpa pada diri kita. Dan memang saya sepakat sampai pada tingkat warga negara yang harus dilindungi, itu adalah pengalaman berikutnya setelah TKI yang juga sering tidak terlindungi begitu, ini akan menjadi catatan-catatan kita. Namun demikian tadi yang telah disampaikan itu banyak persoalan-persoalan yang tertumpuk-tumpuk gitu, ada persoalan kekerasannya, ada persoalan ya saya kira itu kasus-kasus. Namun demikian ini jadi catatan kita dan ini terjadi, itulah yang kemudian saya tangkap. Namun demikian kalau tidak salah, dulu teman~teman ini juga menjanjikan kepada saya agar saya meminta masukan-masukan bagaimana pelaksanaan-pelaksanaan, itu catatan teman-teman kalau hidup di Indonesia kawin dengan orang asing, itu biayanya mahal, kalau di luar negeri seberapa mahal dari pengalaman kewarganegaraan suami teman-teman ini. Proses naturalisasinya seberapa sulit atau seberapa mudah.

Tadi disampaikan saudara-saudara yang terjadi di Bali pak, ya? Untuk mendapatkan satu izin prinsip atau IMB saja harus menggunakan SBKRI. ltu juga kasus, artinya apa ? kalau ini kemudian disampaikan ibu juga itu sudah tercakup dalam konsep ini, minimal mungkin pimpinan kita juga akan melihat fakta itu di lapangan dimana terjadi atau tidak. Karena catatan yang terpenting tadi diusulkan oleh teman-teman dari kelompok Tionghoa, mohon maaf, sebenamya lebih suka disebut China atau Tionghoa? oh Tionghoa, kalau saya sama Pak Pao ini kadang-kadang bingung, manggilnya China atau Tionghoa tapi karena sering diskusi, dia mengatakan rupanya lebih pas kalau Tionghoa.

Teman-teman dari Tionghoa ini tadi ada usulan sedikit, yang itu diatur PP, jangan pak ! lebih baik semuanya ini diatur di Undang-undang dan selesai. Seringkali kalau PP itu jadi permainan pemerintah, yang kemudian ini menimbulkan persyaratan-persyaratan yang kemudian malah menyulitkan, justru pada saat ini kita membutuhkan masukan-masukan lebih banyak dari para teman-teman yang merasa diantara "tanda petik" menjadi obyek untuk memberikan catatan-catatan terhadap hal-hal apa yang biasanya itu menjadi benturan ada KTP, ada SBKRI, ngurus pasport

(12)

..

14 susah, mahal, diputar-putar, karena persoalan agama dan ras. Saya rasa itu yang menjadi catatan kita yang menarik, dan setelah pulang dari sini kami mohon untuk bisa memberikan masukan itu terus selama ini bisa berjalan dan kita kawal bareng-bareng lah.

Saya kira itu saja, pimpinan, wabillahittaufik wal hidayah assalamualaikum wr.wb. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Ganjar Pranowo dari Fraksi PDl-P, tadi lbu Sudarmani Triatmo, SH dari Fraksi Partai Golkar tadi.

Selanjutnya kami persilahkan dari sini terlebih dahulu, silahkan ! lni saudara Arif Mudatsir Mandan sekarang lagi studi di UI S3, kami persilahkan.

DRS. H. ARIEF MUDATSIR MANDAN, M.SI (F·PPP) : Terima kasih, Assalamualaikum wr.wb

Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua, mohon maaf agak terlambat sedikit karena rapatnya juga baru selesai tadi, tetapi untuk presentasi dari keluarga perkawinan campuran, saya sudah membaca sedikit kesaksian-kesaksian dan testimoni tadi siang sudah disampaikan juga teman kita, dan tentu saja, masukan-masukan ini sangat berharga sekali. Kemudian dari presentasi Pak Teri tadi dan teman-teman, saya kok lebih melihat memang problemnya itu, kadang-kadang dan ini lebih banyak pada substansi undang-undangnya, tetapi kepada pelaksanaannya dan ini sampai ke daerah-daerah.

Oleh karena itu menurut saya masukan-masukan yang agak teknis itu, untuk mengurus pasport, mengurus IMB, ini kalau dikaitkan-kaitkan dengan seperti itu kan menjadi tidak rasional itu. Oleh karena itu saya setuju bagaimana kita bisa mengakomodir substansi dari masalah teknis tadi itu masuk kepada undang-undangnya, sehingga undang-undang itu kurang lebih tuntaslah begitu. Tuntas dalam arti tidak ada penafsiran-penafsiran yang seenaknya oleh pejabat pelaksana. Sebab kalau ini masih membuka peluang seperti itu, saya kira mainan ini akan terus berlanjut, karena saya berasumsi saja, ini dipermainkan kenapa, kadang-kadang melihat teman-teman ini wah ini sasaran empuk, ini konyol, saya kira itu artinya dan ini diskriminasi lagi itu, diskriminasi ras dan diskriminasi agama.

Oleh karena itu saya kira, kita memang sudah membuat rumusan-rumusan dan draft itu, tetapi kalau itu masuk kepada tim yang mungkin bisa kita kembalikan kepada fraksi masing-masing. Kita coba kaji lagi, apakah ada masalah-masalah yang teknis seperti itu bisa dimasukan ke dalam substansi undang-undang pasal-pasal itu. Saya kira ini kita bisa diskusikan sejauh mana masalah-masalah yang tadi disampaikan dari t~man-teman dari Bali, Manado, Sulut dan teman-teman yang lain tadi itu kita bisa masukan, termas k saya kira kasus-kasus testimoni yang disampaikan oleh Keluarga Perkawinan Campuran Melalwi Tangan lbu ini, saya kira kita bisa melakukan itu.

Oleh karena itu saya

berpenda~

1 at masukan-masukan yang seperti itu lebih banyak lebih baik. Bapak-bapak sekalian, jadi mungkin a a yang belum terlaporkan disini, kasus-kasus lain saya kira kita masih menerima dan membuka us lan-usulan dan kesaksian-kesaksian yang lain, sehingga itu bisa memperkaya kami, dalam rangka ranti membicarakan DIM-DIM, yang nanti akan kita lakukan dalam waktu tidak lama lagi. Say~ kira intinya itu saudara pimpinan, dan terima kasih.

Assalamualaikum wr.wb I

I

KETUA RAPAT: !

Wassalamualaikum wr.wb.

Yang dikemukakan oleh Sau~ara Arif saya kira kalau kita bisa menangkap persoalan-persoalan di lapangan itu, salah satu~ya itu SBKRI. Bagaimana kalau undang-undang ini secara tegas mengatakan warga negara lndo esia tidak memertukan·SBKRI. Jadi kalau sudah punya KTP, sudah punya surat lahir ya itulah buktin a warga negara, mungkin, tapi bagaimana merumuskannya nanti, kita cari. Silahkan Pak Kiai Anwa~ Sholeh.

I

K.H. ANWAR SHALEH (F·BPD) :

Terima kasih.

Assalamualaiku~

wr.wb. Selamat malam kepada semua.

Sepanjang pengetahuan saya, memang undang-undang yang mengatur kewarganegaraan yang lahir pada tahun 1958 ini masih dilatarbelakangi oleh suasana sejarah masa lalu, di mana etnis Tionghoa ini, memang dulu itu dibedakan dari inlander. Jadi karena perbedaan itu kemudian undang-undang pun lahir seperti itu. Jadi sekarang ini kemudian berkembang usaha-usaha akulturasi,

(13)

..

15 asimilasi dan lain-lain termasuk pergantian nama misalnya, itu sebenarnya sebagai upaya untuk mencoba menghapuskan sekat-sekat antara etnis Tionghoa dengan inlander ini yang dulu disebut oleh Belanda inlander kita ini.

Tapi kemudian saya pikir satu hal lagi yang ingin saya pertanyakan, terutama kepada komunitas Tionghoa ini tentang terkesan di masyarakat, itu, bahwa Tionghoa ini mempunyai kelas tersendiri sekarang ini, masih terkesan pada masyarakat sebagai kelas yang ekslusif, terkesan seperti ini. Karena itu barangkali yang ingin saya harapkan bahwa undang-undang ini memang sebuah undang-undang yang nanti mengatur secara formal. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita itu ada sebuah penghayatan yang sama terhadap perundang-undangan yang akan datang ini, sehingga kita tidak ada bedanya, apakah itu etnis Tionghoa, etnis Arab, atau etnis lain-lain dibandingkan dengan bangsa Indonesia sendiri. Perasaan ini yang harus sebenamya dibangun oleh kita bersama.

Jadi bagaimana supaya etnisnya tidak ada. Dengan demikian maka seperti dewan ini, kita berbeda agama, berbeda partai, tapi kita berhadapan dengan masalah yang sama seperti masalah kewarganegaraan ini. Kita merasa tidak ada bedanya. Partai apa, saya misalnya dari partai Bulan Bintang, kemudian Partai PKB dan lain-lain, itu tidak ada perasaan perbedaan, karena kita merasakan sebagai wakil rakyat dari seluruh Indonesia. Karena itu saya harapkan kepada masyarakat Tionghoa ini bagaimana menciptakan suasana yang betul-betul cair diantara kita ini, di antara etnis Tionghoa dan lain-lain, sehingga undang-undang ini nanti implementatif, bisa dilaksanakan. Jadi karena itu saya mengharapkan supaya undang-undang yang akan datang ini, tidak hanya diberikan masukan-masukan yang sifatnya rumusan-rumusan formal, tapi juga bagaimana kira-kira aplikasinya di masyarakat dalam pelaksanaan di lapangan.

ltu saja usul dari saya, Pimpinan, terima kasih. Assalamu'alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Kiai, masih ada, ibu, silahkan.

F·PAN (TUTI LUKMAN SOETRISNO) :

Terima kasih Bapak Pimpinan, sedikit saja, seperti telah berkali-kali saya sampaikan di rapat Pansus ini, saya benar-benar telah merasakan tindakan diskriminasi yang dialami oleh, tadi yang disampaikan oleh bapak/ibu sekalian, jadi keluarga Cina di Benteng kalau tidak keliru, Tionghoa, maaf ! kalau tidak salah, sama aja Cina. ltu saya melihat, saya waktu itu sudah sampai ke Gubernur, sampai ke Walikota untuk memperjuangkan agar mereka, terutama putera-putera mereka yang di sekolah diberi akta kelahiran, karena mereka sering tidak diberi akte kelahiran, kalau tidak mau ganti agama kadang-kadang. Kemudian juga bagi orang tuanya mereka tidak dapat KTP, dengan sendirinya mereka tidak berhak mendapat Kartu Gakin.

Jadi mereka tidak pernah, tidak bisa mendapatkan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, pelayanan bagi masyarakat miskin, khususnya dalam bidang kesehatan. Karena kami dari komisi IX, jadi pad a waktu itu kami sud ah sampai ke walikota dan sudah dijanjikan bahwa itu akan diselesaikan, dan mudah-mudahan nantinya dengan Undang-undang Kewarganegaraan ini juga akan lebih mudah, dan saya dengar juga sudah ada sekian puluh anak yang sudah diberi akte kelahiran di daerah itu.

Kemudian untuk teman-teman yang wanita Indonesia yang menikah dengan orang asing, saya tahu persis bagaimana penderitaannya, karena anak saya juga menikah dengan orang asing, dan cucu-cucu saya itu sehari telat saja, mereka akan dideportasi. Sudah sering kali, mereka dapat surat dari imigrasi bahwa sudah diingatkan ini tanggal, jadi tiap kali mereka selalu melihat ke pasport kapan ini berakhirnya, kadang-kadang lupa, dan juga mereka yang sangat, apa namanya, kemarin sudah saya sampaikan kepada rapat, beberapa hari yang lalu, sampai menantu saya sendiri yang orang Kanada itu mengatakan bahwa lbu "ger for get if something happen to me", anak-anak saya itu ngak bisa dipelihara ibunya di negara ini, jadi mereka harus di diported, padahal mereka 3 (tiga) anak 5 (Hrna) tahun 2 (dua) kembar dan adiknya 3

%

(tiga setengah tahun) dan saya tidak rela, kalau anak-anakku sendiri itu dipelihara oleh orang tua saya sendiri atau keluarga saya. Karena yang paling berhak itu adalah ibunya. Jadi justru menantu saya yang mendorong agar Undang-undang kewarganegaraan ini .bisa segera disempurnakan. Demikian Pimpinan dari kami. Terima kasih Bapak Pimpinan.

(14)

•' 16

Terima kasih lbu Tuti Lukman Sutrisno, jadi ini memang nenek dari cucu asing, memang asing, jadi setiap waktu tertentu harus pergi dulu ke Singapur untuk masuk lagi ke sini.

Masih ada.

F·PG (DEWI ASMARA, SH) : Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kepada hadirin anggota dewan, kalau saya tidak salah dari KCC Melati ya, saya hanya ingin menyampaikan suatu informasi saja, bahwa sesungguhnya atas kasus-kasus yang terjadi dari perkawinan campur, banyak masyarakat awam yang tidak mengetahui, bahwa mengenai kewarganegaraan dari suatu perkawinan campur, dalam hal ini anak-anak sesungguhnya ada ketentuan yang bisa dimintakan dalam bentuk penetapan pada pengadilan mengenai status warganegara anak dari perkawinan campur untuk menjadi warga negara Indonesia. Hanya saja ini harus ditempuh prosedumya sebelum berusia 18 (delapan belas} tahun. Nah, jujur saja hal yang terjadi di lapangan, hal ini tidak mendapatkan suatu pemberitaan, dan katakanlah asas publisitas yang cukup baik, itu dari pihak imigrasi yang bertanggung jawab mengenai masalah warga negara, ataupun dari pihak pengadilan.

Jadi sesungguhnya kalau belum berumur 18 tahun, maka bisa dimintakan dalam bentuk penetapan, tapi biasanya karena ketidaktahuan awan menyebabkan hat ini, kesannya kadang-kadang hal ini dipersulit, tetapi itu bukan suatu yang mustahil. Mungkin ini dengan adanya RUU ini kita harapkan, di samping memang menjadi lebih baik, tetapi tidak menutup kemungkinan atas apa yang sekarang ada itu bisa diproses, hanya saja ini memang masih sangat sedikit orang yang tahu, tetapi bukan tidak ada yang melakukannya. lni hanya sekedar pemberitahuannya saja dan mungkin mudah-mudahan dengan adanya RUU ini, akan lebih bisa memiliki suatu status legalitas bagi khususnya anak-anak perkawinan campur. Sedangkan bagi mereka yang memang terlanjur, katakanlah belum sempat mengajukan warga negara, kemudian untuk mengurus pasport dan sebagainya diminta ini dan itu, ltu karena memang asas itu sudah lebih 18 tahun. Jadi saya harapkan ini hanya satu jembatan saja, jembatan transisi, katakanlah RUU ini akan menjadi UU dan kemudian nanti disertai dengan peraturan pelaksanaannya. Mungkin kira-kira seperti itu informasi dari saya, terima kasih wassalamu'alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT:

Wassalamu'alaikum. Terima kasih lbu Dewi Asmara.

lbu Dewi Asmara ini putera mantan Menteri Kehakiman, puteri mantan Menteri Kehakiman, Utoyo Usman, jadi mungkin karena itu ngerti tadi yang itu. Juga saya kira selain penetapan pengadilan, juga sebenamya ada yang lain, yaitu melalui perjanjian kawin, saya kira itu juga bisa dilakukan. Nanti saudara-saudara sekalian kita akan mencari bagaimana, apa baiknya, silahkan saudara Patrialis Akbar.

F·PAN (PATRIALIS AKBAR, SH):

Terima kasih Ketua. Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Bapak-bapak dan lbu-ibu yang kami hormati, saya ingin memberikan satu kabar kebangsaan kepada Saudara-saudara sekalian, yang kebetulan saya dan Ketua Pansus, Saudara Slamet Effendi Yusuf, saya lihat adalah bagian dari orang-orang yang melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar kita. Jadi dikatakan Pak Tedi, amandemen UUD '45. Mahon dipahami dengan baik, keberadaan pasal 26 ayat 1 UUD kita yang sesungguhnya kategori dari warga negara Indonesia itu hanya 2 (dua} pak. Satu adalah Bangsa Indonesia. Yang kedua adalah orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sebetulnya Pasal 26 ayat (1) ini, sejak UUD 45 dibuat itu sudah ada. Waktu kita lakukan perubahan UUD 45 ini kita tidak ganggu. Kenapa, karena memang ini sudah sangat jelas, bahwa ada bangsa Indonesia asli, dan ada warga negara asing. Sekarang ini banyak orang yang tidak memahami, yang dimaksudkan dengan bangsa Indonesia asli itu. lbunya sudah warga negara Indonesia, Bapaknya sudah warga negara Indonesia, anaknya pun kok masih harus melalui proses lanjutan supaya menjadi warga negara Indonesia. ltu kan tidak logis. J.adi kalau ibunya sudah warga negara Indonesia, bapaknya warga negara Indonesia, anaknya otomat1s adalah warga negara lndonesi;:1. Jadi tidak perlu lagi yang namanya SKBRI itu, SBKRI ya, saya sendiri tidak mengerti itu, ya pernah dengar lah. Karena saya melihat itu tidak urgent. Cuma sekarang ada yang dirasakan oleh tem~n-teman kita yang golongan keturunan Tionghoa ini merasakan, bahwa dia ini bukan bangsa Indonesia asli, padahal dia sudah turun temurun di sini

(15)

'

.

17

masih juga merasakan tidak bangsa Indonesia asli. Nah, yang bangsa Indonesia asli itu pak, kalau bapaknya sudah Indonesia, ibunya sudah Indonesia, suku kita itu Indonesia asli. Jangan anggap lagi sebagai keturunan. Bangsa lain itu adalah memang, yang tadinya warga negara lain masuk ke Indonesia disahkan menjadi warga negara Indonesia berdasarkan aturan, itu baru namanya bangsa lain, ya pak ya.

Jadi tolong dipahami dengan baik, jangan lagi sekali-kali bapak-bapak ini merasa bukan bangsa Indonesia asli, anda ini adalah bangsa Indonesia asli, gitu.

Waktu kemarin Pak Edi Lembong juga mempertanyakan itu. Kita bilang, Pak Edi ini bangsa Indonesia asli. Wah kalau begitu saya akan mensosialisasikan Pasal 26 ayat (1) itu. Jadi memang ini adalah pemahaman, nah jadi kabar gembira inilah yang memang kita harus memberikan kesamaan kedudukan diantara kita.

Yang namanya warga negara Indonesia itu menurut konstitusi kita itu mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada perbedaan, gitu. Nah oleh karena itu, saya setuju nanti pada saatnya, tolonglah diinventarisir jangan hanya bapak mengatakan bahwa ini Rancangan Undang-undang ini sudah cukup bagus. Jangan begitu. Berikan masukan yang banyak, sehingga tidak lagi mempersulit posisi anak-anak keturunan kita pada masa depan, ya, mungkin sebagian tadi dikatakan apalagi dari " Bali tadi, mengatakan bahwa kami dipersulit, ya udah lah itu masa lalu, tapi undang-undang ini kita sempurnakan untuk menyamaratakan posisi kita semua sebagai warga negara Indonesia. lnsya Allah kami dari Partai Amanat Nasional memperjuangkan itu. Terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT:

Terima kasrh Pak Patrialis Akbar yang telah memberi penjelasan tentang Pasal 26, juga Pak Tedi mengenai perubahan UUD ini, tadi Pak Tedi mengutip penjelasan, jadi penjelasan sekarang sudah tidak berlaku tapi untuk historis tidak apa-apa itu dikutip. Masih ada dari teman-teman, kalau tidak ada bapak-bapak sekalian kami akan mempersilahkan kepada teman dari tamu untuk bisa merespon lagi bila memang ada. Silahkan Pak Tedi.

TEDI YUSUF (PSMTI) :

Ada sedikit nanti barangkali dari jauh-jauh dari Papua barangkali mau menyampaikan, sudah jauh-jauh kemari pak, barangkali bisa menyampaikan pendapat. Pertama masalah Cina dengan Tionghoa, jadi kita mempunyai persepsi, kata-kata Tionghoa ini ada dalam penjelasan UUD 45 Pasal 26 itu, jadi sebetulnya istilah Tionghoa ini konstitusional, jadi di dalam penjelasan yang sekarang ini memang sebagai catatan historis disebutkan keturunan Belanda, keturunan Tionghoa, tidak disebut keturunan Cina begitu.

Yang kedua kita ingin membedakan yang warga negara asing disebut orang Cina dan yang warga negara Indonesia disebut orang Tionghoa, begitu. Sehingga kita bisa jelas membedakan yang mana yang statusnya orang asing, statusnya orang warga negara Indonesia. Seperti umpamanya kalau kita katakan orang lndo itu warga negara Indonesia, kalau orang Belanda dia warga negara asing. Jadi waktu kita di Timor Timur juga kalau orang Portugis itu orang asing kalau Metisso, mereka minta disebut Metisso, itu warga negara Indonesia.

Yang kedua masalah orang Indonesia asli kami berterima kasih dengan rumusan Bapak Patrialis Akbar bahwa warga negara Indonesia asli adalah warga negara Indonesia yang memperoleh warga negara sejak kelahirannya, jadi makanya dengan demikian memang kami jadi bergembira bahwa satu-satunya alat bukti kewarganegaraan sebagai warga negara Indonesia asli adalah akte kelahiran, akte lahir, nah akte lahir ini yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang tentunya pejabat dari kantor catatan sipil. Saya ada satu testimoni yang demikian ya, saya alami sendiri, waktu anak-anak, waktu anak saya yang paling kecil, namanya Trisia, perempuan, lulus SMA, ini sebelum krismon, bahwa waktu itu kita tinggal di Cijantung, jadi temen-temen semuanya anak kolong, temen-temen dia adalah anak-anak tentara semuanya, dan saya ditinggal di Cijantung. Pada saat dia lulus SMA mereka sepakat mau ke Singapura, jalan-jalan dua-tiga hari, baiklah kalau begitu urus pasport dan sekarang dia dengan rombongan teman-temannya baik laki maupun perempuan ramai-ramai pergi ke kantor imigrasi, untuk membuat pasport, semuanya ngak ada masalah anak saya pulang nangis, kenapa, yang lainnya dapat pasport, saya ngak dikasih, lho kenapa, pertama minta SBKRI, keduanya yang lainnya Rp. 25.000,- anak saya diminta Rp. 150.000,-, padahal temen-temennya juga semuanya protes, ini Trisia ini bapaknya, pangkatnya lebih tinggi dari kita orang gitu, kenapa kita-kita ini ngak dimintai SBKRI, dia dimintai SBKRI, apa bedanya. Saya dinas tentara ini

(16)

.

'

18 sudah 38 tahun, itu anak-anak saya tidak pernah berpikir bahwa dia Tionghoa, Cina, ngak pernah berfikir demikian, karena selama tiga puluh sekian tahun saya tinggal di asrama, begitu. Jadi dia pulang dia bingung, saya ini Cina, Tionghoa, atau bagaimana. Saya katakan pada dia, ya memang kita adalah keturunan Tionghoa, dan kalau masalah SBKRI itu ada saya bilang, di tas, kamu pergi aja uang Rp. 150.000,- itu ada. Tapi dia tidak mau, ya sudahlah kalau tidak mau, akhimya seluruh anak-anak itu tidak jadi ke Singapura.

Jadi di sinilah, sejak inilah dia tahu dia siapa, jadi kalau menurut kesimpulan saya, yang membeda-bedakan kita ini bukan kita, tapi pemerintah sendiri, sistem ya sistem, peraturan. Jadi waktu itu juga kita komplain, mengatakan gimana ? memang ketentuannya demikian. Jadi saya mengharapkan bahwa apa yang sudah membaur dalam masyarakat justru jangan sampai dari pihak pemerintah, karena undang-undang atau karena peraturan yang membeda-bedakan, mensekat-sekat mereka demikian. Dan setelah kejadian ini bahwa anak saya ini, temannya ganti dia masuk Universitas Trisakti, biasanya yang datang ke rumah ini ada Sipakutar, ada Sutarjo, wah ini yang datang lagi sipit-sipit ini, jadi dia bilang kenapa kok teman mu kok ganti ini, ya kita bebek ya temennya bebek.

Jadi beginilah bapak-bapak, jadi saya sedih sekali Pak Andi Jalal. Saya dengan Pak Andi Jalal satu angkatan dulu sekian puluh tahun sama-sama, ngak memikirkan ini suku apa suku apa ya kalau yang menyebabkan anak saya ini kacau ini kan dari pemerintah sendiri, saya minta maaf. Nah sekarang permasalahannya di lapangan, bahwa jelas bahwa akte lahir ini merupakan, jadi tadi ibu mengatakan kapan seseorang itu mendapatkan kewarganegaraan, ya pada saat dia lahir, pada saat dia lahir, pejabat catatan sipil menetapkan kewarganegaraannya anak ini, apakah orang asing apa tidak. Nah sekarang kepada dia kalau dia warga negara Indonesia, orang tuanya warga negara Indonesia otomatis dia adalah warga negara Indonesia. Jadi berilah catatan sipil dengan kops warga negara Indonesia. Kemudian saya setuju tadi dikatakan bahwa sebanyak mungkin itu regulasi ada di dalam undang-undang, jangan sampai dimasukan ke dalam peraturan-peraturan yang bisa di multitafsirkan.

Nah sekarang permasalahannya, kantor catatan sipil itu tidak semua daerah itu sudah mapan, nah dalam hal ini saya sarankan bahwa camat-lah yang dilantik sebagai pejabat catatan sipil. Karena camat ini selama ini sudah diberi wewenang untuk menjadi pejabat pembuat akte tanah, dan dia disumpah, jadi camat inilah yang disumpah untuk menjadi perpanjangan tangan dari kantor catatan sipil dan camat inilah yang memberikan akte lahir dengan kewarganegaraan bagi yang bagi bersangkutan. Dalam hal irii selama ini persepsi bahwa pembuatan catatan sipil ini adalah suatu Pendapatan Asli Daerah (PAD}, jadi ini suatu kekeliruan, bahwa catatan sipil ini adalah service negara kepada rakyatnya, nah katakanlah ada seorang bayi ketemu di pinggir jalan, yang dibuang oleh orang tuanya, dia juga berhak mendapatkan akte lahir dengan kewarganegaraan, sampai diketemukan orang tuanya. lni hat yang barangkali bisa lebih tegas bisa masuk di dalam RUU, sebab dalam RUU ini tidak dicantumkan masalah seperti itu. Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

T erima kasih Pak Tedi. Pak Tedi pengalamannya an and a itu bagaimana kalau bukan anaknya Brigadir Jenderal ya, wong anaknya Brigadir Jenderal aja diperlakukan seperti itu. Tapi perlakuan seperti itu juga pernah ditemui lbu Titi Sumbung. Jadi lbu Titi Sumbung itu adalah istri dari Deputi Kepala BKKBN, jadi ketika mengurus pasport diminta bukti waktu ganti nama. Bayangkan saja lbu Titi Sumbung masih diperlakuka seperti itu. Jadi ya memang ini banyak aparat-aparat yang bertindak melebihi apa yang seharusnya dia lakukan untuk membatu seorang warga negara itu.

Silahkan mbak siapa yang ingin bicara ? ENGGI HOLT (KPCM) :

Saya Enggi Pak, saya ingin menanggapi informasi yang diberikan oleh lbu Dewi Asmara mengenai penetapan pengadilan untuk merubah warga negara. Kita harus mengingat bahwa dalam perkawinan campuran itu, terdapat dua perbedaan sistem hukum, dimana ayah dan ibu mempun.yai hak yang sama terhadap anak-anaknya, sehingga jika seorang ibu meminta penetapan pengadilan untuk merubah warga negara anaknya, dimana di hukum kita yang pada saat ini masih berlaku anak

~iberikan

asas paternal itu akan sangat sufit sekali, sehingga ofeh karena itu kenapa

peratu~an

itu

tidak berlaku, Karena memang di lapangan tidak bisa berlaku.

Bila kita ingin merubah warga negara anak, kita harus meminta persetujuan suami dan iu tidak gampang, itu sudah masalah teritoriaf antar negara, karena anak sudah menjadi warga negara

Referensi

Dokumen terkait

RI.. bisa saja tidak konsisten tidak bisa optimal oleh karena itu penerapannya melalui kewenangan Gubernur dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota karena kita

Sebentar Pak, kemarin itu memang ada masalah yang Pak Djoko bilang, karena ada masalah soal swasta, bukan soal diatur soal yang statis ini bukan, tapi dalam

RI.. menjelaskan kembali mekanisme persidangan kita sehingga kita pada hari ini sudah masuk pada pembahasan DIM. Pertama, bahwa saya tidak usah bacakan satu per

Pasal 12 Ayat (2), yang kemarin sore juga kita bicarakan, kita kaitkan dengan Pasal 14 Ayat (2), yaitu yang mengandung usulan mengenai tambahan kata-kata yang

~tu, memang sejalan.. Kernudian masalah pendidikan, saya kira kita semua sependapat bahwa. pcranserta masyarakat itu sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu

RI.. Seperti Boscha itu kan sekarang ada peraturan misalnya itu radius 2 km itu tidak boleh dibangun. Padahal itu kan sudah sangat lama sekali wilayah itu sudah

Bapak/lbu sekalian, kita masih ketinggalan, negara-negara lain tetangga kita Malaysia, dia sudah punya ibu kota negara bukan lagi KL (Kuala Lumpur). Sudah ada

mempunyai peran yang besar artinya dalam pembangunan pengembangan budaya bangsa dan pembangunan nasional. Kami melihat formulasi ini cukup padat, jelas dan kelihatan