Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...16
PELAKSANAAN KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PROSES
PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN
TANAH (Studi Di Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten
Magetan)
Hery Sumanto 1 Moch. Juli Pudjiono 2
Gandhi Yoeninta 3 1
, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun
Abstract
This research analyse the execution problem authority countryside head in switchover of land right in village Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan and various constraint and also effort able to be done to overcome it. Process switchover of land right in front Kepala Desa because trust reason, worried happened the dispute, cheap expense and is protection of law. done effort to overcome the constraint : socialization punish and program PRONA.
Keywords : Land, Authority countryside head.
Pendahuluan
Peranan tanah dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan ini terkait karena tanah dapat diketahui sebagai hak milik yang paling berharga dan masyarakat atau manusia sebagai individu akan mempertahankan hak miliknya yang paling berharga. Sehingga ada pepatah Jawa yang menyatakan : “ Sedumuk bathuk senyari
bumi, yen perlu ditohi pati” yang artinya Walaupun tanah hanya sejengkal kalau perlu nyawa yang menjadi taruhannya.
Dengan seamakin bertambahnya jumlah penduduk maka tanah semakin sempit dan sukar diperoleh. Oleh karena itu sering terjadi sengketa tanah yang bermula dari cara memperoleh tanah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti penyerobotan tanah ataupun peralihan hak atas tanah secara tidak sah, karena obyek spekulasi, obyek pemerasan, ataupun pemilik tanah terlibat perjanjian hutang piutang yang belum lunas.
Sedangkan hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria
adalah hak atas tanah yang terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan dan lain-lain hak yang ditentukan dengan undang-undang.
Berkaitan dengan hak-hak diatas khususnya mengenai hak milik di dalam proses peralihan hak tersebut baik melalui jual beli, penukaran, hibah maupun pemberiat wasiat diadasarkan pada ketentuan peraturan yang berlaku seperti yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 yang berbunyi :
(1) Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat dan perbuatan-perbuatan lain dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap jual beli, Penukaran. Penghibahan, Pemberian dengan wasiat dalam perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...17 orang asing, kepada seseorang warga
negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia atau kepada suatu badan hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Hukum tanah nasional (UUPA) konsepsinya didasarkan pada hukum adat, dimana syarat untuk sahnya jual beli hak atas tanah adalah terpenuhinya tiga unsur yaitu
tunai, riil dan terang . Pengertian tunai adalah bahwa penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak atas tanah sudah beralih, harga yang dibayarkan tidak harus lunas selisih harga dianggap sebagai hutang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang piutang. Sifat riil berarti bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan yang nyata (riil), misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual dan dibuatnya perjanjian dihadapan kepala desa. Perbuatan hukum dikatakan terang kalau perbuatan hukum tersebut dihadapan kepala desa untuk memastikan bahwa perbuatan tersebut tidaklah melanggar ketentuan yang berlaku.(Sumardjono, 2001:119)
Pilihan para pihak dalam melakukan peralihan hak atas tanah di hadapan kepala desa sebagaimana diuraikan di atas, dikarenakan ada beberapa alasan yaitu : Agar jual belinya terang, Dikawatirkan terjadi sengketa dan Agar memperoleh perlindungan hukum jika terjadi sengketa
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut prinsip-prinsip tersebut kemudian diangkat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Di mana berdasarkan ketentuan pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 memerintahkan kepada Pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia sedangkan ketentuan pasal 23, 32 dan 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 memerintahkan kepada pemegang hak
untuk mendaftarkan setiap mutasi atau pembebanan hak atas tanah di kantor pendaftaran tanah, sehingga terjamin adanya kepastian hukum hak-hak atas tanah tersebut. Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan kewajiban berdasarkan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yaitu untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa serta mendamaikan perselisihan masyarakat desa, khususnya berkaitan dengan peralihan hak atas tanah Kepala Desa menjadi mediator apabila di dalam pelaksanaaan peralihan hak atas tanah terjadi perselisihan atau sengketa sehingga tidak terjadi gejolak dalam masyarakat. Dengan adanya kewenangan Kepala Desa untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa maka Kepala Desa dalam menyelesaikan perselisihan warganya dengan jalan melakukan musyawarah antara para pihak yang bersengketa.
Landasan Teori
A. Kewenangan Kepala Desa Berkaitan dengan Tanah
Kepala Desa adalah pemimpin yang berwenang dalam pemerintahan desa atau dalam istilah adat dengan sebutan : “Lurah, Kuwu, Bekel, Petinggi, (Jawa Tengah, Jawa Timur), Mandor, Lembur,
Kekolot, (Jawa Barat, Banten), Kejuron,
Penghulu Suku, Kencik, Pentur (aceh),
Penghulu Andiko (Sumatera Barat),
Penyimpang, Kepala Maya (Sumatara Selatan), Orang Kaya, Kepala Desa (Bitu, Ambon), Raja Penusuan (sekitar Danau Toba), Kesair Penghulu (Karo Batak), Parek, Elian (Bali), Marsadeh (Gorontalo), Komelaho (Sulawesi Utara).” (Sumber Saparin, 1977:32)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tentang Desa Kepala Desa dan Perangkat Desa merupakan unsur Pemerintahan Desa. Adapun yang dimaksud dalam pengertian kewenangan dalam penelitian ini diartikan adanya kewenangan yang terkait dengan tugas dan kewajiban Kepala desa dalam
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...18 menjalankan roda pemerintahan di desa
yang khususnya terkait dalam peralihan hak atas tanah.
Pilihan tindakan para pihak melakukan peralihan hak atas tanah di hadapan Kepala Desa , dikarenakan ada beberapa alasan yang mendasari atas perbuatan hukum yang mereka lakukan antara lain : a). Agar jual belinya terang. Menurut konsepsi hukum adat bahwa perjanjian jual beli tanah (peralihan hak atas tanah) dikatakan terang jika perbuatan tersebut dilakukan dihadapan kepala desa dan di saksikan oleh beberapa saksi, untuk memastikan perbuatan bahwa perbuatan tersebut tidak melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Dengan melakukan jual beli tanah dihadapan kepala desa , maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang terang bukan perbuatan yang gelap (sembunyi-sembunyi). b). Dikawatirkan terjadi sengketa dikemudian hari, Hal ini sangat berkaitan dengan alasan agar memperoleh perlindungan hukum jika terjadi perselisihan dikemudian hari . Pada umumnya tanah yang dialihkan itu merupakan tanah yang masih atas nama nenek moyang yang sudah meninggal dunia, sedangkan pihak yang mengalihkan itu adalah ahli warisnya sehingga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, para pihak meminta bantuan kepala desa untuk menyaksikan perjanjian peralihan hak atas tanah tersebut, sehingga penerima hak atas tanah lebih terjamin dan mendapatkan perlindungan hukum. c). Unsur kepercayaan masyarakat di mana mereka melibatkan Kepala Desa dalam peralihan hak atas tanah, karena masyarakat percaya Kepala Desa dapat menyelesaikan masalah apabila terjadi sengketa terkait peralihan hak atas tanah tersebut.
Teranglah di sini bahwa ikut sertanya Kepala Desa dalam transaksi jual beli tanah tidaklah menjadi syarat mutlak bagi sahnya transaksi, melainkan ikut
sertanya Kepala Desa adalah untuk memperoleh lebih banyak jaminan hukum atau perlindungan hukum bagi si pembeli. Artinya ia tidak menanggung resiko apabila pembelian itu dilaksanakan dengan ikut sertanya kepala desa. Dalam hal ini dapat kesimpulan, bahwa ikut sertanya kepala desa tersebut adalah guna untuk menguatkan pembuktian atau guna menjamin teguh kedudukan si pembeli dan menjamin adanya perlindungan hukum bagi para pihak, dimana apabila dikemudian hari terjadi sengketa.
B. Mekanisme Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan hak atas tanah terdiri dari berbagai perbuatan-perbuatan hukum antara lain :
1. Jual Beli
“ Menurut hukun adat, jual beli tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama – lamanya pada waktu pembeli membayar harga ( walaupun baru sebagian ) tanah tersebut kepada penjual, sejak itu hak atas tanah beralih kepada pembali “.(Saleh,1979:30)
Pengertian jual beli menurut hukum adat ini bukanlah merupakan pengertian yang khusus, tetapi merupakan pengertian yang luas yang dapat mencakup : Jual lepas, jual gadai dan jual tahunan.
2. Pewarisan
Menurut Soepomo : Pewarisan adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriil), dari suatu angkatan manusia turunannya.
Pada dasarnya terdapat 3 unsur essensial dalam pewarisan yaitu :
- Pewaris yaitu orang yang meninggalkan harta kekayaan yang akan diwaris.
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...19 - Ahli waris yaitu orang yang berhak
untuk menerima harta kekayaan peninggalan pewaris.
- Harta warisan yaitu harta kekayaan ang akan dibagi kepada ahli waris.
3. Tukar Menukar
Tukar menukar menurut hukum adat adalah bahwa satu pihak yang mempunyai hak milik atas tanah menyerahkan hak milik atas tanahnya untuk selama- lamanya . sebagai gantinya ia menerima tanah yang lain dari orang yang menerima tanah itu. Sedangkan pengertian tukar menukar menurut Hilman Hadikusuma (1978:155) adalah :
“ Tukar menukar yaitu persetujuan di mana kedua belah pihak saling mengingatkan diri untuk secara timbal balik saling memberikan sesuatu barang sehingga barang yang satu berganti dengan barang lainnya.”
4. Hibah
Penghibahan yaitu pembagian / pemberian keseluruhan atau sebagian dari harta kekayaan sesama pemiliknya masih hidup. Penghibahan tanah merupakan transaksi pengoperan tanah kepada pihak lain (biasanya dalam lingkungan keluarga atau kerabat) yang dilakukan dengan bantuan kepala persekutuan/ Lurah/Kepala Desa, agar menjadi sah dan terang.
Berkaitan dengan hibah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Hibah yaitu perjanjian sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika masih hidup untuk memberian sesuatu barang dengan cuma-cuma kepada penerima hibah.
b. Hibah dilakukan antara orang-orang yang masih hidup.
c. Hibah diisyaratkan dengan akta notaris (syarat formal)
Dalam hukum adat syarat hibah cukup diucapkan dihadapan kerabat yang disaksikan kepala persekutuan (Lurah/Kepala Desa/ketua Adat).
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, Lokasi penelitian di Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder, Dimana sumber data dapat diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan kunci (key
informan), dan observasi langsung serta studi dokumen, kemudian dilakukan analisa secara deskriptif kualitatif.
Hasil dan Pembahasan
A. Pelaksanaan Kewenangan Kepala Desa Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah Di Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan peralihan hak atas tanah (jual beli tanah) di Desa Ngujung, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan sebagian besar dilakukan dihadapan kepala desa, Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat melakukan peralihan hak atas tanah (jual beli tanah) berikut akan diuraikan beberapa contoh kasus yang terjadi antara tahun 2007 - 2008:
Kasus 1:
Jual beli tanah seluas 250 m2 milik Bapak Jimin (45 tahun) sebagai pihak I (penjual) yang dibeli oleh bapak Sawal (50 tahun) sebagai pihak ke II dengan harga Rp. 3.900.000 (tiga juta sembilan ratus ribu rupiah) , proses jual beli tanah ini dilakukan dihadapan Kepala Desa dengan alat bukti kertas segel (bermaterai) yang disaksikan oleh Bapak Saiman (40 tahun) dan Bapak Kasbun (55 tahun) serta Bapak Kaslan (40 tahun).
Kasus 2 :
Transaksi jual beli tanah antara Sujadi bin Ngadam (45 tahun) sebagai pihak penjual (pihak pertama) kepada Bapak Nur Wakid (40 tahun ) sebagai pembeli (pihak kedua) terhadap objek
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...20 jual beli tanah seluas 1.269 m2. proses
transaksi jual beli dilakukan dihadapan Kepala Desa , dengan dibuatkan bukti surat bermaterai dan di hadapan 2 orang saksi Bapak Sadikun dan Bapak Sutomo. Kasus 3:
Transaksi jual beli tanah antara Bapak Slamet (67 tahun) sebagai pihak penjual (pihak pertama) kepada bapak Sakad bin Abdurahman (43 tahun) sebagai pembeli (pihak kedua) terhadap objek jual beli tanah seluas 1.700 m2 seharga Rp. 10.000.000,- ( Sepuluh juta rupiah). Proses transaksi dilakukan dihadapan Kepala Desa Ngujung dengan saksi-saksi Sadino, Jafar, Karjo dan Karmin dikuatkan dengan alat bukti Surat bermaterai
Kasus 4:
Jual beli tanah lepas antara Jadi Achmad (58 tahun) sebagai pihak penjual (pihak pertama) kepada Bapak Suyono Gembloh (44 tahun) sebagai pembeli (pihak kedua) terhadap objek jual beli tanah seluas 00,63 ha dengan harga Rp. 11.000.000,00 (Sebelas juta rupiah). Proses jual beli dilakukan dihadapan Kepala Desa dan Notaris dengan saksi-saksi : Sarju Suyud Wahyudi dan Sukiran.
Berkaitan dengan bagaimana masyarakat melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah. Hal ini tampak dari hasil wawancara dengan Bapak Sujarwo Kepala Desa Ngujung Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan sebagai berikut :
“ Masyarakat Di Desa Ngujung lebih
cenderung untuk melakukan jual beli tanah cukup hanya di hadapan Kepala desa dengan satu alasan mereka mendapatkan perlindungan hukum, dan mereka sangat percaya Kepala desa dapat menyelesaikan apabila di
kemudian hari terjadi
perselisihan/sengketa atas tanah tersebut,
Data tersebut didukung oleh informasi dari pihak yang pernah melakukan
perjanjian jual beli tanah. Salah satu informan mengungkapkan :
“ Kulo tumbas tumbas siti menika cukup
disekseni kalih Bapak Kepala Desa amargi kula percadhos dumateng
bapak Kepala Desa saget
ngrampungaken urusan menawi
mbejing-mbejing wonten masalah.” ( Saya membeli tanah cukup disaksikan bapak Kepala Desa, karena saya percaya sama bapak Kepala Desa dapat menyelesaikan masalah dikemudian hari).
Kalau dianalisa pilihan masyarakat untuk melakukan transaksi peralihan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan Kepala Desa didasarkan alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan aspek sosio kultural dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan maupun dalam diri pelaku. Pilihan tindakan para pihak melakukan peralihan hak atas tanah di hadapan kepala desa , dikarenakan ada beberapa alasan yang dikemukakan para pihak yaitu :
a. Faktor kepercayaan yang tinggi kepada Kepala Desa
b. Faktor ekonomis, biaya murah proses cepat
c. Faktor minimnya sengketa
d. Disamping itu agar jual belinya terang dan adanya perlindungan hukum jika terjadi sengketa.
B. Kendala-kendala dalam Pelaksanaan Kewenangan Kepala Desa dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah dan Upaya untuk mengatasinya.
Adapun kendala dalam pelaksanaan kewenangan Kepala Desa dalam proses peralihan hak atas tanah di Desa Ngujung, Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan antara lain :
1. Keterbatasan Pengetahuan Sumber daya manusia
Keterbatasan pengetahuan masyarakat inilah yang menjadi hambatan peningkatan kualitas serta kemampuan masyarakat. Taraf
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...21 pendidikan yang rendah
menimbulkan beberapa indikasi yang sifatnya mengurangi tingkat respon masyarakat terhadap ketaatan pada aturan-aturan hukum, Termasuk sumberdaya manusia Kepala Desanya harus mampu memiliki integritas dan daya kemampuan, disamping memberikan pengarahan arti pentingnya sosialisasi pendaftaran tanah dalam peralihan hak atas tanah, sehingga kesadaran hukum masyarakat lebih meningkat.
Seorang Kepala Desa sebagai pemimpin jika dianalisa harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Harus secara aktif mengadakan
komunikasi dengan
masyarakatnya.
b. Harus memberikan motivasi-motivasi kepada bawahan dan masyarakatnya
c. Harus memberikan pengarahan dan menjadi suri tauladan bagi bawahanya dan masyarakatnya. d. Memiliki integritas yang tinggi
serta kemampuan menyelesaikan permasalahan secara arif dan bijaksana.
e. Menciptakan suasana masyarakat yang kondusif dan damai, dll. 2. Kurangnya kesadaran hukum
masyarakat
Pada umumnya orang
berpendapat, bahwa kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan
masyarakat mematuhi
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga rendah. Dengan demikian, kesadaran hukum terkait dengan bekerjanya hukum dalam masyarakat atau efektifitas ketentuan hukun didalam pelaksanaannya. Dengan demikian, maka masalah kesadaran hukum masyarakat sebenamya menyangkut faktor-faktor
apakah suatu ketentuan hukum diketahui, ditaati dan dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah dari pada apabila mereka memahaminya, dan menaatinya. Hal inilah yang lazim disebut sebagai "legal consciousness atau knowledge and opinion about
law".
Sedangkan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan kewenangan Kepala Desa dalam proses peralihan hak atas tanah di Desa Ngujung, Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan antara lain :
a. Upaya untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya manusia yaitu meningkatkan kualitas kemampuan sumber daya manusia baik masyarakat maupun Kepala Desa-nya sendiri melalui tingkat pendidikan yang memadai, pengetahuan dan mampu memahami berbagai persoalan dalam masyarakat, sehingga proses pelaksanaaan peralihan hak atas tanah dapat berjalan efektif, partisipatif dan memberikan kepastian hukum sehingga dapat meminimalisir konflik yang terjadi di dalam masyarakat.
b. Upaya untuk mengatasi kurangnya kesadaran hukum masyarakat dilakukan degan melakukan sosialisasi hukum sehingga masyarakat mengetahui dan memahami apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan menurut hukum.
3. Upaya pemerintah dalam mengatasi berbagai kendala dalam pendaftaran tanah yaitu berupaya melalui usaha dengan diwujudkan dalam Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA), yaitu kegiatan pemerintah di bidang pertanahan pada umumnya dan dan dibidang pendaftaran tanah pada
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...22 khususnya atau lazim disebut
Persertifikatan Massal. Pelaksanaan PRONA berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981. yang berisi :
a. Memproses persertifikatan secara massal sebagai perwujudan dari program Catur Tertib dibidang pertanahan yang pelaksanaanya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah.
b. Penyelesaian secara tuntas terhadap sengketa-sengketa yang bersifat strategis.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan permasalahan yang dijelaskan di muka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Aspek hukum kewenangan Kepala desa dalam proses peralihan hak atas tanah didasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku, di samping itu proses peralihan hak atas tanah (jual beli tanah) dihadapan Kepala Desa karena alasan-alasan : (1). Faktor kepercayaan yang tinggi kepemimpinan Kepala Desa, (2). Faktor ekonomis biaya murah proses cepat, (3). Faktor minimnya sengketa dan (4). Agar jual belinya terang dan memperoleh perlindungan hukum jika terjadi sengketa.
2. Kendala yang menghambat pelaksanaan kewenangan Kepala Desa dalam proses peralihan hak atas tanah antara lain : (1). Keterbatasan pengetahuan sumber daya manusia, baik dari segi masyarakat maupun Kepala Desanya sendiri,(2). Kurangnya kesadaran hukum masyarakat, Sedangkan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala di atas antara lain : (1). Melalui peningkatan pendidikan yang memadai, pengetahuan dan mampu memahami berbagai persoalan dalam masyarakat, (2). Melakukan sosialisasi hukum tentang arti penting pendaftaran tanah. (3). Upaya pemerintah terkait pendaftaran tanah dengan melakukan
program PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) atau lazim disebut Sertifikat massal.
Daftar Pustaka
A.P, Parlindungan, 1985, Pendaftaran dan
Konversi Hak-hak Atas Tanah
Menurut UUPA, Alumni, Bandung Bactiar Effendie, 1993, Pendaftaran Tanah
di Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya, Alumni, Bandung. Budi Harsono, 1971, UUPA Sejarah
Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.
Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian
Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Faisal, Sanapiah, 1990, Penelitian Kualitatif
(Dasar-Dasar dan Aplikasinya), Yayasan Asih Asah Asuh, Malang. Hilman Hadikusuma, 1978, Hukum
Perjanjian Adat, Alumni, Bandung Kartini Soedjendro, 2001, Perjanjian
Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta.
Kuntjoro Purbopranoto, 1978, Beberapa
Catatan Tentang Hukum Tata
Pemerintahan Dan Peradilan
Administrasi Negara, Alumni, Bandung
Maria SW Sumarjono, 2001, Kebijakan
Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta. Muwahid, 2003, Pengaruh Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun
Terhadap Proses Peralihan Hak Atas Tanah di Pedesaan, Tesis, Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang
Moleong, Lexy J, 1997, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdikarya, Bandung
Surojo Wigyodipuro, 1983, Pengantar Dan
Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung , Jakarta.
Sumber Saparin, 1977, Tata Pemerintahan
dan Administrasi Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sosial Volume 11 Nomor 1 Maret 2010 PELAKSANAAN KEWENANGAN...23 Soepomo, 1983, Bab-Bab tentang Hukum
Adat, Pradnya Paramita, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar
Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta ……….., 1985, Efektivitas Hukum
dan Peranan Sanksi, Remaja Karya, Yogyakarta,
Soekanto, Soerjono, dan Heri Tjandrasari, 1983, Beberapa Aspek Sosio Yuridis
Masyarakat, Penerbit Alumni, Bandung
Suwito Sugiyanto, Tanpa tahun, Diktat
Hukum Waris Adat, Universitas Merdeka Madiun.
Thoyib Sugiyanto, 2001, Hukum Agraria, Universitas Brawijaya , Malang. Watjik Saleh, 1979, Hak Anda Atas Tanah,
Ghalia Indonesia, Jakarta
WJS Purwadarminta, 1986, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Peraturan Perundang - undangan :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang penyelenggaraan Pemerintahan Yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.