• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KANDUNGAN POLUTAN DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TENUN IKAT DI DESA BANDAR KIDUL, KOTA KEDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN KANDUNGAN POLUTAN DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TENUN IKAT DI DESA BANDAR KIDUL, KOTA KEDIRI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN : 978–602–60606–3–1

PENGUKURAN KANDUNGAN POLUTAN DALAM LIMBAH CAIR

INDUSTRI TENUN IKAT DI DESA BANDAR KIDUL, KOTA KEDIRI

Cahyo Purnomo Prasetyo1*, Olvi Pamadya Utaya Kusuma2

1 Program Studi Teknik Sipil (Universitas Kahuripan Kediri, cahyopurnomoprasetyo@kahuripan.ac.id) 2 Program Studi Teknik Sipil (Universitas Kahuripan Kediri, olvikusuma@kahuripan.ac.id)

ABSTRAK

Kain tenun merupakan salah satu bagian dari warisan budaya bangsa Indonesia. Tenun merupakan identitas budaya yang sudah populer di nusantara hingga manca negara. Dalam sejarahnya, tenun ikat sudah ada pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri sekitar abad 11-13 M, masa sebelum Indonesia merdeka. Proses pewarnaan benang merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan tenun ikat. Namun dengan alasan murah, tahan lama, mudah diperoleh serta mudah dalam penggunaan, biasanya proses pewarnaan menggunakan pewarna sintetis. Meskipun pewarna tekstil sintetis menimbulkan masalah lingkungan karena sulit terurai secara alami.

Tujuan dari penelitian adalah mengukur kandungan polutan dalam limbah cair industri tenun ikat di Desa Bandar Kidul, Kota Kediri untuk mengetahui kesesuaiannya dengan standar baku mutu yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Gubernur Jawa Timur. Metode dalam penelitian adalah Deskriptif Kuantitatif. Titik lokasi pengambilan sampel ditentukan dengan Purposive Sampling. Sampel air limbah diambil di 2 (dua) titik lokasi A dan B dengan parameter yang diukur adalah pH, BOD5, COD dan Krom Total (Cr Total).

Dari hasil analisa sampel limbah cair di titik lokasi A dan B didapatkan hasil bahwa pada parameter pH, BOD5 dan COD tidak memenuhi baku mutu, sedangkan pada parameter Krom Total (Cr Total) telah memenuhi baku mutu.

Kata Kunci: industri tenun ikat; limbah cair; polutan

ABSTRACT

‘Kain tenun’ are part of Indonesia's cultural heritage. ‘Tenun’ is a cultural identity that is already popular in the archipelago to foreign countries. In its history, ‘tenun ikat’ has existed during the reign of the Kingdom of Kediri around the 11-13 century AD, the period before Indonesia's independence. The process of dyeing the threads is one of the most important stages in the manufacture of ‘tenun ikat’. But with the reason that it is cheap, durable, easy to obtain and easy to use, usually the coloring process uses synthetic dyes. Although synthetic textile dyes pose environmental problems because they are difficult to decompose naturally.

The purpose of this research is to measure the content of pollutants in the wastewater of the ‘tenun ikat’ industry in Bandar Kidul Village, Kediri City to determine its compliance with the quality standards set by the Ministry of Environment and the Governor of East Java. The method in this research is Descriptive Quantitative. The sampling location points were determined by Purposive Sampling. Wastewater samples were taken at 2 (two) locations A and B with parameters measured were pH, BOD5, COD and Total

Chromium (Cr Total).

From the analysis of liquid waste samples at locations A and B, it was found that the pH, BOD5 and COD

parameters did not meet the quality standards, while the Total Chromium (Cr Total) parameters had met the quality standards.

Keywords: ‘tenun ikat’ industry; liquid waste; pollutant

PENDAHULUAN

Batik merupakan hasil kebudayaan tak benda asli dari Indonesia menurut ketetapan UNESCO. Sejak saat itu Hari Batik Nasional

diperingati setiap tanggal 2 Oktober. Klaim negara tetangga serumpun terhadap berbagai warisan budaya nusantara dimana batik adalah salah satunya, telah menumbuhkan kesadaran

(2)

241 SNapan I Tahun 2020 Universitas Kahuripan Kediri segenap bangsa Indonesia untuk merawat serta menjaga berbagai aset kebudayaan dan warisan budaya bangsa. Dari sejarahnya batik mulai dikenal sejak abad 7 dengan kedatangan pedagang dari India dan Srilangka (Ayudhyapura dan Dharmanagari) dan semakin berkembang di masa kekuasaan Kerajaan Majapahit pada Abad 13-15 M (Anshori, 2011). Seperti juga batik, kain tenun adalah salah satu warisan budaya bangsa Indonesia dalam hal busana. Kain tenun merupakan perkembangan pakaian penutup badan yang sudah dikenal sejak jaman prasejarah yaitu rumput-rumputan dan kulit kayu. Sebagai salah satu negara produsen kain tenun terbesar di dunia, tenun Indonesia sangat khas karena sangat kaya akan jenis corak hias antara lain keragaman warna, motif dan kualitas bahan serta benang. Oleh karena itu tenun menjadi identitas budaya di nusantara dan popularitasnya tersebar hingga manca negara. Kain tenun menjadi sebuah karya yang menyimbolkan bahasa kehidupan. Selain fungsinya sebagai busana pelindung tubuh yang dipakai dalam keseharian, kain tenun juga berfungsi sebagai seserahan dalam acara pernikahan adat, sebagai simbol untuk mengembalikan keseimbangan sosial, sebagai busana dalam upacara dan tarian adat, sebagai penghormatan dalam upacara kematian, bahkan dalam motif corak dan gambar tertentu kain tenun bisa melambangkan suku (Saputra, 2019). Sejarah tenun ikat sudah ada pada masa kekuasaan Kerajaan Kediri sekitar abad 11-13 M, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Hal ini didukung oleh pendapat Gerrit Pieter Rouffaer seorang sejarawan dari Belanda yang melakukan penelitian tentang kain di Indonesia. Beliau menyatakan bahwa pola gringsing atau teknik dobel ikat yang sangat khas karena pola ini hanya bisa dibuat dengan alat canting, sudah dikenal oleh masyarakat dan digunakan sejak pada abad 12 M. Perkembangan tenun ikat di Kediri dimulai oleh warga keturunan Tionghoa yang membuka usaha tenun ikat dengan memiliki 200 alat tenun dan ratusan pegawai pada tahun 1950. Pada periode 1960-1970 usaha tenun ikat semakin berkembang dan mengalami masa jaya didukung dengan semakin intensnya perdagangan dengan para saudagar dari India, Tiongkok, Arab hingga Madagaskar (Pradipta, 2019).

Proses pewarnaan benang merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan

tenun ikat. Pada proses ini, dilakukan pengikatan dengan menggunakan serat alam pada bagian benang yang tidak diwarnai saat dilakukan pencelupan, untuk mencegah pewarna masuk ke dalam serat-serat benang. Bila ikatan pada benang dilepas setelah proses pencelupan warna selesai, akan dihasilkan corak hias berwarna putih di atas benang yang berwarna (Gratha, 2016). Zat pewarna alami bisa didapatkan dari daun jambu biji (Psidium

guajava), daun pohon nila (indofera), kulit

soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kunyit (Curcuma), dan kesumba (Bixa orelana) (Sitanggang, 2017). Namun biasanya proses pewarnaan dilakukan dengan menggunakan pewarna sintetis karena murah, awet, mudah diperoleh dan digunakan, meskipun pewarna tekstil sintetis menimbulkan masalah karena sulit terdegradasi. Di dalam limbah cair tekstil terkandung 10%-15% zat pewarna yang sudah dipakai dalam proses pewarnaan dan tidak dapat digunakan kembali, sehingga limbah pewarna tekstil seharusnya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air (Ruzicka dkk, 2014). Kementrian Lingkungan telah mengatur bahwa setiap kegiatan industri wajib melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan (MENLH, 1995), demikian pula Gubernur Jawa Timur telah menerbitkan Pergub untuk mengatur Baku Mutu Air Limbah bagi industri dan/atau kegiatan usaha lainnya (Gubernur Jatim, 2013).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur kandungan polutan limbah cair industri tenun ikat di Desa Bandar Kidul, Kota Kediri untuk mengetahui apakah telah memenuhi baku mutu lingkungan.

METODEPENELITIAN

Penelitian dilakukan di sentra industri tenun ikat di Desa Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif Kuantitatif. Penentuan titik lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling. Sampel air limbah di ambil di 2 (dua) titik lokasi penampungan limbah cair industri tenun ikat A dan B dengan parameter yang diukur adalah pH, BOD5, COD dan Krom Total (Cr Total).

(3)

HASILDANPEMBAHASAN

Untuk lebih memperjelas titik lokasi sampling perlu dilakukan pemetaan GIS (Geographic Information System). Dengan dilakukan pemetaan GIS dapat diketahui lokasi titik pengambilan sampel A dan B serta tempat apa saja yang terdapat di sekitar lokasi titik sampling. Aplikasi yang digunakan pada pemetaan adalah Arcgis, sedangkan untuk sumber peta digunakan Google Earth.

Gambar 1. Titik Lokasi Sampel Limbah Cair Seperti terlihat pada gambar 1, lokasi titik pengambilan limbah cair A dan B berada di tengah pemukiman penduduk.

Proses pengukuran parameter fisika (pH) pada sampel limbah cair dilakukan secara langsung di lokasi (in situ), namun untuk parameter kimia (BOD5, COD, Krom Total) harus dilakukan analisis di laboratorium (ex

situ).

Gambar 2. Pengambilan Sampel Limbah Cair di Titik Lokasi A

Gambar 2, proses pengambilan sampel limbah

cair di titik lokasi A (titik koordinat -7,82998, 112,00275, 102,8m, 3o).

Gambar 3. Pengambilan Sampel Limbah Cair di Titik Lokasi B

Gambar 3, proses pengambilan sampel limbah

cair di titik lokasi A (titik koordinat -7,83091, 112,00044, 89,5m, 128o).

Hasil analisa sampel limbah cair di 2 (dua) titik lokasi industri tenun ikat ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Analisa Air Limbah di Titik A

NO. PARAMETER UNIT HASIL

UJI SYARAT 1. pH - 5,62 6,0 – 9,0 2. BOD5 mg/l 334,2 60 3. COD mg/l 633,2 150 4. Krom Total (Cr Total) mg/l < 0,0196 1,0 Sumber:Data hasil analisa limbah cair di Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto

Tabel 2. Hasil Analisa Air Limbah di Titik B

NO. PARAMETER UNIT HASIL

UJI SYARAT 1. pH - 2,97 6,0 – 9,0 2. BOD5 mg/l 352,6 60 3. COD mg/l 759,7 150 4. Krom Total (Cr Total) mg/l < 0,0196 1,0 Sumber:Data hasil analisa limbah cair di Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto

Dari hasil pengujian sampel limbah cair industri tenun ikat menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melebihi ambang batas baku mutu yaitu pH, BOD5 dan COD. Analisis mengenai parameter limbah cair tenun ikat adalah sebagai berikut :

1) pH

pH adalah ukuran untuk menentukan seberapa asam atau basa suatu cairan, dengan kisaran nilai dari 0 hingga 14 dimana nilai 7 adalah netral. Dari tabel 1 dan 2, pH di 2 (dua) titik lokasi limbah A dan B tidak memenuhi baku mutu. Nilai pH paling rendah didapatkan di titik lokasi B yaitu 2,97. Menurut Keputusan Menteri

(4)

243 SNapan I Tahun 2020 Universitas Kahuripan Kediri Negara Lingkungan Hidup Kep-51/Menlh/10/1995 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 untuk baku mutu limbah cair industri tekstil bahwa pH 6,0-9,0. Nilai pH yang rendah menunjukkan limbah cair tenun ikat sangat asam, sehingga bersifat sangat korosif. 2) BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

BOD5 adalah ukuran tak langsung dari jumlah substansi bioorganik biodegradable di dalam air. BOD5 mengindikasikan seberapa banyak oksigen terlarut (mg/l) dibutuhkan dalam waktu tertentu untuk mendegradasi secara biologis bahan organik dalam limbah. Dari tabel 1 dan 2, nilai BOD5 di 2 (dua) titik lokasi limbah A dan B tidak memenuhi baku mutu. Nilai BOD5 paling tinggi didapatkan di titik lokasi B yaitu 352,6 mg/l. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep-51/Menlh/10/1995 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 untuk baku mutu limbah cair industri tekstil bahwa kandungan BOD5 tidak melebihi 60 mg/l.

3) COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air limbah menjadi bahan anorganik. Atau dengan kata lain, COD adalah total pengukuran semua bahan organik dan anorganik dalam air limbah.

Dari tabel 1 dan 2, nilai COD di 2 (dua)

titik lokasi limbah A dan B tidak memenuhi baku mutu. Nilai COD paling tinggi didapatkan di titik lokasi B yaitu 759,7 mg/l. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep-51/Menlh/10/1995 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 untuk baku mutu limbah cair industri tekstil bahwa kandungan COD tidak melebihi 150 mg/l.

4) Krom Total (Crom Total)

Krom adalah salah satu logam berat yang sangat berbahaya, karena apabila terakumulasi dalam tubuh manusia akan mengakibatkan kerusakan hati dan ginjal serta bersifat karsinogen, teratogen dan

mutagen. Oleh karena itu Krom total

menjadi salah satu paramater kimia dalam baku mutu air limbah. Dari tabel 1 dan 2, Krom Total di 2 (dua) titik lokasi limbah A dan B telah memenuhi baku mutu dengan nilai < 0,0196. Menurut Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Kep-51/Menlh/10/1995 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 untuk baku mutu limbah cair industri tekstil bahwa kandungan Krom Total tidak melebihi 1,0 mg/l. Zat warna industri tekstil pada umumnya menggunakan zat anorganik dengan jenis logam berat yang terkandung antara lain Cu (Cuprum), Ni (Nikel), Cr (Crom), Co (Cobalt), Pb (Plumbum), Mo (Molibdenum) dan Cd (Cadmium) (Kurniasih, 2008). Dengan kecilnya nilai Krom total dalam limbah cair, ada kemungkinan proses pewarnaan tenun ikat tidak menggunakan pewarna dengan bahan dasar Krom. Untuk memastikan hal ini diperlukan penelitian lanjutan.

SIMPULAN

Dari hasil analisa pada 2 (dua) titik lokasi limbah cair industri tenun ikat di Desa Bandar Kidul, Kota Kediri dapat disimpulkan bahwa : Pertama, kandungan polutan dalam air limbah tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Gubernur Jawa Timur untuk parameter pengukuran pH, BOD5 dan COD. Sedangkan untuk parameter Krom Total (Cr total) telah memenuhi baku mutu, karena ditemukan dalam jumlah sangat kecil. Kedua, kandungan polutan tertinggi didapatkan dalam limbah cair pada titik lokasi B untuk parameter pengukuran pH : 2,97, BOD5 : 352,6 mg/l dan COD : 759,7 mg/l.

UCAPAN TERIMAKASIH

DRPM Kemenristek/BRIN LLDIKTI 7

LPPM Universitas Kahuripan Kediri.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Yushak., & Adi Kusrianto. (2011).

Keeksotisan Batik Jawa Timur. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo.

Gratha, Benny., & Judi Achjadi. (2016).

Tradisi Tenun Ikat Nusantara. Penerbit:

Bab Publishing Indonesia.

Gubernur Jawa Timur. (2013). Peraturan

Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi

(5)

Lainnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Surabaya.

Kurniasih, Y.A. (2008). Fitoremediasi Lahan

Pertanian Tercemar Logam Berat

Kadmium Dan Tembaga Dari Limbah Industri Tekstil. Skripsi, Departemen

Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. (1995).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-51/Menlh/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi

Kegiatan Industri. Menteri Negara

Lingkungan Hidup. Jakarta.

Pradipta, Galih. (2019). Tenun Ikat Kediri yang

Melegenda. Kompas

(https://foto.kompas.com/photo/read/2019/ 03/01/1551425353017/1/Tenun-Ikat-Kediri-yang-Melegenda#&gid=1&pid=10, diakses 16 Otober 2020).

Ruzicka, O. dan L. Safira. (2014). Aplikasi

Fotokatalis Tio2 Pada Degradasi Limbah Cair Zat Warna Tekstil, Lomba Karya

Ilmiah Sumber Daya Air Tahun 2014. Sitanggang, Petra Yohana. (2017). Pengolahan

Limbah Tekstil Dan Batik di Indonesia,

Article December 2017, DOI: 10.5281/zenodo.1133991

(https://www.researchgate.net/publication/ 322136338, diakses 16 Oktober 2010). Saputra, Hardika. (2019). Seni dan Budaya

Tenun Ikat Nusantara, Article May 2019

(https://www.researchgate.net/publication/ 333338833, diakses 15 Oktober 2020)

Gambar

Gambar 2. Pengambilan Sampel Limbah Cair   di Titik Lokasi A

Referensi

Dokumen terkait

belajar siswa yang diperoleh melalui pengamatan adalah sebagai berikut: (1) Siswa yang termotivasi dengan media pembelajaran dan aktif mendengarkan penjelasan dari guru ada

Ukuran molekul amilum yang sangat besar menyebabkan tidak dapat masuk ke dalam sel bakteri, karena hal itulah molekul amilum dihidrolisis terlebih dahulu oleh

Maka dari itu penelitian ini ingin mengangkat sebuah perancangan sistem informasi website yang akan digunakan untuk media promosi agrowisata di daerah tersebut serta

Rumah susun sederhana sewa Tanah Merah II terdiri atas 2 blok, yaitu blok A dan blok B. Lantai satu dipakai untuk ruang serba guna dan hunian difable yaitu untuk

Dengan hasil analisis seperti ini menyatakan Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel sosialisasi dengan faktor penyebab rumah susun sewa tidak

Nilai Vertikal Ruang Bangunan di Rumah Susun Kranggan-Ambarawa yang mengacu pada harga sewa, diperoleh hasil bahwa akibat bekerjanya variabel ekonomi dan variabel

erat dengan kemampuan pengusaha industri menengah yang lebih besar dari pengusaha industri kecil untuk mewujudkan tingkah laku kewiraswastaan yang ada pada

Penelitian ini akan mendeskripsikan kesalahan struktur berpikir siswa serta upaya defragmenting nya ketika melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah pertidaksamaan