• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EFEKTIVITAS

2.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain suatu aktivitas disebut efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chaster I. Bernard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:27).

Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121).

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

(2)

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Sementara itu menurut Richard M.Steers, bahwa efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasaranya.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian, (2002:171) efektivitas adalah menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya bahwa efektivitas berhubungan dengan dimensi waktu atau penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila tujuan atau sasaran dapat dicpai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya maka dikatakan efektif, akan tetapi apabila tujuan atau sasaran yang dihasilkan tidak tepat waktu yang telah ditentukan maka dikatakan tidak efektif.

Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Dan ada 4 hal yang menonjol dalam unsur efektivitas yaitu:

1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetentukan sebelumnya.

(3)

2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhanya.

4. Kemampuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi, merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam awal usaha mengukur efektivitas yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri. Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

(4)

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas sesuatu kegiatan dalam hal ini kegiatan dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dapat dilihat dari :

a. Pencapaian tujuan, program pendidikan dikatakan efektif apabila telah tercapai hasil yang diinginkan.

b. Ketepatan waktu, kegitan program pendidikan dikatakan efektif jika suatu penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

c. Waktu yang ditetapkan untuk melesaikan suatu pekerjaan dapat terpenuhi. d. Manfaat, kegiatan program pendidikan dikatakan efektif jika pelayanan

tersebut benar-benar dirasakan manfatnya oleh anak-anak yang putus sekolah. e. Kemampuan lembaga/pekerja sosial, dalam program pendidikan dikatakan

efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan anak putus sekolah.

Berdasarkan hal yang tersebut, maka dapat dirumuskan yang dimaksud dengan efektivitas lembaga dalam hal ini PKBM di YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah adalah tercapainya tujuan, ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam penyelenggaran program pendidikan bagi anak-anak yang putus sekolah dan memberikan manfaat nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu meningkatkan pendidikan masyarakat.

(5)

2.2.1. Pengertian Anak

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan suatu strategi dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksitensi Bangsa dan Negara dimasa mendatang. Maka dari itu diperlukan suatu konstitusi yang mengatur tentang bagaimana perlindungan anak.

Pengertian anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 pada pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa “ Anak adalah setiap yang berusia 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila dalam hal tersebut adalah demi kepentingannya”. Undang-undang yang mengatur perlindungan anak, yaitu UU No. 23 tahun 2002, di dalam UU No. 23 tahun 2002 pada pasal 1 : 1 menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan”. Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat yang di lingkungan tempat berinteraksi (Wadong, 2000 :12).

Secara internasional juga diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam konvensi hak anak PBB yang telah di ratifikasi dengan Kepres No.36 Tahun 1990 dimana dinyatakan anak-anak juga sepertinya orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi

(6)

manusia. Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan peralatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilihi agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.

3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala tindakan kekuatan ketidak pedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak untuk perperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh pendidikan, di mana setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivikasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak (Atika, 2004:94).

(7)

Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang berikutnya (Suyanto, 2002:197). Anak putus sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah pernah mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesuatu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut hasil kajian Sukmadinata (1994), faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Menurut E.M. Sweeting dan Dra. Muchlisoh, M.A, tingginya angka mengulang kelas, putus sekolah dan rendah angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (transition rates) disebabkan oleh dua alasan: rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik dan rendahnya penghasilan keluarga (Sweeting, 1998:14).

Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu menyebabkan mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya, putus sekolah menjadi pilihan. Akses untuk memperoleh kesempatan pendidikan menjadi begitu terhambat. Kemiskinan merupakan hambatan terbesar bagi anak-anak dalam mengenyam pendidikan di sekolah (http://www.kompas.com).

(8)

Kemiskinan menyebabakan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi dianggap menambah pengeluaran ekonomi keluaraga kurang mampu. Meskipun sudah ada kemudahan bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu misalnya tidak membayar SPP, tetapi urusan biaya untuk sekolah bukan saja menyangkut hal itu. Masih banyak biaya yang masih harus dikeluarkan oang tua yang tidak mampu untuk keperluan sekolah seperti membeli seragam sekolah, buku pelajaran, atau biaya transportasi anak ke sekolah. Belum lagi biaya lain yang kadang membuat anak dari kalangan tidak mampu menjadi tersisihkan dari interaksi sosialnya di sekolah. Dampaknya, anak-anak dari keluarga miskin sering kali malas datang ke sekolah menjadi tak terelakkan (http://www.kompas.com).

Upaya untuk menurunkan angka putus sekolah, apalagi dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun, kini memperoleh perhatian yang serius. Dana program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM untuk pendidikan yang disediakan pemerintah memang lebih di orientasikan agar anak tetap bersekolah. Oleh karena itu, mencegah anak putus sekolah serta memasukkan anak yang terhenti untuk dapat bersekolah kembali dengan memberikan bantuan beasiswa merupakan pilihan kebijakan yang diambil. Disamping itu, kebijakan untuk membantu sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat berkesinambungan juga tengah dilakukan pemerintah. Namun kenyataan di lapangan upaya-upaya tersebut tidak otomatis menghilangkan keluhan keluarga miskin yang akses pendidikannya terhambat sehingga angka putus sekolah tetap merupakan persoalan yang melekat dalam pengelolaan pendidikan (http://www.kompas.Com).

(9)

Pendidikan yang murah untuk rakyat tetapi memiliki mutu atau kualitas yang dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat miskin inilah yang selama ini sering terabaikan dalam pelayanan publik. Birokrasi pemerintah juga jarang berpihak kepada mereka. Kini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, bahwa rakyat miskin adalah bagian dari bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Anak-anak dari keluarga miskin ini walaupun tidak sanggup untuk meneruskan pendidikannya, akan tetapi mereka sangat membutuhkan pendidikan.

2.3. Kerangka Pemikiran

Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Begitu juga halnya dengan anak yang sangat membutuhkan pendidikan. Sama hal dengan anak-anak putus sekolah, mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan bebas mengembangkan bakat dan potensi dirinya sama dengan anak-anak lainnya yang mendapatkan pendidikan yang layak.

YAPENSU sebagai unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan kepada anak-anak putus sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu/terlantar guna menumbuh kembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kerja sehingga mereka dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang terampil dan aktif berpartisipasi secara prokduktif dalam kehidupan bermsyarakat yaitu melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di sini anak putus sekolah diarahkan kembali belajar dan mengembangkan potensi dirinya dalam berkarya.

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran

(10)

2.4. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak Tujuan

1. Memberikan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu 2. Memberikan keterampilan/life skill Efektivitas 1. Tujuan 2. Ketepatan waktu 3. Manfaat 4. Kemampuan Sasaran

- Paket A setara dengan SD - Paket B setara dengan SLTP - Paket C setara dengan

(11)

(Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah. 3. Anak Putus Sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah sempat mengecap

pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesautu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya.

2.5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variable (Singarimbun, 1989:33). Untuk mengukur variable dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti. Yang menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini yaitu:

1. Tujuan

a. Menurunnya masalah putus sekolah

b. Meningkatnya status pendidikan dan prestasi anak putus sekolah c. Meningkatnya kesejahteraan anak

2. Waktu

(12)

b. Birokrasi pelayanan yang mudah dan cepat 3. Manfaat

a. Terpenuhinya kebutuhan anak akan sekolah

b. Hilangnya rasa malu anak, karena sudah kembali bersekolah c. Adanya kepuasan yang dirasakan anak binaan

d. Menumbuhkan kesadaran bahwa pentingnya pendidikan 4. Kemampuan lembaga/pekerja sosial

a. Dapat memenuhi kebutuhan anak putus sekolah

b. Adanya kepuasan yang dirasakan anak terhadap pelayanan yang ada

BAB III

Referensi

Dokumen terkait

memerintahkan kepada Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan, Badan Usaha Angkutan Udara yang pesawat udaranya menjadi objek tindakan melawan hukum dan bandar udara

Untuk memperoleh data tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap sikap disiplin siswa di SMA Al Islam Krian Sidoarjo, peneliti membuat 20 butir soal sebagai angket

Pengawasan persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga perusahaan

Peran ICCTF adalah untuk menggalang, mengelola dan menyalurkan pendanaan yang berkaitan dengan penanganan perubahan iklim serta mendukung program pemerintah untuk

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, serta memberikan kemudahan, kekuatan, dan juga kesabaran

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

Selanjutnya cawan Petri diinkubasi pada suhu ruang dan pengamatan dilakukan terhadap luas koloni jamur patogen, dengan mencatat luas koloni patogen setiap hari untuk

Keenam; Pasal 33 tidak melarang usaha orang seorang (non pemerintah),yaitu usaha swasta dalam negeri dan asing untuk usaha- usahaperekonomian yang tidak penting bagi negara atau