• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intrakranial maupun

ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada balita berumur 6 bulan - 5 tahun sebanyak

2-4% dan paling sering terjadi pada balita usia 17-23 bulan (Ngastiyah, 2007).

Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (≥ 15 menit)

dapat menyebabkan kematian 0,64-0,74%, kerusakan saraf otak sehingga menjadi

epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Hasil pengamatan Livingston (2008)

diantara 201 pasien kejang demam sederhana 6 orang (3%) menderita epilepsi,

sedangkan diantara 297 pasien dengan epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276

orang (93%) menderita epilepsi. Biasanya antara usia 3 bulan sampai 5 tahun, sekitar

2-5% balita pernah mengalami kejang demam sebelum usia 5 tahun

(Soetomenggolo, 2007).

Pengobatan segera atau terapi sangat penting, jika tidak dilakukan kambuhnya

kejang semakin tinggi, sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami

kekambuhan sebesar 44% pada pasien yang tidak diobati dan pada pasien yang

mendapat terapi Fenobarbital maupun terapi Diazepam per rectal kekambuhan

sebesar 21% (Soetomenggolo, 2007).

(2)

Tetapi anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya suhu seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,

kejadian kejang terjadi pada suhu 38-38,9˚C, sedangkan balita dengan ambang kejang

tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih (Maulana, 2009).

Demam kejang sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau

gangguan kepandaian. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat

kecil yaitu sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah berulang demam kejang, yang dapat

terjadi pada 30-50% balita. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada demam kejang

kompleks (Sabrina, 2008).

Bila kejang sering berulang dan berlangsung lama (lebih dari 5 menit), bisa

mengakibatkan kerusakan sel-sel otak akibat terhambatnya aliran oksigen ke otak.

Hal ini dapat menyebabkan epilepsi berbeda-beda. Lumban Tobing (2007)

mendapatkan 6% kerusakan otak bila kejang berulang, sedangkan Livingstone (2008)

dari golongan demam kejang sederhana mendapatkan 2,9 % yang menjadi epilepsi

dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu

menyebabkan kematian (Ngastiyah, 2005).

Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4-5% pada

anak usia dibawah 5 tahun (Shinnar dan Glauser, 2002). Berdasarkan hasil penelitian

prospektif Sillanpaa, M.dkk (2008) di Finlandia diperoleh insidens rate kejang

demam 6,9% pada anak usia 4 tahun (Sillanpaa, 2008). Berdasarkan hasil penelitian

(3)

pada 302 penderita kejang demam diperoleh 73,2% penderita merupakan penderita

kejang demam sederhana dan 26,8% merupakan penderita kejang demam kompleks

(Karimzadeh, 2008).

Di Indonesia khususnya di daerah Tegal, Jawa Tengah tercatat 6 balita

meninggal akibat serangan demam kejang dari 62 kasus penderita demam kejang. Di

negeri yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi

dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap pertumbuhan anak,

sekitar 70-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan

sisanya merupakan kejang demam kompleks. Di Indonesia pada tahun 1967 kejang

demam termasuk sebagai lima penyakit anak terpenting di RS Cipto Mangunkusumo

sebesar 7,4%, meningkat pada tahun 1971 dengan kejadian demam kejang sebesar

22,2% (Kuncoro, 2009).

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah

penduduk di AS, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan penderitanya

lebih tinggi sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam

kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti (Selamihardja, 2006). 2-5% dari

seluruh anak di dunia yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang

demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia < 5 tahun (Christopher, 2012).

Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama

(Vestergaard, 2006).

Di seluruh Indonesia (2014) saat ini terdapat 70% kematian balita disebabkan

(4)

infeksi masih menjadi penyebab kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam

tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam, demam

merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2006).

Karakteristik balita demam kejang terjadi pada usia balita antara 6 bulan - 4

tahun dengan suhu 100˚F ≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung ≤ 30 menit.

Terdapat lebih banyak jenis kelamin pada laki-laki dibanding perempuan dengan

perbandingan yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1. Tinggi suhu badan segera setelah terjadinya kejang (dalam waktu ≤ 15 menit), suhu rata-rata 39,0˚C dengan rentangan 37,8-41,5˚C. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara

38,3-41,4˚C (Lumbantobing, 2007).

Beberapa ciri-ciri dan tanda gejala balita mengalami demam kejang seperti,

kenaikan suhu yang tinggi, pucat, pingsan, lidah atau pipi yang tergigit, gigi atau

rahang yang terkatup rapat, mengeluarkan air kemih dan tinja di luar kesadarannya,

gangguan pernapasan, kulit kebiruan, mata terbelak ke atas disertai kekakuan dan

kelemahan, kejang berlangsung singkat, serangan tonik klonik (dapat berhenti

sendiri) dan disertai adanya gerakan sentakan berulang (Lumbantobing, 2007).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014 di

RSUD Deli Serdang sebanyak 52 orang balita (52%) yang mengalami demam kejang

dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik umtuk melakukan

penelitian tentang “Karakteristik Balita Dengan Demam Kejang Di RSUD Deli

(5)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimanakah karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD Deli

Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik balita dengan demam kejang di Ruang Anak RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur balita yang mengalami demam

kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin balita yang mengalami

demam kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu badan balita yang mengalami demam

kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi riwayat kejang sebelumnya pada balita

yang mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten

(6)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

Diharapakan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

untuk melakukan penelitian selanjutnya, juga menjadi bekal bagi peneliti

dalam memberikan pelayanan kesehatan saat bekerja di lapangan nanti.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan, sebagai sumber

bahan bacaan bagi perpustakaan di institusi pendidikan dan sebagai bahan

tambahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan demam kejang.

1.4.3. Bagi Lahan Penelitian

Dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan tentang karakteristik balita

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Kejang 2.1.1. Definisi

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering di

jumpai pada anak, terutama pada golongan balita umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Hampir 3% dari balita yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang

demam. Pada percobaan binatang suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya

bangkitan kejang (Ngastiyah, 2005).

2.1.2. Etiologi

Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.

1. Intrakranial meliputi:

a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler

b. Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis

c. Kongenital: disgenesis, kelainan serebri

2. Ekstrakranial, meliputi:

a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan

elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.

b. Toksik: intoksikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat.

(8)

c. Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan

kekurangan piridoksin.

2.1.3. Klasifikasi

Kejang Demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kejang demam sederhana: Kejang bersifat umum (biasanya seluruh tubuh

kejang, tangan ke atas dan mata terbalik), sering terjadi pada anak (sekitar 80%

dari seluruh kejang demam), lama bangkitan berlangsung kurang dari 15 menit,

dalam waktu periode demam tidak ada bangkitan kejang berulang dalam 24 jam,

kemungkinan epilepsi di kemudian hari .

2. Kejang demam kompleks: Lama bangkitan kejang lebih dari 15 menit,

manifestasi kejang bersifat lokal (sebagian anggota tubuh saja), didapatkan

bangkitan kejang berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam, kemungkinan

epilepsi di kemudian hari sangat jarang (4%).

2.1.4. Penyebab

1. Demam (tersering), mengalami serangan kejang selama 4 menit dengan suhu 38,9˚C dan menderita radang tenggorok inilah yang dapat menyebabkan timbulnya demam.

2. Epilepsi yaitu gangguan pada otak atau gangguan neurologis yang bersifat kronis

dan ditandai oleh timbulnya kejang berulang akibat implus saraf di otak yang

(9)

3. Tumor otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak, penyakit yang disebabkan

karena pertumbuhan yang tidak normal pada sel-sel dalam otak yang biasa

menjadi pemicu dari terjadinya penyakit kanker atau penyakit non kanker.

4. Gangguan metabolik: gangguan pencernaan seperti radang lambung dan usus

(gastroenteritis).

5. Trauma kepala (terjatuh, terpukul) yaitu trauma pada kulit kepala, tengkorak dan

otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang

dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat

menyebabkan kematian.

6. Infeksi (meningitis/ensefalitis) adalah salah satu penyakit yang menyerang otak,

Salah satu penyebabnya adalah infeksi bakteri.

7. Keracunan disebabkan oleh makanan yang akan menyebabkan timbulnya bakteri

atau virus seperti salmonella, shigella, dan escherichia coli yang menimbulkan

infeksi diserti dengan demam.

8. Kelainan bawaan pada pembuluh darah otak (aneurisma) adalah kelainan

pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding

pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif

tinggi.

9. Perdarahan di dalam kepala seperti perdarahan intrakranial akibat molding yang

terlalu hebat atau robekan dari bridging vein yang menyebabkan perdarahan

(10)

2.1.5. Gejala

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain adalah:

anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang

terjadi secara tiba-tiba) kejang tonik, klonik, pingsan yang berlangsung selama 30

detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi

tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan

kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan

jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-30 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang

kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya

tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih

atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernapasan, apneu (henti napas), dan

kulitnya kebiruan (Sri, 2013).

Setelah mengalami kejang, biasanya:

a. Akan kembali sadar dalam beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.

b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) sakit kepala.

c. Mengantuk.

d. Linglung sementara dan sifatnya ringan.

e. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit maka kemungkinan terjadi

(11)

2.1.6. Patologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi

paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut

dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat

sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI).

Akhirnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP–ase yang

terdapat pada permukaan sel (Ngastiyah, 2007).

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:

1. Perubahan konsentrasi ion membran di ruang ekstraselular.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya.

(12)

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu

tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran

tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter “ dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38˚C sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai ≥ 40˚C. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga

dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien

menderita kejang (Ngastiyah, 2005).

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (≥ 15 menit)

biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi

oleh skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hipotensi arterial disertai denyut

jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin

(13)

meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya

kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama (Lumbantobing, 2007).

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran yang mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan premeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus

temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi ‘’matang’’ di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaianan di otak

hingga terjadi epilepsi (Ngastiyah, 2005).

2.1.7. Diagnosa

a. Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah,

ibu atau saudara kandung).

b. Keluhan pemeriksaan saraf (neurologis): Tidak didapatkan kelainan pemeriksaan

laboratorium: pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi

sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).

c. Pemeriksaan Rongent/X Ray (Radiologi): X-ray kepala, CT Scan kepala atau MRI

tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.

d. Pemeriksaan cairan otak (cairan serebrospinal (CSS): Tindakan fungsi lumbal

untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

(14)

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan fungsi lumbal dikerjakan

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Bayi < 12 bulan: diharuskan

2. Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis

e. Pemeriksaan rekam otak (EEG): tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang

demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikasi pada anak usia > 6

tahun atau kejang demam fokal) (Darto, 2013).

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosinya baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Angka kejadian berbeda-beda tergantung dari cara

penelitiannya (Lumbantobing 2007) mendapat 6%. Sedangkan (Livingstone 2008)

dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsi,

dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang tergantung

dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelianan saraf sebelum balita menderita

kejang demam.

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka di kemudian

hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13% dibanding bila hanya

(15)

serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja. Hemiparesis biasanya terjadi pada

pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat

umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.

Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas

(Ngastiyah, 2005).

2.1.8. Gambaran Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di

luar susunan saraf pusat, misalnya bronchitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya

terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat. Umumnya kejang

berhenti sendiri, begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk

sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun sadar kembali

tanpa adanya kelaianan saraf.

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rectal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Menghadapai balita dengan demam kejang, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang

atau gejala yang manakah yang mengakibatkan balita menderita epilepsi (Ngastiyah,

2005).

Untuk itu Living-Ston membuat kriteria dan membagi demam kejang atas 2

golongan yaitu:

1. Demam kejang sederhana (simple fibrile convulsion).

(16)

2.1.9. Komplikasi

Kerusakan sel otak yaitu meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput

(meningitis) yang mengelilingi system saraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang

belakang mengalami peradangan sehingga menyebabkan kecerdasan dan

perkembangan tidak optimal. Kelumpuhan terjadi pada penderita yang mengalami demam kejang yang lama (berlangsung ≥ setengah jam) baik bersifat umum maupun kejang fokal. Dan penurunan IQ pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan

perkembangan atau kelainan neurologic ditemukan IQ yang lebih rendah,

menyebabkan gangguan belajar dan tingkah laku tidak terbukti muncul pada anak

dengan riwayat kejang (Lumbantobing, 2007).

Kejang demam dapat mengakibatkan (Sofwan, 2011):

1. Komplikasi sangat jarang ditemui setelah kejang demam.

2. Kecacatan atau gangguan neurologis, gangguan perkembangan, dan kematian pun

belum pernah dilaporkan.

3. Epilepsi dapat terjadi, tetapi jarang (hanya pada sekitar 4% kasus, terutama jenis

kejang demam kompleks).

2.1.10. Penanganan

2.1.10.1. Pengobatan Medis

Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien di rumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan

dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya

(17)

adalah 0,3 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali

pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun

dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak

boleh melebihi 50 mg persuntikan.

2. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian

dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama.

Apabila masih kejang maka di tunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi

diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.

3. Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiperektensi miring,

pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir.

4. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.

5. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam

pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake

dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang

berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat

memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan

peningkatan tekanan intrakranial juga pemberian cairan yang mengandung

natrium (NaCl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata untuk anak terlihat

(18)

Tabel 2.1. Kebutuhan Cairan Rata-rata Untuk Anak Balita

Umur BB kg Kebutuhan Cairan/Kg BB

0 – 3 Hari 3 150 3-10 hari 3,5 125-150 3 bulan 5 140-160 6 bulan 7 135-155 9 bulan 8 125-145 1 tahun 9 120-135 2 tahun 11 110-120 4 tahun 16 100-110 6 tahun 20 85-100 10 tahun 28 70-85 14 tahun 35 50-60

6. Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan

metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu tubuh) ke

benda yang mempunyai derajat lebih rendah. Kompres diletakkan pada jaringan

penghantar panas yang banyak seperti anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher,

lipatan dada, serta area pembuluh darah yang besar seperti leher. Tindakan ini

dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/

kg BB/hari (terbagi dalam 3 pemberian).

7. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan

obat-obatan untuk mengurangi edem otak seperti deksametason 0,5-1 ampul setiap 6

jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperektensi tetapi lebih tinggi dari

anggota tubuh yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang lebih 15˚ (posisi tubuh pada garis lurus).

(19)

8. Untuk pengobatan setelah pasien bebas dari kejang pasca pemberian diazepam,

maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus,

50 mg pada anak usia 1 bulan - 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas

dengan teknik pemberian intramuscular.

9. Pengobatan penyebab karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah

kenaikan suhu tubuh akaibat infeksi seperti di telinga, saluran pernafasan, tonsil

maka pemeriksaan kultur jaringan, pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan

penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab

infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis

antibiotic yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.

(Sujono, 2009).

2.1.10.2. Penanganan Kejang Demam Non Medis

1. Tenangkan diri anda dan jangan panik. Langkah pertama sangat penting karena

akan membantu langkah berikutya.

2. Lepaskan atau longgarkan pakaian balita agar ia dapat bernafas dengan baik.

3. Posisikan kepala balita miring ke satu sisi jika balita terlihat muntah atau

mengeluarkan lender atau liur dari mulutnya agar balita tidak tersedak. Posisi

miring memastikan lidah tidak menutupi jalan nafas.

4. Jauhkan balita dari benda tajam di sekitar balita agar tidak menabrak

benda-benda lainnya.

5. Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulutnya (sendok, jari, pen, dll).

(20)

mengatup-ngatupkan giginya dengan kuat), tetapi memasukkan benda ke dalam

mulut justru malah merugikan karena dapat membuat balita trauma berdarah.

Resiko lidah tergigit sangat kecil, dan sekali pun tidak mengakibatkan sesuatu

yang serius, seperti lidah putus.

6. Bila anda memiliki obat kejang (diazepam) yang dimasukkan lewat anus segera

masukkan ke dalm anus. Perhitungan dosis yang mudah adalah jika berat badan ≤ 10 kg, gunakan dosis 5mg, sedangkan jika berat badan anak ≥ 10 kg, gunakan dosis 10 mg. masukkan ujung tip dosis dan pencet sampai obatnya habis.

Diazepam per rectal dapat diulang 5 menit kemudian bila kejang belum berhenti.

7. Anda tidak perlu menahan gerakan kejangnya secara berlebihan, karena nanti

akan berhenti dengan sendirinya.

8. Cobalah untuk mengukur suhu tubuh balita, menghitung lama kejang, dan

bagaimana kejangnya, catat hasilnya.

9. Umumnya, setelah kejang berhenti balita akan tertidur. Kompres dengan air

hangat untuk menurunkan panas tubuhnya.

10. Jangan sekali-kali mencoba untuk memasukkan minuman, makanan, atau obat,

baik pada saat kejang maupun sesaat balita berhenti kejang, Karena balita dapat

tersedak dan menimbulkan akibat yang lebih serius.

11. Bawa anak ke dokter bila kejang tidak berhenti atau kejang berlansung cukup lama (≥ 5 menit) (Sofwan, 2011).

(21)

2.1.10.3. Pengobatan Profilaksis Jangka Panjang

1. Pencegahan Berkala (Intermiten)

Untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/kg BB/dosis PO dan

antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.

2. Pencegahan Kontiniu

Untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/kg BB/hari

PO dibagi dalam 2-3 dosis. (Darto, 2013).

2.1.10.4. Pengobatan Profilaksis Jangka Pendek

1. Pengobatan profilaksis jangka pendek untuk menurunkan demam dengan

pemberian obat antiretika seperti paracetamol 10 mg/kg/BB dosis melalui oral

atau minum.

2. Bisa juga dengan pemberian obat jenis ibuprofen 5-10 mg/kg/BB dosis PO,

keduanya diberikan 3-4 kali perhari.

3. Pemberian kompres sebaiknya dilakukan dengan segera bila suhu > 39˚C lakukan kompres dengan air hangat, bila suhu > 38˚C cukup melakukan kompres dengan air biasa.

4. Pemberian diazepam juga bisa diberikan secara oral dengan dosis 0,3-0,5

(22)

2.2. Karakteristik Balita Demam Kejang

Kejang demam bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri

yang kejang sama seperti yang kanan, usia balita antara 6 bulan-4 tahun dengan suhu 100˚F ≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung ≤ 30 menit. Keadaan fungsi saraf normal dan setelah kejang juga tetap normal (Lumbantobing, 2007).

Menurut Consensus Statement On Febrile Seizures (2004), kejang demam

adalah suatu kejadian pada balita atau anak biasaya terjadi antara umur 3 bulan-5

tahun. Berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu kejang demam terjadi pada 2-4 % balita berumur

6 bulan-5 tahun balita yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian

kejang demam kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 5 tahun

mengalami kejang di dahului demam kemungkinan lain misalanya infeksi SSP atau

epilepsi.

Pada umumnya, kejang demam terjadi berulang kali, tetapi tidak di hari yang

sama. Pada usia 6 bulan ke atas, seorang balita yang pernah sekali mengalami kejang

demam memilki risiko untuk mengalami hal serupa hingga sekitar usia 5 tahun. Dan

pada umumnya, kejang sudah jarang terjadi di atas usia 5 tahun (Sofwan, 2011).

2.2.1. Umur

a. Sebanyak 3% balita berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.

b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang

(23)

c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun

dengan bertambahnya umur.

Hirtz dan Nelson 2009 mengemukakan bahwa usia rata-rata mulainya kejang

demam berkisar antar 18-23 bulan (Lumbantobing, 2007).

2.2.2. Jenis Kelamin

Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang

lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering di

jumpai pada balita laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan yang berkisar

antara 1,4:1 dan 1,2:1. Dari 122 penderita kejang demam oleh Miyake (1992) terdapat

60 adalah laki-laki dan 52 perempuan (Lumbantobing, 2007).

2.2.3. Suhu Badan

Suhu yang berperan atau suhu yang dapat mencetuskan serangan kejang ialah

suhu sebelum terjadinya serangan kejang. Tingginya suhu badan segera setelah terjadinya kejang (dalam waktu ≤ 15 menit) pada 201 penderita kejang demam. Suhu rata-rata yang diambil secara rectal, ialah 39,0˚C, dengan rentangan 37,8-41,5˚C

(Lumbantobing, 2007).

Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi

suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang

kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3-41,4°C. Adanya

(24)

kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain

kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini

dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak

dengan nilai ambang kejang yang rendah (Lumbantobing, 2007).

2.2.4. Riwayat Kejang Sebelumnya

Riwayat kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang demam

sebelumnya yang sering terjadi terdapat serangan kejang tertinggi adalah 1 kali.

Salah satu hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu

usia < 15 bulan pada saat menderita demam kejang pertama. Adanya perbedaan

riwayat kejang demam sebelumnya ini menerangkan bahwa dari usia balita < 15

bulan, lebih banyak yang mengalami riwayat kejang sebelumnya dan sedikit yang

mengalami riwayat kejang sebelumnya ketika balita berumur > 15 bulan .

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik Balita Dengan Demam Kejang yaitu:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Suhu badan

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat

deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli

Serdang. Lokasi ini dipilih karena di RSUD Deli Serdang terdapat banyak kasus pada

balita yang mengalami demam kejang sebesar 52%.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang mengalami demam

kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang pada bulan

Maret–Mei 2014 sebanyak 52 orang balita.

(26)

3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai

sampel (total sampling) yaitu 52 balita (Notoatmodjo, 2010).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Sekunder

Data sekunder data yang diperoleh dari RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

Kabupaten Deli Serdang.

3.5. Definisi Operasional

1. Umur adalah lamanya hidup seseorang yang dihitung dari kelahiran sampai dengan

saat ini yang diukur dengan angka.

Kategori Umur:

1. 4 minggu

2. < 1 tahun

3. 1-3 tahun

4. > 3-5 tahun

2. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita yang mengalami demam kejang di

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang, yaitu:

Kategori Jenis Kelamin:

1. Laki-laki

(27)

3. Suhu Badan adalah temperatur suhu badan balita yang mengalami demam kejang

di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Kategori Suhu Badan:

1. > 38-38,9˚C

2. 39-39,9˚C

3. ≥ 40 ˚ C ( G.Herlitz )

4. Riwayat kejang sebelumnya adalah riwayat kejang balita yang mengalami demam

kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Kategori Riwayat Kejang Sebelumnya:

Apakah balita ibu pernah mengalaminya: ya atau tidak.

1. 1 kali

2. 2-3 kali

3. > 3 kali

3.6. Pengolahan Data Dan Analisa Data 3.6.1. Pengolahan Data

Langkah – langkah dalam mengelola data menurut Notoatmodjo (2010), adalah

sebagai berikut:

1. Editing (Seleksi Data)

Data yang telah dikumpulkan, dilakukan pengecekan dan perbaikan apabila

(28)

2. Coding (Pemberian Kode)

Hasil jawaban dari satu pertanyaan diklasifikasikan dengan member kode sesuai

dengan petunjuk yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Tabulating (Pengelompokan Data)

Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tentu di kumpulkan kedalam master

tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.

4. Data Entry

Adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel

atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.

5. Cleaning (Pembersih Data)

Pengecekan data kembali untuk kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan

kode, ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian dilakukan pembetulan atau

koreksi.

3.6.2. Analisa data 1. Analisa Univariat

Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, suhu badan dan riwayat kejang

(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Deli Serdang Medan merupakan sebuah rumah sakit

pemerintah yang dikelola Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi

Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Lubuk Pakam Deli

Serdang ,Jl.Thamrin, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Rumah

Sakit Umum Deli Serdang mulai berfungsi sejak tanggal 03 Februari 1964 dengan

pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap baru.

RSUD Deli Serdang termasuk Rumah Sakit Umum kelas B.

1. Visi RSUD Deli Serdang

a. Visi RSUD Deli Serdang adalah pelayanan yang unggul dalam mutu prima

dalam pelayanan dan menjadi pusat rujukan.

b. Pelayanan kesehatan yang paripurna dan pro aktif untuk mewujudkan

masyarakat sehat.

2. Misi RSUD Deli Serdang

a. Memberikan pelayanan yang professional, terjangkau, mudah, serta

bertanggung jawab.

b. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuwantitas SDM maupun

sarana dan prasarana sesuai kebutuhan secara universal terarah dan

berkesinambungan.

(30)

c. Mengembangkan system administrasi informasi, dan komunikasi serta

pengelolaan data dan pelaporan secara cepat dan akurat.

d. Membina dan mengembangkan hubungan kerja sama sektor pelayanan

kesehatan pendidikan, penelitian, dan lingkungan dengan instansi,

perusahaan, lembaga, pendidikan, serta lembaga sosial.

e. Meningkatkan serta mengembangkan system management yang transparan

serta akomodatif, dan responsif.

4.2. Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini adalah terdiri dari umur, jenis kelamin,

suhu badan dan riwayat kejang sebelumnya dan dapat dilihat pada tabel berikut:

4.2.1. Distribusi Frekuensi Umur Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Untuk melihat umur balita dengan demam kejang berdasarkan umur dapat

dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

No Status Umur F % 1 2 3 >4 minggu- <1 tahun 1-3 tahun >3-5 tahun 14 28 10 26,9 53,9 19,2 Total 52 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian demam kejang

lebih banyak terjadi pada balita umur 1-3 tahun sebanyak 28 balita (53,9 %) dan lebih

(31)

4.2.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang No Jenis Kelamin F % 1 2 Laki-laki Perempuan 33 19 63,4 36,6 Total 52 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin balita yang

mengalami demam kejang lebih banyak dengan laki-laki sebanyak 33 orang (63,4%)

dan lebih sedikit dengan perempuan sebanyak 19 orang (36,6%).

4.2.3. Distribusi Frekuensi Suhu Badan Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan suhu

badan dapat dilhat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Suhu Badan Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang No Suhu Badan F % 1 2 3 4 > 36-38 ˚ C > 38-39 ˚ C > 39-40 ˚ C ≥ 40 ˚ C 12 27 10 3 23,0 52,0 19,2 5,8 Total 52 100

(32)

Berdaskan tabel di atas dapat dilihat, bahwa suhu badan balita yang megalami

demam kejang lebih banyak dengan suhu badan > 38–39 ˚C yaitu 27 orang (52,0%)

dan lebih sedikit dengan suhu ≥ 40˚ C yaitu 3 penderita (5,8%).

4.2.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Kejang Sebelumnya Pada Balita yang mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan riwayat

kejang sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Kejang Sebelumnya Pada Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

No Riwayat Kejang Demam Sebelumnya F % 1 2 3 1 kali 2-3 kali > 3 kali 27 16 9 51,9 30,7 17,4 Total 52 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat, bahwa riwayat demam kejang lebih

banyak dengan kejang 1 kali sebanyak 27 balita (51,9%), dan lebih sedikit dengan

(33)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang

lebih banyak dengan umur 1-3 tahun sebesar (53,9%) dan lebih sedikit dengan umur

> 3-5 tahun sebesar (19,2%). Faktanya dapat disimpulkan bahwa semakin rendah

umur balita di usia 1-3 tahun semakin banyak yang mengalami demam kejang dan

lebih sedikit pada umur > 3-5 tahun yang mengalami demam kejang dan ada

kaitannya dengan tingkat kematangan otak pada usia < 2 tahun. Hal ini terjadi karena

serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun

dengan bertambahnya umur (Lumbantobing, 2007).

Hal ini sesuai menurut Hirzt Dan Nelson, pada tahun 2009 mengemukakan

bahwa usia rata-rata mulainya demam kejang berkisar antara 18-22 bulan, dan

Menurut Aicardi dokter yang sekarang PKL di RSUD Deli Serdang melaporkan usia

rata-rata penderita kejang demam berkisar antara 17-23 bulan, dan sedikit dijumpai

juga pada usia yang lebih tua yaitu, setelah usia 5-6 tahun (Lumbantobing, 2007).

Menurut asumsi peneliti setelah melakukan penelitian pada balita yang

mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang ini, terdapat bahwa usia 1-3 tahun

balita yang mempengruhi terjadinya demam kejang karena dipikirkan secara logika

dimana umur balita yang yang sedemikian ada kaitannya dengan tingkat kematangan

(34)

otak. Tingkat kematangan dalam bidang pertumbuhan, perkembangan, dan tingkat

kematangan otak.

5.2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang

lebih banyak dengan jenis kelamin laki-laki sebesar (63,4%) dan lebih sedikit pada

balita jenis kelamin perempuan sebesar (36,6%). Hal ini mungkin disebabkan oleh

maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang di teliti oleh Miyake 1992,

yang terdapat dalam buku (Lumbantobing, 2007) didapatkan bahwa kejang demam

lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan

yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1 dari 122 penderita kejang demam, 60 adalah

laki-laki dan 52 perempuan.

Menurut asumsi peneliti setelah melakukan penelitian pada balita yang

mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang ini, lebih banyak jenis kelamin

dengan laki-laki sebanyak 33 orang (63,4%) dan lebih sedikit dengan perempuan

sebanyak 19 orang (36,6%).

Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa balita

yang mengalami demam kejang lebih banyak jenis kelamin laki-laki, dan lebih sedikit

jenis kelamin perempuan disebabkan oleh kematangan otak yang lebih cepat pada

perempuan dibandingkan pada laki-laki. Maka dari itu demam kejang lebih sering

(35)

5.3. Suhu Badan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang

lebih banyak dengan suhu badan > 38-39˚C sebesar (52,0%) dan lebih sedikit dengan

suhu badan ≥ 40˚C sebesar (5,8%). Pada orang dewasa kira-kira 18% dari sirkulasi

total tubuh pergi ke otak.

Pada anak yang berusia 3 tahun angka ini jauh lebih tinggi yaitu sekitar 65%.

Pada anak berusia lebih muda angka ini lebih tinggi lagi. Bila suhu tubuh meningkat

beberapa derajat, aliran darah harus pula ditingkatkan untuk menjaga agar pasokan

oksigen dan glukosa ke otak tetap cukup. Bila peningkatan aliran darah tidak

mencukupi dapat memicu terjadinya kejang pada balita.

Penelitian ini sejalan dengan yang terdapat di buku Lumbantobing, 2007

dikatakan bahwa berbagai pakar belum menentukan batasnya, pada kebanyakan penelitian klinis digunakan batas suhu 38˚ C yang diambil per rectum (pengambilan suhu badan melalaui dubur). Sebenarnya, suhu yang berperan atau suhu yang dapat

mencetuskan serangan kejang ialah suhu sebelum terjadinya serangan kejang.

Menurut Friederichsen dan Melchoir 2007, dalam penelitiannya membagi

anak yang demam dalam 2 kelompok, yaitu yang mempunyai suhu di bawah 39˚C

yang di atasnya.didapatkannya bahwa insiden kejang demam balita dengan demam kejang yang bersuhu di bawah 39˚C ialah 6,3% dan yang di atasnya ialah 19%.

Menurut asumsi peneliti melakukan penelitian dengan berdasarkan tabel 4.3.

(36)

balita dengan suhu badan > 38-39˚C (52,0%) dan lebih sedikit pada balita sebanyak 3 balita dengan suhu ≥ 40˚ C (5,8%).

5.4. Riwayat Kejang Sebelumnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang

lebih banyak dengan kejang 1 kali sebesar (51,9%) dan lebih sedikit dengan kejang

> 3 kali sebesar (17,4%). Penelitian ini sejalan dengan dengan yang terdapat

Lumbantobing, 2007 dikatakan bahwa salah satu hal yang merupakan faktor resiko

berulangnya kejang demam yaitu usia anak < 15 bulan pada saat menderita kejang

demam pertama. Dari 30 balita penderita kejang demam yang memiliki status riwayat

kejang demam sebelumnya terdapat 66,7% penderita mengalami demam kejang

pertama ketika berumur < 15 bulan, 10% penderita mengalami demam kejang

pertama ketika berumur > 15 bulan dan sisanya 23,3% tidak diketahui.

Menurut asumsi peneliti melakukan penelitian dengan berdasarkan tabel 4.4.

dapat dilihat riwayat kejang sebelumnya pada balita dengan demam kejang di RSUD

Deli Serdang terdapat 27 balita dengan riwayat kejang sebanyak 1 kali (51,9%) dan

lebih sedikit terdapat 9 balita yang mengalami riwayat kejang sebelumnya sebanyak

> 3 kali (17,4%).

Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa balita usia

< 1 tahun makin muda usia anak ketika kejang pertama, maka makin besar

kemungkinan rekurensinya bila serangan pertama pada anak usia < 1 tahun sebesar

(37)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Umur balita yang mengalami demam kejang 1-3 tahun sebanyak 14 orang (26,9%)

dan lebih sedikit umur > 3-5 tahun sebanyak 10 orang (19,2%).

2. Jenis kelamin balita yang mengalami demam kejang lebih banyak pada laki-laki

sebanyak 33 orang (63,4%) dan lebih sedikit pada perempuan sebanyak 19 orang

(36,6%).

3. Suhu badan balita yang mengalami demam kejang lebih banyak pada suhu >37˚C-38˚C 27 orang (52,0%) dan lebih sedikit pada suhu >40˚C sebanyak 3 orang (5,8%).

4. Riwayat kejang sebelumnya pada balita yang mengalami demam kejang lebih

banyak selama 1 kali sebanyak 27 orang (51,9%) dan lebih sedkit pada >3 kali

sebanyak 9 orang (17,5%).

(38)

6.2. Saran

1. Diharapkan kepada orang tua balita umur 1-3 tahun agar waspada apabila balita

mengalami demam segera di berikan obat dan bila terjadi kejang segera di bawa

ke Rumah Sakit terdekat.

2. Diharapakan kepada orang tua balita lebih memperhatikan kesehatan anaknya

untuk mencegah terjadinya demam kejang terutama pada balita dengan jenis

kelamin laki-laki.

3. Diharapkan kepada orang tua balita yang mengalami demam dengan suhu

>38-39˚C agar memperhatikan kondisi balitanya untuk mencegah terjadi demam

kejang dan segera dibawa ke Rumah Sakit.

4. Diharapkan kepada orang tua balita yang pernah mengalami demam kejang

sebelumnya akan lebih memperhatikan kondisi dan kesehatan balitanya agar tidak

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Cristopher, 2012. Penderita Demam Kejang, www.share.pdf.com

Dessy, 2010. 145 Q & A (Question & Answers) Baby And Child Healt. hak cipta 2010 pada G- media

FK USU / RS H. Adam Malik Medan, Ilmu kesehatan anak .

IDAI, 2007. Demam Kejang Balita, http;//www.idai.ac.id

IDA, 2014. Demam Kejang Balita, http;//digilit.unimus.ac.id

Karimzadeh, 2008. Angka Kejadian Demam Kejang. www.share-pdf.com

Kuncoro, 2009. Angka Kematian Demam Kejang. Kamus-kedokteran blogspot.com

Lumbantobing, SM 2003. Penatalaksanaan mukhtahir kejang pada anak, Jakarta : FKUI

Lumbantobing, 2007. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Maulana, 2009. Keperawatan Anak Sakit. Penerbit buku keperawatan, Jakarta

Ngastiyah edisi 2, 2005. Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku kedokteran Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Darto, 2013. Perawatan Anak Sakit, penerbit buku kedokteran, Jakarta: EGC.

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang, 2014.

Sofwan, 2011. Cara Tepat Atasi : Kejang Pada Anak. PT. buhana ilmu popular.

Syafini, 2010-2011. Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU .

Sujono, 2009-2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak. penerbit buku kedokteran, Jakarta: EGC.

(40)

Soetomenggolo, 2007. Kejadian Demam Kejang. Elvanam dkep.blogspot.com

Sabrina, 2008. Buku Keperawatan Anak Balita, Penerbit Buku Kedokteran Jakarta :EGC

Schwartz, 2005. Kejang Demam (Febrile Convulsion) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sri, 2013. Kejang demam pada anak, penerbit buku kedokteran Jakarta EGC

(41)

DAFTAR CHEK LIST UNTUK PENGUMPULAN DATA TENTANG

KARAKTERISTIK BALITA DENGAN DEMAM KEJANG

DI RSUD DELI SERDANG

1. Data Umum

a. Register

b.Tanggal masuk

2. Data khusus karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD Deli Serdang

a. Umur 1. > 4 minngu - < 1 tahun 2. 1-3 tahun 3. > 3-5 tahun b. Jenis Kelamin 1. Laki- laki 2. Perempuan c. Suhu Badan 1. > 36˚C-38˚C 2. > 38˚C-39˚C 3. > 39˚C-40˚C 4. > 40˚C

(42)

d. Riwayat kejang sebelumnya

Apakah balita ibu pernah mengalaminya?

1. 1 kali

2. 2-3 kali

3. > 3 kali

Tidak ya

(43)

MASTER DATA BALITA DENGAN KEJADIAN DEMAM KEJANG DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

KAB. DELI SERDANG

No Umur Jenis Kelamin Suhu Badan Riwayat penyakit Kejang sebelumnya 1 1 2 3 3 2 1 2 1 3 3 2 1 2 1 4 1 2 1 3 5 3 2 3 3 6 2 1 2 1 7 1 2 4 2 8 1 2 1 2 9 1 2 1 2 10 1 2 1 3 11 2 1 2 1 12 1 2 3 2 13 3 2 1 2 14 3 2 1 2 15 1 2 1 3 16 2 1 2 1 17 2 1 3 2 18 2 1 2 1 19 2 1 2 1 20 1 2 1 2 21 1 2 1 2 22 2 1 2 1 23 2 1 1 2 24 2 1 2 1 25 2 1 2 1 26 2 1 2 1 27 2 1 2 1 28 1 2 1 3 29 1 1 2 1 30 3 2 4 2 31 1 2 3 2 32 2 1 2 1 33 2 1 2 1 34 2 1 3 3 35 3 2 4 3 36 2 1 2 1 37 2 1 2 1 38 3 1 2 1

(44)

39 2 1 2 1 40 2 1 2 1 41 2 1 2 1 42 2 1 2 1 43 2 1 3 2 44 2 1 2 1 45 3 1 2 1 46 2 1 3 2 47 3 1 2 1 48 2 1 2 1 49 2 1 2 1 50 3 2 3 2 51 3 1 2 1 52 2 1 3 2

(45)

Jenis Kelamain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki laki 33 63.5 63.5 63.5

Perempuan 19 36.5 36.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

Suhu Badan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid > 38-38,9 12 23.1 23.1 23.1

39-39,9 27 51.9 51.9 75.0

> 40 10 19.2 19.2 94.2

4 3 5.8 5.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

Riwayat Kejang Sebelumnya

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 27 51.9 51.9 51.9

tidak 16 30.8 30.8 82.7

3 9 17.3 17.3 100.0

Total 52 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 4 minggu 14 26.9 26.9 26.9

<1 tahun 28 53.8 53.8 80.8

1-3 tahun 10 19.2 19.2 100.0

Referensi

Dokumen terkait

galur wistar jantan yang signifikan antara kelompok yang diberi medikamen Kalsium Hidroksida, Mineral Trioxide Aggregate (MTA), dan Biodentin dengan kelompok

Fungsi modul utama adalah untuk mengolah data keluaran dari sensor yang selanjutnya ditampilkan oleh display LCD.. Dalam modul utama dibagi menjadi beberapa bagian,

Di sisi lain, mereka juga menggunakan produk perawatan wajah agar tetap terlihat segar dan demi menambah rasa percaya diri sehingga jelas bahwa lelaki masa kini

Catatan: Cheat ini akan tidak aktif atau mati ketika cheat ditekan untuk yang

Menimbang, bahwa keberatan Termohon/Pembanding pada angka 1 (satu) di atas tidak dapat diterima, karena Majelis Hakim Tingkat Pertama telah mempertimbangkan sedemikian rupa

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah di bidang Pengendalian Pencemaran meyakini bahwa program-program yang telah disusun dan sudah dijalankannya sesuai

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Indeks Keanekaragaman jenis amfibi (Ordo Anura) dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung termasuk rendah dengan

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya, penulis bisa menyelesaikan skiripsi dengan judul “PEMBERITAAN TENTANG ISU DEPARPOLISASI PILGUB DKI JAKARTA DI