• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

17

BAB II KAJIAN TEORI A. Interaksi Sosial Teman Sebaya

Manusia pada dasarnya terlahir dengan membawa empat dimensi penting pada dirinya, dua diantara dimensi tersebut adalah dimensi

keindividualan dan dimensi kesosialan.1 Sebagai makhluk individual manusia

memiliki motif atau dorongan untuk mengadakan hubungan ke dalam dirinya sendiri,

Sedangkan manusia jika ditinjau dari dimensi kesosialan, merupakan makhluk yang senantiasa memiliki dorongan sosial. Dengan adanya dorongan sosial pada diri manusia, maka manusia akan berusaha mencari orang lain untuk mengadakan hubungan ataupun interaksi. Dengan demikian akan terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain.

1. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu yang satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, sehingga terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik.2

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah,

atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.3

1

Prayitno dan erman Amti, Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal 12 2 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), hal 57

3

(2)

Dari penjelasan di atas, interaksi sosial dapat didefinisikan sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu lain atau lebih, dan interaksi tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku individu satu sama lain.

Sejalan dengan itu, interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin manusia ada dalam kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup yang baru apabila setiap

orang dalam pergaulan itu tidak terlibat dalam suatu interaksi. 4

Menurut Kustur (dalam Abu Ahmadi) interaksi sosial adalah interaksi yang berfungsi sebagai jenis relasi sosial dinamis, baik itu secara individu, kelompok, kelompok dan kelompok serta kelompok dan

individu.5Selanjutnya, Sahnnan dan Weave menyebutkan bahwa

komunikasi adalah bentuk interaksi manusia untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja, terbatas atau tidak terbatas pada komunikasi yang menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal

ekspresi muka, lukisan seni dan teknologi.6

Didalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Individu dapat melebur diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat

4

Soejono Soekanto, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal 55 5 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2009), hal 53

(3)

mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu sesuai

dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.7

Dari uraian dan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat dipahami bahwa interaksi sosial merupakan suatu bentuk hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih. Interaksi sosial tidak hanya sekedar hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan juga terjadinya kondisi yang saling mempengaruhi di antara individu dengan individu lainnya, atau dengan kelompok yang saling mempengaruhi aktivitas mereka dan di dalamnya terdapat peran yang dimainkan secara aktif.

2. Jenis-jenis Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang diperlihatkan oleh masing-masing individu

akan berbeda-beda. Semua ini sesuai dengan motif interaksi yang dimiliki. Interaksi yang diperlihatkan individu dapat berupa8 :

a. Interaksi antara individu dengan individu. b. Interaksi antara individu dengan kelompok. c. Interaksi antara kelompok dengan kelompok.

Selanjutnya, menurut Niclos yang membedakan dua jenis interaksi berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses pola interaksi, yaitu :

7

Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), hal 57 8 Ibid,

(4)

a. Interaksi dyadic, terjadi apabila hanya dua orang yang terlibat di dalamnya yang arah interaksinya hanya dua arah, seperti interaksi individu melalui telepon, guru dengan siswa di kelas.

b. Interaksi trydic, terjadi apabila individu yang terlibat di dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat.9

Menurut Shaw, ada tiga jenis interaksi sosial yang dapat terjadi dalam lingkungan siswa dalam lingkup teman sebaya, yaitu:

a. Interaksi Verbal,

Interaksi verbal merupakan apabila ada dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat artikulasi yang mana proses terjadi dalam bentuk saling tukar percakapan satu dengan yang lainnya. Interaksi verbal sering dialami oleh siswa. Interaksi verbal di sekolah dapat terjadi antara siswa dengan siswa lain maupun dengan guru.

Dalam interaksi verbal ini, proses terjadi interaksi terlihat dari komunikasi atau saling tukar percakapan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi atau pertukaran percakapan tersebut sering dilakukan siswa ketika mereka berinteraksi di sekolah, baik itu dengan guru maupun siswa lain, misalnya mengeluarkan pendapat.

9 Muhammad Ali, Psikologi Remaja ( Perkembangan peserta didik ), (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 88

(5)

b. Interaksi Fisik

Interaksi fisik merupakan interaksi yang terjadi dimana dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik, kontak mata dan bahasa tubuh. Seperti halnya interaksi yang lain, interaksi fisik juga dilakukan ketika pihak yang berinteraksi terlibat dalam suatu kontak atau hubungan langsung. Interaksi sosial fisik terjadi misalnya seperti: melalui ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak mata dan lain-lain.

c. Interaksi emosional

Interaksi emosional merupakan interaksi sosial yang terjadi apabila individu melakukan kontak sosial satu dengan lainnya dengan melakukan curahan perasaan seperti mengeluarkan air mata yang menunjukkan kesedihan, haru, marah dan bahagia. Emosional tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial. Seseorang dalam berrinteraksi sosial akan senantiasa memperlihatkan emosi yang dia miliki seperti :

sedih, senang, malu dan lain-lain.10

Jadi dapat dipahami bahwa jenis interaksi sosial terdiri dari interaksi verbal berupa interaksi melalui ucapan dan artikulasi kata, interaksi fisik melalui bahasa tubuh atau gerakan fisik dan terakhir interaksi emosional dimana interkasi yang melibatkan adanya curahan perasaan secara psikologis atau emosional.

10 Ibid ,

(6)

3. Ciri-ciri Interaksi Sosial

Terjadinya suatu interaksi sosial di antara individu dalam menjalani kehidupan sosialnya ditandai dengan ciri-ciri tertentu dari interaksi sosial tersebut.

Soerjono menyebutkan, adapun ciri-ciri dari interaksi sosial sebagai berikut :

a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang

Ciri-ciri ini mengisyaratkan bahwa suatu interaksi sosial hanya akan dapat terbentuk jika individu di dalamnya lebih dari satu orang atau lebih.

b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial

Komunikasi dalam interaksi sosial diperlukan sebagai sarana pertukaran informasi dan pesan di antara individu. Komunikasi dapat terjadi melalui kontak sosial, baik itu secara verbal, fisik maupun emosional di antara individu.

c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas

Suatu interaksi terbentuk atas dasar dan tujuan bersama yang ingin dicapai di antara individu di dalamnya. Interaksi sosial akan berjalan dengan baik apabila maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh tiap-tiap individu jelas.11

11

(7)

Sejalan dengan itu, Shaw menjelaskan. Adapun ciri-ciri yang menandai terjadinya interaksi sosial di antara individu adalah sebagai berikut :

1) Adanya kontak secara verbal

Kontak secara verbal dilakukan individu dalam berinteraksi sebagai wujud dari tujuan interaksi sosial yang dijalin yaitu untuk saling berkomunikasi dan bertukar pesan dan informasi di antara individu yang melakukan interaksi. Kontak secara verbal dilakukan dengan menggunakan artikulasi seperti tanya jawab, memberikan tanggapan dan lain sebagainya.

2) Adanya kontak fisik

Kontak fisik pada dasarnya terjadi hampir bersamaan ketika individu menampilkan kontak verbal ketika berinteraksi dengan individu lain. Kontak fisik diwujudkan dalam bentuk bahasa tubuh berupa ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak mata dan lain-lain.

3) Adanya kontak secara emosional

Kontak secara emosional dimaksudkan individu dalam berrinteraksi sosial untuk memperlihatkan emosi yang dia miliki seperti sedih, senang, malu dan lain-lain. 12

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa suatu interaksi sosial yang muncul di antara individu dapat diidentifikasi melalui ciri-ciri yang ada yaitu berdasarkan pelakunya yang lebih

12

(8)

dari satu, tujuan yang jelas dan terjadinya kontak sosial di antara individu yang bersangkutan.

4. Kelompok Teman Sebaya

a. Pengertian kelompok teman sebaya

Pengertian kelompok menurut Billig adalah kumpulan orang-orang yang anggotanya sadar atau tahu akan adanya satu identitas sosial

yang sama.13

Sejalan dengan itu, kelompok adalah kumpulan dua orang individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari orang lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari adanya saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan

bersama.14

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kelompok pada dasarnya merupakan perkumpulan individu-individu yang melakukan interaksi, memiliki satu identitas sosial yang sama dan memiliki ketergantungan positif satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

Selain itu, teman sebaya juga dapat diartikan sebagai kelompok yang terdiri atas jumlah individu yang sama dalam berbagai aspek baik usia, status sosial dan tingkat sekolah. 15

13 Sarlito Wirawan,S, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal 22

14Opcit hal 23 15

(9)

Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan sosial, mengembangkan minat yang sama dan saling

membantu dalam mengatasi kesulitan untuk mencapai kemandirian.16

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kelompok teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri, dimana persahabatan dalam periode teman sebaya penting sekali karena merupakan dasar primer mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak sosial, disamping itu juga mempraktekkan berbagai prinsip kerja sama, tanggung jawab bersama, persaingan yang sehat dan sebagainya. Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi siswa untuk mewujudkan nilai-nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetensi.

b. Fungsi Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya berfungsi untuk menyediakan berbagai

informasi mengenai dunia di luar keluarga.17 Selanjutnya, teman sebaya

memiliki fungsi yang penting bagi remaja dalam hal interaksi verbal, fisik dan emosional. Selain itu, teman sebaya juga berfungsi sebagai tempat berbagi rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara menghadapi berbagai masalah karena tugas-tugas

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa teman sebaya pada dasarnya memiliki fungsi yang sangat penting bagi diri remaja untuk mengenal dan memperoleh informasi mengenai dunia luar yang tidak

16

Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, (Padang: Angkasa Raya,2006), hal 94

(10)

diperoleh didalam keluarga. Selain itu fungsi penting dari teman sebaya bagi remaja ialah untuk menerapkan nilai-nilai sosial dalam berbagai bentuk interaksi dan belajar menghadapi masalah tugas perkembangan.

Selanjutnya, kedekatan teman sebaya yang intensif akan membentuk suatu kelompok yang dijalin erat dan tergantung antara satu dan lainnya, relasi yang baik antara teman sebaya penting bagi perkembangan sosial remaja yang sehat dan terhindar dari

penyimpangan perilaku.18

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kelompok teman sebaya memberikan pengaruh besar terhadap diri remaja, dimana memungkinkan remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan yang dimiliki dan belajar membedakan baik dan buruk dari sesuatu serta terhindar dari perilaku menyimpang.

5. Interaksi Sosial Teman Sebaya Pada Masa Remaja

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah

dalam hal penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Dalam hal ini yang tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, pengelompokan sosial yang baru dan nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan.19

Sejalan dengan itu Conry, dkk (dalam Santrok) menyebutkan

remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih

18 Op.cit hal 89 19

Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (ahli bahasa oleh istiwidayanti dan Soedjarwo), (Jakarta: Erlangga, 2000), hal 213

(11)

banyak dengan teman sebaya dibandingkan dengan waktu bersama orang tuanya. Disinilah mereka saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain dan kadang-kadang membentuk kelompok-kelompok dengan remaja lain

yang memiliki usia sebaya (peer groups).20

Dari pernyataan di atas dapat dipahami siswa yang memasuki usia

remaja perlu melakukan penyesuian diri dalam menyikapi perubahan sosial agar dapat membaur dengan kelompok teman sebayanya di sekolah.

Selanjutnya, menurut Horrock dan Benimoff pengaruh kelompok

teman sebaya pada masa remaja adalah sebagai berikut :

Kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan panggung di mana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain.Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa

melainkan oleh teman seusianya.21

Jadi dapat dipahami bahwa di dalam masyarakat sebaya inilah

remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pula remaja dapat menemukan dunia yang dapat memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya.

Berdasarkan alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya kepentingan yang khusus pada masa remaja bagi seorang siswa adalah kelompok teman sebaya yang terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan bergantung pada

20 Santrock,J,W.Life Span Development, Sevent Edition,(New York, Me graw hill, 2003), hal 220

21 Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). (Jakarta: Erlangga, 2000), hal 214

(12)

dirinya. Bagi sebagian besar remaja popularitas berarti mempunyai teman

yang banyak .22

Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa karena siswa yang

tergolong remaja memahami apa yang diharapkan dari teman-temannya, maka mereka berkeras untuk memilih sendiri teman-teman yang dapat memahami dan menyenangkan bagi dirinya tanpa adanya campur tangan dari orang dewasa.

B. Agresivitas Pada Siswa 1. Pengertian Agresivitas

Agresif menurut Baron (dalam koeswara) adalah tingkah laku yang

ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak

menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. 23Agresi adalah perilaku

yang secara sengaja bermaksud melukai orang lain (secara fisik dan verbal

dan menghancurkan harta benda). 24

Agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan

individu yang ditampakkan dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.25

Menurut Persson (dalam Mabrur) perilaku agresif merupakan suatu

tindakan yang disebabkan atau diharapkan untuk mengarah pada

22 Op.cit 216

23 Koeswara, E, Agresi Manusia. (Bandung: PT.Erasco,1998. )

24 Atkinson, Pengantar Psikologi Jilid II edisi kedelapan. (Jakarta: Erlangga, 1983), hal 121

25 Scheneider, Personal Adjusment and Mental Healty. (New York: Holt, Rinehart dan Winston.1955). hal 85

(13)

konsekuensi negative kepada teman sebaya, konsekuensi negative ini berupa menyakiti fisik, penderitaan psikologis, kehilangan barang atau tujuan yang dirintangi atau tidak tercapai.

Berdasarkan pendapat sejumlah ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas pada siswa merupakan perilaku yang ditunjukkan siswa yang dimaksudkan untuk melukai, meyakiti atau merugikan orang lain secara verbal, fisik ataupun merusak harta benda yang dapat menyebabkan luka fisik maupun psikis pada orang lain dalam hal ini orang lain yang dimaksudkan ialah teman sebaya dan orang-orang di sekitarnya.

2. Karakteristik Agresivitas

Agresivitas pada dasarnya bentuk perilaku yang muncul pada diri individu ketika adanya tekanan pada diri ketika menghadapi berbagai masalah dalam menjalin interaksi dengan individu lain. Tergolong agresi atau tidaknya suatu perilaku yang ditampilkan oleh individu terlihat dari karakteristik perilaku yang ditampilkan tersebut.

Menurut Elliot dan Moore (dalam koeswara)agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai

(14)

korban secara fisik, tetapi juga secara psikis. (psikologis.), misalnya

melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan.26

Bentuk perilaku agresif memiliki karakteristik yang sangat beragam dari yang ringan hingga berat, dan biasanya dapat dinyatakan secara perkataan (verbal) dan perbuatan (nonverbal). Anak laki-laki pada umumnya memperlihatkan tingkat agresi fisik yang lebih tinggi dari pada anak perempuan. Anak perempuan memperlihatkan agresi dalam bentuk verbal seperti menyumpah, mengejek, maupun agresi relasional seperti

mengucilkan teman dan bergosip.27

Berbagai aspek perilaku agresif yang biasanya akan dimunculkan oleh individu meliputi beberapa hal, menurut Albin (dalam Hafis, 2013:9) aspek-aspek perilaku agresif seseorang meliputi : aspek pertahanan,

egosentrisme dan aspek superioritas.28 Aspek perilaku agresif menurut

dibedakan menjadi dua macam yaitu :29

a. Aspek prasangka. Memandang buruk atau negatif orang lain secara tidak rasional, hal ini bisa dilihat bagaimana individu berprasangka pada segala sesuatu yang dihadapinya.

b. Aspek otoriter. Individu yang memiliki cirri kepribadian cenderung kaku dalam memandang nilai-nilai konvensional , tidak bisa toleran terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya maupun diri orang lain, selalu curiga, sangat menaruh hormat, serta pengabdian terhadap

26 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT Erasco, 1988), hal 5 27

Hafiz, Studi Tentang Perilaku Agresif Siswa di Sekolah. Skripsi ( tidak diterbitkan).2013. UNP PADANG

28 Ibid, 29

(15)

otoritas secara tidak wajar, hal ini dapat dilihat bahwa individu menunjukkan sikap otoriter pada orang-orang di sekelilingnya.

Sejalan dengan itu, juga terdapat tiga aspek-aspek perilaku agresi

yang sering timbul pada diri individu yaitu :30

a. Aspek fisik. Individu yang cenderung menggunakan kekerasan fisik dalam melampiaskan kemarahan dan emosi yang muncul dari dalam diri dan itu ditujukan kepada individu lain yang dianggap tidak menyenangkan atau menjadi sumber dari kemarahan/ emosi. Agresi pada aspek ini diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk memukul, menendang dan melukai individu lain sehingga berakibat luka fisik pada individu yang menjadi korban.

b. Aspek verbal. Aspek ini ditunjukkan individu dalam bentuk perkataan

atau ucapan terhadap individu lain yang dianggap tidak

menyenangkan. Wujud perilaku yang ditampilkan dari aspek ini adalah seperti cacian, makian, umpatan dan perilaku yang terkesan menyudutkan terhadap individu lain, sehingga berakibat pada luka psikis pada individu yang menjadi sasaran.

c. Merusak/ menghancurkan harta benda milik orang lain. Aspek ini diwujudkan dalam bentuk pengerusakan harta benda miliki individu lain dan secara tidak langsung melukai individu yang menjadi korban dalam bentuk kerugian dan trauma psikologis .

30 Atkinson, Pengantar Psikologi jilid II Edisi kedelapan, (Jakarta: Erlangga, 1987), hal 121

(16)

Jadi dapat dipahami bahwa agresivitas pada diri individu dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik perilaku yang ditunjukkan ketika berinteraksi dengan individu lain, yaitu perilaku yang membahayakan dengan bermaksud melukai atau menyakiti individu lain baik itu secara fisik, verbal maupun psikis.

3. Jenis-jenis Agresi

Menurut Cairns nekerman, Gest dan Gariepy (dalam Urip Soliha) Jenis agresivitas dapat digolongkan kedalam dua jenis yakni agresivitas verbal dan non verbal. Agresivitas verbal yakni menggosip, menyebabkan rumor, mengucilkan orang dan mengancam. Agresivitas non verbal yaitu memukul, tawuran dan merusak fasilitas.

Dapat dipahami bahwa agresi bukan hanya sebatas perilaku yang

bersifat fisik melainkan juga berupa agresi verbal yang ditunjukkan dalam bentuk ucapan kata-kata yang menganggu/merusak individu lain secara psikis.

Selanjutnya, secara umum agresivitas terbagi atas dua jenis yaitu:31

a. Agresi rasa benci atau agresi emosional (Hostile Aggression)

Merupakan ungkapan emosi yang ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresi pada jenis ini berpusat pada tujuan dari agresi itu sendiri. Agresi ini disebut agresi panas. Akibat dari agresi initidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada maanfaat.

31 Ibid,

(17)

Agresi ini hanya semata-mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain.

b. Agresi Instrumental

Merupakan agresi sebagai sarana untuk mendapatkan ganjaran lain selain penderitaan korbannya. Agresi ini mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, dan perkelahian untuk membuktikan kekuasaan dan dominasi seseorang.

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami agresivitas juga dapat ditunjukkan dalam bentuk emosi tinggi dan agresi instrumental yang diindikasikan berbeda sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain di samping kejahatan.

4. Penyebab Perilaku Agresi

Menurut Sears taylor dan peplau (dalam Hafis, 2013:9), perilaku agresif disebabkan oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frutrasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal ataupun fisik. Faktor penyebab agresif selanjutnya adalah frustrasi. Frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan ataupun tindakan tertentu.

Sejalan dengan itu, faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, lingkungan, faktor situasional, hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang

(18)

berasal dari luar individu) dan sifat kepribadian (faktor yang berasal dari dalam diri individu), yaitu :32

a. Penyebab sosial

1) Frustasi yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka akan timbul perasaan-perasaan agresif.

2) Profokasi yaitu oleh pelaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresivitas untuk meniadakan bahaya yang disarankan oleh ancaman tersebut.

3) Dilihat model-model agresif. Film dan tv dengan kekerasan dapat menimbulkan agresivitas pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasan dalam acara tv makin besar tingkat agresif mereka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton makin kuat hubungan tersebut.

4) Interaksi sosial yang kurang baik di dalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresi pada diri individu, seperti interaksi sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresi pada remaja terhadap teman sebayanya.

(19)

b. Penyebab dari lingkungan

Polusi udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresivitas tetapi tidak selalu demikian tergantung dari

berbagai faktor lain. kesesakan (crowding), meningkatkan

kemungkinan untuk perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi dan frustasi karenanya.

c. Alkohol dan obat-obatan. Ada ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkohol dan obat-obatan. Subjek yang menerima alcohol dalam takaran-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkohol dalam taraf yang rendah. Alkohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresivitas juga tinggi.

d. Sifat kepribadian

Menurut baron setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa yang memiliki sifat karakteristik yang berorientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran dan ada juga yang

mendekatkan diri dengan pelanggaran.33

Selanjutnya, Myers menyebutkan faktor-faktor penyebab perilaku agresi pada dasarnya dipengaruhi dari dalam dan luar diri

individu yang bersangkutan dengan rincian sebagai berikut :34

33 Ibid 34

(20)

1) Dari dalam diri individu (a) Kepribadian

Dilihat dari tipe kepribadian orang yang tipe

kepribadiannya A (memiliki sifat kompetitif, selalu terburu-buru, ambisius dan cepat tersinggung) lebih cepat menjadi agresif dari pada orang dengan tipe kepribadian B (ambisi rendah, merasa puas dengan pencapaiannya, dan cenderung tidak terburu-buru), sifat pemalu (orang yang bertipe pemalu cenderung menilai rendah diri sendiri, tidak menyukai orang lain dan cenderung mencari kesalahan pada orang lain). Oleh karena itu, tipe pemalu cenderung lebih agresif dibandingkan orang yang tidak pemalu. (b) Kondisi fisik

Banyaknya kadar adrenalin dalam tubuh, misalnya meningkatnya ransangan dalam tubuh sehingga orang yang bersangkutan lebih siap dan lebih cepat bereaksi. Jika kondisinya sedang senang, reaksinya juga akan gembira, tetapi jika sedang dalam keadaan frustasi atau marah, reaksinya akan makin agresif. 2) Luar diri individu

(a) Kondisi lingkungan, seperti suhu udara, serangan, rasa sesak berjejal, reaksi pelecehan, media masa (TV, dan media sosial) (b) Pengaruh kelompok, seperti: kelompok teman sebaya yang

memberi pengaruh negatif yang meransang timbulnya agresivitas pada diri individu. Hal ini dapat berbentuk interaksi yang kurang

(21)

baik antara individu dengan teman sebaya yang menjadi faktor pemicu timbulnya perasaan benci dan kemarahan yang pada akhirnya terwujud dalam bentuk perilaku agresi terhadap teman sebaya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor timbulnya agresivitas pada diri individu pada dasarnya dipengaruhi dari dalam diri berupa kepribadian dan kondisi fisik. Serta faktor dari luar berupa pengaruh lingkungan dan kelompok dan interaksi yang kurang baik dengan teman sebaya.

5. Faktor yang Mempengaruhi Agresi

Perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor:35

a. Faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu :

1) Gen dapat berpengaruh pada pembentukan sisten neural otak yang mengatur perilaku agresif.

2) System otak. System otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi.

3) Kimia darah, khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan, juga dapat mempengaruhi perilaku agresi.

b. Faktor lingkungan, yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu: 1) Kemiskinan, remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan

maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut

35

(22)

terjadinya krisis ekonomi dan moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar.

2) Aniniomitas

Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia senjadi sangat impersonal artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonym (tidak mempunyai identitas diri). Jika seseorang merasa anonym ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati dengan orang lain.

3) Amarah marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas sistem syaraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahan yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.

4) Pengaruh kelompok teman sebaya yang cenderung memberi contoh negatif pada diri individu dalam berperilaku dan menanggap perilaku agresif sebagai suatu hal yang wajar dalam menyelesaikan

(23)

masalah dan melampiaskan emosi yang muncul ketika berinteraksi dengan teman sebaya lainnya.

5) Bentuk pendisiplinan yang keliru. Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.

C. Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam Interaksi Sosial dan Agresivitas Siswa di Sekolah

Pada dasarnya peran aktif guru BK di sekolah dalam memahami dan membantu mengentaskan permasalahan yang muncul berkaitan dengan interaksi sosial dan agresivitas siswa sangat diperlukan. Guru BK dengan pemahaman dan keterampilan yang dimiliki dapat mengaplikasin pelayanan BK 17 plus dalam mengatasi permasalahan tersebut. Adapun pelayanan yang dapat diberikan oleh guru BK adalah sebagai berikut:

1. Layanan Orientasi

Layanan orientasi merupakan layanan BK yang memungkinkan

(24)

dan memperlancar perannya di lingkungan baru.36Melalui layanan orientasi guru BK dapat melakukan upaya pencegahan terhadap permasalahan interaksi siswa yang dapat timbul, dengan membantu melakukan pengenalan dan penyesuaian terhadap siswa di lingkungan yang baru.

2. Layanan Informasi

Layanan informasi merupakan layanan BK yang memungkinkan

siswa menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan

untuk kepentingan siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.37 Melalui

layanan ini guru BK dapat memberikan pemahaman serta upaya pencegahan terhadap siswa dengan memberikan materi seperti nilai-nilai positif yang perlu dikembangkan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan pemahaman terhadap perilaku agresi serta dampak yang ditimbulkan, dsb.

3. Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten merupakan layanan BK yang

membantu siswa untuk menguasai kemampuan dan kompetensi tertentu

melalui kegiatan belajar.38Melalui layanan penguasaan konten guru BK

dapat menerapkan fungsi pemahaman dan pencegahan pada siswa melalui pembelajaran berupa keterampilan tertentu yang perlu dikembangkan dalam pergaulan, seperti keterampilan bersikap dan berbicara yang baik

36 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP) 37 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP) 38

(25)

dengan orang lain, dsb. Sehingga kemungkinan munculnya perilaku agresivitas pada siswa dalam bergaul dapat ditekan.

4. Layanan Konseling Perorangan

Layanan Konseling perorangan merupakan layanan BK yang

bertujuan membantu mengentaskan masalah dan berusaha memandirikan siswa dengan membentuk pendirian dan komitmen klien berkaitan dengan

masalah yang sedang dihadapi.39Melaui layanan ini guru BK dapat

menjalankan fungsi pemahaman, pengentasan dan pencegahan terhadap klien berkaitan dengan permasalahan yang dimiliki klien berkaitan dengan interaksinya dengan teman sebaya dan agresivitas.

5. Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan Bimbingan kelompok memungkinkan sejumlah siswa

secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperolah berbagai bahan dari nara sumber tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu, maupun pelajar dan untuk pertimbangan

dalam pengambilan keputusan.40Melalui layanan ini guru BK dapat

menjalankan fungsi pemahaman dan pencegahan mengenai masalah interaksi siswa dan agresivitas melalui dinamika kelompok yang dibentuk oleh guru BK bersama siswa

6. Layanan Konseling Kelompok

39 Ibid 40

(26)

Layanan konseling kelompok yaitu layanan BK yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan

pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika

kelompok.Masalah yang dibahas tersebut adalah masalah pribadi yang

dialami oleh masing-masing anggota kelompok.41Melalui layanan ini guru

BK dapat melakukan upaya pengentasan dan pencegahan terhadap dampak yang dapat timbul berkaitan dengan masalah interaksi siswa dengan teman sebaya dan agresivitas. Pada layanan ini guru BK hendaknya dapat membantu memandirikan siswa dan membentuk komitmen berkaitan masalah yang dibahas dalam kelompok.

7. Layanan Mediasi

Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu siswa

menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan di antara

mereka42. Melalui layanan ini guru BK dapat berupaya mengentaskan

permasalahan yang muncul di antara siswa dan berusaha untuk mendamaikan, serta menciptakan hubungan yang kondusif di antara siswa yang berkonflik dalam berinteraksi.

8. Konferensi Kasus

Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang diupayakan oleh

konselor untuk membahas suatu kasus dan arah-arah penanggulangannya. Pihak-pihak yang terkait di dalamnya diharapkan memiliki komitmen yang

41 Ibid 42

(27)

cukup tinggi demi tertanganinya kasus dengan baik dan tuntas.43Konferensi kasus bisa dilaksanakan guru BK sebagai upaya penyelesaian dan pengentasan masalah berkaitan dengan interaksi sosial dan perilaku agresi yang ditampilkan siswa di sekolah, dengan menggalang kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti kepala sekolah, wakil, guru dan orang tua siswa.

D. Hubungan Antara Interaksi Sosial Teman Sebaya dengan Agresivitas pada Siswa.

Salah satu faktor pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lainnya yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau agresi

yang ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya.44

Banyak faktor yang memicu agresivitas diantaranya penyebab sosial dan lingkungan. Penyebab sosial yaitu frustasi, profokasi, dan interaksi sosial. Jadi, dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang perilaku agresif yang disebabkan oleh interaksi sosial yang kurang baik didalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresif pada diri individu, seperti interaksi

43 Ibid 44

Hurlock ,Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 2000) hal 28

(28)

sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi

pemicu timbulnya perilaku agresif pada remaja terhadap teman sebayanya.45

Banyak faktor yang mempengaruhi remaja menampilkan perilaku agresif di sekolah. Salah satunya adalah pengaruh kelompok teman

sebayanya.46 Pengaruh teman sebaya ini sangat kuat dan merupakan salah satu

reaksi atas status yang disandangnya. Di satu sisi, remaja melakukan gerakan memisahkan diri dari orang tua dan di sisi lain, remaja melakukan gerak

menuju ke arah interaksi dengan teman sebayanya.47

Sejalan dengan itu, Lewin menyebutkan remaja usia sekolah masih menjadi titik kunci dalam perilaku agresif. Remaja memiliki resiko yang cukup tinggi untuk melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif bahkan dianggap sebagai tingkah laku yang normal dan terjadi pada sebagian besar remaja sebagai wujud dari masalah psikologis yang dihadapinya. Remaja cenderung menggunakan metode penyelesaian masalah yang kurang tepat untuk mengatasi pergolakan emosinya dalam berinteraksi dengan teman

sebayanya48

Bukowski, dkk (dalam Santrock) menyebutkan relasi dan interaksi yang baik di antara kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk terjun dan menjalin interaksi positif dalam sebuah jaringan sosial berkaitan erat dengan

45 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT erasco, 1998), hal 34 46

Sarlito, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hal 319 47 Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagian (Yogjakarta:UGM Press, 2006 ) hal 254

48 Ibid

(29)

berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan,

masalah minuman keras hingga depresi yang berujung pada perilaku agresi.49

Salah satu bentuk pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya di sekolah. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lain yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau

agresi yang ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya.50

Terdapat sejumlah ahli teori yang menekankan pengaruh negatif dari kawan-kawan sebaya bagi perkembangan perilaku remaja di samping pengaruh positif lainnya. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan serta perlakuan buruk yang diperoleh dalam berinteraksi dengan teman sebaya dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Di samping itu, pengalaman ditolak dan diabaikan oleh kawan-kawan sebaya berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan perilaku agresif

yang berujung masalah kejahatan di usia remaja dan di masa selanjutnya.51

Hal ini diperkuat oleh Miller-Johnson, dkk (dalam Urip Soliha) dimana dalam penelitiaannya menemukan bahwa adanya penolakan dari teman sebaya dan adanya perlakuan tidak menyenangkan dalam berinteraksi sosial dapat memunculkan perilaku agresif dan perilaku menyimpang pada remaja. Dengan

49

Santrock, Remaja/Adolenscense(Terjemahan), (Jakarta:Erlangga, 2003), hal56-57 50 Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan.(Alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). (Jakarta: Erlangga,2003), hal 28

51 Ibid

(30)

kata lain, remaja dapat mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk

dendam, sikap permusuhan dengan dunia luar serta mencari-cari perhatian.52

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa adanya interaksi sosial siswa/ remaja yang negatif dengan teman sebayanya baik itu berupa penolakan, komformitas yang negatif, hingga interaksi fisik, verbal, emosional yang buruk, merupakan salah satu pemicu timbulnya sikap dan perilaku negatif yang ditampilkan oleh remaja dalam bentuk kenakalan, perusakan, gangguan terhadap pihak lain yang pada akhirnya berujung pada agresivitas siswa di sekolah.

E. Kerangka Konseptual

Agar penelitian ini dapat terarah sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka konseptual penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 1.Kerangka Konseptual Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dengan Agresivitas Siswa di Sekolah

Salah satu faktor pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri

remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah

52

Urip Soliha, Hubungan Antara Presepsi terhadap penerimaan Teman Sebaya dengan

Tendensi Agresivitas Relasional Pada Remaj Putri Di SMPN 27 Semarang. Ringkasan Skripsi.

http://digilib.undip.ac. . Hal 4

Interaksi Sosial Teman Sebaya (X)

1. Kontak secara verbal 2. Kontak secara Fisik 3. Kontak secara Emosional

Agresivitas Siswa/ Remaja (Y)

1. Menyakiti orang lain melalui verbal

2. Menyakiti orang lain melalui fisik 3. Merusak harta benda milik orang

(31)

psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lainnya yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau agresi yang

ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya.53

Banyak faktor yang memicu agresivitas diantaranya penyebab sosial dan lingkungan. Penyebab sosial yaitu frustasi, profokasi, dan interaksi sosial. Jadi, dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang perilaku agresif yang disebabkan oleh interaksi sosial yang kurang baik didalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresif pada diri individu, seperti interaksi sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi

pemicu timbulnya perilaku agresif pada remaja terhadap teman sebayanya.54

Bukowski, dkk (dalam Santrock) menyebutkan relasi dan interaksi yang baik di antara kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk terjun dan menjalin interaksi positif dalam sebuah jaringan sosial berkaitan erat dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan,

masalah minuman keras hingga depresi yang berujung pada perilaku agresi.55

Dari kerangka konseptual diatas, dapat dijelaskan bahwa penelitian ini mengungkap Interaksi sosial teman sebaya (X) dengan Agresivitas

53 Hurlock ,Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 2000) hal 28

54 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT erasco, 1998), hal 34 55

(32)

Siswa/Remaja (Y) kemudian dilihat bagaimana Hubungan antara Interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas siswa di sekolah baik secara verbal, fisik dan merusak harta benda milik orang lain.

F. Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

(Ha) = Terdapat hubungan signifikan yang negatif antara interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas pada siswa di SMP Negeri 5 Gunung Talang.

G. Penelitian Relevan

Penelitian tentang agresivitas di Indonesia telah banyak diulas dalam berbagai kajian ilmiah. Salah satunya ditindak lanjuti oleh Pidada (dalam Urip Soliha) dengan menemukan fakta bahwa agresivitas fisik dan merusak lebih banyak dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan lebih banyak melakukan agresi verbal dan relasional dalam menjalin interaksi social di lingkungan masyarakat. Perbedaan gender dalam tingkat agresi ditemukan pada lintas kelompok usia, baik pada usia yang lebih muda (masa anak-anak/ middle childhood) maupun di usia yang lebih tua (masa anak-anak akhir/ late childhood).

Hal ini diperkuat oleh Miller-Johnson, dkk (dalam Urip Soliha) dimana dalam penelitiaannya menemukan bahwa adanya penolakan dari teman sebaya dan adanya perlakuan tidak menyenangkan dalam berinteraksi sosial dapat memunculkan perilaku agresif dan perilaku menyimpang pada remaja. Dengan

(33)

kata lain, remaja dapat mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk

dendam, sikap permusuhan dengan dunia luar serta mencari-cari perhatian.56

56 Urip Soliha, Hubungan Antara Presepsi terhadap penerimaan Teman Sebaya dengan

Tendensi Agresivitas Relasional Pada Remaj Putri Di SMPN 27 Semarang. Ringkasan Skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Hemat 40% untuk kamar Superior & Suite dari Published Rate Hemat 30% untuk kamar Deluxe dari Published Rate Promo tidak berlaku pada periode Tahun Baru Melakukan reservasi minimal

Pemeriksaan dengan tes urin adalah untuk mengukur kadar HCG (Human Chorionic Pemeriksaan dengan tes urin adalah untuk mengukur kadar HCG (Human

Dari pengujian dengan menggunakan seluruh seluruh data yang dilakukan terhadap kedua variabel di atas, dapat diambil kesimpulan dari hasil uji-t yang dilakukan bahwa

Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan sebagai katoda antara lain material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan

Hasil ini menunjukkan bahwa jenis antihipertensi diuretik, terapi kombinasi dan frekuensi pemberian obat 1 kali sehari merupakan faktor prediktor untuk compliance pada

Dari data sebaran titik panas / titik hotspot di bawah ini, terlihat jelas adanya peningkatan titik panas / titik hotspot yang cukup tinggi di wilayah Sumatera

Kegiatan Bedah Buku, Sharing dan Digitalisasi merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan dalam rangka menerapkan Manajemen Pengetahuan pada Perpustakaan.. Untuk lembaga STAIN

Penelitian ini berusaha untuk memberikan pandangan yang berbeda mengenai pengaruh variabel Kesesuaian Dengan Pekerjaan, Kesesuaian Dengan Organisasi dan Kepuasan