• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk memenuhi kriteria dari sebuah negara. Penduduk atau Penghuni suatu wilayah negara merupakan semua orang yang pada suatu waktu mendiami wilayah negara1

Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo,

. Mereka secara sosiologis lazim dinamakan dengan Rakyat dari negara tersebut, yaitu sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan bersama sama mendiami suatu wilayah tertentu.

2

Tahun 2010 dilakukan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 237.641.326 jiwa

Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Selain penduduk dalam satu wilayah negara ada orang lain yang bukan penduduk

(niet-ingezetenen), misalnya seorang wisatawan yang berkunjung dalam suatu

negara, dan orang asing yang bekerja di dalam wilayah negara tersebut.

3

1 Samidjo,Ilmu Negara,Bandung,Armico,hlm.35

2 Soepomo dalam hartono hadisoeprapto,Pengantar Tata Hukum Indonesia,Yogyakarta,Liberty

Cetakan III hlm.49

3 Badan Pusat Statistik 2010 , www.BPS.go.id

, dengan laju pertumbuhan sebanyak 1,49% Setiap tahunnya maka tahun 2013 saat

(2)

ini jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 255.000.000 juta jiwa . Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Jumlah ini terdiri dari berbagai macam suku, baik suku-suku asli Indonesia, suku bangsa lain yang telah menjadi warga negara Indonesia dan orang-orang yang diberikan kewarganegaraan Indonesia melalui Pewarganegraan berdaarkan sejarah kewarganegaraan di Indonesia.

Penduduk terbagi dengan warga negara asli dan orang asing. Warga negara asli merupakan pemegang status kewarganegaraan yang diberikan oleh negara tersebut, sedangkan orang asing adalah orang yang memiliki status kewarganegaraan dari negara lain yang berada diluar wilayah negaranya dan berada dinegara tersebut karena suatu kepentingan.

Setiap warga negara suatu negara diberikan status kewarganegaraan dari negara tersebut. Status kewarganegaraan bukan hanya mengenai sebuah status yang melekat pada persoaalan Kartu Tanda Penduduk ataupun untuk melengkapi administrasi lainnya, melainkan Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Maka dari itu konstitusi Negara Indonesia merumuskan siapa yang berhak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Banyaknya jumlah penduduk Indonesia berpengaruh terhadap banyaknya jumlah pemegang status kewarganegaraan Indonesia. Seorang Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus yaitu hubungan timbal balik antara negara dengan warga negaranya. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan hak dan kewajiban. Negara wajib menjamin kepemilikan hak

(3)

seorang warga negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak asasi ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan Indonesia sebagai juga telah ditetapkan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sehingga pemerintahan negara indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita kemerdekaannya.

Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 berbunyi ”Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Dan pasal 26 ayat (3) setelah perubahan yang kedua yang berbunyi “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang undang”, Maka dibuatlah peraturan perundang-undangan mengenai kewarganegaraan.

Negara Indonesia telah beberapa kali membuat peraturan perundang-undangan mengenai warga negara dan kewarganegaran yaitu UU No.3 Tahun 1946 Tentang Warga Negara Dan Penduduk Indonesia, UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Indonesia dan UU No.3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Karena UU tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan sehingga harus dicabut dan diganti yang baru maka Setelah sekian lama, pada masa Reformasi khususnya pada pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ditetapkanlah UU kewarganegaraan yang baru yaitu UU No.12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2006 No 63).

(4)

Undang-undang No.12 Tahun 2006 Berbeda dengan undang undang sebelumnya, undang-undang ini pada dasarnya menganut asas kelahiran berdasarkan tempat negara kelahiran (ius soli) itu secara terbatas artinya asas ius soli tersebut hanya dilakukan terbatas bagi anak – anak, jadi bukan berlaku apabila keberadaan tersebut sudah terjadi jika yang ditemukan adalah seorang anak yang sudah dewasa.

Sementara untuk mencegah masalah status kewarganegaraan ganda (bipatride) dan tanpa kewarganegaraan (apatride), baik dari status kewarganegaraan yang lahir dari sistem kelahiran maupun sistem perkawinan, maka UU kewarganegaraan mengakomodasi asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas. Subtansi mendasar daripada UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang sekaligus menjadi prinsip adalah, bahwa dalam UU kewarganegaraan ini tidak dikenal lagi permasalahan kewarganegaraan. Ketentuan ini dapat dilihat dalam penjelasan umum undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, bahwa terdapat asas khusus juga yang menjadi dasar penyusunan Undang-undang tentang kewarganegaraan Indonesia.

UU No.12 Tahun 2006 juga mengatur kehilangan kewarganegaraan yang menyebabkan sesorang kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang dimilikinya. Hal tersebut terjadi karena permohonan orang tersebut ataupun tindakan yang menyebabkan hilangnya warga negara. Akan tetapi Hilangnya kewarganegaraan juga dapat diperoleh kembali melalui ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang ini.

(5)

Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka penulis yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Kewarganegaraan dan Kehilangan

Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang Undang No.12 Tahun 2006 ”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan tentang peraturan-peraturan kewarganegaraan di Indonesia?

2. Apa yang menjadi Hak dan Kewajiban warga negara Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia?

3. Bagaimana pengaturan kewarganegaraan dan kehilangan kewarganegaraan Indonesia di Indonesia berdasarkan peraturan Undang-undang No.12 tahun 2006?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan sebelumnya maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan peraturan yang pernah berlaku di Indonesia tentang kewarganegaraan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam ketatanegaraan Indonesia.

(6)

3. Untuk megetahui Pengaturan Tentang kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan peraturan Undang-Undang No.12 tahun 2006.

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan kiranya penulisan skripsi ini bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis , khususnya tentang kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang No.12 Tahun 2006

2. Secara praktis , memberitahukan khalayak umum maupun penulis sendiri tentang sistem pewarganegaraan,kehilangan kewarganegaraan dan tata cara memperoleh kewarganegaraan yang ada di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “ Kewarganegaraan Dan Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Undang Undang No.12 Tahun 2006 ” sepengetahuan penulis belum pernah ditulis di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan Undang-undang dan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan melalui referensi buku-buku, media elektronik dan bantuan dari berbagai pihak dalam melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan

(7)

yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Negara

Dalam pandangan teori modern tentang negara dan hukum mengatakan bahwa negara itu dianggap sebagai suatu fakta atau suatu kenyataan, yang selalu terikat pada keadaan, tempat dan waktu. Beberapa aliran dapat disimak tentang teori modern ini antara lain pendapat ahli yakni seperti:

1. Prof.Mr.R.Krannenburg:

Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang dinyatakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.Jadi krannenburg beranggapan terlebih dahulu ada ialah sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi,dengan tujuan untuk memelihara kepentingan dari kelompok tersebut. Jadi dalam hal ini yang primair atau terpenting harus ada yakni kelompok manusianya.sedangkan negara itu adalah skunder, artinya adanya itu menyusul kemudian. Dan keberadaannya itu kalau didasarkan kepada adanya sekelompok manusia yang disebut bangsa.4

Pendapat Logeman berbeda dengan kareannenburg, Logeman menyatakan bahwa negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi 2. Logeman:

(8)

pertama sekali negara itu adalah organisasi kekuasaan, maka organisasi ini memiliki suatu kewibawaan (gezag) dalam mana terkandung dalam pengertian dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain (semua orang) yang diliputi oleh organisasi itu.

Perbedaan antara pendapat Krannenburg dengan Logeman dapat dilihat sebagaimana bila Krannenburg menyatakan bangsa itu menciptkan organisasi jadi adanya suatu organisasi terbentuk tergantung pada bangsa, sedangkan Logeman organisasi itu memerintahkan bangsa, maka bangsa inilah yang tergantung pada orgtanisasi.5

Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan pengertian apa yang dimaksud dengan istilah bangsa. Krannenburg mengartikan istilah bangsa secara etnologis misalnya bangsa Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Melayu, Bugis, Dayak. Sedangkan menurut Logeman pengertian bangsa adalah menggambarkan bangsa dalam arti rakyat suatu negara6

5 Edy Murya SH, buku ajar pendidikan kewarganegaraan Indonesia, Medan, Unit pelaksana teknis

laboraturium ilmu dasar dan umum, 2010,hlm 3

6 ibid

.

Untuk memenuhi tegaknya suatu negara maka sebuah negara harus memenuhi unsur-unsur dari negara. Hal ini secara jelas dikemukakan dalam pasal 1 montevideo convention 1933 : On the Right and Duties of States, yang berbunyi:

“The state as a person of internasional law should possess the following

qualifications: a permanent population, a defined teritority, a government, a capacity to enter into relations with other states”.

“Negara sebagai subjek hukum Internasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Rakyat yang permanent, Wilayah yang tertentu, Pemerintahan, Kapasitas untuk terjun kedalam hubungan dengan negara lain dari itu ”.

(9)

Rakyat , Wilayah dan pemertintahan yang berdaulat merupakan unsur

konstitutif yang artinya keberadaannya wajib harus ada , tanpa adanya salah satu

unsur tersebut maka tidak mungkin suatu negara itu ada. Sedangkan kapasitas untuk terjun kedalam hubungan dengan negara lain itu merupakan unsur

declaratif yaitu pernyataan dan pengakuan dari negara lain, negara itu diakui

sebagai negara yang berdaulat. Dari unsur-unsur pembentuk negara di atas, maka

rakyat adalah unusr utama pembentuk negara. Menurut Ernest Renan (1882) Bangsa

adalah suatu negara, suatu azas akal yang terjadi karena dua hal. Pertama, Rakyat itu dulunya harus bersama sama menjadi satu riwayat. Kedua, Rakyat itu harus mempunyai kemauan dan keinginan hidup menjadi satu.7

Oleh sebab itu, tidaklah mungkin negara dapat berdiri tanpa adanya rakyat. Setiap negara mempunyai haknya masing-masing dalam menentukan siapa rakyat yang menjadi warga negaranya, tidak ada pembatasan untuk menentukan siapa warga negaranya. Namun demikian, suatu Negara harus tetap menghormati

Rakyat adalah semua orang yang berdiam dalam suatu negara atau yang menjadi penghuni negara. Rakyat merupakan unsur terpenting dari negara karena rakyatlah yang pertama–tama berkepentingan supaya oraganisasi dapat berjalan lancar dan baik. Antara bangsa dengan rakyat adalah sama-sama sebagai penghuni negara, namun terdapat perbedaan yaitu bangsa merupakan penghuni negara dalam arti politis sedangkan rakyat merupakan penghuni negara dalam arti sosiologis (penduduk asli).

(10)

prinsip-prinsip Hukum Internasional dalam menentukan warga negaranya. Sudargo Gautama memberi contoh sebagai berikut8

1. Kurang masuk akal jika orang Indonesia menetapkan bahwa setiap orang Eskimo di Kutub Utara adalah warga negra Indonesia.

:

2. Penetapan atas dasar agama semata mata ataupun kesamaan bahasa atau warna kulit, juga bertentangan dengan prinsip hukum internasional seperti termaksud di atas.

Sebaliknya, suatu negara juga tidak dapat menentukan siapa yang merupakan warga negara dari negara lain. Sebab ini berarati melanggar kedaulatan negara lain.

2. Pengertian penduduk

Penduduk merupakan suatu turunan dari rakyat yaitu rakyat yang ditinjau dari segi sosiologis. Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo9

Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu

penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau , Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan.

a. Pengertian Warga Negara

8 Sudargo Gautama,Warga Negara dan Orang Asing, Bandung, 1975, Alumni cet ketiga, hlm 6 9 Soepomo dalam hartono hadisoeprapto,Op.Cit, hlm.49

(11)

kawula negara. Tetapi kenyataannya istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang yang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yaitu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama 10

AS Hikam

.

11

1. Warga negara asli (pribumi) yaitu penduduk asli negara tersebut. Misalnya, suku Jawa, Sunda, Madura, Minang, Batak, Bugis, Dayak dan Etnis keturunan yang sejak kelahirannya menjadi WNI, merupakan warga negara asli Indonesia;

, mendefinisikan warga negara sebagai terjemahan dari

citizenship, yaitu anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu

sendiri sedangkan Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.

Secara yuridis, berdasarkan pasal 26 ayat (1) UUD 1945 Dan Perubahannya, istilah warga negara Indonesia dibedakan menjadi dua golongan:

2. Warga negara asing (vreemdeling) yaitu suku bangsa keturunan bukan asli Indonesia , misalnya, bangsa cina (Tionghoa), Timur Tengah, India,

10 Tim ICCE, Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE, UIN Syarif

Hidayatullah, 2003, hlm:73.

11 A.S Muhammad Hikam . 2002. Kewarganegaraan dan Agenda Demokratisasi. Dalam Malian S

dan Marzuki, S, Pendidikan Kewarganegaran dan Hak Azasi Manusia. Yogyakarta, UII Press, hlm.26

(12)

Belanda, Eropa yang telah disahkan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan menjadi warga negara Indonesia.

Pernyataan ini ditetapkan kembali dalam pasal 1 UU No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, bahwa warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara Indonesia.

Warga negara suatu negara tidak selalu menjadi penduduk negara itu misalnya, warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri dan penduduk suatu negara tidak selalu merupakan warga negara di mana ia tinggal, misalnya orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Menurut Wolhoff12

Orang asing adalah warga negara asing yang berada dan atau bertempat tinggal pada suatu negara tertentu. Dengan kata lain bahwa orang asing adalah semua orang yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu , tetapi dia bukan warga negara dari negara tersebut.

, dalam suatu negara ada kalanya ditemukan golongan

minoriteit, yaitu golongan orang yang berjumlah kecil, yang secara yuridis

memiliki status kewarganegaraan nasional tertentu, akan tetapi memiliki sifat lahir batin social kebudayaan yang berbeda dari bangsa itu. Sehingga golongan ini belum diasimilasikan sepenuhnya.

b. Pengertian Orang Asing

12 Dasril Radjah, Hukum Tata Negara Indonesia, cetakan I. Jakarta: Rineka Cipta, 1994 hlm.6.

Sebagai contoh di wilayah negara Indonesia terdapat beberapa golongan minoritas misalnya, suku anak dalam di Sumatera, suku Badui di Jawa Barat, suku Samin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, suku Dayak Udut di Kalimantan, dan beberapa klan suku di Papua. Untuk memberdayakan eksistensi mereka beberapa langkah persuasif digunakan , termasuk adanya perwakilan mereka dalam ketatanegaraan sebagai anggota DPR atau MPR yang mewakili daerah (DPD). Sedangkan pada masa Orde Baru golongan ini diangkat sebagai utusan golongan.

(13)

Pengertian orang asing menurut Peraturan Perundang-Undangan, misalnya13

1. Pasal 1 Huruf a UU Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing adalah ”tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia”.

:

2. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian adalah “orang bukan Warga Negara Republik Indonesia”. 3. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan

4. Orang Asing menurut Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

adalah “orang bukan Warga Negara Indonesia”.

Dalam hal orang asing hukum Internasional ikut campur tangan, artinya orang asing di dalam suatu negara itu dilindungi sekadarnya oleh hukum Internasional. Tentang perlindungan orang asing ada dua macam

adalah “orang yang bukan warga Negara Indonesia”.

14

1. Secara positif, artinya negara tempat dimana orang asing itu berada harus memberikan kepadanya beberapa hal-hak tertentu. Jadi, suatu hak minimum itu dijamin; dan

.

2. Secara negatif, artinya suatu negara itu tidak dapat mewajibkan sesuatu kepada orang asing yang berada di negaranya itu. Jadi orang asing itu di suatu negara tidak dapat dibebani kewajiban tertentu, misalnya kewajiban militer .

13 Pengertian orang asing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mendefenisikan orang asing

14 Hartono Hadi Suprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Cet.III, Yogyakarta: 1999,

(14)

Tetapi pada asasnya orang asing itu diperlakukan sama dengan warga negara , sedang isinya ada juga perbedaannya15

1. Hanya warga negara mempunyai hak-hak politik, misalnya hak memiih atau dipilih ; dan

. Adapun perbedaan antara orang asing dan warga negara terletak pada kedudukan hak dan kewajibannya yang mana isi kedudukan (hak) sebagai warga negara:

2. Hanya warga negara mempunyai hak diangkat menduduki jabatan negara. Menurut Undang-Undang darurat Republik Indonesia yang termuat dalam lembaran negara 1955 nomor 33 tentang kependudukan di Indonesia. Orang asing yang menjadi penduduk negara Indonesia adalah jika dalam selama orang asing itu menetap di Indonesia. Untuk menetap di Indonesia orang asing itu harus mendapat izin bertempat tinggal dari pemerintah Indonesia .

3. Pengertian Kewarganegaraan

Pengertian Kewarganegaraan menurut pendapat sarjana : 1. Menurut Wolhoff

Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupansosial-budaya serta kesadaran nasionalnya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan yang membedakana adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh secara hukum berpartisispasi

(15)

dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.

2. Menurut Ko Swaw Sik ( 1957 )

Kewarganegaraan ialah ikatan hukum antara Negara dan seseorang. Ikatan itu menjadi suatu “kontrak politis” antara Negara yang mendapat status sebagai Negara yang berdaulat dan diakui karena memiliki tata Negara. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan . didalam pengertian ini, warga suatu kota atau kapubaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.

Pada dasarnya status suatu kewarganegaraan seseorang memiliki dua

aspek yaitu

Pengertian kewarganegaraan menurut Undang-undang No 12 tahun 2006 Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.

16

1. Aspek Hukum, dimana kewarganegaraan merupakan suatu status hukum kewarganegraan, suatu kompleks hak dan kewajiban, khususnya dibidang hukum publik yang dimiliki oleh warga negara dan tidak dimiliki oleh orang asing. Misalnya, hak warga negara antara lain adalah hak pilih aktif

:

16 Rozikin Daman, Hukum Tata Negara: Suatu Pengantar. Cet. I. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

(16)

dan pasif. Sedangkan kewajiban warga negara misalnya wajib militer yakni kewajiban membela negara menjaga kedaulatan negara dari serangan negara lain;

2. Aspek sosial, dimana kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu bangsa tertentu, yakni sekumpulan manusia yang terikat suatu dengan lainnya karena kesatuan bahasa, kehidupan sosial budaya serta kesadaran nasional.

a. Sistem Kewarganegaraan

Pada asasnya ada tiga kriteria umum untuk menentukan kewarganegaraan didalam suatu negara, yaitu berdasarkan kriteria kelahiran perkawinan dan Pewarganegaraan (naturalisasi). Hal inilah yang menjadi asas kewarganegaraan. Dalam Praktik, Mungkin salah satu dari syarat tersebut digunakan atau dengan kombinasi dari keduanya.

(1). Sistem kewarganegaraan berdasarkan kelahiran

Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di kenal dengan dua asas yaitu asas Ius Sanguinis dan asas Ius soli :

a. Asas Ius Sanguinis

Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia .Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa

(17)

melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain17

Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law

of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang

mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada. Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps

:

1. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara; 2. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara

yang lahir;

3. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;

4. Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).

b. Asas Ius Soli

Pada awalnya, asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.

17 Titik Triwulan Tutik, konstruksi hukum tata negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945,

(18)

diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius soli ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang. Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarganegaraan bapaknya. Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, dan Belgia, Selain kedua asas tersebut, beberapa negara yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan Indonesia18

18 Ibid, hlm 307

(19)

(2). Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan

Penentuan kewarganegaraan dalam sistem perkawinan, dikenal dengan dua asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas Kesatuan Hukum

Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suamiistri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga. Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat

(20)

mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak19

Dalam asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya

. b. Asas Persamaan Derajat

20

.

(3). Sistem kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi

19 Ibid, hlm 310 20 Ibid, Hlm 311

Naturalisasi adalah suatu cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara. Sedangakan jika dipandang dari segi hukum naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum (rechtsthandeling) yang menyebabkan seseorang memperoleh kewarganegaraan.

(21)

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan naturalisasi, digunakan dua stelsel. Yaitu stelsel aktif yaitu untuk menjadi warga negara seseorang harus melakukan tindakan hukum secara aktif dan stelsel pasif yaitu seseorang dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa melakukan satupun tindakan hukum21.

Sehubungan dengan kedua stelsel tersebut maka seseorang memiliki dua hak dalam menentukan kewarganegaraannya. Pertama Hak Opsi yakni hak untuk memilih suatu kewarganegaraan, Kedua Hak Repuidasi yakni hak untuk menolak kewarganegaraan bagi orang yang melakukan stelsel pasif.22

a.

Dalam praktek, Naturalisasi dapat terjadi karena dua hal yaitu : pertama karena permohonan ,kedua karena pemberian secara istimewa

Naturalisasi permohonan (biasa)

b.

Naturalisasi melalui permohonan adalah naturalisasi biasa yaitu permohonan kewarganegaran Indonesia oleh orang asing yang dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur permohonan tersebut diatu didalam peraturan perundang-undangan yang sah.

Naturalisasi Istimewa

Naturaisasi istimewa adalah pemberian kewarganegaraan Indonesia yang diberikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan alasan kepentingan negara tau yang bersangkutan telah berjasa terhadap negara

21 C.S.T Kansil, sistem pemerintahan Indonesia, Jakarta , Balai Pusaka, 1989, Hlm 98 22 ibid

(22)

b. Masalah Kewarganegaraan

Dalam penentuan status kewarganegaan warganegaranya setiap negara mempunyai peraturan yang berbeda beda, sehingga perbedaan tersebut menimbulkan masalah kewarganegaraan. Permasalahan kewarganegaraan yang timbul tersebut apabila adanya seorang menjadi memiliki dua kewarganegaraan

(Bipatride) dan tanpa kewarganegaraa (Apatride) akibat penentuan kewarganegaraan yang ditentukan oleh peraturan yang berbeda di tiap negara.

(1). Dwi kewarganegaraan (Bipatride)

Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut

azas ius sanguinis lahir di negara lain yang menganut azas ius soli, maka kedua negara tersebut menganggap anak tersebut adalah warga negaranya. Sebagaimana contoh, Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sekarang China dahulu menganggap semua orang cina dimanapun dia berada asalkan orang tuanya adalah orang cina juga maka dia merupakan warga negara RRT (ius sanguinis). Sedangkan Indonesia saat itu menentukan bahwa orang yang lahir didalam wilayah Indonesia adalah warga negara Indonesia (ius soli).23

(2). Tanpa Kewarganegaraan (apatride)

23 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm 308-309

Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut

azas kelahiran ius soli lahir di negara yang menganut azas ius sanguinis. Sebagai contoh dahulu orang cina yang pro koumintang, tidak diakui sebagai warga negara china, sedangkan Taiwan sebagai negara asalnya pada tahun 1958 belum ada

(23)

hubungan diplomatik dengan Indonesia pada saat itu. Maka dari itu mereka merupakan “defacto apatride”.24

F. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan atau fenomena yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yg berhubungan dengan pembahasan di atas, lalu menyusun , mengklasifikasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.

Metode pendekatan yang digunakan adalah teori yuridis empiris25 yaitu

suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu diklakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan, berupa buku-buku, majalah, makalah, dokumen-dokumen serta sumber-sumber teoritis lainnya sebagai dasar penyelesaian pokok masalah dalam skripsi ini.

24 Ibid, hlm 309

(24)

G. Sistematika Penulisan

Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara sistematis dalam bentuk

tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi antar satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan (komprehensif).

Berdasarkan sistematika yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah , tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan gambaran isi.

BAB II :TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN

PERATURAN-PERATURAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

Di dalam bab ini dijelaskan tentang peraturan peraturan

mengenai kewarganegaraan Indonesia sebelum berlakunya UU No.12 Tahun 2006 .

BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN

WARGA NEGARA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

Di dalam bab ini dijelaskan tentang hubungan antara negara dengan warga negara dan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban warga negara berdasarkan UUD 1945.

(25)

BAB IV :TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UU NO.12 TAHUN 2006 Di dalam bab ini dijelaskan tentang kewarganegaran indonesia,

kehilangan kewarganegaraan Indonesia , tata cara memperoleh kewarganegaran Indonesia kembali ,sanksi pidana dan aturan peralihan berdasarkan UU No 12 Tahun 2006.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh

analisis dan pembahasan serta saran yang dapat diberikan oleh penulis

Referensi

Dokumen terkait

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, passal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-undang Dasar

Contoh, dalam beberapa kasus, memungkinkan untuk menggunakan penukar panas yang besar, pada biaya beban yang lebih rendah daripada operasi chiller bersuhu rendah, untuk

• Ringkasan peran seorang manajer dan leader • Action Plan menjadi seorang manajer yang efektif Mengelola Tim Secara Efektif untuk Mencapai Target..

62 SAHAT SAURTUA BERNART H PEMBORAN JB III PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY 63 BAMBANG HERMANTO PEMBORAN JB III PT.. TRITAMA MEGA PERSADA 64 CAHYADI PEMBORAN JB III

Menendang bola merupakan suatu usaha untuk memindahkan bola dari seuatu tempat ke tempat lain menggunakan kaki atau menggunakan bagian kaki. Menendang bola

menyebutkan bahwa single tap root memiliki kemampuan untuk menyerap air dari kedalaman tanah yang dalam dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 65% pada tanaman

Kedua : Menugasi tenaga pendidik yang namanya tercantum dalam lampiran Keputusan ini sebagai Tim Pengasuh Matrikulasi Mahasiswa Program Magister Fakultas Pertanian

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pengetahuan, sikap dan manajemen lak- tasi ibu di wilayah kerja Puskesmas Samaenre pada tahun 2014 sebagian besar masih berada pada