• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI KARKAS ANGSA (Anser cygnoides) PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN SKRIPSI WIJAYA ADHA PRIBADY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI KARKAS ANGSA (Anser cygnoides) PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN SKRIPSI WIJAYA ADHA PRIBADY"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI KARKAS ANGSA (Anser cygnoides)

PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN

SKRIPSI

WIJAYA ADHA PRIBADY

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

ii RINGKASAN

WIJAYA ADHA PRIBADY. D14104134. 2008. Produksi Karkas Angsa (Anser

cygnoides) Pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi. Program Studi Teknologi

Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi.

Angsa merupakan unggas yang memiliki keunggulan dalam pertumbuhan yang cepat, efisiensi dalam konsumsi pakan dan memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit. Budidaya angsa belum banyak diketahui karena selama ini angsa lebih dikenal sebagai hewan penjaga. Evaluasi terhadap produktivitas karkasnya merupakan informasi yang berharga untuk pengembangannya sebagai ternak unggas penghasil daging.

Penelitian ini menggunakan sembilan ekor angsa yang dipelihara secara intensif, menggunakan kandang litter, pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pakan yang diberikan adalah pakan broiler BR-21 yang mengandung protein kasar sebesar 21-23%. Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan umur pemotongan 4, 8 dan 12 minggu dengan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, bobot potongan komersial, bobot giblet dan lemak abdomen. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam.

Umur potong berpengaruh pada bobot potong, bobot karkas, potongan komersial (dada, paha dan sayap), hati dan rempela. Namun tidak berbeda pada potongan punggung, jantung dan lemak abdomen. Berdasarkan persentase karkas dan kandungan lemak abdomen, maka angsa yang dipotong pada umur 11 minggu memberikan hasil yang terbaik.

(3)

ii ABSTRACT

Carcass Production of Goose (Anser Cygnoides) at Different Slaughter Age

Pribady, W.A., N. Ulupi dan H. Nuraini

Goose were known as bird who had advantages in growth rate, efficient on feed, and resistance on disease. Information of goose production was rarely because goose usually kept as guard animal. Evaluation of goose carcass was needed to develop goose as poultry meat production. Nine heads of geese were used in these experiment. They kept in litter cage with feed and water ad libittum. They were fed broiler starter ration BR-21 which had crude protein content about 21-23% and geese were slaughter at 4, 8 and 12 weeks of age. Completely Randomize Design were used with slaughter age as treatment and three time replication. Slaughter weight, carcass weight, commercial cut weight, giblet weight, and abdominal fat were analyzed with ANOVA (Analysis of Variance). Slaughter weight, carcass weight, commercial cut weight (chest, leg and wing), liver and gizzard weight were affected by slaughter age. There were no differences on back cut weight, heart weight and abdominal fat for 4, 8, and 12 weeks of slaughter age. Slaughter age of geese at 11 week was optimum time for slaughter because it had highest dressing percentage and lowest abdominal fat content.

(4)

PRODUKSI KARKAS ANGSA (Anser cygnoides)

PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN

WIJAYA ADHA PRIBADY D14104034

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

PRODUKSI KARKAS ANGSA (Anser cygnoides)

PADA BERBAGAI UMUR PEMOTONGAN

Oleh:

WIJAYA ADHA PRIBADY D14104034

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 30 April 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604

Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi NIP. 131 845 347

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1986 di Serang, Banten. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yayat Hikayat dan Ibu Wiwik Srihandini.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD 2 Yayasan Pendidikan Krakatau Steel Cilegon tahun 1998, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan tahun 2001 di SMPN I Cilegon dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 2 Krakatau Steel Cilegon.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Para Mahasiswa Bogor (HPMB).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita.

Skripsi dengan judul Produksi Karkas Angsa (Anser cygnoides) Pada

Berbagai Umur Pemotongan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penelitian ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi penulis dalam dunia peternakan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui umur potong angsa yang tepat ditinjau dari bobot hidup, persentase karkas, potongan komersial karkas (dada, paha, sayap dan punggung), giblet (jantung, hati dan rempela) dan lemak abdomen. Penulis juga berharap penelitian ini menjadi titik awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai angsa sehingga teknologi budidaya angsa menjadi berkembang,

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini, semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amalan shaleh. Amien.

Bogor, Mei 2008

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Angsa ... 3 Pemeliharaan ... 4 Pertumbuhan ... 5 Daging Angsa ... 6 Potongan Komersial ... 7

Giblet dan Lemak Abdomen ... 8

METODE ... 9

Lokasi dan Waktu ... 9

Materi ... 9

Ternak ... 9

Kandang dan Peralatan ... 9

Pakan dan Minum ... 9

Rancangan Percobaan ... 9

Peubah yang diamati ... 10

Prosedur ... 11

Persiapan Kandang dan Peralatan ... 11

Pemeliharaan ... 11

Pemotongan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Pertumbuhan ... 14

Karkas ... 16

Persentase Potongan Komersial ... 19

Persentase Bagian Dada ... 20

Persentase Bagian Paha ... 20

(9)

viii

Persentase Bagian Punggung ... 22

Persentase Giblet dan Lemak Abdomen ... 22

Persentase Jantung ... 22

Persentase Hati ... 23

Persentase Rempela ... 23

Persentase Lemak Abdomen ... 23

Analisis Biaya ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

UCAPAN TERIMA KASIH ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Kandungan Nutrisi Daging Angsa dan Ayam………….. 7 2. Komposisi Nutrisi Pakan Konsentrat BR-21 ... 10 3. Rataan Bobot Hidup Angsa Umur 4, 8 dan 12 Minggu..………... 14 4. Rataan Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan dan

Konversi Pakan Angsa ... 16 5. Rataan Persentase Karkas Angsa Umur 4, 8 dan 12 Minggu ... 17 6. Persentase Non-Karkas Angsa ... 18 7. Rataan Persentase Potongan Komersial Karkas Angsa Umur 4, 8

dan 12 Minggu….. ... 19 8. Rataan Persentase Giblet dan Lemak Abdomen Angsa Umur 4, 8

dan 12 Minggu………... 22 9. Analisis Biaya Ternak Angsa per Ekor Umur Pemotongan 4, 8

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Anatomi Tubuh Unggas... ... 12 2. Grafik Regresi Kubik antara Umur terhadap Bobot Hidup ... 15 3. Grafik Regresi Linier antara Bobot Hidup terhadap Bobot

Karkas……… 18 4. Grafik Regresi Linier antara Bobot Hidup terhadap Persentase

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Bobot Hidup ... 31

2. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Karkas ... 31

3. Analisis Ragam Regresi Umur terhadap Bobot Hidup……… .. 31

4. Analisis Ragam Regresi Bobot Hidup terhadap Bobot Karkas . 31 5. Analisis Ragam Regresi Bobot Hidup terhadap Persentase Karkas……… 32

6. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Dada ... 32

7. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Paha ... 32

8. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Sayap ... 33

9. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Punggung.. 33

10.Analisis Non-Parametrik Kruskal-Wallis terhadap Persentase Jantung ... 33

11.Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Hati ... 34

12.Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Rempela ... 34

13.Analisis Non-Parametrik Kruskal-Wallis terhadap Persentase Lemak Abdomen... 34

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi daging masyarakat Indonesia sebanyak 60% dari 424.979 ton per tahun dipenuhi oleh daging unggas. Daging ayam masih menjadi andalan dalam mencukupi kebutuhan tersebut. Selain daging ayam sebenarnya masih banyak jenis unggas lain yang potensial sebagai penghasil daging, salah satunya adalah angsa. Angsa mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada di wilayah Indonesia.

Populasi angsa di Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan populasi ayam, namun bukan berarti angsa tidak banyak dipelihara. Sebagai bukti tahun 2006 di Propinsi Jawa Tengah telah teridentifikasi terdapat 94.668 angsa. Data ini mungkin bisa menjadi gambaran umum tentang populasi angsa di Indonesia karena sulitnya pengumpulan data dan sampai saat ini belum ditemukan yang pasti tentang populasi angsa secara nasional. Hal tersebut dapat terjadi karena umumnya masyarakat Indonesia memelihara angsa bukan untuk menghasilkan daging, tetapi hanya sebagai hewan hias atau dijadikan penjaga.

Peningkatan teknologi budidaya angsa di Asia belum dikembangkan secara maksimal tetapi bukan tidak mungkin angsa bisa menjadi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia akan protein hewani. Kurang berkembangnya peternakan angsa di Indonesia disebabkan oleh beberapa kendala, diantaranya adalah sulitnya mencari bibit, belum populernya konsumsi daging angsa dikalangan masyarakat Indonesia dan kurangnya pustaka tentang manajemen pemeliharaan angsa.

Karakteristik kimia daging angsa yang dipotong sampai dengan umur 12 minggu tidak menunjukkan perbedaan, hal ini dapat dilihat dari kandungan air, lemak dan protein berturut-turut sebesar 72,71-78,03%, 0,25-0,67% dan 18,22-21,47%. Informasi mengenai produksi karkas dan bagiannya pada berbagai umur pemotongan diperlukan, guna memperoleh pertumbuhan yang maksimal dan efisien. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan informasi kepada peternak tentang manajemen pemeliharaan khususnya tentang umur pemotongan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi titik awal untuk penelitian

(14)

2 lebih lanjut mengenai angsa sehingga teknologi pemeliharaan angsa bisa berkembang baik seperti halnya pada ayam maupun itik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang bobot hidup, persentase karkas, potongan komersial (dada, paha, punggung dan sayap), giblet (jantung, hati dan rempela) dan lemak abdomen angsa yang dipotong pada umur pemotongan yang berbeda.

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Angsa

Angsa merupakan salah satu dari unggas domestikasi dan telah dipelihara di seluruh dunia selama berabad-abad. Dalam taksonomi, angsa digolongkan kedalam:

Ordo : Anserformes

Famili : Anatidae Genus : Anser

Spesies : Anser cygnoides

Angsa merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki efisiensi pakan yang tinggi dengan konversi pakan yang rendah, serta memiliki daya tahan terhadap penyakit yang tinggi dibandingkan dengan jenis unggas yang lainnya. Selain memiliki kelebihan yang telah dijelaskan di atas, angsa pun memiliki kelemahan yaitu 1) siklus reproduksi yang lambat, 2) reproduksi tergantung pada musim, serta 3) perilaku kawin secara monogami (Yuwanta, 1999). Meskipun angsa termasuk kedalam kelompok unggas, namun perilaku makannya lebih mirip ruminansia daripada unggas. Paruh dan lidahnya memudahkannya untuk merumput (Nowland dan Bolla, 2005). Buckland dan Guy (1999) menjelaskan bahwa angsa termasuk unggas yang memiliki intelegensia yang cukup tinggi. Angsa dikenal memiliki daya ingat yang baik dan tidak akan lupa pada seseorang, hewan atau situasi tertentu sehingga sangat baik dijadikan sebagai hewan penjaga. Angsa dapat hidup dengan harmonis dan tidak memiliki sifat kanibalisme. Angsa dapat kembali ke rumah walaupun pergi sejauh 5 km atau lebih. Angsa dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan, mulai dari yang panas sampai yang dingin. Hanya saja ketika angsa baru dilahirkan sampai umur 1 minggu angsa harus dijaga dari suhu udara yang dingin. Angsa yang belum didomestikasi hidup hanya dengan satu pasangan tetapi angsa yang telah didomestikasi dapat dipasangkan dengan 4-5 ekor betina.

Bangsa angsa yang telah dibudidayakan adalah chinese geese. Chinese geese merupakan salah satu bangsa angsa yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Indonesia (Yuwanta, 1999). Chinese geese berasal dari daerah sekitar Cina, Siberia dan India. Angsa ini dikembangkan dari swan goose (Bartlett, 1995).

(16)

4 Angsa jenis ini merupakan angsa jenis sedang berwarna terang, dengan berat antara 8-12lbs (4-6 kg), serta dapat dijadikan sebagai penghasil telur yang baik (Ashton and Ashton, 2005).

Buckland dan Guy (1999) menjelaskan bahwa ada dua varietas angsa chinese, yaitu white chinese geese dan brown chinese geese, namun white chinese geese yang lebih popular. White chinese geese memiliki shank, paruh dan knob yang berwarna orange sedangkan brown chinese geese memiliki shank orange namun paruh dan

knobnya berwarna hitam atau hijau sangat tua. Knob dapat dijadikan sebagai

identifikasi jenis kelamin ketika usia 6-8 minggu, dan tidak mungkin sebelum itu.

Knob pada jantan lebih besar daripada knob pada betina. Chinese geese memiliki

bobot yang relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan angsa bangsa lain. Angsa

chinese memiliki produksi telur yang tinggi, yaitu mencapai 100 butir telur selama 5

minggu masa bertelur sedangkan bangsa angsa yang lain produksinya hanya mencapai 40-60 butir telur. Telur angsa chinese memiliki bobot yang ringan apabila dibandingkan dengan bangsa angsa yang lain. Bobot telur angsa chinese rata-rata 120 g/butir sedangkan bangsa angsa yang lain bobot telurnya dapat mencapai 140-210 g/butir.

Pemeliharaan

Langkah awal yang diperlukan dalam pemeliharan angsa adalah pemilihan bibit angsa. Memilih bibit tergantung dari tujuan pemeliharaannya, bila untuk sekedar hobi maka akan banyak pilihan karena sifatnya kesukaan pribadi. Untuk keperluan produksi daging atau telur, pilihan menjadi lebih terbatas karena harus memperhitungkan faktor ekonomis yaitu ongkos produksi yang harus lebih rendah dari harga jual (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2006).

Buckland dan Guy (1999) menyatakan bahwa keberhasilan dalam memelihara angsa adalah tergantung pada pemeliharaan periode brooding. Pengaturan suhu adalah salah satu yang dibutuhkan dan pada angsa pengaturan suhu ini dibutuhkan sampai tiga minggu setelah lahir. Sedapat mungkin dalam pemanasan tidak terjadi perubahan suhu yang besar dan tiba-tiba. Oleh sebab itu disarankan suhu pemanas harus stabil dan menyala selama 24 jam. Sesaat setelah lahir suhu yang baik untuk anak angsa adalah 36-37°C dan dapat diturunkan menjadi 32-33°C pada akhir minggu pertama, serta sampai 23-25°C pada minggu kedua. Setelah memasuki

(17)

5 minggu ketiga tidak ada suhu yang disarankan, namun batasan suhu yang diijinkan adalah diatas 20°C karena pertumbuhan bulu akan sempurna pada umur lima minggu.

Jenis pakan yang digunakan untuk anak angsa biasanya memiliki perbandingan yang hampir sama dengan bebek, tapi karena angsa menunjukan pertambahan bobot badan yang cepat selama empat minggu pertama, maka memerlukan pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi (Nowland dan Bolla, 2005). Pada periode starter secara normal angsa membutuhkan protein kasar antara 16-18 % dan energi metabolis antara 2.600-2.900 kkal ME/kg. Angsa pada periode ini akan mengkonsumsi sebanyak 7-8 liter. Ruang untuk tempat pakan dan tempat minum yang dibutuhkan pada periode ini adalah 1,5 cm dan 2 cm setiap satu angsa (Buckland dan Guy, 1999). Angsa varietas besar dapat mencapai pertambahan bobot badan 85-100 g per hari (Nowland dan Bolla, 2005). Pakan angsa 80% berasal dari rumput, sehingga suatu usaha peternakan angsa akan sangat membutuhkan padang rumput (Bartlett, 1995).

Secara naluriah, angsa tergolong binatang yang tidak suka di kandangkan, biasanya mereka berkeliaran di halaman rumah. Kandang diperlukan sebagai tempat berteduh dari hujan lebat dan angin kencang, disamping sebagai tempat tidurnya. Ukuran kandang yang dianggap memadai untuk tiap ekor angsa adalah 1x1 meter persegi ditambah 3x1 meter persegi sebagai pekarangannya. Atap kandang diusahakan tidak bocor agar waktu hujan kandang tetap kering. Makanan sebaiknya diberikan dalam baskom atau wadah plastik yang terbuka yang disimpan di dalam kandang. Air minumannya diusahakan berada di luar kandang untuk menjaga agar kandang tetap kering. Angsa sering dianggap tidak bisa dipisahkan dengan air (kolam). Sebenarnya tidak demikian, angsa dapat menjadi ternak peliharaan yang baik dipekarangan rumah (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2006).

Pertumbuhan

Pertumbuhan terjadi melalui dua fase besar yaitu prenatal dan postnatal. Prenatal merupakan proses pembentukan organ-organ tubuh, sedangkan postnatal merupakan proses peningkatan ukuran dan sistem dari kematangan tubuh dan perkembangannya (Herren, 2000). Fuller (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan jaringan dimulai dari pertumbuhan tulang, otot dan terakhir lemak.

(18)

6 Pertumbuhan pada ternak berlangsung cepat sejak lahir sampai mencapai dewasa tubuh, yang mana tulang dan jaringan otot tumbuh secara teratur. Setelah ternak mencapai dewasa kelamin, pertumbuhan tetap berlanjut meskipun kecepatan pertumbuhan lebih lambat. Pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti saat dewasa tubuh. Dewasa tubuh merupakan fase yang menunjukan bahwa ternak telah mencapai rataan pertumbuhan dan efisinsi pakan terbesar (Herren, 2000). Lawrie (2002) menyatakan bahwa proporsi tulang akan semakin menurun ketika umur hewan semakin tua.

Fase pertumbuhan dibagi kedalam dua fase, fase pertama adalah fase yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang pesat yaitu umur satu hari sampai empat minggu. Fase kedua adalah fase antara umur lima sampai delapan minggu dengan pertumbuhan yang lebih lambat daripada fase pertama (Labatut, 1999). Periode stater angsa akan berakhir pada umur empat minggu dan akan memasuki periode grower sampai umur 36 minggu (Yuwanta, 1999). Bobot badan angsa akan meningkat mencapai 50% sampai umur dua bulan (Nowland dan Bolla, 2005). Buckland dan Guy (1999) menjelaskan bahwa angsa akan mencapai bobot badan 1,68 kg, 4,20 kg, 5,74 kg dan 7,1 kg pada saat umur 3, 6, 9 dan 12 minggu. Angsa umur 12-14 minggu mempunyai bulu-bulu pendek yang banyak dan sulit untuk dicabut dan dibersihkan. Setelah melewati umur 14 minggu bulunya akan semakin membaik dan sempurna (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2006). Pernyataan ini bertentangan dengan pendapat Yuwanta (1999) yang menyatakan bahwa angsa akan memiliki bulu dengan kualitas yang baik pada umur 100-110 hari dan beberapa varietas lain dapat dicapai pada umur 50 hari. Berbeda pula dengan pendapat Buckland dan Guy (1999), menurutnya bulu angsa akan sempurna pada umur lima minggu.

Daging Angsa

Daging angsa berwarna lebih gelap diseluruh tubuhnya dan memiliki aroma yang lebih menyengat dibandingkan dengan kalkun. Lemak daging angsa memiliki rasa yang lebih gurih dan lebih padat (Berberoglu, 2004). Angsa biasanya dijual saat liburan musim panas. Angsa muda (disebut juga green geese) dipasarkan saat mencapai berat 5-6 kg dan berumur 10-13 minggu. Bila pemeliharaan lebih dari 13 minggu, bulu halus akan tumbuh sehingga menyulitkan dalam pemrosesan, selain itu

(19)

7 pertumbuhan bobot badan angsa setelah umur 13 minggu akan lebih lambat (Nowland and Bolla, 2005).

Rosinski (1999) menjelaskan bahwa persentase karkas angsa umur 8 dan 12 minggu adalah 56,7% dan 61,4%. Angsa memiliki kandungan asam lemak jenuh 50,4% dan asam lemak tak jenuh 49,6% (Yuwanta, 1999). Kandungan nutrisi daging angsa apabila dibandingkan dengan daging ayam disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Kandungan Nutrisi Daging Angsa dan Ayam

Spesies Air Abu Protein Lemak Kalori /100g

………..%...

Ayam 73,4 1,1 20,6 4,8 126

Angsa 68,3 1,1 22,3 7,1 153

Sumber : Nowland dan Bolla, 2005

Ternak angsa telah popular khususnya di Eropa bagian barat, namun baru mencapai 4-7% dari total produksi unggas. Penghasil angsa terbanyak di Eropa bagian barat adalah Honggaria, Polandia dan Romania. Angsa juga diproduksi di Republik Ceko dan Slovakia. Angsa dapat digunakan untuk menghasilkan daging, bulu, atau untuk menghasilkan minyak hati tergantung pada negara dan sistem produksinya (Buckland dan Guy, 1999).

Potongan Komersial Karkas

Memotong karkas menjadi beberapa bagian adalah contoh sederhana dari proses pertambahan nilai. Hal tersebut dapat dilakukan secara manual dengan pisau atau otomatis dengan mesin (Sams, 2001). Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa selain dalam bentuk utuh, karkas juga diperjualbelikan dalam bentuk potongan seperti dada, paha, sayap dan punggung. Summers (2004) menyatakan bahwa daging pada karkas paling banyak terdeposisi pada bagian dada (breast), paha atas (thighs) dan paha bawah (drum stick). Sekitar 70% pada bagian dada dan paha atas adalah daging serta lebih sedikit lagi pada bagian paha bawah. Punggung merupakan potongan yang paling sedikit dagingnya (Merkley et al.,1980).

(20)

8

Giblet dan Lemak Abdomen

Menurut Badan Standarisasi Nasional (1999) yang dimaksud dengan giblet adalah hati setelah kantung empedu dilepas, jantung, ampela, usus dan bagian-bagian organ lainnya yang berada di dalam rongga dada dan perut yang menurut kebiasaan dimakan disuatu daerah setelah mengalami proses pembersihan dan pencucian. Lebih jelas lagi Campbell et al., (2003) mendefinisikan giblet adalah organ dalam unggas yang biasanya digunakan sebagai makanan, diantaranya adalah jantung, hati dan rempela. Taylor dan Field (2004) menyatakan bahwa rataan giblet broiler adalah 5% dari karkas. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa hati terdiri atas dua glambir (lobi) yang besar. Hati adalah organ aksesoris pada sistem pencernaan. Hati berfungsi sebagai penyaring darah, menyimpan nutrisi tertentu hasil penyerapan usus dan mengeluarkan empedu yang membantu pencernaan lemak (Campbell et al., 2003). Rempela adalah organ pada sistem pencernaan yang berfungsi sebagai penghancur dan pengaduk partikel makanan (Gillespie, 2004). Rempela tidak bekerja ketika kosong tetapi sewaktu-waktu makanan masuk, otot dinding rempela yang tebal akan berkontraksi (Bell dan Weaver, 2002). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa jantung unggas sama seperti mamalia, yaitu terdiri atas empat ruang, diantaranya dua atria dan dua ventrikel. Jantung adalah organ yang berfungsi sebagai pemompa darah pada sistem peredaran darah (Gillespie, 2004). Jantung terletak di rongga dada diantara glambir (lobi) paru-paru (Campbell et al., 2003).

Lemak abdomen adalah lemak yang berada di sekeliling rempela dan yang terdapat diantara otot perut dan usus (Kubena et al.,1974). Lemak abdomen adalah lemak yang diletakkan selama masa awal pertumbuhan. Peningkatan lemak abdomen tidak dapat dipisahkan dari peningkatan bobot badan unggas. Kadar protein pakan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase lemak abdomen/bobot hidup atau bobot karkas. Persentase lemak abdomen unggas betina lebih tinggi daripada unggas jantan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi persentase lemak abdomen (Bell dan Weaver, 2002).

(21)

9 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 16 minggu, yaitu pada bulan Februari sampai bulan Mei 2007 di Laboratorium Lapangan Ilmu Produksi Ternak Unggas Blok B Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan sembilan ekor angsa (Anser cygnoides) yang memiliki umur yang sama yaitu 1 minggu yang dikumpulkan dari warga Kecamatan Darmaga, Bogor. Angsa ini kemudian dipelihara sesuai perlakuan yang diberikan yaitu selama 4, 8 dan 12 minggu.

Kandang dan Peralatan

Angsa tersebut dipelihara dalam kandang sistem litter berukuran 2,8x3x 3,5 m. Seluruh angsa dipelihara di dalam satu kandang. Peralatan yang digunakan antara lain tempat air minum, tempat pakan, dan lampu, serta dalam pengukuran peubah adalah timbangan, pisau, pinset dan label.

Pakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan ayam broiler (peranggang) BR-21 yang diproduksi PT. Sinta Prima Feedmill. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebagai perlakuan adalah umur pemotongan, yaitu umur pemotongan 4, 8 dan 12 minggu. Setiap perlakuan mendapat ulangan sebanyak tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas satu ekor angsa sebagai satu unit percobaan. Model matematika rancangan tersebut menurut Steel dan Torrie (1991) adalah

(22)

10 Tabel 2. Komposisi Nutrisi Pakan Konsentrat BR-21

Sumber : PT. Sinta Prima Feedmill

Yij = µ + Pi + €ij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan, µ = nilai rataan,

Pi = pengaruh perlakuan umur potong angsa ke-i,

€ij = galat perlakuan umur potong angsa ke-i, ulangan ke-j, i = perlakuan umur potong angsa ke-i, dan

j = ulangan ke-j.

Sebelum dianalisis data diuji asumsi, yaitu uji kenormalan, keaditifan, kehomogenan dan kebebasan galat. Apabila telah memenuhi semua asumsi tersebut maka data dianalisis ragam (ANOVA). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey (Petrie dan Watson, 1999).

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini, yaitu:

1. bobot hidup diperoleh dengan cara menimbang angsa setiap minggu mulai umur dua minggu,

2. persentase karkas diperoleh dengan cara membagi bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100%, Komposisi Persentase (%) Kadar air 12,0 Protein kasar 21,0-23,0 Lemak kasar 4,0- 8,0 Serat kasar 4,0 Kadar abu 8,0 Kalsium 0,9- 1,2 Posphor 0,7- 1,0

(23)

11 3. persentase potongan komersial karkas yang terdiri dari dada, paha, sayap dan punggung didapat dengan cara membagi bobot masing-masing potongan komersial karkas dengan bobot karkas dikalikan 100%,

4. persentase giblet yang terdiri atas bobot hati, jantung dan rempela masing-masing dibagi bobot potong dikalikan 100%, dan

5. persentase lemak abdomen diperoleh dengan cara membagi bobot lemak abdomen dengan bobot hidup dikalikan 100%.

Prosedur

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang akan digunakan beserta tempat pakan dan tempat minum dibersihkan dahulu dari kotoran ataupun debu. Kemudian dikapur dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk memutus rantai mikroorganisme yang akan mengganggu selama proses pemeliharaan.

Kandang diberi alas litter yang berupa sekam yang selalu diganti setiap dua minggu. Kandang juga diberi lampu yang berfungsi sebagai penerangan dan penghangat.

Pemeliharaan

Angsa diberi pakan dan minum ad libitum. Lampu hanya dinyalakan pada malam hari sebagai penerangan dan pemanasan. Angsa tersebut dipelihara sesuai perlakuannya, yaitu selama 4, 8 dan 12 minggu.

Pemotongan

Angsa dipotong berdasarkan perlakuan yang diberikan, yaitu dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu. Sebelum dilakukan pemotongan angsa dipuasakan selama 12 jam lalu ditimbang bobot badannya. Pemotongan dilakukan dengan metode Kosher

Style, yaitu pemotongan dibagian leher dekat kepala, termasuk pembuluh darah vena jugularis dan arteri carotidea, oesophagus dan trachea. Agar darah keluar sempurna

sebelum dipotong angsa digantung selama 1,5 menit. Kemudian dilakukan pencelupan kedalam air hangat (scalding) dengan suhu 60-68°C selama 1-3 menit agar pencabutan bulu lebih mudah (Buckland dan Guy, 1999). Pencabutan bulu dilakukan secara manual dan bulu jarum dicabut dengan pinset. Jeroan dikeluarkan

(24)

12 Gambar 1. Anatomi Tubuh Unggas

dari perut. Bagian kepala, leher dan shank dipotong sehingga didapat karkas yang kemudian dicuci dan ditimbang. Karkas menurut Badan Standarisasi Nasional (1999) adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, baik disertakan atau tanpa kepala-leher, dan/atau kaki mulai dari tarsus, dan/atau paru-paru dan ginjal. Karkas yang didapat kemudian dipotong bagian dada, paha, sayap dan punggung dengan cara :

1. bagian dada merupakan bagian karkas yang dipotong pada batas persendian tulang belikat sampai batas tulang punggung,

2. bagian paha utuh termasuk paha atas dan paha bawah, bagian karkas yang dipotong dari batas tulang femur sampai tulang tibia,

3. bagian sayap merupakan bagian karkas yang dipotong mulai dari persendian tulang pangkal lengan sampai persendian tulang belikat, dan

4. bagian punggung merupakan bagian karkas yang dipotong pada batas persendian tulang belikat yang berbatasan dengan tulang dada sampai dengan bagian persendian tulang paha kiri dan kanan (Card dan Nesheim,1972). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

shank head

(25)

13 Potongan komersial tersebut kemudian ditimbang dan dicatat.

Jantung, hati dan rempela yang telah dibuang isinya, dicuci, ditiriskan dan kemudian masing-masing ditimbang. Lemak abdomen yang diambil dari sekeliling rempela, diantara otot perut dan usus dibersihkan kemudian ditimbang.

(26)

25 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan

Penelitan ini menggunakan sembilan ekor angsa yang dipelihara dalam satu kandang secara intensif. Angsa dipelihara mulai umur satu minggu sampai 12 minggu dan dilakukan pemotongan sebanyak tiga ekor setiap umur 4, 8 dan 12 minggu. Pakan dan minum diberikan ad libitum. Pakan yang digunakan adalah pakan ayam broiler (peranggang) BR-21 dengan kandungan protein kasar sekitar 21-23%. Hasil yang diperoleh mengenai bobot hidup angsa masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Bobot Hidup Angsa Umur 4, 8 dan 12 minggu

Umur (minggu) Bobot Hidup (g/ekor)

4 1523,00 ±206,00

8 3623,00 ±419,60

12 4300,00 ±400,00

Keterangan : huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot hidup angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 1.523, 3.623 dan 4.300 g/ekor. Bobot hidup angsa umur empat minggu dalam penelitian ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pernyataan Nowland dan Bolla (2005) yang menyebutkan bahwa angsa dapat mencapai bobot 1600 g/ekor dalam waktu empat minggu. Labatut (1999) menyatakan bahwa bobot badan angsa umur 8 dan 12 minggu yang gemukkan secara intensif dengan pakan 100% konsentrat dengan kandungan protein 19,5% adalah 3380 dan 4300 g/ekor. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapat pada angsa umur 8 dan 12 minggu

Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot hidup angsa. Bobot hidup angsa umur empat minggu nyata lebih kecil dibandingkan dengan bobot hidup angsa umur 8 dan 12 minggu. Bobot hidup angsa umur delapan minggu tidak berbeda dengan bobot hidup angsa umur 12 minggu. Analisis regresi yang tepat untuk menggambarkan kurva pertumbuhan adalah analisis regresi kubik sebab memiliki koefisien determinasi yang paling tinggi dibandingkan

(27)

26 Gambar 2. Grafik Regresi Kubik antara Umur terhadap Bobot Hidup

dengan regresi linier dan kuadratik. Hasil analisis regresi kubik antara bobot hidup dengan umur potong disajikan pada Gambar 2. Persamaan regresi yang diperoleh

yaitu y = -3,367 + 34,29 + 471,6x - 609,2 dengan koefisien determinan () sebesar 95,5%. Hal ini berarti bahwa 95,5% keragaman bobot hidup angsa sampai umur 12 minggu pemeliharaan nyata dipengaruhi oleh keragaman umur pemotongan. Berdasarkan gambar dan persamaan ini maka dapat diketahui bahwa angsa akan terus mengalami pertumbuhan yang pesat dan mencapai pertumbuhan maksimum pada umur 11,02 minggu atau sekitar 77,14 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nowland dan Bolla (2005) yang menyatakan bahwa bobot badan angsa akan meningkat mencapai 50% sampai umur dua bulan. Setelah itu kecepatan pertumbuhan menurun, walaupun pertumbuhan tetap berlanjut. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Hamre (1980) bahwa pertumbuhan angsa sangat lambat setelah mencapai umur 10-13 minggu dibandingkan dengan pertumbuhan angsa saat masih muda. Pernyataan di atas didukung oleh rataan konsumsi pakan harian angsa yang bervariasi. Rataan konsumsi pakan harian, pertambahan bobot badan (PBB) harian dan konversi pakan angsa sampai umur 12 minggu disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pertambahan bobot badan dan konversi pakan angsa umur empat minggu lebih baik dari pada umur 8 dan 12 minggu. Hal ini berarti laju pertumbuhan angsa umur empat minggu lebih pesat

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 bobot Perlakuan Bobot Hidup (g) Umur (minggu) 4 8 12

(28)

27 Tabel 4. Rataan Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi

Pakan Angsa

dari pada umur 8 dan 12 minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labatut (1999) yang menyatakan bahwa fase pertumbuhan angsa dibagi kedalam dua fase, fase pertama adalah fase yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang pesat yaitu umur satu hari sampai empat minggu. Fase kedua adalah fase antara umur lima sampai delapan minggu dengan pertumbuhan yang lebih lambat daripada fase pertama. Konversi pakan semakin meningkat sampai umur 12 minggu, artinya semakin banyak diperlukan pakan untuk meningkatkan bobot hidup atau dengan kata lain semakin tidak efisien dalam mengkonsumsi pakan. Namun demikian tidak disarankan untuk memotong angsa pada umur empat minggu karena saat ini masih berada pada fase percepatan pertumbuhan sehingga perdagingannya belum optimal. Berdasarkan uraian di atas bahwa pola pertumbuhan angsa akan mencapai titik maksimal pada umur 11,02 minggu serta konversi pakan yang semakin tinggi sampai umur 12 minggu, maka disarankan untuk memotong angsa yang diberi pakan 100% konsentrat tidak lebih dari umur 11,02 minggu (77,14 hari).

Karkas

Bobot karkas angsa umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 703, 1999 dan 2395 g/ekor yang dapatkan dari bobot potong 1.523, 3.623 dan 4.300 g/ekor. Hasil penelitian mengenai persentase karkas angsa disajikan pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase karkas angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 46,20, 55,20 dan 55,77%. Persentase karkas angsa umur 8 dan 12 minggu hasil penelitian ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Labatut (1999) yang mendapatkan persentase karkas angsa (breed Creole) umur 8 dan 12 minggu yang digemukkan secara intensif dengan pakan 100% konsentrat dan kandungan protein 19,5% adalah 56,7 dan 61,4%. Perbedaan ini disebabkan angsa

Umur (minggu)

Rataan Konsumsi Pakan(g/ekor/hari)

Pertambahan Bobot

Badan (g/ekor/hari) Konversi pakan

1-4 113,71 74,05 1,54

4-8 237,45 69,17 3,43

(29)

28 Tabel 5. Rataan Persentase Karkas Angsa Umur 4, 8 dan 12 Minggu

Umur (minggu) Karkas (%)

4 46,20 ± 1,22 8 55,20 ± 1,77 12 55,77 ± 2,07

Keterangan : huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis lokal dengan kualitas genetik yang rendah sehingga walaupun pakan yang digunakan memiliki kandungan protein kasar 21-23% tetapi performanya lebih rendah.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase karkas angsa. Persentase karkas angsa umur empat minggu nyata lebih kecil dibandingkan dengan persentase karkas angsa umur 8 dan 12 minggu. Persentase karkas angsa umur 8 minggu tidak berbeda dengan angsa umur 12 minggu. Hasil ini sama seperti bobot hidup karena setelah dilakukan analisis regresi bobot karkas dan persentase karkas nyata dipengaruhi oleh bobot hidup dengan koefisien determinan () sebesar 99,1 dan 73,8%. Hal ini artinya 99,1% keragaman bobot karkas nyata dipengaruhi oleh keragaman bobot hidup dan 73,8% keragaman persentase karkas nyata dipengaruhi oleh keragaman bobot hidup. Hasil analisis regresi tersebut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Komponen non-karkas seperti kepala, leher dan shank juga memiliki nilai ekonomis walaupun memiliki tulang yang lebih dominan dan tidak memiliki perdagingan yang banyak. Persentase non-karkas seperti yang dijelaskan diatas disajikan pada Tabel 6. Terlihat bahwa rata-rata komponen non-karkas dapat mencapai 14,22-15,28%.

(30)

29 Gambar 3. Grafik Regresi Linier antara Bobot Hidup terhadap Bobot

Karkas

Gambar 4. Grafik Regresi Linier antara Bobot Hidup terhadap Persentase Karkas

Tabel 6. Persentase Non-Karkas Angsa

Komponen Non-Karkas

Umur Potong (minggu)

Rata-rata 4 8 12 ………...%... Kepala 3,72 3,78 3,85 3,78 Leher 7,38 7,35 7,36 7,36 Shank 4,18 3,20 3,01 3,46 Total 15,28 14,33 14,22 14,60 y =0.6028 x-199,5 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 1000 2000 3000 4000 5000 b ob ot k ar k as ( g) Bobot Hidup (g) bobot karkas Linear (bobot karkas)

y =0,003320 x + 41.94 0 10 20 30 40 50 60 70 0 1000 2000 3000 4000 5000 P er se n tas e K ar k as ( % ) Bobot Hidup (g) persentase karkas Linear (persentase karkas) R2 =99,1%

(31)

30 Persentase Potongan Komersial

Rataan persentase potongan komersial angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Persentase Potongan Komersial Karkas Angsa Umur 4, 8 dan 12 Minggu

Keterangan : huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Rataan bobot potongan komersial angsa umur empat minggu dari yang terbesar sampai terkecil adalah potongan paha, punggung, dada dan sayap. Umur delapan minggu adalah potongan paha, punggung, dada dan sayap. Pada umur 12 minggu adalah potongan dada, paha, punggung dan sayap. Hal ini berarti jika ingin mendapatkan perdagingan yang banyak maka angsa sebaiknya dipotong pada umur 12 minggu karena pada umur ini persentase dada dan paha lebih dominan dibandingkan potongan sayap dan punggung. Potongan dada dan paha memiliki perdagingan yang banyak dibandingkan potongan punggung dan sayap. Summers (2004) menyatakan bahwa daging pada karkas paling banyak terdeposisi pada bagian dada, paha atas (thighs) dan paha bawah (drum stick).

Berdasarkan uraian terdahulu bahwa titik maksimum pertumbuhan angsa adalah umur 11,02 minggu (77,14 hari), maka disarankan untuk tidak melakukan pemotongan pada umur lebih dari 11,02 minggu karena walaupun di umur 12 minggu perdagingannya banyak tetapi sudah memasuki pertumbuhan yang lambat dengan konversi pakan yang tinggi sehingga penggunaan pakan kurang efisien. Berdasarkan analisis regresi dapat diketahui pola pertumbuhan masing-masing potongan komersial sehingga didapatkan dugaan persentase masing-masing potongan komersial tersebut pada umur 11,02 minggu. Dugaan persentase paha, dada,

Peubah Umur Potong (minggu)

4 8 12 ...%... . Dada Paha Sayap Punggung 14,25  ± 1,49 47,60  ± 0,95 8,61  ± 1,10 25,17 ± 1,66 20,47  ± 2,13 38,78  ± 3,73 18,25  ± 1,54 22,72 ± 2,41 28,52 ± 1,65 25,91 ± 1,66 19,50  ± 1.24 21,94 ± 1,54

(32)

31 punggung dan sayap pada umur 11,02 minggu adalah 30,07, 26,06, 22,15 dan 19,26%. Dugaan tersebut tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan persentase potongan komersial pada umur 12 minggu. Berdasarkan uraian di atas, berarti perdagingan yang ada pada angsa umur 11,02 minggu hampir sama dengan angsa umur 12 minggu, tetapi apabila dipotong umur 12 minggu nilai efisiensinya sudah rendah.

Persentase Bagian Dada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase potongan dada angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 14,25, 20,47 dan 28,52%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase potongan dada. Persentase potongan dada angsa yang dipotong umur 12 minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan umur 4 dan 8 minggu. Persentase potongan dada angsa umur delapan minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan umur empat minggu. Artinya persentase potongan dada terus meningkat sampai umur 12 minggu. Hal ini sedikit berbeda dengan pertumbuhan secara umum. Pertumbuhan angsa secara umum akan mencapai titik maksimal pada umur 11,02 minggu, setelah itu pertumbuhan akan menurun. Berdasarkan penjelasan ini maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan potongan dada tumbuh lambat dibandingkan dengan pertumbuhan angsa secara umum. Hal ini dikarenakan pertumbuhan angsa secara umum sampai empat minggu hanya ditujukan untuk pertumbuhan tulang. Fuller (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan jaringan dimulai dari pertumbuhan tulang, otot dan terakhir lemak. Potongan dada pada unggas adalah tempat perdagingan yang tebal dengan persentase tulang yang kecil sehingga pada umur empat minggu perdagingan potongan dada masih sedikit. Summers (2004) menyatakan bahwa 70% daging pada karkas terdeposisi pada bagian dada. Persentase potongan dada angsa akan meningkat ketika pertumbuhan tulang menurun dan pertumbuhan otot (daging) meningkat sampai umur 12 minggu.

Persentase Bagian Paha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase potongan paha angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 47,60, 38,78 dan 25,91%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase

(33)

32 potongan paha. Persentase potongan paha angsa yang dipotong umur 12 minggu nyata lebih kecil dibandingkan dengan persentase potongan paha angsa umur 4 dan 8 minggu. Persentase potongan paha angsa umur delapan minggu nyata lebih kecil dibandingkan dengan persentase potongan paha umur empat minggu. Artinya persentase potongan paha angsa terus menurun sampai umur 12 minggu. Hal ini berbeda dengan pertumbuhan angsa secara umum yang terus meningkat sampai titik maksimumnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa potongan paha tumbuh cepat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum. Hal ini disebabkan pada awal pertumbuhan lebih ditujukan pada pertumbuhan tulang, sehingga komponen tulang potongan paha pada umur empat minggu lebih tinggi. Persentase potongan paha angsa akan menurun dengan menurunnya pertumbuhan tulang dan meningkatnya pertumbuhan otot (daging) sampai umur 12 minggu.

Persentase Bagian Sayap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase potongan sayap angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 8,61, 18,25 dan 19,50%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase potongan sayap. Persentase potongan sayap angsa umur empat minggu nyata lebih kecil dibandingkan persentase potongan sayap angsa umur 8 dan 12 minggu. Persentase potongan sayap angsa umur delapan minggu tidak berbeda dengan persentase potongan sayap angsa umur 12 minggu. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan angsa secara umum, dengan demikian potongan sayap dapat dikatakan tumbuh sedang atau seirama dengan pertumbuhan secara umum. Komponen penyusun potongan sayap unggas adalah tulang, daging dan kulit. Komponen yang lebih dominan adalah kulit. Angsa memiliki proporsi lemak bawah kulit yang tinggi (Berberoglu, 2004). Persentase potongan sayap angsa pada umur empat minggu masih rendah karena saat ini belum terjadi pertumbuhan lemak. Pertumbuhan lemak terjadi pade fase paling akhir. Persentase potongan sayap angsa pada umur 8 dan 12 minggu lebih tinggi daripada umur empat minggu dikarenakan saat ini sudah dimulai pertumbuhan otot (daging) dan sedikit lemak.

(34)

33 Persentase Bagian Punggung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase potongan punggung angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 25,17, 22,72 dan 21,94%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong tidak mempengaruhi (P>0,05) persentase potongan punggung. Komponen tulang pada potongan punggung lebih banyak dibandingkan komponen daging. Hal ini didukung oleh pernyataan Merkley

et al. (1980) yang menyatakan bahwa punggung merupakan potongan yang paling

sedikit dagingnya. Ketika pertumbuhan daging telah meningkat komponen ini tidak terdeposisi daging yang banyak akibatnya persentasenya akan sama sampai umur 12 minggu.

Persentase Giblet dan Lemak Abdomen

Rataan persentase giblet dan lemak abdomen angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Persentase Giblet dan Lemak Abdomen Angsa Umur 4, 8 dan 12 Minggu

Keterangan : huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Persentase Jantung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase jantung angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 0,69, 0,58 dan 0,60%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong tidak mempengaruhi (P>0,05) persentase jantung. Hal ini disebabkan pertumbuhan jantung sudah berhenti ketika angsa dilahirkan karena pembentukan dan pertumbuhan jantung termasuk kedalam fase prenatal.

Peubah Umur Potong (minggu)

4 8 12 ...………..…..….%... Jantung Hati Rempela Lemak Abdomen 0,69  ± 0,14 3,55  ± 0,43 4,93  ± 0,71 3,57 ± 0,12 0,58  ± 0,05 2,16  ± 0,16 3,23  ± 0,52 5,23 ± 0,92 0,60  ± 0,04 1,53  ± 0,07 3,19  ± 0,39 4,20 ± 1,55

(35)

34 Persentase Hati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase hati angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 3,55, 2,16 dan 1,53%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase hati. Persentase hati angsa umur empat minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan persentase hati angsa umur 8 dan 12 minggu. Persentase hati angsa umur delapan minggu tidak berbeda nyata dengan persentase hati angsa umur 12 minggu. Hal ini disebabkan pertambahan bobot hati tidak sebanding dengan pertambahan bobot tubuh yang cepat sehingga persentase hati menurun sampai dengan umur delapan minggu. Setelah itu pertumbuhannya sama yang menyebabkan persentase hati tidak berbeda sampai umur 12 minggu.

Persentase Rempela

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase rempela angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 4,93, 3,23 dan 3,19%. Analisis ragam menyatakan bahwa umur potong nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase rempela. Persentase rempela angsa umur empat minggu nyata lebih besar dibandingkan dengan persentase rempela angsa umur 8 dan 12 minggu. Persentase rempela angsa umur delapan minggu tidak berbeda nyata dengan persentase rempela angsa umur 12 minggu. Bobot rempela dipengaruhi oleh jumlah dan sifat kekasaran bahan pakan (Kismono, 1986). Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa konsumsi pakan harian angsa terus meningkat sampai umur delapan minggu dan untuk kemudian menurun sampai umur 12 minggu. Namun walaupun bobot rempela umur 4, 8 dan 12 minggu semakin meningkat yaitu 75, 117,33 dan 136,67g tetapi peningkatan ini tidak sebanding dengan peningkatan bobot badan yang cepat sehingga persentase rempela semakin kecil sampai umur delapan minggu untuk kemudian relatif sama sampai umur 12 minggu.

Persentase Lemak Abdomen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase lemak abdomen angsa yang dipotong umur 4, 8 dan 12 minggu adalah 3,57, 5,23 dan 4,20%. Buckland dan

(36)

35 Guy (1999) menjelaskan bahwa persentase lemak abdomen angsa umur 11 minggu adalah 4,26%.

Umur potong tidak mempengaruhi (P>0,05) persentase lemak abdomen. Hal ini disebabkan angsa umur 12 minggu belum memasuki fase perlemakan. Fase perlemakan adalah termasuk pertumbuhan lambat dan terjadi pada akhir pertumbuhan (Fuller, 2004). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian karena sampai umur 12 minggu bobot potong masih meningkat artinya masih terjadi pertumbuhan jaringan otot. Angsa akan memasuki periode perlemakan pada umur 17 minggu (Rosinski, 1999). Berdasarkan kedua pernyataan di atas maka dapat dikatakan bahwa laju pertumbuhan lemak yang terjadi sampai umur 12 minggu masih lambat.

Analisis Biaya

Keuntungan dalam suatu usaha peternakan akan didapatkan apabila perusahaan itu dapat meminimalkan biaya produksi dan memaksimalkan penjualan. Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk merumuskan analisis biaya sebelum memulai usaha peternakan. Tabel 9 menjelaskan biaya produksi dan penjualan angsa per ekor yang dipotong pada umur 4, 8 dan 12 minggu.

Tabel 9. Analisis Biaya Ternak Angsa per Ekor Umur Pemotongan 4, 8 dan 12 Minggu

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa ketiga umur pemotongan tersebut tidak menguntungkan. Salah satu penyebabnya adalah pakan

Rincian 4 minggu 8 minggu 12 minggu

Biaya Produksi

Harga DOG/ekor (90g) Rp. 9.000 Rp. 9.000 Rp. 9.000

Harga pakan/kg Rp. 4.000 Rp. 4.000 Rp. 4.000

Biaya pakan/ekor Rp. 12.376 Rp. 39.332 Rp. 60.920

Total biaya produksi (a) Rp. 21.376 Rp. 48.332 Rp. 69.920 Pendapatan

Harga jual karkas/kg Rp. 18.000 Rp. 18.000 Rp. 18.000 Total penjualan karkas (b) Rp. 12.654 Rp 35.982 Rp 43.110

(37)

36 kurang sesuai dengan kebutuhan angsa. Pakan yang diberikan dalam penelitian ini adalah 100% konsentrat dengan kandungan protein kasar 21-23%, sedangkan angsa mampu mengkonsumsi hijauan sebesar 34-48%. Angsa dapat merumput 34-48% ketika berumur 6-14 minggu (Buckland dan Guy, 1999). Pakan yang digunakan disarankan disesuaikan dengan kebutuhannya, yaitu mengadung protein kasar 20% untuk empat minggu pertama dan setelah itu cukup diberikan 16% (Nowland dan Bolla, 2005).

(38)

37 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ditinjau dari produksi karkas, potongan komersial karkas, giblet, dan lemak abdomen yang dihasilkan, maka sebaiknya angsa yang dipelihara secara intensif dengan pakan 100% konsentrat (protein kasar 21-23%) sebaiknya dipotong tidak lebih dari umur 11 minggu. Saat tersebut merupakan puncak pertumbuhan angsa.

Saran

Pakan yang diberikan sebaiknya dikurangi kadar proteinnya karena angsa cukup diberikan pakan dengan kadar protein 13-16%. Angsa juga mampu mencerna pakan dengan serat kasar yang tinggi (hijauan) sehingga dapat menguntungkan secara ekonomis.

(39)

38 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita.

Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Yayat Hikayat dan ibunda Wiwik Srihandini yang senantiasa melimpahkan doa, nasehat dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih kepada kakanda Christian Arga Putra dan adinda Kukuh Citra Perkasa yang tak pernah berhenti memberikan doa, motivasi dan semangat.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ir. Niken Ulupi, MS dan Dr.Ir. Henny Nuraini, M.Si, selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir Sri Supraptini Mansjoer dan Ir. Widya Herman, M.Si sebagai penguji sidang dan memberikan saran-saran yang berguna dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Komariah, M.Si selaku dosen penguji seminar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Asnath M. Fuah, MS selaku pembimbing akademik dan kepada Ir. Rini H. Mulyono, MS atas segala bimbingan, arahan dan sarannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Cahyo Budiman, S.Pt yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Eryk Andreas, Meri Afiza dan Filan Niraldi atas bantuan, saran dan dorongan semangatnya dalam penelitian ini. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh rekan mahasiswa TPT 41, Pondok ASAD dan Griya yang telah memberikan dorongan, semangat dan doa, serta seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Mei 2008

(40)

28 DAFTAR PUSTAKA

Ashton, C. dan M. Ashton. 2005. Chinese Geese - one of the most popular breeds of domestication goose. http://www.ashtonwaterfowl.net. [12-09-2006].

Badan Standarisasi Nasional. 1999. SNI Rumah Pemotongan Unggas. SNI 01-6160-1999.

Bartlett, T. 1995. Ducks and Geese “A Guide to Management”. The Crowood Press. Marlborough.

Bell, D. D. dan W. D. Weaver JR. 2002. Commercial Chicken Meet and Egg Production. 5th Edition. Springer, New York.

Berberoglu, H. 2004. Goose, Geese. http://www.foodreference.com [28-09-2006]. Buckland, R. dan G. Guy. 1999. Goose production systems. http://www.fao.com.

[19-09-2006].

Campbell, J. R., M. D. Kenealy dan K. L. Campbell. 2003. Animal Science. 4th Edition. The McGraw-Hill Companies Inc., New York.

Card, L. E. dan M. C. Nesheim.1972. Poultry Production. The 2nd Edit. Lea and Febiger, Philadelphia.

Dinas Peternakan Jawa Timur. 2006. Cara memelihara Angsa disekitar rumah. http://www.disnak-jatim.go.id/ [19-09-2006].

Fuller, M. F. 2004. The Encyclopedia of Farm Animal Nutrition. CABI Publishings, Cambridge.

Gillespie, J. R. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th Edition. Delmar, New York.

Herren, R. 2000. The Science of Animal Agriculture. 2nd Edition. Delmar, New York.

Hamre, M. L. 1980. Raising Geese. http://www.raisinggeese.com. [12-09-2006]. Kismono, M. M. S. S. 1986. Toleransi ayam broiler terhadap kandungan serat kasar,

serat detergen asam, lignin dan silika dalam ransum yang mengandung tepung daun alang-alang. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kubena, LFW Deaton , TC Chen dan FN. Recee.1974. Factor influencing the quality of abdominal fat in broiler. Poultry Sci. 53: 211-214.

Labatut, M. C. 1999. Goose production in Chile and South America.

(41)

29 Lawrie, R. A. 2002. Lawrie’s Meat Science. 6th Edition. Woodhead Publishing Ltd.,

England.

Merkley. J.W., B.T. Weinland, G.W. Malone dan G.W. Chaloupka.1980. Evaluation of commercial broiler crosses. 2. eviscerated yield and component part. Poultry Sci. 59: 1755-1760.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nowland, W. dan G. Bolla. 2005. Agfact A5.0.2 - Part E, 6th edtion. New South Wales Department of Primary Industries. New South Wales.

http://www.agric.nsw.gov.au. [12-09-2006].

Petrie, A dan P. Watson. 1999. Statistics for Veterinary and Animal Science. Blackwell Science, London.

Rosinski. 1999. Goose production in Poland and Eastern Europe.

http://www.fao.com. [19-09-2006].

Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, Washington D.C. Hal : 36. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia.

Terjemahan : B. Sumantri. Jakarta

Summers, J. D. 2004. Broiler Carcass Composition. Poultry Industry Council for Research and Education. Guelph.

Taylor, R. E. and T. G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production. 8th Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.

Yuwanta, T. 1999. Goose production in Indonesia and Asia. http://www.fao.com. [19-09-2006].

(42)

30 LAMPIRAN

(43)

31 Lampiran 1. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Bobot Hidup

Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 12880800 6440400 50,30 0,000

Galat 6 768200 128033

Total 8 13649000

S = 357,817 R-Sq = 94,37% R-Sq(adj) = 92,50%

Lampiran 2. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Karkas Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 172,910 86,455 29,19 0,001

Galat 6 17,773 2,962

Total 8 190,683

S = 1,72109 R-Sq = 90,68% R-Sq(adj) = 87,57%

Lampiran 3. Analisis Ragam Regresi Umur terhadap Bobot Hidup

Sumber Keragaman db JK KT F P

Regresi 3 107350628 3578543 425,31 0,000

Galat 59 4963944 84135

Total 62 112314571

S = 290,060 R-Sq = 95,6% R-Sq(adj) = 95,5%

Lampiran 4. Analisis Ragam Regresi Bobot Hidup terhadap Bobot Karkas Sumber Keragaman db JK KT F P

Regresi 1 4845840 4845840 916,89 0,000

Galat 7 36996 5285

Total 8 4882836

(44)

32 Lampiran 5. Analisis Ragam Regresi Bobot Hidup terhadap Persentase Karkas Sumber Keragaman db JK KT F P Regresi 1 146,959 146,959 23,53 0,002 Galat 7 43,724 6,246 Total 8 190,683 S = 2,49926 R-Sq = 77,1% R-Sq(adj) = 73,8%

Lampiran 6. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Dada

Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 306,82 153,41 48,56 0,000

Galat 6 18,96 3,16

Total 8 325,78

S = 1,77741 R-Sq = 94,18% R-Sq(adj) = 92,24%

Lampiran 7. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Paha

Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 713,95 356,97 60,99 0,000

Galat 6 35,12 5,85

Total 8 749,07

(45)

33 Lampiran 8. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Sayap

Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 213,26 106,63 62,47 0,000

Galat 6 10,24 10,24

Total 8 223.51

S = 1,30654 R-Sq = 95,42% R-Sq(adj) = 93,89%

Lampiran 9. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Punggung Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 17,072 8,536 2,34 0,177

Galat 6 21,896 3,649

Total 8 38,968

S = 1,91033 R-Sq = 43,81% R-Sq(adj) = 25,08%

Lampiran 10. Analisis Non-Parametrik Kruskal-Wallis terhadap Persentase Jantung

Umur Potong (minggu) N Median Rataan Ranking Z

4 3 0,6250 6,3 1,03

8 3 0,5610 4,0 -0,77

12 3 0,6154 4,7 -0,26

Total 9 5,0

(46)

34 Lampiran 11. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Hati

Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 6,4167 3,2083 45,82 0,000

Galat 6 0,4201 0,0700

Total 8 6.8367

S = 0,264600 R-Sq = 93,86% R-Sq(adj) = 91,81%

Lampiran 12. Analisis Ragam Umur Potong terhadap Persentase Rempela Sumber Keragaman db JK KT F P

Umur potong 2 5,8972 2,9486 9,56 0,014

Galat 6 1,8508 0,3085

Total 8 7,7480

S = 0,555397 R-Sq = 76,11% R-Sq(adj) = 68,15%

Lampiran 13. Analisis Non-Parametrik Kruskal-Wallis terhadap Persentase Lemak Abdomen

Umur Potong (minggu) N Median Rataan Ranking Z

4 3 3,631 3,0 -1.55

8 3 5,378 7,3 1,81

12 3 3,651 4,7 -0,26

Total 9 5,0

Gambar

Gambar 4.  Grafik Regresi Linier antara Bobot Hidup terhadap Persentase  Karkas
Tabel 7.  Rataan Persentase Potongan Komersial Karkas Angsa Umur 4, 8  dan 12 Minggu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan USDA (1998) dalam Poultry- Grading Manual, karkas atau bagian-bagian karkas harus memiliki penampilan yang bersih, terlebih pada bagian dada dan paha,

Hasil penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P&lt;0.01) lebih kecil dari pada 10 dan 12 minggu,

Berdasarkan hasil uji Tukey dapat dilihat bahwa perlakuan genotipe gen calpastatin yang berbeda tidak mempengaruhi bobot dan persentase daging potongan komersial

Jenis ternak ruminansia kecil mempengaruhi bobot hidup, bobot dan persentase karkas; bobot dari daging total, paha, dan tetelan; bobot lemak, derajat kemerahan dan

Berdasarkan USDA (1998) dalam Poultry- Grading Manual, karkas atau bagian-bagian karkas harus memiliki penampilan yang bersih, terlebih pada bagian dada dan paha,

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian asap cair melalui air minum terhadap persentase karkas, irisan karkas komersil dan meat bone ratio pada dada, paha

Ayam broiler jantan yang dipotong pada umur 30 hari mempunyai bobot badan lebih besar, menghasilkan persentase karkas yang lebih kecil dengan persentase tulang.. karkas yang

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 168-181 Rataan dan persentase bobot karkas, potongan dada dan paha berdasarkan bobot karkas dan bobot