• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Standar Nasional Indonesia

SNI XXXX:XXXX

Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang

berfungsi sebagai pelabuhan

(2)
(3)

i Daftar Isi

Daftar Isi ...i

Prakata ... iii

1 Ruang lingkup ... 1

2 Acuan normatif ... 1

3 Istilah dan definisi ... 1

4 Ketentuan umum ... 3

5 Fasilitas Pokok ... 3

5.1 Apron ... 3

5.2 Lapangan petikemas ... 4

5.2.1 Umum ... 4

5.2.2 Kebutuhan luas lapangan penumpukan ... 4

5.3 Peralatan penanganan petikemas ... 4

5.3.1 Peralatan sisi rel (rail siding) ... 5

5.3.2 Peralatan sisi lapangan ... 6

6 Fasilitas Penunjang ... 7 6.1 Kantor administrasi ... 7 6.2 Kantor Pabean ... 8 6.3 Refrigerator ... 8 6.4 Menara pengawas ... 8 6.5 Bengkel perawatan ... 8

6.6 Penyedia jasa bongkar muat ... 8

7 Sistem penanganan dan jumlah alat ... 8

7.1 Sistem truck trailer – forklift /reach stacker ... 9

7.2 Sistem straddle carrier ... 10

7.3 Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG) ... 11

8 Perhitungan luas terminal ... 12

8.1 Umum ... 12

8.2 Luas lapangan penumpukan (container yard) ... 12

9 Prosedur operasi ... 13

9.1 Fungsi dan aktivitas dasar ... 13

9.2 Pusat aktivitas ... 13

9.3 Prosedur kedatangan dan keberangkatan kereta api ... 15

9.4 Prosedur penaikan dan penurunan petikemas ... 15

Lampiran A ... 16

Lampiran B ... 17

Lampiran C ... 17

(4)
(5)

iii Prakata

Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perancangan pelabuhan daratan (dry port). Standar ini ditujukan bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan dry port.

Standar ini mengacu pada beberapa naskah standar yang berlaku secara luas, seperti British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang relevan dengan perencanaan dry port, sehingga diharapkan muatan yang terkandung dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(6)
(7)

1 dari 21

Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan jenis aktivitas, prosedur, fasilitas, dan peralatan untuk wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan (pelabuhan daratan/dry port).

2 Acuan normatif

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002, Perkapalan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013, Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

ISO 830, Freight containers – Terminology.

3 Istilah dan definisi 3.1

pelabuhan

tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi

3.2

pelabuhan daratan (dry port)

1. tempat tertentu di daratan dengan batas batas yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum

2. Terminal antarmoda di daratan yang terhubung langsung ke pelabuhan laut melalui suatu cara pengangkutan berkapasitas tinggi, dimana barang dengan standar tertentu dapat ditinggalkan/diambil selayaknya langsung ke pelabuhan

3.3

petikemas (freight container)

1. satu kemasan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulang kali, dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus mengangkut muatan yang ada di dalamnya

2. wadah angkut yang (1) sifatnya tetap dan oleh karena itu cukup kuat untuk digunakan berulang-ulang; (2) dirancang khusus untuk memudahkan pengangkutan barang, melalui satu atau lebih moda transportasi, tanpa perlu dimuat ulang; (3) dapat ditangani secara mekanis; (4) dirancang untuk dapat segera dikemas dan dibongkar, (5) berkapasitas sekurang-kurangnya 1 m3. Kendaraan dan kemasan tidak termasuk petikemas

3. bagian dari alat angkut yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang memenuhi syarat, bersifat permanen dan dapat dipakai berulang-ulang, yang memiliki pasangan sudut serta dirancang secara khusus untuk memudahkan

Commented [DA1]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat 4.

Commented [DA2]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat 4. Commented [DA3]: A dry port is an inland intermodal terminal directly connected to seaport(s) with high capacity transport mean(s), where cus-tomers can leave/pick up their standardised units as if directly to a seaport.

Sumber: Leveque, P., Roso, V., 2002. Dry Port concept for seaport inland access with intermodal solutions. Masters thesis. Department of Logistics and Transportation, Chalmers University of Technology.

Commented [DA4]: Sumber: Dwitasari, Resiyana, et al. 2010. Penelitian Biaya Logistik Petikemas dari Kawasan Industri ke Singapura Melalui Pelabuhan Strategis. Jakarta : Kementerian Perhubungan, 2010.

Commented [DA5]: Container: a transport container which (1) is of a permanent character and accordingly is strong enough to be suitable for repeated use; (2) is specially designed to facilitate the transport of goods, by one or more modes of transport, without intermediate reloading; (3) is suitable for mechanical handling; (4) is designed to be readily packed and unpacked; (5) has a capacity of at least 1 m³. Vehicles and packaging are not containers.

(8)

2 dari 21

angkutan barang dengan satu atau lebih moda transportasi, tanpa harus dilakukan pemuatan kembali

3.4

petikemas muatan campuran (less than container load/LCL)

petikemas yang berisi muatan/barang yang berasal dari lebih dari satu orang pengirim (shipper/consignor) dengan tujuan lebih dari satu orang penerima (consignee) 3.5

petikemas muatan penuh (full container load/FCL)

petikemas yang berisi muatan/barang yang berasal dari satu orang pengirim (shipper/consignor) dengan tujuan satu atau lebih dari satu orang penerima (consignee) 3.6

gudang konsolidasi (container freight station/CFS)

1. gudang tempat barang diterima, dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam satu petikemas atau dibongkar untuk diserahkan kepada penerima barang

2. gudang laut/gudang lini I di mana barang-barang dalam partai-partai kecil dikumpulkan, baik untuk dikemas dan dimasukkan ke dalam petikemas atau sebaliknya barang-barang dalam partai-partai kecil dikeluarkan dari dalam petikemas untuk disimpan dan selanjutnya didistribusikan ke penerima barang

3.7 fumigasi

prosedur disinfeksi terhadap barang yang kemungkinan membawa hama agar tidak menyebar

3.8 terminal

adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang

3.9 delivery

kegiatan mengambil barang/muatan dari gudang tertutup atau lapangan penumpukan terbuka hingga menyusunnya di atas kendaraan pengangkut (truk trailer) untuk dibawa keluar pelabuhan

3.10 receiving

pekerjaan menerima barang/muatan dari atas kendaraan pengangkut (truk trailer) untuk ditimbun di gudang atau lapangan penumpukan lini I

3.11

gudang laut (gudang pabean, gudang transit, gudang lini I)

adalah gudang yang berada di tepi perairan pelabuhan dan hanya dipisahkan dari air laut oleh dermaga pelabuhan

3.12

lapangan penumpukan petikemas (container yard)

area dengan luas tertentu yang dikhususkan untuk menyusun, menumpuk, menyimpan, dan mendistribusikan petikemas sebelum dikirim ke tujuan selanjutnya

Commented [DA6]: Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan

Commented [DA7]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009

Commented [DA8]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009

Commented [DA9]: Shed where breakbulk cargoes from several different consignors are received, aggregated and stuffed into a container; or where cargoes for several consignee are unpacked from a container for delivery

Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991.

Commented [DA10]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009

Commented [DA11]: Procedure by which cargo likely to carry pests is disinfected in order to halt the spread of infestation Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991.

Commented [DA12]: Sumber: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Commented [DA13]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009

Commented [DA14]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009

Commented [DA15]: Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal

(9)

3 dari 21 3.13

peralatan bongkar muat (loading unloading equipment)

adalah seluruh peralatan elektrik-mekanik yang digunakan dalam kegiatan bongkar muat, pemindahan, penyusunan, penumpukan barang di pelabuhan, termasuk di dalamnya adalah petikemas, barang umum (general cargo), barang curah (cair dan kering)

4 Ketentuan umum

Dry port setidaknya harus dilengkapi dengan fasilitas: 1. Kantor kepabeanan

2. Tempat penyimpanan sementara untuk pemeriksaan kepabeanan 3. Peralatan bongkar muat petikemas ukuran 20’ dan 40’ 4. Kantor operator dry port

5. Kantor agen clearing and forwarding 6. Daerah terbatas berpagar dan sistem keamanan 7. Fasilitas komunikasi

8. Container freight station

Dry port yang lebih komprehensif dilengkapi fasilitas tambahan berikut: 1. Kantor agen shipping line

2. Kantor perlengkapan jalur rel kereta api 3. Biro jasa pengangkutan

4. Jasa pengemasan barang 5. Jasa konsolidasi konsinyemen

6. Jasa pemasangan dan pemesanan gerbong 7. Jasa pembersihan petikemas

8. Jasa pelacakan petikemas terkomputerisasi 9. Fasilitas perbaikan petikemas

10. Fasilitas pembersihan dan fumigasi barang 11. Titik-titik pendingin reefer

12. Jembatan timbang

5 Fasilitas Pokok 5.1 Apron

Lebar apron tergantung pada ukuran rail side gantry crane dan jumlah jalur alat angkut (truk, kereta api). Apron yang ada perlu memberikan ruang untuk peralatan bongkar muat dan operasi kendaraan pengangkut petikemas dengan kriteria sebagai berikut1 1. lebar apron antara 15 – 50 meter tergantung pada ukuran peralatan bongkar muat,

crane, truk trailer dan peralatan lain.

2. lebar rel crane antara 10 – 35 meter tergantung kapasitas crane.

3. jarak antara apron dengan lapangan penumpukan petikemas (container yard) antara 5 – 15 meter.

1 Thoresen (2003)

(10)

4 dari 21 5.2 Lapangan petikemas

5.2.1 Umum

Lapangan petikemas (container yard) dibagi dua, yaitu lapangan primer dan lapangan sekunder. Termasuk di dalamnya pintu masuk, ruang parkir, bangunan kantor, dan fasilitas lain. Lapangan petikemas primer atau lapangan penumpukan adalah daerah yang bersisian langsung dengan apron dan digunakan terutama untuk menyimpan petikemas keluar dan masuk. Lapangan sekunder adalah daerah untuk menyimpan petikemas kosong, peralatan dan lainnya.

5.2.2 Kebutuhan luas lapangan penumpukan

Perhitungan luas lapangan penumpukan petikemas transit dihitung menggunakan metode yang sama untuk perhitungan lapangan penumpukan petikemas secara umum dengan penyesuaian pada parameter jumlah arus petikemas transit dan waktu menetap rata-ratanya.

Prinsip yang mendasari perencanaan terminal petikemas adalah kesesuaian arus petikemas dengan fasilitas terminal. Proses dimulai dengan penentuan area yang diperlukan untuk menangani arus petikemas tahunan dan diikuti oleh studi produktivitas terminal, jumlah dan ukuran fasilitas yang diperlukan dan tingkat pelayanan yang akan diberikan. Hubungan antara kapasitas terminal dan tingkat pelayanan yang tersedia adalah fitur utama dari rencana pengembangan terminal petikemas.

Kebutuhan luas lapangan penumpukan bergantung pada  Arus petikemas

 Waktu transit rata-rata yang dibutuhkan petikemas di terminal  Kebutuhan luas per TEU

 Tinggi penumpukan petikemas (metode penanganan petikemas)  Faktor keamanan kapasitas cadangan (reserve capacity safety factor)

Luas lapangan penumpukan dihitung dengan menggunakan grafik perencanaan yang diberikan pada Lampiran A2. Keterangan cara perhitungan dan luas yang dibutuhkan untuk sejumlah arus petikemas disajikan pada lampiran ini.

5.3 Peralatan penanganan petikemas

Banyaknya peralatan penanganan petikemas di dry port bergantung pada besarnya arus petikemas dan sistem penanganan yang digunakan.

2 UNCTAD, 1985

(11)

5 dari 21

Penyebutan Dimensi Kapasitas (ton)

L W H A B

40 ft Container 40’0” 8’0” 8’0” 39’41/8” 7’5” 30 30 ft Container 18’11¾ ” 8’0” 8’0” 29’3 ¾” 7’5” 25 20 ft Container 19’10½ ” 8’0” 8’0” 19’2½ ” 7’5” 20 10 ft Container 9’9 ¼” 8’0” 8’0” 9’4 ¼” 7’5” 10

Gambar 1 - Bentuk dan ukuran petikemas menurut ketentuan ISO 5.3.1 Peralatan sisi rel (rail siding)

Peralatan sisi rel (rail side handling equipment) sesuai dengan namanya terletak di sisi rel dan berguna untuk memindahkan (loading/unloading) petikemas antara kereta api dan sisi rel untuk ditangani oleh peralatan sisi lapangan (yard) atau sebaliknya menerima petikemas dari peralatan sisi lapangan untuk dimuat ke kereta.

Peralatan sisi rel untuk petikemas di dry port disyaratkan menggunakan gantry crane (GC). Gantry crane atau biasa disebut dengan container crane merupakan sebuah derek (crane) yang memiliki kerekan pengangkat (hoist) yang dipasang pada troli (trolley) yang bisa meluncur sepanjang lengan derek. Nama lainnya adalah portainer atau Rail-mounted gantry crane (RMG). GC berada di atas rel yang dipasang di sepanjang apron sehingga dapat bergerak horizontal sepanjang sisi rel. Dalam pelaksanaan 3 – 4 QGC dapat bekerja secara paralel dalam waktu bersamaan melayani 1 kereta api pengangkut petikemas.

(12)

6 dari 21

Kapasitas minimum GC yang disyaratkan adalah untuk crane dengan spesifikasi setara3:

 Daya angkat : 40 ton

 Mode penanganan : 20/40 feet  Lebar track : 50/80/100 feet  Tinggi hoist di bawah spreader: 30 m Kecepatan Kerja

 Mengangkat/menurunkan : 60/90 m/menit, akselarasi 1 m/det2  Kecepatan troli : 150 m/menit, akselarasi 0,65 m/det  Kecepatan gantry : 45 m/menit, akselarasi 0.15 m/det2  Pengangkatan boom : 5 menit

 Gerakan per jam : 40

5.3.2 Peralatan sisi lapangan

Peralatan sisi lapangan (yard handling equipment) adalah peralatan bongkar muat yang menerima petikemas dari rail side gantry crane dan selanjutnya melakukan tugas mengangkut, menyusun, dan menumpuk petikemas di lapangan penumpukan atau sebaliknya mengangkut petikemas dari lapangan penumpukan untuk diterima oleh rail side gantry crane dan dimuat ke kereta api.

Peralatan sisi darat merupakan kombinasi dari peralatan yang dijelaskan sebagai berikut:

A. Head truck dan container chassis

Head truck atau disebut juga prime mover (PM) adalah truk unit penggerak yang memiliki sambungan permanen atau semi permanen sehingga dapat berbelok tajam. Untuk mengangkut petikemas, head truck menggandeng container chassis yang akan memuat petikemas.

Gabungan head truck dan container chassis membentuk kendaraan truk jenis semi-trailer. Chasis untuk mengangkut petikemas standar 40 feet memiliki panjang sekitar 12,2 meter dan lebar 2,3 meter. Head truck atau adalah sebuah penarik (tractor) yang berfungsi sebagai penggerak dari container chassis. Penggerak ini memiliki 2 sumbu tunggal atau kombinasi sumbu tunggal dengan sumbu ganda di bagian belakang, masing-masing dengan konfigurasi 4x2 dan 6x4 yang memiliki perlengkapan standar berupa coupler, konektor trailer, lampu kerja belakang dan rem trailer. Daya head truck yang digunakan bervariasi mulai dari 150 dk hingga 350 dk disesuaikan dengan beban dari jalur yang akan ditempuh.

B. Fork-lift dan reach stacker

Fork-lift dan reach stacker merupakan alat pengangkut petikemas yang dapat menyusun petikemas di lapangan penumpukan. Reach stacker juga dapat digunakan untuk memuat petikemas ke truk trailler.

(13)

7 dari 21

Fork lift yang digunakan adalah heavy duty forklift dengan kapasitas 30 - 42 ton dan top-lift spreader yang mampu menumpuk kontainer isi ukuran 40 kaki setinggi dua atau tiga tumpuk, yang umumnya menumpuk hingga dua tingkat tingginya. Side spreader dapat digunakan untuk kontainer 20 kaki, baik isi maupun kosong, dan ukuran 40 kaki yang kosong. Kontainer kosong dapat ditumpuk setinggi 4 lapis.

C. Straddle carrier

Straddle carrier adalah kendaraan pengangkut sekaligus penumpuk petikemas berbentuk portal persegi empat yang memanjang dan beroda karet. Untuk mengangkut petikemas, terlebih dulu straddle carrier akan bergerak hingga menaungi petikemas. Selanjutnya alat ini akan mengangkat petikemas pada titik angkat bagian atas dari petikemas yang ditautkan pada bilah spreader container.

Kecepatan geraknya saat bermuatan berkisar 30 km/jam. Operator yang mengendalikan alat ini duduk di bagian paling atas dan menghadap ke tengah sehingga dapat melihat ke bagian belakang dan depan. Jenis alat ini dapat mengangkut beban hingga 60 ton yang setara dengan 2 petikemas yang berisi penuh.

Straddle carrier hanya dapat menumpuk petikemas hingga 2 atau 3 tingkat. Kapasitas minimal straddle carrier untuk pelabuhan utama berkisar antara 30 – 35 ton.

D. Shuttle-carrier

Shuttle-carrier merupakan kendaraan pengangkut petikemas generasi terbaru yang merupakan pengembangan dari straddle carrier. Alat ini memiliki kelebihan dalam hal dapat bermanuver lebih baik sehingga memiliki produktivitas yang tinggi.

E. Rubber-tyre Gantry (RTG) Crane dan Rail-mounted Gantry (RMG) Crane RTG dan RMG crane atau biasa disebut dengan transtainer adalah crane penumpuk petikemas yang berupa portal lebar beroda karet (RTG) atau sistem rel (RMG). RTG dan RMG termasuk dalam kategori keran darat (yard crane).

Alat ini dapat menumpuk petikemas 5 – 9 blok dalam 4 – 6 tingkat. Kapasitas RTG yang disarankan untuk transhipment petikemas di Pelabuhan utama adalah minimal 35 ton. Gambar-gambar fasilitas peralatan bongkar muat petikemas disajikan pada Lampiran C.

6 Fasilitas Penunjang

Fasilitas pendukung yang diperlukan dalam kegiatan transhipment petikemas minimal meliputi kantor administrasi, menara pengawas, bengkel perawatan dan penyedia jasa bongkar muat.

6.1 Kantor administrasi

Kantor administrasi khusus untuk pencatatan data petikemas transit, antara lain petikemas masuk, petikemas keluar dan waktu singgah setiap petikemas di terminal. Administrasi petikemas transit yang ditangani di kantor administrasi antara lain informasi isi petikemas sesuai dengan packing list, biaya-biaya jasa transit, data kapal pengangkut pertama (ukuran, asal, tanggal kedatangan), data kapal pengangkut kedua (ukuran, asal, dan jadwal keberangkatan).

(14)

8 dari 21

Kantor administrasi harus dilengkapi pos keamanan dan peralatan telekomunikasi serta sistem informasi yang memadai sehingga manajemen petikemas transit dapat terselenggara dengan baik.

6.2 Kantor Pabean

Kantor pabean di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berada dalam kawasan terminal petikemas agar kewajiban pabean bagi petikemas impor-ekspor dapat terlayani. 6.3 Refrigerator

Refrigerator diperlukan untuk jenis petikemas berpendingin (refrigerated container) agar selama transit isi petikemas jenis tersebut tidak rusak karena suhu meningkat di atas suhu yang disyaratkan. Sambungan setiap petikemas ke refrigerator melalui refeer plugs. Jumlah refeer plug disesuaikan dengan perkiraan jumlah petikemas berpendingin yang dilayani.

6.4 Menara pengawas

Menara pengawas diperlukan untuk melakukan pengawasan kegiatan penanganan petikemas mulai dari bongkar muat dari/ke kapal, transportasi ke lapangan penumpukan dan penyusunan di lapangan penumpukan.

6.5 Bengkel perawatan

Bengkel perawatan diperlukan jika sewaktu-waktu terdapat petikemas transit yang rusak. Bengkel perawatan petikemas harus sedekat mungkin dengan lapangan penumpukan petikemas transit.

6.6 Penyedia jasa bongkar muat

Penyedia jasa bongkar muat petikemas transit harus berbadan hukum yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia dan memiliki ijin usaha dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. memiliki akta pendirian perusahaan;

2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; 3. memiliki modal usaha;

4. memiliki peralatan bongkar muat;

5. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan 6. memiliki tenaga ahli di bidang bongkar muat.

7 Sistem penanganan dan jumlah alat

Untuk penanganan petikemas dalam jumlah besar, proses bongkar muat dari kereta ke rail siding dan sebaliknya dilakukan selalu menggunakan Railside Gantry Crane (RGC). Variasi sistem penanganan petikemas terjadi pada operasi loading/unloading antara rail siding dan lapangan penumpukan (hauling) dan operasi penumpukannya (marshalling). Variasi sistem penanganan petikemas bagian ini terdiri dari4:

4Sumber : Thoresen, 2003 halaman 319

(15)

9 dari 21 7. Sistem truck trailer - forklift /reach stacker 8. Sistem straddle carrier

9. Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG) 10. Campuran dari ketiga sistem di atas

Jumlah QGC yang paling optimal untuk melayani transhipment petikemas di pelabuhan utama minimal bergantung pada

 Arus petikemas (throughput) transit  Sistem penanganan petikemas  Kapasitas/kemampuan crane

Kapasitas/kemampuan crane dinyatakan dalam Gross Crane Rate (GCR) yang dinyatakan dengan ed Hours Total Work led ainer Hand Total Cont GCR

Total Container Handled = jumlah petikemas (masuk atau keluar) yang ditangani Total Worked Hours = seluruh waktu yang diperlukan crane untuk menangani

petikemas, termasuk idle time.

Jumlah QGC yang diperlukan untuk menghasilkan troughput optimal tidak terlepas dari jenis dan jumlah peralatan lainnya yang beroperasi di sisi darat. Sekalipun spesifiksi alat menunjukkan kemampuan operasi QGC yang tinggi, namun dalam perencanaan digunakan nilai GCR sebagai pendekataan untuk memperoleh hasil yang dapat dipenuhi dalam kondisi riil. Pendekatan jumlah optimal dilakukan dengan menggunakan grafik hubungan Gross Crane Rate (GCR) yang diberikan pada Lampiran B.

Berdasarkan grafik pada Lampiran B dapat dilihat dalam kondisi optimal, GCR memiliki nilai 33 gerakan per jam (Move/Hour), dengan rincian jumlah Yard Crane (YC) berbanding jumlah Railside Crane (QC) adalah 5:1 dan perbandingan jumlah Prime Mover (PM) dengan jumlah Railside Crane (QC) adalah 10:1. Jadi satu sistem QC memiliki 1 QC, 5 YC dan 10 PM. Nilai GCR 33 gerakan per jam sebanding dengan 50 TEUs per jam (1 gerakan = 1,5 TEUs). Apabila jumlah jam dalam 1 tahun adalah 5840 jam (16 jam x 365 hari), maka 1 sistem QC dalam 1 tahun dapat menangani 292.000 TEUs, dengan cataan kinerja optimal dapat dicapai.

Untuk proyeksi arus petikemas sebesar 1,5 juta hingga 3 juta TEU per tahun, maka jumlah sistem QC yang dibutuhkan sebanyak 6 hingga 10 buah. Sementara khusus untuk petikemas transit sebesar 500.000 - 600.000 TEUs pertahun maka sistem QC membutuhkan 2 unit QC dengan catatan kinerja optimal dapat dicapai.

Pada bagian berikut dibahas kombinasi QGC dan peralatan lainnya sesuai pilihan sistem yang dapat diterapkan pada terminal petikemas.

7.1 Sistem truck trailer – forklift /reach stacker

Pada metode ini railside gantry crane menempatkan petikemas di atas truck trailer, kemudian truck trailer membawa petikemas ke lapangan penumpukan (container yard) dan selanjutnya tugas penyusunan/penumpukan diambil alih oleh reach stacker atau truk forklift.

(16)

10 dari 21

Gambar 1 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm truck trailer dan reach stacker/fork-lift

Sistem ini memiliki nilai ekonomis untuk penanganan petikemas sebanyak 200.000 hingga 300.000 TEUs per tahun, sehingga untuk penanganan petikemas transit sebanyak 500.000 hingga 600.000 TEUs per tahun disarankan tidak menggunakan sistem ini.

7.2 Sistem straddle carrier

Pada sistem ini setelah railside gantry crane mengambil petikemas dari kapal, petikemas diletakan di atas lantai apron dan straddle carrier memindahkan petikemas ke lapangan penumpukan. Penumpukan/penyusunan petikemas tetap dilakukan oleh reach stacker. Sistem straddle carrier adalah sistem penanganan petikemas yang cocok untuk terminal dengan luas lapangan penumpukan yang terbatas.

Gambar 2 - Ilustrasi penumpukan petikemas sistem straddle carrier Dengan sistem ini, untuk proyeksi arus petikemas transit 500.000 hingga 600.000 per tahun, straddle carrier memiliki produktifitas 10 gerakan per jam, sehingga iperlukan komposisi peralatan sebagai berikut:

 Gantry crane : 2 buah

 Straddle-carrier : 8 hingga 10 buah

Commented [DA19]: Sumber : Böse, 2011.

(17)

11 dari 21

Sistem straddle carrier dapat menumpuk petikemas 3 hingga 4 tumpukan dan merupakan sistem yang paling optimal dari segi kecepatan untuk terminal yang menangani arus petikemas 100.000 hingga 3.000.000 TEUs per tahun.

Sistem straddle carrier membutuhkan area terminal seluas 30 ha, dengan area cadangan sebesar 25 % dari luas total dan tinggi penumpukan maksimum 3 dengan hanya 50% dari total tumpukan yang mencapai ketinggian 3 buah petikemas (Lampiran A), dan asumsi lama penyimpanan petikemas transit adalah 5 hari.

7.3 Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG) Pada sistem ini railside gantry crane meletakan petikemas pada container chassis yang ditarik head truck atau pada shuttle-carrier, dan memindahkan petikemas ke lapangan penumpukan dengan bantuan RTG/RMG (transtainer). Sistem RTG/RMG bisa menyusun petikemas 5 – 9 blok dalam 4 – 6 tumpuk.

Sistem ini ekonomis untuk terminal yang menangani petikemas lebih dari 200.000 TEUs per tahun dan luas lapangan penumpukan terbatas atau mahal.

Gambar berikut masing-masing menunjukkan ilustrasi sistem RTG dan/atau RMG dengan head truck dan shuttle carrier.

Gambar 3 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm RTG/RMG dengan head truck

Gambar 4 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm RTG/RMG dengan shuttle-carrier

Dengan sistem ini, untuk proyeksi arus petikemas transit 500.000 hingga 600.000 per tahun, diperlukan komposisi peralatan sebagai berikut:

 Gantry crane : 2 buah  Truck trailer : 20 buah

Commented [DA21]: Sumber : Böse, 2011.

(18)

12 dari 21  RTG/RMG : 10 buah

Sistem RTG/RMG membutuhkan area terminal seluas 20 ha, dengan area cadangan sebesar 25% dari luas total dan tinggi penumpukan maksimum 4 dengan hanya 50% dari total tumpukan yang mencapai ketinggian 4 buah petikemas (Lampiran A), dan asumsi lama penyimpanan petikemas transit adalah 5 hari.

8 Perhitungan luas terminal 8.1 Umum

Ukuran dan kapasitas dry port tergantung pada ketersediaan lahan dan kondisi tanah, peralatan penanganan petikemas, sistem operasi, dan perkiraan jumlah petikemas yang keluar masuk melalui dry port.

Luas dry port adalah penjumlahan dari luasan berikut ini: AD=APK+ACFS+APKK+AFPP

Keterangan

AD adalah luas total dry port

APK adalah luas lapangan penumpukan, sekitar 50-75% dari luas total

ACFS adalah luas gudang konsolidasi (container freight station), sekitar 10-30% dari luas total

APKK adalah luas lapangan penumpukan petikemas kosong, sekitar 10-20% dari luas total

AFPP adalah luas fasilitas jalan masuk, bangunan kantor, tempat parkir, dll, sekitar 5-15% dari

luas total

8.2 Luas lapangan penumpukan (container yard)

Luas lapangan penumpukan petikemas dihitung dengan persamaan berikut:

BS

A D T A TEU PK    1 365 Keterangan

T adalah arus petikemas per tahun (box, TEUs), 1 TEUs=29 m3, dan 1 box=1,7 TEUs.

D adalah dwelling time atau jumlah hari rerata petikemas tersimpan di lapangan penumpukan. Ditetapkan bahwa besarnya adalah 7 hari untuk petikemas impor, 5 hari untuk petikemas ekspor dan 20 hari untuk petikemas kosong.

ATEU adalah luasan yang diperlukan untuk 1 (satu) TEU yang tergantung pada sistem penanganan petikemas dan jumlah tumpukan petikemas di lapangan penumpukan, diberikan pada tabel selanjutnya.

BS adalah broken stowage, luasan yang hilang karena adanya jalan atau jarak antara petikemas di lapangan penumpukan, yang tergantung pada sistem penanganan petikemas, nilainya sekitar 25-50%.

(19)

13 dari 21

Tabel 1 Luasan diperlukan per TEU menurut jenis peralatan dan metode penanangan petikemas. Peralatan dan metode penanganan Tinggi/jumlah penumpukan petikemas

Luasan diperlukan per TEU, ATEU (m2/TEU)

PK 20’ PK 40’

Trailer 1 60 45

Truk fork lift

1 2 3 60 30 20 80 40 27 Straddle carrier 1 2 3 30 15 10

Rubber tyred gantry crane/transtainer 2 3 4 15 10 7,5 Sumber: Triatmodjo, 2009. 9 Prosedur operasi 9.1 Fungsi dan aktivitas dasar

Aktivitas, prosedur dan operasi di dry port dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok: 1. Penerimaan dan pengiriman barang,

2. Operasi truk,

3. Bongkar/muat barang/petikemas dari dan ke atas kereta api, 4. Pemeriksaan kepabeanan,

5. Pemeriksaan dan keamanan gerbang, 6. Penyimpanan barang dan petikemas, 7. Perbaikan petikemas,

8. alur informasi dan komunikasi, 9. pencatatan dan penyimpanan data, 10. penagihan dan pembayaran. 9.2 Pusat aktivitas

Operasi di dry port berputar pada beberapa pusat aktivitas sebagai berikut:

1. Sisi rel kereta api: tempat dimana petikemas dibongkar dan dimuat dari kereta api, dan tempat pelepasan kereta api.

2. Lapangan penumpukan: tempat dimana petikemas ditumpuk sebelum dikirim melalui rel atau sebelum diserahkan kepada penerima

3. Container freight station (CFS): tempat dimana petikemas dibongkar dan dimuat dan tempat pengumpulan/pemisahan barang.

4. Anjungan pemeriksaan kepabeanan: tempat yang ditentukan untuk peletakan petikemas untuk diperiksa oleh pihak kepabeanan.

Commented [DA23]: Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991.

Commented [DA24]: Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991.

(20)

14 dari 21

Aktivitas operator dry port terkait ekspor dan impor ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Aktivitas operator dry port terkait impor

Aktivitas Tindak lanjut

Penerimaan kereta api dari pelabuhan laut Penerimaan manifest surat jalan kereta api Pencatatan petikemas di atas kereta api,

pembuatan perbandingan dengan manifest

Pemberitahuan ketidakcocokan kepada otoritas kereta api/otoritas pelabuhan

Penurunan petikemas dari kereta api Petikemas FCL dinaikkan dari penumpukan ke kendaraan

Penyerahan barang di anjungan kepabeanan untuk diperiksa setelah importir menyerahkan berkas lengkap

Petikemas LCL dibawa ke CFS untuk dibongkar, petikemas dikembalikan ke penumpukan

Pemisahan barang; penyerahan barang ke bagian kepabeanan

Penagihan biaya pelayanan barang dan petikemas

Pembuatan tanda terima pembayaran

Penyiapan pas gerbang untuk pengeluaran petikemas/barang

Pemeriksaan perizinan dari pabean

Pemeriksaan di gerbang: kondisi petikemas dan barang, ketepatan prosedur pengeluaran

Pencatatan kondisi

Pengisian catatan transaksi

Tabel 3 Aktivitas operator dry port terkait ekspor

Aktivitas Tindak lanjut

Penerimaan barang/petikemas dari pengirim Pemeriksaan di gerbang terhadap kondisi barang/petikemas

Catat kondisi; Cek jika peraturan pengendalian ekspor mengizinkan pengiriman

Penyerahan dokumen oleh eksportir ke pabean Pemeriksaan dan perizinan pabean; penyegelan petikemas Petikemas FCL ditumpuk

Barang lepas ke CFS Tempatkan petikemas kosong di CFS; susun pengumpulan barang di dalam petikemas Pengeluaran petikemas dari penumpukan di

CFS

Penerbitan dokumen pengangkutan secara gabungan oleh shipping line atau operator angkutan gabungan

Penyiapan manifest kereta api, misalnya perincian petikemas yang akan diangkut ke kereta api

Penumpukan petikemas dalam urutan yang tepat untuk diangkat ke kereta api

Penagihan biaya pelayanan barang dan petikemas

Penerbitan tanda terima untuk setiap petikemas di kereta api

Pengangkutan petikemas ke kereta api Cek segel Pengiriman manifest kereta api dilengkapi

perincian petikemas ke pelabuhan Pencatatan transaksi

(21)

15 dari 21 9.3 Prosedur kedatangan dan keberangkatan kereta api

1. Kereta api harus berjalan dalam jadwal yang tetap: ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan harus ditetapkan dan dipantau; Jadwal harus dijaga secara ketat baik pada pelabuhan laut maupun dry port. Waktu transit harus dipantau. Jalur lintasan kereta api harus ditandai pada tabel daftar perjalanan (timetable) pada sistem jalur kereta api yang digunakan.

2. Tempat kosong di samping jalur rel harus disediakan untuk kereta yang datang, sebaiknya pada pagi hari sehingga semua formalitas penyerahan dapat dilaksanakan pada hari yang sama.

3. Sistem pengecekan segel dan kondisi petikemas oleh operator dry port, pihak kereta api dan pabean harus ditentukan dengan jelas.

4. Sistem pemeriksaan kereta api harus ditetapkan agar petikemas tidak tertahan di titik tertentu; Pihak dry port harus sudah diinformasikan sebelumnya jika ada gerbong yang tidak akan dimuat kembali. Perbaikan berat gerbong harus dikerjakan di luar dry port. Hanya perbaikan minor yang mutlak dibutuhkan saja yang dapat dikerjakan di dry port.

9.4 Prosedur penaikan dan penurunan petikemas

1. Tumpukan petikemas harus cukup longgar agar crane tetap produktif dan tidak membutuhkan banyak gerakan untuk mengambil petikemas

2. Penumpukan petikemas harus dirancang sedemikian rupa sehingga petikemas impor, ekspor dan kosong terpisahkan dengan jelas dan mudah dikenali. Petikemas yang berisi bahan berbahaya dan beracun dan petikemas berpendingin juga harus ditumpuk secara terpisah.

3. Petikemas berpendingin harus diprioritaskan pada operasi pengangkatan/penurunan petikemas dan harus segera ditempatkan di titik reefer untuk mencegah kenaikan suhu.

4. Arus lalu lintas kendaraan di jalan antara tepian rel dengan penumpukan harus diatur dengan baik untuk mencegah kecelakaan. Pengaturan juga perlu dilakukan terhadap pergerakan antara penumpukan dengan CFS.

5. Konsinyemen impor dan ekspor harus ditumpuk secara terpisah untuk mencegah kesimpangsiuran yang akan berakibat timbulnya tundaan.

6. Pengepakan barang ke dalam petikemas harus dilakukan secara cermat untuk memastikan pemakaian ruang yang rasional di dalam petikemas.

7. Ketersediaan petikemas kosong di CFS dan penggunaan ruangan gudang harus dipantau.

8. Barang yang dimuat ke dalam petikemas atau dikeluarkan dari petikemas harus dicatat secara cermat.

(22)

16 dari 21 Lampiran A La m pi ra n A (i n fo rm a ti f) G ra fi k P e ren c a n a a n Lu a s L a p a ng a n Pe nu m pu k a n P e ti Ke m a s s e s u a i UNCT AD ( 1 9 8 5 )

(23)

17 dari 21 Lampiran B La m pi ra n B (i n fo rm a ti f) G ra fi k G ro s s Cra n e Ra te K et eranga n : QC ada la h R ail si de C ra ne (R ail si de G ant ry C ra ne /Shi p To Sho re C ra ne) YC ada la h Yard C ra ne (R ubbe r Ti re d Gant ry C ra ne/ R ail Mount ed G an try C ra ne) PM ada la h Pr ime Mover (H ead T ru ck & C ha si s) Sum ber : C h uin Lau, 20 07

(24)

18 dari 21 Lampiran C

(informatif)

Peralatan bongkar muat peti kemas

Reach stacker dengan spreader

(25)

19 dari 21 Straddle carrier

(26)

20 dari 21

Head truck dengan container chassis

(27)

21 dari 21 Bibliografi

Agerschou, Hans, etal. Planning and Design of Ports and Marine Terminals. 2nd edition. Thomas Telford Publishing, London 2004.

Böse, Jürgen W. (editor). Handbook of Terminal Planning. Springer, 2011.

Bruun, Per. Port Engineering. 4th edition Volume 1: Harbor Planning, Breakwaters, and Marine Terminals. Gulf Publishing Company, Houston Texas 1989.

Course, A.G. (Captain), R.B. Oram (Colonel). Glossary of Cargo-Handling Terms. 2nd edition. Nautical Press. Brown, Son & Ferguson, Ltd., Glasgow 1974.

Gaythwaite, John W. Design of Marine Facilities for the Berthing, Mooring, abnd Repair of Vessels. 2nd edition. ASCE Press, Reston Virginia, 2004.

Güler, Nil. Containerization and Terminal Area Requirements. Pomorski zbornik 39 (2001)1, 153-171.

Kim, Kap H., Hans-Otto Günther (editors). Container Terminals and Cargo Systems. Springer, 2007.

The Technical Standards and Commentaries for Port and Harbor Facilities in Japan. The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2002.

Thoresen, Carl A. Port Designer's Handbook: Recommendations and Guidelines. Thomas Telford Publishing, London 2003.

Triatmojo, Bambang. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009. Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Ganeca Exact Bandung, 1985. Tsinker, Gregory P. (editor). Port Engineering: Planning, Construction, Maintenance, and Security. John Wiley & Sons, Inc., 2004.

UNCTAD. Port development: A handbook for planners in developing countries. 2nd edition. United Nations, New York 1985.

UNCTAD. UNCTAD Monographs On Port Management – No. 9 Multi-purpose port terminals Recommendations for planning and management. United Nations, New York 1991.

Gambar

Gambar  1 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm truck trailer dan reach  stacker/fork-lift
Gambar  berikut  masing-masing  menunjukkan  ilustrasi  sistem  RTG  dan/atau  RMG  dengan head truck dan shuttle carrier
Tabel 1  Luasan  diperlukan  per  TEU  menurut  jenis  peralatan  dan  metode  penanangan petikemas
Tabel 2  Aktivitas operator dry port terkait impor

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950

Maka dapat disimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yangberarti ada pengaruh signifikan antara variabel Budaya Organisasi (X) terhadapvariabel kinerja karyawan (Y) di PT

Penambangan elektrifikasi merupakan rekayasa teknis yang dilakukan oleh Tambang Batubara X untuk memperkecil biaya pengupasan overburden dengan memanfaatkan tenaga listrik

Setelah Anda menginstal driver dan jika perlu nonaktifkan adapter nirkabel lainnya (lihat V. Menonaktifkan Adapter Jaringan), pengguna Windows dapat terhubung ke jaringan

Para rohaniwan harus bisa menggenggam waktu dengan baik, tidak hanya menggunakan air Dharma untuk membersihkan batin setiap saat, terlebih lagi harus mendalami

Menurut Mulyadi (2001:3) "Sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi

Terakhir, penelitian yang ditulis oleh Mutiah (2014) tentang kajian postkolonial dalam novel Larasati. Penelitian tersebut menghasilkan tiga temuan yang dapat