BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intrakranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada balita berumur 6 bulan - 5 tahun sebanyak
2-4% dan paling sering terjadi pada balita usia 17-23 bulan (Ngastiyah, 2007).
Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (≥ 15 menit)
dapat menyebabkan kematian 0,64-0,74%, kerusakan saraf otak sehingga menjadi
epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Hasil pengamatan Livingston (2008)
diantara 201 pasien kejang demam sederhana 6 orang (3%) menderita epilepsi,
sedangkan diantara 297 pasien dengan epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276
orang (93%) menderita epilepsi. Biasanya antara usia 3 bulan sampai 5 tahun, sekitar
2-5% balita pernah mengalami kejang demam sebelum usia 5 tahun
(Soetomenggolo, 2007).
Pengobatan segera atau terapi sangat penting, jika tidak dilakukan kambuhnya
kejang semakin tinggi, sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami
kekambuhan sebesar 44% pada pasien yang tidak diobati dan pada pasien yang
mendapat terapi Fenobarbital maupun terapi Diazepam per rectal kekambuhan
sebesar 21% (Soetomenggolo, 2007).
Tetapi anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya suhu seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejadian kejang terjadi pada suhu 38-38,9˚C, sedangkan balita dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih (Maulana, 2009).
Demam kejang sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau
gangguan kepandaian. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat
kecil yaitu sekitar 2-3%. Risiko terbanyak adalah berulang demam kejang, yang dapat
terjadi pada 30-50% balita. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada demam kejang
kompleks (Sabrina, 2008).
Bila kejang sering berulang dan berlangsung lama (lebih dari 5 menit), bisa
mengakibatkan kerusakan sel-sel otak akibat terhambatnya aliran oksigen ke otak.
Hal ini dapat menyebabkan epilepsi berbeda-beda. Lumban Tobing (2007)
mendapatkan 6% kerusakan otak bila kejang berulang, sedangkan Livingstone (2008)
dari golongan demam kejang sederhana mendapatkan 2,9 % yang menjadi epilepsi
dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian (Ngastiyah, 2005).
Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4-5% pada
anak usia dibawah 5 tahun (Shinnar dan Glauser, 2002). Berdasarkan hasil penelitian
prospektif Sillanpaa, M.dkk (2008) di Finlandia diperoleh insidens rate kejang
demam 6,9% pada anak usia 4 tahun (Sillanpaa, 2008). Berdasarkan hasil penelitian
pada 302 penderita kejang demam diperoleh 73,2% penderita merupakan penderita
kejang demam sederhana dan 26,8% merupakan penderita kejang demam kompleks
(Karimzadeh, 2008).
Di Indonesia khususnya di daerah Tegal, Jawa Tengah tercatat 6 balita
meninggal akibat serangan demam kejang dari 62 kasus penderita demam kejang. Di
negeri yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi
dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap pertumbuhan anak,
sekitar 70-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan
sisanya merupakan kejang demam kompleks. Di Indonesia pada tahun 1967 kejang
demam termasuk sebagai lima penyakit anak terpenting di RS Cipto Mangunkusumo
sebesar 7,4%, meningkat pada tahun 1971 dengan kejadian demam kejang sebesar
22,2% (Kuncoro, 2009).
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan penderitanya
lebih tinggi sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam
kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti (Selamihardja, 2006). 2-5% dari
seluruh anak di dunia yang berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang
demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia < 5 tahun (Christopher, 2012).
Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama
(Vestergaard, 2006).
Di seluruh Indonesia (2014) saat ini terdapat 70% kematian balita disebabkan
infeksi masih menjadi penyebab kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam
tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam, demam
merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2006).
Karakteristik balita demam kejang terjadi pada usia balita antara 6 bulan - 4
tahun dengan suhu 100˚F ≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung ≤ 30 menit.
Terdapat lebih banyak jenis kelamin pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1. Tinggi suhu badan segera setelah terjadinya kejang (dalam waktu ≤ 15 menit), suhu rata-rata 39,0˚C dengan rentangan 37,8-41,5˚C. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara
38,3-41,4˚C (Lumbantobing, 2007).
Beberapa ciri-ciri dan tanda gejala balita mengalami demam kejang seperti,
kenaikan suhu yang tinggi, pucat, pingsan, lidah atau pipi yang tergigit, gigi atau
rahang yang terkatup rapat, mengeluarkan air kemih dan tinja di luar kesadarannya,
gangguan pernapasan, kulit kebiruan, mata terbelak ke atas disertai kekakuan dan
kelemahan, kejang berlangsung singkat, serangan tonik klonik (dapat berhenti
sendiri) dan disertai adanya gerakan sentakan berulang (Lumbantobing, 2007).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014 di
RSUD Deli Serdang sebanyak 52 orang balita (52%) yang mengalami demam kejang
dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik umtuk melakukan
penelitian tentang “Karakteristik Balita Dengan Demam Kejang Di RSUD Deli
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik balita dengan demam kejang di Ruang Anak RSUD
Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli Serdang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur balita yang mengalami demam
kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin balita yang mengalami
demam kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu badan balita yang mengalami demam
kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi riwayat kejang sebelumnya pada balita
yang mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
Diharapakan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk melakukan penelitian selanjutnya, juga menjadi bekal bagi peneliti
dalam memberikan pelayanan kesehatan saat bekerja di lapangan nanti.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan, sebagai sumber
bahan bacaan bagi perpustakaan di institusi pendidikan dan sebagai bahan
tambahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan demam kejang.
1.4.3. Bagi Lahan Penelitian
Dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan tentang karakteristik balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Kejang 2.1.1. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering di
jumpai pada anak, terutama pada golongan balita umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% dari balita yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Pada percobaan binatang suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
bangkitan kejang (Ngastiyah, 2005).
2.1.2. Etiologi
Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial meliputi:
a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
b. Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
c. Kongenital: disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial, meliputi:
a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
b. Toksik: intoksikasi, anestesi lokal, sindroma putus obat.
c. Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
2.1.3. Klasifikasi
Kejang Demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Kejang demam sederhana: Kejang bersifat umum (biasanya seluruh tubuh
kejang, tangan ke atas dan mata terbalik), sering terjadi pada anak (sekitar 80%
dari seluruh kejang demam), lama bangkitan berlangsung kurang dari 15 menit,
dalam waktu periode demam tidak ada bangkitan kejang berulang dalam 24 jam,
kemungkinan epilepsi di kemudian hari .
2. Kejang demam kompleks: Lama bangkitan kejang lebih dari 15 menit,
manifestasi kejang bersifat lokal (sebagian anggota tubuh saja), didapatkan
bangkitan kejang berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam, kemungkinan
epilepsi di kemudian hari sangat jarang (4%).
2.1.4. Penyebab
1. Demam (tersering), mengalami serangan kejang selama 4 menit dengan suhu 38,9˚C dan menderita radang tenggorok inilah yang dapat menyebabkan timbulnya demam.
2. Epilepsi yaitu gangguan pada otak atau gangguan neurologis yang bersifat kronis
dan ditandai oleh timbulnya kejang berulang akibat implus saraf di otak yang
3. Tumor otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak, penyakit yang disebabkan
karena pertumbuhan yang tidak normal pada sel-sel dalam otak yang biasa
menjadi pemicu dari terjadinya penyakit kanker atau penyakit non kanker.
4. Gangguan metabolik: gangguan pencernaan seperti radang lambung dan usus
(gastroenteritis).
5. Trauma kepala (terjatuh, terpukul) yaitu trauma pada kulit kepala, tengkorak dan
otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian.
6. Infeksi (meningitis/ensefalitis) adalah salah satu penyakit yang menyerang otak,
Salah satu penyebabnya adalah infeksi bakteri.
7. Keracunan disebabkan oleh makanan yang akan menyebabkan timbulnya bakteri
atau virus seperti salmonella, shigella, dan escherichia coli yang menimbulkan
infeksi diserti dengan demam.
8. Kelainan bawaan pada pembuluh darah otak (aneurisma) adalah kelainan
pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding
pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif
tinggi.
9. Perdarahan di dalam kepala seperti perdarahan intrakranial akibat molding yang
terlalu hebat atau robekan dari bridging vein yang menyebabkan perdarahan
2.1.5. Gejala
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain adalah:
anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba) kejang tonik, klonik, pingsan yang berlangsung selama 30
detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan
kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan
jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-30 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang
kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya
tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernapasan, apneu (henti napas), dan
kulitnya kebiruan (Sri, 2013).
Setelah mengalami kejang, biasanya:
a. Akan kembali sadar dalam beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) sakit kepala.
c. Mengantuk.
d. Linglung sementara dan sifatnya ringan.
e. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit maka kemungkinan terjadi
2.1.6. Patologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut
dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI).
Akhirnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP–ase yang
terdapat pada permukaan sel (Ngastiyah, 2007).
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion membran di ruang ekstraselular.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter “ dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38˚C sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai ≥ 40˚C. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien
menderita kejang (Ngastiyah, 2005).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (≥ 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
oleh skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama (Lumbantobing, 2007).
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan premeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi ‘’matang’’ di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaianan di otak
hingga terjadi epilepsi (Ngastiyah, 2005).
2.1.7. Diagnosa
a. Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah,
ibu atau saudara kandung).
b. Keluhan pemeriksaan saraf (neurologis): Tidak didapatkan kelainan pemeriksaan
laboratorium: pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi
sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).
c. Pemeriksaan Rongent/X Ray (Radiologi): X-ray kepala, CT Scan kepala atau MRI
tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.
d. Pemeriksaan cairan otak (cairan serebrospinal (CSS): Tindakan fungsi lumbal
untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan fungsi lumbal dikerjakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bayi < 12 bulan: diharuskan
2. Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
e. Pemeriksaan rekam otak (EEG): tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang
demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikasi pada anak usia > 6
tahun atau kejang demam fokal) (Darto, 2013).
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosinya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Angka kejadian berbeda-beda tergantung dari cara
penelitiannya (Lumbantobing 2007) mendapat 6%. Sedangkan (Livingstone 2008)
dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsi,
dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang tergantung
dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelianan saraf sebelum balita menderita
kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka di kemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13% dibanding bila hanya
serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja. Hemiparesis biasanya terjadi pada
pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat
umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.
Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas
(Ngastiyah, 2005).
2.1.8. Gambaran Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat, misalnya bronchitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat. Umumnya kejang
berhenti sendiri, begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun sadar kembali
tanpa adanya kelaianan saraf.
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menghadapai balita dengan demam kejang, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang
atau gejala yang manakah yang mengakibatkan balita menderita epilepsi (Ngastiyah,
2005).
Untuk itu Living-Ston membuat kriteria dan membagi demam kejang atas 2
golongan yaitu:
1. Demam kejang sederhana (simple fibrile convulsion).
2.1.9. Komplikasi
Kerusakan sel otak yaitu meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput
(meningitis) yang mengelilingi system saraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang
belakang mengalami peradangan sehingga menyebabkan kecerdasan dan
perkembangan tidak optimal. Kelumpuhan terjadi pada penderita yang mengalami demam kejang yang lama (berlangsung ≥ setengah jam) baik bersifat umum maupun kejang fokal. Dan penurunan IQ pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologic ditemukan IQ yang lebih rendah,
menyebabkan gangguan belajar dan tingkah laku tidak terbukti muncul pada anak
dengan riwayat kejang (Lumbantobing, 2007).
Kejang demam dapat mengakibatkan (Sofwan, 2011):
1. Komplikasi sangat jarang ditemui setelah kejang demam.
2. Kecacatan atau gangguan neurologis, gangguan perkembangan, dan kematian pun
belum pernah dilaporkan.
3. Epilepsi dapat terjadi, tetapi jarang (hanya pada sekitar 4% kasus, terutama jenis
kejang demam kompleks).
2.1.10. Penanganan
2.1.10.1. Pengobatan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien di rumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya
adalah 0,3 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun
dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak
boleh melebihi 50 mg persuntikan.
2. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian
dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama.
Apabila masih kejang maka di tunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
3. Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiperektensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir.
4. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
5. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial juga pemberian cairan yang mengandung
natrium (NaCl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata untuk anak terlihat
Tabel 2.1. Kebutuhan Cairan Rata-rata Untuk Anak Balita
Umur BB kg Kebutuhan Cairan/Kg BB
0 – 3 Hari 3 150 3-10 hari 3,5 125-150 3 bulan 5 140-160 6 bulan 7 135-155 9 bulan 8 125-145 1 tahun 9 120-135 2 tahun 11 110-120 4 tahun 16 100-110 6 tahun 20 85-100 10 tahun 28 70-85 14 tahun 35 50-60
6. Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan
metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat lebih rendah. Kompres diletakkan pada jaringan
penghantar panas yang banyak seperti anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher,
lipatan dada, serta area pembuluh darah yang besar seperti leher. Tindakan ini
dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/
kg BB/hari (terbagi dalam 3 pemberian).
7. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurangi edem otak seperti deksametason 0,5-1 ampul setiap 6
jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperektensi tetapi lebih tinggi dari
anggota tubuh yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang lebih 15˚ (posisi tubuh pada garis lurus).
8. Untuk pengobatan setelah pasien bebas dari kejang pasca pemberian diazepam,
maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus,
50 mg pada anak usia 1 bulan - 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan teknik pemberian intramuscular.
9. Pengobatan penyebab karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akaibat infeksi seperti di telinga, saluran pernafasan, tonsil
maka pemeriksaan kultur jaringan, pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan
penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab
infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis
antibiotic yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
(Sujono, 2009).
2.1.10.2. Penanganan Kejang Demam Non Medis
1. Tenangkan diri anda dan jangan panik. Langkah pertama sangat penting karena
akan membantu langkah berikutya.
2. Lepaskan atau longgarkan pakaian balita agar ia dapat bernafas dengan baik.
3. Posisikan kepala balita miring ke satu sisi jika balita terlihat muntah atau
mengeluarkan lender atau liur dari mulutnya agar balita tidak tersedak. Posisi
miring memastikan lidah tidak menutupi jalan nafas.
4. Jauhkan balita dari benda tajam di sekitar balita agar tidak menabrak
benda-benda lainnya.
5. Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulutnya (sendok, jari, pen, dll).
mengatup-ngatupkan giginya dengan kuat), tetapi memasukkan benda ke dalam
mulut justru malah merugikan karena dapat membuat balita trauma berdarah.
Resiko lidah tergigit sangat kecil, dan sekali pun tidak mengakibatkan sesuatu
yang serius, seperti lidah putus.
6. Bila anda memiliki obat kejang (diazepam) yang dimasukkan lewat anus segera
masukkan ke dalm anus. Perhitungan dosis yang mudah adalah jika berat badan ≤ 10 kg, gunakan dosis 5mg, sedangkan jika berat badan anak ≥ 10 kg, gunakan dosis 10 mg. masukkan ujung tip dosis dan pencet sampai obatnya habis.
Diazepam per rectal dapat diulang 5 menit kemudian bila kejang belum berhenti.
7. Anda tidak perlu menahan gerakan kejangnya secara berlebihan, karena nanti
akan berhenti dengan sendirinya.
8. Cobalah untuk mengukur suhu tubuh balita, menghitung lama kejang, dan
bagaimana kejangnya, catat hasilnya.
9. Umumnya, setelah kejang berhenti balita akan tertidur. Kompres dengan air
hangat untuk menurunkan panas tubuhnya.
10. Jangan sekali-kali mencoba untuk memasukkan minuman, makanan, atau obat,
baik pada saat kejang maupun sesaat balita berhenti kejang, Karena balita dapat
tersedak dan menimbulkan akibat yang lebih serius.
11. Bawa anak ke dokter bila kejang tidak berhenti atau kejang berlansung cukup lama (≥ 5 menit) (Sofwan, 2011).
2.1.10.3. Pengobatan Profilaksis Jangka Panjang
1. Pencegahan Berkala (Intermiten)
Untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/kg BB/dosis PO dan
antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.
2. Pencegahan Kontiniu
Untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/kg BB/hari
PO dibagi dalam 2-3 dosis. (Darto, 2013).
2.1.10.4. Pengobatan Profilaksis Jangka Pendek
1. Pengobatan profilaksis jangka pendek untuk menurunkan demam dengan
pemberian obat antiretika seperti paracetamol 10 mg/kg/BB dosis melalui oral
atau minum.
2. Bisa juga dengan pemberian obat jenis ibuprofen 5-10 mg/kg/BB dosis PO,
keduanya diberikan 3-4 kali perhari.
3. Pemberian kompres sebaiknya dilakukan dengan segera bila suhu > 39˚C lakukan kompres dengan air hangat, bila suhu > 38˚C cukup melakukan kompres dengan air biasa.
4. Pemberian diazepam juga bisa diberikan secara oral dengan dosis 0,3-0,5
2.2. Karakteristik Balita Demam Kejang
Kejang demam bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri
yang kejang sama seperti yang kanan, usia balita antara 6 bulan-4 tahun dengan suhu 100˚F ≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung ≤ 30 menit. Keadaan fungsi saraf normal dan setelah kejang juga tetap normal (Lumbantobing, 2007).
Menurut Consensus Statement On Febrile Seizures (2004), kejang demam
adalah suatu kejadian pada balita atau anak biasaya terjadi antara umur 3 bulan-5
tahun. Berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu kejang demam terjadi pada 2-4 % balita berumur
6 bulan-5 tahun balita yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 5 tahun
mengalami kejang di dahului demam kemungkinan lain misalanya infeksi SSP atau
epilepsi.
Pada umumnya, kejang demam terjadi berulang kali, tetapi tidak di hari yang
sama. Pada usia 6 bulan ke atas, seorang balita yang pernah sekali mengalami kejang
demam memilki risiko untuk mengalami hal serupa hingga sekitar usia 5 tahun. Dan
pada umumnya, kejang sudah jarang terjadi di atas usia 5 tahun (Sofwan, 2011).
2.2.1. Umur
a. Sebanyak 3% balita berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur.
Hirtz dan Nelson 2009 mengemukakan bahwa usia rata-rata mulainya kejang
demam berkisar antar 18-23 bulan (Lumbantobing, 2007).
2.2.2. Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang
lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering di
jumpai pada balita laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan yang berkisar
antara 1,4:1 dan 1,2:1. Dari 122 penderita kejang demam oleh Miyake (1992) terdapat
60 adalah laki-laki dan 52 perempuan (Lumbantobing, 2007).
2.2.3. Suhu Badan
Suhu yang berperan atau suhu yang dapat mencetuskan serangan kejang ialah
suhu sebelum terjadinya serangan kejang. Tingginya suhu badan segera setelah terjadinya kejang (dalam waktu ≤ 15 menit) pada 201 penderita kejang demam. Suhu rata-rata yang diambil secara rectal, ialah 39,0˚C, dengan rentangan 37,8-41,5˚C
(Lumbantobing, 2007).
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi
suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang
kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3-41,4°C. Adanya
kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain
kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak
dengan nilai ambang kejang yang rendah (Lumbantobing, 2007).
2.2.4. Riwayat Kejang Sebelumnya
Riwayat kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang demam
sebelumnya yang sering terjadi terdapat serangan kejang tertinggi adalah 1 kali.
Salah satu hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu
usia < 15 bulan pada saat menderita demam kejang pertama. Adanya perbedaan
riwayat kejang demam sebelumnya ini menerangkan bahwa dari usia balita < 15
bulan, lebih banyak yang mengalami riwayat kejang sebelumnya dan sedikit yang
mengalami riwayat kejang sebelumnya ketika balita berumur > 15 bulan .
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik Balita Dengan Demam Kejang yaitu:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suhu badan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat
deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD
Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.Deli
Serdang. Lokasi ini dipilih karena di RSUD Deli Serdang terdapat banyak kasus pada
balita yang mengalami demam kejang sebesar 52%.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2014.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang mengalami demam
kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang pada bulan
Maret–Mei 2014 sebanyak 52 orang balita.
3.3.2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai
sampel (total sampling) yaitu 52 balita (Notoatmodjo, 2010).
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data
a. Data Sekunder
Data sekunder data yang diperoleh dari RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Kabupaten Deli Serdang.
3.5. Definisi Operasional
1. Umur adalah lamanya hidup seseorang yang dihitung dari kelahiran sampai dengan
saat ini yang diukur dengan angka.
Kategori Umur:
1. 4 minggu
2. < 1 tahun
3. 1-3 tahun
4. > 3-5 tahun
2. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin balita yang mengalami demam kejang di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang, yaitu:
Kategori Jenis Kelamin:
1. Laki-laki
3. Suhu Badan adalah temperatur suhu badan balita yang mengalami demam kejang
di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
Kategori Suhu Badan:
1. > 38-38,9˚C
2. 39-39,9˚C
3. ≥ 40 ˚ C ( G.Herlitz )
4. Riwayat kejang sebelumnya adalah riwayat kejang balita yang mengalami demam
kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
Kategori Riwayat Kejang Sebelumnya:
Apakah balita ibu pernah mengalaminya: ya atau tidak.
1. 1 kali
2. 2-3 kali
3. > 3 kali
3.6. Pengolahan Data Dan Analisa Data 3.6.1. Pengolahan Data
Langkah – langkah dalam mengelola data menurut Notoatmodjo (2010), adalah
sebagai berikut:
1. Editing (Seleksi Data)
Data yang telah dikumpulkan, dilakukan pengecekan dan perbaikan apabila
2. Coding (Pemberian Kode)
Hasil jawaban dari satu pertanyaan diklasifikasikan dengan member kode sesuai
dengan petunjuk yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Tabulating (Pengelompokan Data)
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tentu di kumpulkan kedalam master
tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
4. Data Entry
Adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel
atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
5. Cleaning (Pembersih Data)
Pengecekan data kembali untuk kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan
kode, ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi.
3.6.2. Analisa data 1. Analisa Univariat
Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, suhu badan dan riwayat kejang
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Deli Serdang Medan merupakan sebuah rumah sakit
pemerintah yang dikelola Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Lubuk Pakam Deli
Serdang ,Jl.Thamrin, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Rumah
Sakit Umum Deli Serdang mulai berfungsi sejak tanggal 03 Februari 1964 dengan
pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap baru.
RSUD Deli Serdang termasuk Rumah Sakit Umum kelas B.
1. Visi RSUD Deli Serdang
a. Visi RSUD Deli Serdang adalah pelayanan yang unggul dalam mutu prima
dalam pelayanan dan menjadi pusat rujukan.
b. Pelayanan kesehatan yang paripurna dan pro aktif untuk mewujudkan
masyarakat sehat.
2. Misi RSUD Deli Serdang
a. Memberikan pelayanan yang professional, terjangkau, mudah, serta
bertanggung jawab.
b. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuwantitas SDM maupun
sarana dan prasarana sesuai kebutuhan secara universal terarah dan
berkesinambungan.
c. Mengembangkan system administrasi informasi, dan komunikasi serta
pengelolaan data dan pelaporan secara cepat dan akurat.
d. Membina dan mengembangkan hubungan kerja sama sektor pelayanan
kesehatan pendidikan, penelitian, dan lingkungan dengan instansi,
perusahaan, lembaga, pendidikan, serta lembaga sosial.
e. Meningkatkan serta mengembangkan system management yang transparan
serta akomodatif, dan responsif.
4.2. Analisa Univariat
Analisa univariat dalam penelitian ini adalah terdiri dari umur, jenis kelamin,
suhu badan dan riwayat kejang sebelumnya dan dapat dilihat pada tabel berikut:
4.2.1. Distribusi Frekuensi Umur Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat umur balita dengan demam kejang berdasarkan umur dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
No Status Umur F % 1 2 3 >4 minggu- <1 tahun 1-3 tahun >3-5 tahun 14 28 10 26,9 53,9 19,2 Total 52 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian demam kejang
lebih banyak terjadi pada balita umur 1-3 tahun sebanyak 28 balita (53,9 %) dan lebih
4.2.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang No Jenis Kelamin F % 1 2 Laki-laki Perempuan 33 19 63,4 36,6 Total 52 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis kelamin balita yang
mengalami demam kejang lebih banyak dengan laki-laki sebanyak 33 orang (63,4%)
dan lebih sedikit dengan perempuan sebanyak 19 orang (36,6%).
4.2.3. Distribusi Frekuensi Suhu Badan Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan suhu
badan dapat dilhat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Suhu Badan Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang No Suhu Badan F % 1 2 3 4 > 36-38 ˚ C > 38-39 ˚ C > 39-40 ˚ C ≥ 40 ˚ C 12 27 10 3 23,0 52,0 19,2 5,8 Total 52 100
Berdaskan tabel di atas dapat dilihat, bahwa suhu badan balita yang megalami
demam kejang lebih banyak dengan suhu badan > 38–39 ˚C yaitu 27 orang (52,0%)
dan lebih sedikit dengan suhu ≥ 40˚ C yaitu 3 penderita (5,8%).
4.2.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Kejang Sebelumnya Pada Balita yang mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat karakteristik balita dengan demam kejang berdasarkan riwayat
kejang sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Kejang Sebelumnya Pada Balita yang Mengalami Demam Kejang di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
No Riwayat Kejang Demam Sebelumnya F % 1 2 3 1 kali 2-3 kali > 3 kali 27 16 9 51,9 30,7 17,4 Total 52 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat, bahwa riwayat demam kejang lebih
banyak dengan kejang 1 kali sebanyak 27 balita (51,9%), dan lebih sedikit dengan
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang
lebih banyak dengan umur 1-3 tahun sebesar (53,9%) dan lebih sedikit dengan umur
> 3-5 tahun sebesar (19,2%). Faktanya dapat disimpulkan bahwa semakin rendah
umur balita di usia 1-3 tahun semakin banyak yang mengalami demam kejang dan
lebih sedikit pada umur > 3-5 tahun yang mengalami demam kejang dan ada
kaitannya dengan tingkat kematangan otak pada usia < 2 tahun. Hal ini terjadi karena
serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur (Lumbantobing, 2007).
Hal ini sesuai menurut Hirzt Dan Nelson, pada tahun 2009 mengemukakan
bahwa usia rata-rata mulainya demam kejang berkisar antara 18-22 bulan, dan
Menurut Aicardi dokter yang sekarang PKL di RSUD Deli Serdang melaporkan usia
rata-rata penderita kejang demam berkisar antara 17-23 bulan, dan sedikit dijumpai
juga pada usia yang lebih tua yaitu, setelah usia 5-6 tahun (Lumbantobing, 2007).
Menurut asumsi peneliti setelah melakukan penelitian pada balita yang
mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang ini, terdapat bahwa usia 1-3 tahun
balita yang mempengruhi terjadinya demam kejang karena dipikirkan secara logika
dimana umur balita yang yang sedemikian ada kaitannya dengan tingkat kematangan
otak. Tingkat kematangan dalam bidang pertumbuhan, perkembangan, dan tingkat
kematangan otak.
5.2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang
lebih banyak dengan jenis kelamin laki-laki sebesar (63,4%) dan lebih sedikit pada
balita jenis kelamin perempuan sebesar (36,6%). Hal ini mungkin disebabkan oleh
maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang di teliti oleh Miyake 1992,
yang terdapat dalam buku (Lumbantobing, 2007) didapatkan bahwa kejang demam
lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan
yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1 dari 122 penderita kejang demam, 60 adalah
laki-laki dan 52 perempuan.
Menurut asumsi peneliti setelah melakukan penelitian pada balita yang
mengalami demam kejang di RSUD Deli Serdang ini, lebih banyak jenis kelamin
dengan laki-laki sebanyak 33 orang (63,4%) dan lebih sedikit dengan perempuan
sebanyak 19 orang (36,6%).
Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa balita
yang mengalami demam kejang lebih banyak jenis kelamin laki-laki, dan lebih sedikit
jenis kelamin perempuan disebabkan oleh kematangan otak yang lebih cepat pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki. Maka dari itu demam kejang lebih sering
5.3. Suhu Badan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang
lebih banyak dengan suhu badan > 38-39˚C sebesar (52,0%) dan lebih sedikit dengan
suhu badan ≥ 40˚C sebesar (5,8%). Pada orang dewasa kira-kira 18% dari sirkulasi
total tubuh pergi ke otak.
Pada anak yang berusia 3 tahun angka ini jauh lebih tinggi yaitu sekitar 65%.
Pada anak berusia lebih muda angka ini lebih tinggi lagi. Bila suhu tubuh meningkat
beberapa derajat, aliran darah harus pula ditingkatkan untuk menjaga agar pasokan
oksigen dan glukosa ke otak tetap cukup. Bila peningkatan aliran darah tidak
mencukupi dapat memicu terjadinya kejang pada balita.
Penelitian ini sejalan dengan yang terdapat di buku Lumbantobing, 2007
dikatakan bahwa berbagai pakar belum menentukan batasnya, pada kebanyakan penelitian klinis digunakan batas suhu 38˚ C yang diambil per rectum (pengambilan suhu badan melalaui dubur). Sebenarnya, suhu yang berperan atau suhu yang dapat
mencetuskan serangan kejang ialah suhu sebelum terjadinya serangan kejang.
Menurut Friederichsen dan Melchoir 2007, dalam penelitiannya membagi
anak yang demam dalam 2 kelompok, yaitu yang mempunyai suhu di bawah 39˚C
yang di atasnya.didapatkannya bahwa insiden kejang demam balita dengan demam kejang yang bersuhu di bawah 39˚C ialah 6,3% dan yang di atasnya ialah 19%.
Menurut asumsi peneliti melakukan penelitian dengan berdasarkan tabel 4.3.
balita dengan suhu badan > 38-39˚C (52,0%) dan lebih sedikit pada balita sebanyak 3 balita dengan suhu ≥ 40˚ C (5,8%).
5.4. Riwayat Kejang Sebelumnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang
lebih banyak dengan kejang 1 kali sebesar (51,9%) dan lebih sedikit dengan kejang
> 3 kali sebesar (17,4%). Penelitian ini sejalan dengan dengan yang terdapat
Lumbantobing, 2007 dikatakan bahwa salah satu hal yang merupakan faktor resiko
berulangnya kejang demam yaitu usia anak < 15 bulan pada saat menderita kejang
demam pertama. Dari 30 balita penderita kejang demam yang memiliki status riwayat
kejang demam sebelumnya terdapat 66,7% penderita mengalami demam kejang
pertama ketika berumur < 15 bulan, 10% penderita mengalami demam kejang
pertama ketika berumur > 15 bulan dan sisanya 23,3% tidak diketahui.
Menurut asumsi peneliti melakukan penelitian dengan berdasarkan tabel 4.4.
dapat dilihat riwayat kejang sebelumnya pada balita dengan demam kejang di RSUD
Deli Serdang terdapat 27 balita dengan riwayat kejang sebanyak 1 kali (51,9%) dan
lebih sedikit terdapat 9 balita yang mengalami riwayat kejang sebelumnya sebanyak
> 3 kali (17,4%).
Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa balita usia
< 1 tahun makin muda usia anak ketika kejang pertama, maka makin besar
kemungkinan rekurensinya bila serangan pertama pada anak usia < 1 tahun sebesar
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Umur balita yang mengalami demam kejang 1-3 tahun sebanyak 14 orang (26,9%)
dan lebih sedikit umur > 3-5 tahun sebanyak 10 orang (19,2%).
2. Jenis kelamin balita yang mengalami demam kejang lebih banyak pada laki-laki
sebanyak 33 orang (63,4%) dan lebih sedikit pada perempuan sebanyak 19 orang
(36,6%).
3. Suhu badan balita yang mengalami demam kejang lebih banyak pada suhu >37˚C-38˚C 27 orang (52,0%) dan lebih sedikit pada suhu >40˚C sebanyak 3 orang (5,8%).
4. Riwayat kejang sebelumnya pada balita yang mengalami demam kejang lebih
banyak selama 1 kali sebanyak 27 orang (51,9%) dan lebih sedkit pada >3 kali
sebanyak 9 orang (17,5%).
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada orang tua balita umur 1-3 tahun agar waspada apabila balita
mengalami demam segera di berikan obat dan bila terjadi kejang segera di bawa
ke Rumah Sakit terdekat.
2. Diharapakan kepada orang tua balita lebih memperhatikan kesehatan anaknya
untuk mencegah terjadinya demam kejang terutama pada balita dengan jenis
kelamin laki-laki.
3. Diharapkan kepada orang tua balita yang mengalami demam dengan suhu
>38-39˚C agar memperhatikan kondisi balitanya untuk mencegah terjadi demam
kejang dan segera dibawa ke Rumah Sakit.
4. Diharapkan kepada orang tua balita yang pernah mengalami demam kejang
sebelumnya akan lebih memperhatikan kondisi dan kesehatan balitanya agar tidak
DAFTAR PUSTAKA
Cristopher, 2012. Penderita Demam Kejang, www.share.pdf.com
Dessy, 2010. 145 Q & A (Question & Answers) Baby And Child Healt. hak cipta 2010 pada G- media
FK USU / RS H. Adam Malik Medan, Ilmu kesehatan anak .
IDAI, 2007. Demam Kejang Balita, http;//www.idai.ac.id
IDA, 2014. Demam Kejang Balita, http;//digilit.unimus.ac.id
Karimzadeh, 2008. Angka Kejadian Demam Kejang. www.share-pdf.com
Kuncoro, 2009. Angka Kematian Demam Kejang. Kamus-kedokteran blogspot.com
Lumbantobing, SM 2003. Penatalaksanaan mukhtahir kejang pada anak, Jakarta : FKUI
Lumbantobing, 2007. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maulana, 2009. Keperawatan Anak Sakit. Penerbit buku keperawatan, Jakarta
Ngastiyah edisi 2, 2005. Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku kedokteran Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
Darto, 2013. Perawatan Anak Sakit, penerbit buku kedokteran, Jakarta: EGC.
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang, 2014.
Sofwan, 2011. Cara Tepat Atasi : Kejang Pada Anak. PT. buhana ilmu popular.
Syafini, 2010-2011. Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU .
Sujono, 2009-2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak. penerbit buku kedokteran, Jakarta: EGC.
Soetomenggolo, 2007. Kejadian Demam Kejang. Elvanam dkep.blogspot.com
Sabrina, 2008. Buku Keperawatan Anak Balita, Penerbit Buku Kedokteran Jakarta :EGC
Schwartz, 2005. Kejang Demam (Febrile Convulsion) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sri, 2013. Kejang demam pada anak, penerbit buku kedokteran Jakarta EGC
DAFTAR CHEK LIST UNTUK PENGUMPULAN DATA TENTANG
KARAKTERISTIK BALITA DENGAN DEMAM KEJANG
DI RSUD DELI SERDANG
1. Data Umum
a. Register
b.Tanggal masuk
2. Data khusus karakteristik balita dengan demam kejang di RSUD Deli Serdang
a. Umur 1. > 4 minngu - < 1 tahun 2. 1-3 tahun 3. > 3-5 tahun b. Jenis Kelamin 1. Laki- laki 2. Perempuan c. Suhu Badan 1. > 36˚C-38˚C 2. > 38˚C-39˚C 3. > 39˚C-40˚C 4. > 40˚C
d. Riwayat kejang sebelumnya
Apakah balita ibu pernah mengalaminya?
1. 1 kali
2. 2-3 kali
3. > 3 kali
Tidak ya
MASTER DATA BALITA DENGAN KEJADIAN DEMAM KEJANG DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
KAB. DELI SERDANG
No Umur Jenis Kelamin Suhu Badan Riwayat penyakit Kejang sebelumnya 1 1 2 3 3 2 1 2 1 3 3 2 1 2 1 4 1 2 1 3 5 3 2 3 3 6 2 1 2 1 7 1 2 4 2 8 1 2 1 2 9 1 2 1 2 10 1 2 1 3 11 2 1 2 1 12 1 2 3 2 13 3 2 1 2 14 3 2 1 2 15 1 2 1 3 16 2 1 2 1 17 2 1 3 2 18 2 1 2 1 19 2 1 2 1 20 1 2 1 2 21 1 2 1 2 22 2 1 2 1 23 2 1 1 2 24 2 1 2 1 25 2 1 2 1 26 2 1 2 1 27 2 1 2 1 28 1 2 1 3 29 1 1 2 1 30 3 2 4 2 31 1 2 3 2 32 2 1 2 1 33 2 1 2 1 34 2 1 3 3 35 3 2 4 3 36 2 1 2 1 37 2 1 2 1 38 3 1 2 1
39 2 1 2 1 40 2 1 2 1 41 2 1 2 1 42 2 1 2 1 43 2 1 3 2 44 2 1 2 1 45 3 1 2 1 46 2 1 3 2 47 3 1 2 1 48 2 1 2 1 49 2 1 2 1 50 3 2 3 2 51 3 1 2 1 52 2 1 3 2
Jenis Kelamain
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid laki laki 33 63.5 63.5 63.5
Perempuan 19 36.5 36.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Suhu Badan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid > 38-38,9 12 23.1 23.1 23.1
39-39,9 27 51.9 51.9 75.0
> 40 10 19.2 19.2 94.2
4 3 5.8 5.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
Riwayat Kejang Sebelumnya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 27 51.9 51.9 51.9
tidak 16 30.8 30.8 82.7
3 9 17.3 17.3 100.0
Total 52 100.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 4 minggu 14 26.9 26.9 26.9
<1 tahun 28 53.8 53.8 80.8
1-3 tahun 10 19.2 19.2 100.0