• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI. adalah ukuran pesanan. Untuk item yang permintaan atau kebutuhannya relatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI. adalah ukuran pesanan. Untuk item yang permintaan atau kebutuhannya relatif"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Model Economic Order Quantity (EOQ)

Salah satu keputusan yang harus diambil dalam manajemen persediaan adalah ukuran pesanan. Untuk item yang permintaan atau kebutuhannya relatif stabil dalam jangka panjang, ukuran pesanan akan berimplikasi pada frekuensi pemesanan dan rata-rata persediaan yang akan disimpan oleh perusahaan. Menurut Pujawan (2005:105) semakin kecil ukuran pesanan berarti semakin cepat persediaan habis sehingga semakin sering pesanan harus dilakukan. Karena biasanya ada ongkos tetap pemesanan yang terlalu besar. Sebaliknya, kalau pesanan dilakukan dalam ukuran besar, perusahaan akan lebih jarang memesan, namun secara rata-rata harus menyimpan persediaan dalam jumlah yang lebih besar.

Model sederhana yang bisa digunakan untuk menentukan ukuran pesanan yang ekonomis adalah Model economic order quantity (EOQ). Model ini mempertimbangkan dua ongkos persediaan diatas, yakni ongkos pesan dan ongkos simpan. Ongkos pesan yang dimaksud adalah ongkos-ongkos tetap yang keluar setiap kali pemesanan dilakukan dan tidak tergantung pada ukuran atau volume pesanan. Sedangkan ongkos simpan adalah ongkos yang terjadi akibat perusahaan menyimpan barang tersebut selama suatu periode tertentu.

Model ini merupakan salah satu model deterministik statis, yaitu tingkat permintaannya diketahui secara pasti dan bersifat konstan. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Meskipun terdapat berbagai macam asumsi yang harus dipenuhi dalam model

(2)

EOQ, bagaimanapun juga EOQ adalah model manajemen persediaan yang dapat meminimumkan total biaya. Menurut Yamit (2005:51) Model EOQ dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:

1. Kebutuhan bahan baku dapat ditentukan, relatif tetap, dan terus menerus. 2. Tenggang waktu pemesanan dapat ditentukan dan relatif tetap.

3. Tidak diperkenankan adanya kekurangan persediaan; artinya setelah kebutuhan dan tenggang waktu dapat ditentukan secara pasti berarti kekurangan persediaan dapat dihindari.

4. Pemesanan datang sekaligus dan akan menambah persediaan.

5. Struktur biaya tidak berubah; biaya pemesanan atau persiapan sama tanpa memperhatikan jumlah yang dipesan, biaya simpan adalah berdasarkan fungsi linier terhadap rata-rata persediaan, dan harga beli atau biaya pembelian per unit adalah konstan (tidak ada potongan).

6. Kapasitas gudang dan modal cukup untuk menampung dan membeli pesanan. 7. Pembelian adalah satu jenis item.

Dalam persoalan persediaan dikenal beberapa model. Menurut Aminuddin (2005:148-162) masing-masing model mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan parameter persoalan. Pada dasarnya model persediaan dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu model deterministik dan model stokastik. Model deterministik semua parameternya-parameternya diasumsikan diketahui dengan pasti sedangkan model stokastik nilai-nilai parameternya tidak diketahui dengan pasti, berupa nilai-nilai acak. Berikut ini jenis-jenis persediaan determenistik: 1. Model EOQ statis (klasik).

(3)

3. Model EOQ Fixed Production Rate. 4. Model EOQ Quantity Discount. 2.1.1 Model EOQ statis (klasik)

Model persediaan statis (klasik) merupakan model persediaan yang paling sederhana dari berbagai model yang ada. Terdapat beberapa asumsi-asumsi yang ada pada Model Statis ini yakni:

1. Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan, 2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui (tertentu), 3. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia. 4. Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan,

5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan,

6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan (storage), dan

7. Tidak ada quantity discount.

Adapun proses penghitungannya dengan menganalisa tahap demi tahap sebagai berikut:

Biaya Total Persediaan = Biaya Pesanan + Biaya Penyimpanan + Biaya Pembelian

Parameter-parameter yang dipakai dalam model ini adalah: D = Jumlah kebutuhan produk selama satu periode

k = Biaya pesanan setiap kali pesan

h = Biaya penyimpanan per-unit persediaan c = Biaya pembelian per-unit produk

(4)

t = Waktu antara satu pemesanan kepemesanan berikutnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan mengenai: a. Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ),

b. Frekuensi pemesanan (f), c. Waktu antar pemesanan (t0),

d. Biaya Total Persediaan yang relevan (TIC).

Adapun rumus yang akan digunakan dalam pemecahannya adalah sebagai berikut:

a. Dari rumus Wilson, rumus untuk menentukan jumlah pesanan yang optimal (EOQ):

𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = � 2𝐷𝐷𝐷𝐷

b. Rumus untuk menentukan Frekuensi pemesanan (f): 𝑓𝑓 = 𝐷𝐷𝐸𝐸

c. Rumus untuk waktu antar pemesanan (t0):

t0= 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸

𝐷𝐷

d. Rumus untuk menentukan Total persediaan yang relevan (TIC): 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = √ 2𝐷𝐷𝐷𝐷ℎ

2.1.2 Model EOQ dengan back order

Pada asumsi keenam dalam model dasar EOQ adalah tidak adanya back

order karena kehabisan persediaan (shortage cost). Hal ini disebabkan oleh

kurangnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan actual (actual

(5)

yang diperlukan bila memenuhi seluruh kebutuhan tanpa back order. Tujuannya adalah untuk menentukan ukuran kuantitas (Q) optimal yang meminimasi Total biaya (TIC) persediaan sehingga bisa diasumsikan sebagai berikut:

1. Berapa jumlah persediaan maksimal yang diinginkan pada awal siklus pemesanan produksi.

2. Berapa jumlah kehabisan persediaan maksimal yang diperbolehkan.

Dalam model ini dipakai asumsi bahwa perusahaan menanggung beban biaya kehabisan persediaan (shortage cost), yaitu kerugian atas ketidakmampuan perusahaan menyediakan barang yang dibutuhkan (p) dan lama kebutuhan itu baru dapat dipenuhi. Berdasarkan model dan asumsi tersebut, maka TIC persediaan

model back order dapat dinyatakan dalam persamaan:

TIC = Biaya Pesanan + Biaya Penyimpanan + Biaya Kehabisan Persediaan

Adapun rumus yang akan digunakan dalam pemecahannya adalah sebagai berikut:

TIC = k𝐷𝐷𝐸𝐸 +ℎH2𝐸𝐸 + 𝑝𝑝2 (𝐸𝐸 − 𝐻𝐻)2𝐸𝐸 2

Tujuan model persediaan ini adalah mencari nilai Q dan H yang dapat meminimasi TIC persediaan. Dengan menderivatifkan secara parsial persamaan diatas, maka diperoleh:

𝐸𝐸 = �2𝐷𝐷𝐷𝐷�𝑝𝑝 + ℎ 𝑝𝑝

(6)

Dengan memasukkan persamaan Q dan H ke persamaan TIC, maka diperoleh:

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = √2ℎ𝐷𝐷𝐷𝐷 �𝑝𝑝 + ℎ𝑝𝑝 2.1.3 Model EOQ fixed production rate

Pada model ini harus dikaitkan dengan tingkat produksi dari perusahaan pemasok barang atau produsen. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi pada penggunaan model ini adalah:

1. Tingkat permintaan konstan.

2. Tingkat produksi dari pemasok konstan.

3. Tingkat produksi lebih besar dari tingkat permintaan per tahun. 4. Lead time konstan.

5. Tidak di ijinkan adanya back order. 2.1.4 Model EOQ quantity discount

Model ini didasari oleh adanya kemungkinan potongan kuantitas atau harga per unit barang bila perusahaan membeli dalam kuantitas persediaan yang lebih besar. Misalkan holding cost bervariasi sesuai ketentuan dari pemasok, maka penentuan EOQ yang optimal memerlukan perhitungan seluruh biaya-biaya minimum feasible.

Jika holding cost merupakan persentase dari harga, maka prosedur penentuan EOQ adalah sebagai berikut:

1. Untuk setiap potongan harga hitung EOQ-nya.

2. Jika EOQ diluar jangkauan pada tiap potongan harga (tidak feasible) maka sesuaikan nilai EOQ (naikkan pada kuantitas terendah sehingga feasible).

(7)

3. Hitung total cost tiap EOQ (setelah disesuaikan). 4. Pilih EOQ yang menghasilkan total cost terendah. 2.2 Supply Chain

Supply chain atau biasa disebut sebagai rantai pasokan yang merupakan

sistem perpaduan antara ilmu dan seni yang dikaitkan dalam saluran distribusi untuk perusahaan. Awal mulanya biasa dikenal dengan sistem logistik, namun seiring perkembangan jaman teleh berubah menjadi manajemen rantai pasokan atau disebut juga sebagai supply chain management (SCM).

2.2.1 Sistem manajemen logistik

Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (2000:7) kegiatan logistik adalah suatu perpaduan dari sistem-sistem manajemen distribusi fisik, manajemen material dan transfer persediaan internal. Hal ini menyangkut masalah segala aspek gerakan fisik dari pemasok, perantara, lokasi serta fasilitas yang merupakan struktur operasi dari organisasi perusahaan yang bersangkutan. Adapun saluran distribusinya sebagai berikut:

1. Produsen – konsumen. Bentuk saluran ini yang paling pendek dan paling sederhana, karena dari produsen langsung ke konsumen. Kegiatan logistiknya juga harus menyesuaikan dengan bentuk saluran distribusi ini.

2. Produsen – pengecer – konsumen. Saluran distribusi ini sering disebut dengan saluran distribusi langsung. Pengecer besar langsung mengadakan pembelian ke produsen.

3. Produsen – pedagang besar – pengecer – konsumen. Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen dan hal ini sering disebut distribusi

(8)

jumlah yang cukup besar kepada para pedagang besar saja, dan tidak melayani pengecer.

4. Produsen – agen – pengecer – konsumen. Produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Agen bekerja untuk perusahaan dan tidak memiliki hak kepemilikan atas barang tersebut (penghantar), dan agen ini menjalankan kegiatan perdagangan besar terhadap pengecer besar dalam saluran distribusi yang ada.

5. Produsen – agen – pedagang besar – pengecer – konsumen. Pada saluran distribusi ini, perusahaan menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya ketoko-toko kecil/pengecer.

2.1.2 Supply chain management (SCM)

Supply chain management merupakan sistem/metode pengelolaan dari

perusahaan atau pabrik sampai kepada konsumen akhir. Menurut Pujawan (2005:5) terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola:

1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (Upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, kemudian dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir.

2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.

3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga

(9)

sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim ataupun yang akan menerima.

2.1.3 Tantangan dalam mengelola supply chain management

Mengelola suatu supply chain bukanlah hal yang mudah. Menurut Pujawan (2005:100) supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun diluar sebuah perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Ditambah lagi dengan berbagai ketidakpastian yang ada disepanjang supply

chain serta semakin tingginya persaingan di pasar, supply chain management

membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bisa bertahan dalam dunia bisnis. Berikut akan dijelaskan beberapa tantangan dalam mengelola supply chain:

1. Kompleksitas struktur supply chain. Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak didalam maupun diluar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan sendiripun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Sebagai contoh, bagian pemasaran ingin memuaskan pelanggan sehingga sering membuat kesepakatan dengan pelanggan tanpa mengecek secara baik-baik kemampuan bagian produksi. Perubahan jadwal produksi secara tiba-tiba sering harus terjadi karena bagian pemasaran menyepakati perubahan order (pesanan) dari pelanggan. Di sisi lain, bagian produksi biasanya cukup

resistant terhadap perubahan-perubahan mendadak seperti itu karena akan

(10)

harus dimajukan atau diubah. Ini membuat kinerja bagian produksi kelihatan kurang bagus. Konflik antar bagian ini merupakan suatu tantangan besar dalam mengelola suplly chain.

2. Ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang telah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman disepanjang supply chain. Pengaman ini bisa berupa persediaan yang berlebih (safety stock), waktu (safety time),ataupun kapasitas produksi dan transportasi. Di sisi lain ketidakpastian sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi. Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada supply chain, yaitu:

a. Ketidakpastian permintaan, seperti adanya kesalahan administrasi persediaan, adanya syarat jumlah pengiriman minimum dari pabrik, dan keharusan untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan.

b. Ketidakpastian dari arah supplier, seperti leadtime pengiriman, harga bahan baku atau komponen, kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.

c. Ketidakpastian internal, seperti kerusakan mesin, mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu dan kualitas produksi. 2.3 Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun

(11)

jasa. Menurut Nasution (2008:29-33) perlu dilakukan peramalan pada beberapa bidang penting, antara lain peramalan tentang teknologi, peramalan tentang kondisi ekonomi dan peramalan permintaan. Namun untuk saat ini penulis hanya terfokus para peramalan permintaan, sebagai berikut:

2.3.1 Peramalan permintaan

Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk-produk yang diharapkan akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan permintaan ini digunakan untuk meramalkan permintaan dari produk yang bersifat bebas (tidak tergantung), seperti peramalan produk jadi. 2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktor-faktor ini hampir selalu merupakan kekuatan yang berada diluar kendali perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain:

1. Siklus bisnis. Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, depresi dan masa pemulihan.

2. Siklus hidup produk. Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut kurva S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, dimana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase kematangan dan akhirnya fase penurunan. Untuk menjaga kelangsungan usaha, maka perlu dilakukan inovasi produk pada saat yang tepat.

(12)

3. Faktor-faktor lain. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusaha-usahaan seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan pembayaran secara kredit. 2.3.3 Karakteristik peramalan yang baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain sebagai berikut:

1. Akurasi. Akurasi suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan konsistensian peramalan tersebut.Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia-sia.

2. Biaya. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan.

(13)

3. Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumberdaya manusia, maupun peralatan teknologi. (Nasution, 2008: 32-33).

2.4 Mengelola Persediaan

Persediaan menurut Niswonger (2000:359) persediaan digunakan untuk mengartikan Barang dagangan yang disimpan untuk dijual dalam operasi normal perusahaan, dan bahan yang terdapat dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu.

Persediaan merupakan rancangan kebutuhan akan suatu barang atau produk untuk dipakai pada saat-saat yang telah ditentukan. Dalam pengelolaannya terkadang perusahaan mengabaikan sistem persediaan ini, kebanyakan perusahaan lebih tertarik untuk membeli produk dalam kapasitas yang cukup banyak untuk meminimalisir biaya pengiriman, namun dari segi biaya pemeliharaan serta penyusutan produk tersebut bukanlah bagian dari kendala dalam perusahaan. Jika hal demikian terus berlanjut, perusahaan mungkin hanya akan mengalami sedikit perkembangan. Untuk itu dibutuhkan suatu aliran produk yang sesuai agar modal tidak membeku hanya pada satu jenis produk saja. Menurut Pujawan (2005:100) dalam mengelola aliran material/ produk dengan tepat adalah salah satu tujuan utama dari supply chain. Aliran yang tepat berarti tidak terlalu terlambat dan tidak terlalu dini, jumlahnya sesuai dengan kebutuhan, dan terkirim ketempat yang memang membutuhkan. Jadi ada perusahaan yang memiliki persediaan karena sengaja membuat produk dari awal atau lebih banyak dari waktu dan jumlah yang

(14)

akan dikirim atau dijual pada suatu waktu tertentu, ada juga karena merupakan akibat dari permintaan yang terlalu sedikit dibandingkan dengan perkiraan awal. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakpastian. Ketidakpastian pada supply chain tidak hanya muncul dari arah permintaan tetapi juga dari arah pasokan dan operasi internal.

Adapun yang menjadi yang menjadi tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri (1988:177) adalah sebagai berikut:

1. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.

2. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.

3. Menghindari pembelian secara kecil-kecilan karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

2.4.1 Alat ukur persediaan

Persediaan memang harus selalu diperhatikan karena terlalu sensitif. Tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit. Alat ukur yang menjadi patokan dalam memenuhi persediaan yaitu:

1. Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover rate). Ini melihat seberapa cepat produk atau barang mengalir relatif terhadap jumlah yang rata-rata tersimpan sebagai persediaan. Nilainya bisa diukur untuk tiap individu produk atau secara agregat mewakili satu kelompok atau keseluruhan produk. Tingkat perputaran biasanya diukur dalam setahun.

2. Inventory days of supply. Didefinisikan sebagai rata-rata jumlah hari suatu perusahaan bisa beroperasi dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Ukuran

(15)

ini bisa dikatakan seirama dengan tingkat perputaran persediaan. Kalau

inventory days of supply panjang maka tingkat perputarannya rendah.

3. Fill rate adalah persentase jumlah item yang tersedia ketika diminta oleh pelanggan. Jadi fill rate 97% berarti ada kemungkinan 3% dari item yang diminta oleh pelanggan tidak tersedia. Akibatnya pelanggan harus menunggu beberapa lama atau pindah ketempat lain untuk mendapatkannya. Fill rate bisa di ukur untuk tiap produk secara individual atau untuk keseluruhan produk secara agregat. Untuk menciptakan supply chain management yang efektif, perusahaan mungkin harus membedakan target fill rate untuk setiap pelanggan dan tiap item. (Pujawan, 2005: 102-103).

2.4.2 Klasifikasi persediaan

Setelah mengetahui alat ukur untuk menentukan kapasitas persediaan, diperlukan pula klasifikasi untuk menentukan jenis persediaan tersebut:

1. Berdasarkan bentuknya, persediaan bisa diklarifikasikan menjadi bahan baku (raw materials), barang setengah jadi (wood in process), dan produk jadi (finished product). Klarifikasi ini biasanya hanya berlaku pada konteks perusahaan manufaktur. Produk jadi yang dihasilkan oleh supplier akan menjadi bahan baku bagi sebuah pabrik perakitan. Jadi, dalam konteks supply

chain mestinya produk jadi adalah produk yang sudah tidak akan mengalami

proses pengolahan lagi dan siap digunakan oleh pemakai akhir. 2. Berdasarkan fungsinya, persediaan bisa dibedakan menjadi:

a. Pipeline. Persediaan ini muncul karena lead time pengiriman dari suatu tempat ketempat lain. Barang yang tersimpan di truk sewaktu proses pengiriman adalah salah satu contohnya.

(16)

b. Cycle stock, ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi seperti yang didiskusikan diatas. Persediaan ini punya siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau hampir habis kemudian mulai dengan siklus baru lagi.

c. Persediaan pengaman (safety stock). Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Menentukan berapa besarnya persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit. Besar kecilnya persediaan pengaman terkait dengan biaya persediaan dan service level.

d. Anticipation stock adalah persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu produk.

3. Persediaan juga bisa diklarifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item yang lainnya. Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan dependent

demand item. Sebaliknya, kebutuhan dependent demand item tidak tergantung

pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. (Pujawan, 2005: 103-105).

(17)

Biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan. Menurut Yamit (2005:8-9) Biaya persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang relevan dengan jenis biaya sebagai berikut:

1. Biaya pembelian (purchase cost), yaitu harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari biaya item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adlah termasuk biaya tenaga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik.

2. Biaya pemesanan (order cost/setup cost), yaitu biaya persiapan yang apabila item diproduksi didalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan dapat berupa: biaya membuat daftar permintaan, menganalisis supplier, membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, dan pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa biaya yang dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan skedul kerja, persiapan sebelum produksi, dan pengecekan kualitas.

3. Biaya simpan (carrying cost/holding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan. Biaya simpan dapat berupa: biaya modal, pajak, asuransi, pemindahan persediaan, keusangan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan.

(18)

4. Biaya kekurangan persediaan (stockout cost), yaitu konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar dapat berupa biaya backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan

backorder atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengiriman.

Untuk mengatasi masalah ini secara khusus perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk pesanan khusu yang dapat berupa biaya pengiriman secara cepat, dan tambahan biaya pengepakan.

Sedangkan menurut Tampubolon (2004:194) terdapat biaya-biaya yang timbul akibat persediaan antara lain:

1. Biaya penyimpanan, merupakan biaya yang timbul didalam menyimpan persediaan dari kerusakan. Keusangan dan kehilangan. Biaya-biaya yang termasuk didalam biaya penyimpanan antara lain sebagai berikut:

a. Biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pendingin, dan pemanasan). b. Biaya keusangan.

c. Biaya modal.

d. Biaya asuransi persediaan.

(19)

f. Biaya kehilangan barang. g. Biaya penanganan persediaan.

2. Biaya pemesanan, merupakan biaya-biaya yang timbul selama proses pemesanan sampai barang tersebut dapat dikirim eksportir atau pemasok. Adapun biayanya seperti:

a. Biaya ekspedisi. b. Biaya upah. c. Biaya telepon.

d. Biaya surat-menyurat.

e. Biaya pemeriksaan penerimaan.

3. Biaya penyiapan, merupakan biaya-biaya yang timbul didalam menyiapkan mesin dan peralatan untuk dipergunakan dalam proses konversi. Adapun biayanya seperti:

a. Biaya mesin yang menganggur. b. Biaya penyiapan tenaga kerja. c. Biaya penjadwalan.

d. Biaya ekspedisi.

4. Biaya kehabisan stok, merupakan biaya yang timbul akibat kehabisan persediaan yang timbul karena kesalahan perhitungan. Adapun biayanya seperti:

a. Biaya kehilangan penjualan. b. Biaya pembelian darurat. 2.5 Kriteria Penjualan

(20)

Menurut Swastha (2001:8-14) menjual adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang di lakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya. Adapun jenis-jenis penjualan sebagai berikut:

1. Trade selling. Produsen dan pedagang besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distributor produk-produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi, peragaan, persediaan dan produk baru. Jadi titik beratnya adalah pada penjualan melalui penyalur dari pada penjualan ke pembeli akhir.

2. Missionary selling. Penjualan berusaha ditingkatkan dengan mendorong pembeli untuk membeli barang-barang dari penyalur perusahaan. Di sini, wiraniaga/penjual lebih cenderung pada penjualan untuk penyalur. Jadi, penjual sendiri tidak menjual secara langsung produk yang ditawarkannya. 3. Technical seliing. Berusaha meningkatkan penjualan dengan dengan

pemberian saran dan nasehat kepada pembeli akhir dari barang dan jasanya. Dalam hal ini, tugas utama penjual adalah mengidentifikasikan dan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi pembeli, serta menunjukkan bagaimana produk atau jasa yang ditawarkan dapat mengatasi masalah tersebut.

4. New business selling. Berusaha membuka transaksi baru dengan merubah calon pembeli menjadi pembeli. Jenis penjualan ini sering dipakai oleh perusahaan asuransi.

(21)

5. Responsive selling. Setiap tenaga penjualan diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli. Dua jenis penjualan utama disini adalah

route driving dan retailing.

Adapun jenis-jenis wiraniaga/penjual sebagai berikut:

1. Merchandising salesman. Jenis ini tidak hanya terfokus pada penjualan saja, tetapi juga membantu penyalur dalam mempromosikan penjualan produknya. Ia bertanggung jawab pula atas persediaan barang dan membantu dengan periklanan. Tugas penjualan yang dilakukan disebut trade selling.

2. Detail man. Ciri khusus dari detailman adalah tidak melakukan penjualan secara langsung. Misalnya, perusahaan obat-obatan dapat menggunakan detailman untuk memperkenalkan dan membujuk para dokter agar menggunakan obat-obatan yang diproduksinya. Tugas penjualannya disebut

missionary selling.

3. Sales Engineer. Penjual yang juga dapat memberikan latihan atau demonstrasi secara teknis tentang barang-barang yang dijual. Biasanya barang-barang dijual berupa barang-barang industri; seperti instalasi, bahan mentah dan barang setengah jadi atau komponen-komponen. Tugas penjualannya disebut

technical selling.

4. Pioneer product salesman. Mempunyai tugas pokok untuk membuka daerah baru atau segmen pasar yang baru bagi produk barunya. Dalam hal ini, perusahaan juga menentukan penyalurnya. Tugas penjualan ini disebut new

business selling.

(22)

Penggunaan pendekatan supply chain didasarkan pada sistem produksi dan distribusi perusahaan yang belum optimal. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara kapasitas dan waktu pengiriman yang tidak dapat ditentukan secara pasti serta biaya-biaya yang ada. Adapun kerangka konsep berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:

(23)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Sumber : Penulis (2016) 2.7 Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian lanjutan, terlebih dahulu hendaknya mengetahui sistematika penyusunan dan rangkaian penelitian yang akan dilakukan dengan membandingkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, sebagai berikut: 1. Syaparuddin Harahap, Akuntansi S1 – Ekstensi USU 2009, dengan judul

penelitian Analisis Perencanaan Dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada PT. FastFood Indonesia Cabang Medan. Jenis penelitian deskriptif. Adapun hasil penelitiannya dilihat dari total biaya pada pemesanan persediaan Pepsi Cola untuk tahun 2008 sebesar Rp. 78.146.000,- dengan 20 BIB setiap kali pesan dan frekwensi pemesanannya sebanyak 55 kali dalam setahun, sedangkan pada perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) jumlah pemesanan Ekonomis Persediaan Pepsi Cola sebanyak 24 BIB setiap kali pesan dan

Model EOQ Ramalan

Persediaan pada saat proses penelitian (April,

Mei dan Juni) Pendekatan SCM 1. Menentukan jumlah pesanan yang optimal (EOQ) 2. Menentukan frekuensi pesanan (f) 3. Menentukan waktu antar pesanan (t) 4. Total persediaan (TIC) 1. Menentukan durasi distribusi 2. Menentukan durasi bongkar muatan

(24)

frekwensi pemesanannya sebanyak 46 kali dalam setahun dengan total biaya pemesanan sebesar Rp. 78.138.929,- dapat menghemat biaya sebesar Rp. 7.071,-. Hal ini menunjukkan bahwa teknik perencanaan persediaan yang diterapkan perusahaan kurang efektif dan kurang efisien dalam meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dan upaya mengurangi resiko penumpukan atau kekurangan persediaan.

2. Monika Nainggolan, Matematika S1 – MIPA USU 2012, dengan judul Model Pengendalian Persediaan EOQ dengan Pendekatan Vendor Managed

Inventory-Consignment(VMI-C). Jenis penelitian bersifat literature

berdasarkan rujukan pustaka. Adapun hasil penelitiannya sistem pengendalian persediaan EOQ dengan menggunakan Vendor Managed

Inventory-Consignment (VMI-C) pada kasus bahan baku dalam penelitian ini

menghasilkan penghematan total biaya persediaan per tahun untuk pembeli, pemasok dan sistem yang lebih besar bila dibandingkan model EOQ. Penghematan yang terjadi cukup besar karena pada model pengendalian persediaan EOQ dengan pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI-C) dimana pemasok yang menentukan jumlah pemesanan yang optimal sehingga jumlah pemesanan tersebut akan lebih tepat dan akurat. Dengan demikian total biaya persediaan per tahun, pemasok dengan menggunakan VMI-C akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan total biaya persediaan per tahun dengan menggunakan EOQ sehingga akan menghasilkan selisih atau penghematan biaya yang cukup besar.

3. Ricky, Teknik Industri S1 – TEKNIK USU 2015, dengan judul Perencanaan Aktivitas Distribusi Dengan Menggunakan Konsep Supply Chain

(25)

Management Pada PT. Pusaka Prima Mandiri. Jenis penelitian deskriptif

dengan bentuk action search. Adapun hasil penelitiannya jumlah pengiriman optimum yang diperoleh dari metode economic order quantity untuk masing-masing distribution centre adalah 276 ton untuk distribution centre PT. Duta Mendut, 355 ton untuk distribution centre PT. Mega Citra Sarana, 71 ton untuk konsumen NV. Sumatera Tobacco Trading Company serta 63 ton untuk konsumen PT. Pagi Tobacco. Sedangkan hasil perhitungan safety stock untuk vendor adalah 86 ton untuk NBKP dan 58 ton untuk LBKP. Sedangkan untuk pabrik sendiri adalah sebesar 143 ton, distribution centre PT. Mega Citra Sarana sebesar 14 ton, DC 2 128 ton, K1 11 ton dan K2 5 ton. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sistem supply chain adalah berupa peramalan permintaan yang tidak tepat, bahan baku yang telat, jumlah produksi dan permintaan yang tidak tepat serta penerapan sistem safety stock yang kurang bagus sehingga dapat menyebabkan harga pokok produksi menjadi tinggi, daya saing dari perusahaan lain menjadi meningkat dan tingkat efisiensi perusahaan menjadi menurun.

4. Margaret Febrika Hutajulu, Akuntansi S1 – EKONOMI USU 2008, dengan judul Perencanaan dan Pengawasan Persediaan Barang Dagangan untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Pada PT. Sinar Baru Medan. Jenis penelitian deskriptif. Adapun hasil penelitiannya dalam pengadaan persediaannya, perusahaan sudah cukup baik dalam melaksanakan perhitungan biaya-biaya yang terkait. Standar perusahaan yang menetapkan bahwa biaya-biaya persediaan mulai dari tahap pemesanan sampai penjualan tidak boleh lebih dari tiga persen dari harga pembelian juga merupakan tolak

(26)

ukur yang baik untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan. Penulis menyimpulkan bahwa perencanaan dan pengawasan persediaan barang dagangan pada PT. Sinar Baru Medan sudah dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan.

5. Taufik Limansyah. Universitas Katolik Parahyangan Bandung (2011). Dengan judul penelitian ”Analisis Model Persediaan Barang EOQ dengan Mempertimbangkan Faktor Kedaluarsa dan Faktor All Unit Discount. Hasil penelitian menjelaskan bahwasanya untuk pengembangan model persediaan barang EOQ dengan mempertimbangkan faktor kedaluarsa dan faktor All Unit

Discount, biaya total persediaan akan diperoleh jika hasil dari biaya pembelian

ditambah biaya pesanan, ditambah biaya penyimpanan, ditambah biaya kekurangan dan ditambah biaya kedaluarsa telah diidentifikasikan.

Gambar

Gambar 2.1   Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

(conversion cost) karena biaya-biaya itu dikeluarkan untuk mengkonversikan atau mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Bahan baku langsung merupakan bahan yang dipergunakan secara

Tujuan dari peramalan adalah untuk mengetahui jumlah permintaan produk pada masa yang akan datang, sehingga manajemen perusahaan dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku

1) Biaya produksi, yaitu biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. a) Biaya bahan baku,

 Menerima surat permintaan bahan baku dari bagian produksi. Lembar ke-1 dikirim ke bagian produksi beserta bahan baku yang diminta dan lembar ke-2

Bullwhip effect yang terjadi di setiap produk yang diamati dapat dikurangi pada faktor pertama yaitu peramalan permintaan yang mempengaruhi ketersediaan bahan

1) Faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah permintaan pembeli, umur tanaman, perubahan cuaca, tenaga kerja,

Jumlah bahan baku yang akan dibeli perusahaan tersebut dapat diperhitungkan dengan cara jumlah kebutuhan baku untuk proses produksi ditambah dengan rencana persediaan akhir dari

Konsep dasar just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu