• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Hal tersebut tidak lain adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Hal tersebut tidak lain adalah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Hal tersebut tidak lain adalah untuk menyiapkan manusia yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan tuntutan zaman dan masyarakat saat ini yang lebih dikenal dengan tantangan abad ke-21. Tantangan abad ke-21 ditandai dengan terjadinya percepatan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi serta tidak terdapatnya batas antar “ruang dan waktu” antarnegara yang memunculkan adanya pasar bebas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus siap menghasilkan generasi muda yang dibekali keterampilan abad ke-21.

Masyarakat abad 21 semakin menyadari pentingnya menyiapkan generasi muda yang luwes, kreatif, dan proaktif. Semakin disadari pula bahwa perlu membentuk anak-anak muda yang terampil memecahkan masalah, bijak dalam membuat keputusan, berpikir kreatif, suka bermusyawarah, dapat mengkomunikasikan gagasannya secara efektif, dan mampu bekerja secara efisien baik secara individu maupun kelompok. Lebih jauh, menurut Trilling (2009: 49) keterampilan pada abad 21 berfokus pada keterampilan pembelajaran inovasi yaitu (1) berpikir kritis dan pemecahan masalah sebagai berpikir ahli; (2) komunikasi dan kolaborasi sebagai bentuk berkomunikasi yang kompleks; serta (3) kreativitas dan penemuan untuk menerapkan daya

(2)

2

khayal dan hasil daya khayal atau penemuan. Ketiga keterampilan tersebut merupakan kunci dalam pembelajaran dan menjadi tuntutan dalam dunia kerja abad 21. Dunia pendidikan memiliki erat hubungannya dengan berbagai bidang pembangunan yang bersifat pada kebutuhan ekonomis (lebih spesifik dunia kerja). Bradon dan Dorothy dalam Yasa (2013: 91) mengemukakan bahwa terdapat 5 kompetensi penting yang menghubungkan dunia pendidikan dan dunia kerja yaitu, berpikir kritis, problem solving, teknologi dan komunikasi, kolaborasi dan keterampilan secara mandiri.

Pakar pendidikan Indonesia telah merumuskan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagai standar baru untuk menghasilkan lulusan pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan masyarakat terutama dalam dunia kerja. Penyusunan kualifikasi ketenagaakerjaan di Indonesia telah disesuaikan dengan kualifikasi dari negara lain. Hal ini akan memberikan mobilitas yang lebih luas, menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah sehingga mempermudah pertukaran pelajar maupun tenaga kerja. Pada tingkat setara dengan lulusan D1 (level 3) dan jenjang di atasnya, yang merupakan lulusan yang dipandang mempunyai kemampuan mumpuni dituntut untuk mampu berkomunikasi dan bekerja sama/berkolaborasi dalam lingkup kerjanya. Berdasarka Indonesian Skills Report (2010: 37) menyatakan pula dengan tegas bahwa pada modul pekerja (the employee module) menunjukkan keterampilan komunikasi dan keterampilan tim (kolaborasi) dinilai menjadi keterampilan yang paling penting dan paling dibutuhkan pada dunia kerja. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan keterampilan komunikasi dan

(3)

3

kolaborasi sejak dini. Berdasarkan hasil survey McKinsey Global Institute (2011:78) pada 2000 pekerja di Amerika mengungkapkan bahwa tidak adanya kecocokan suasana kerja yang berkaitan dengan keterampilan kolaborasi (45%), keterampilan pemecahan masalah yang kurang memadai (19%), dan keterampilan komunikasi yang buruk (15%) merupakan alasan terbesar pekerja gagal dalam memenuhi permintaan kualifikasi yang dibutuhkan pekerjaan.

Senada dengan hal tersebut, permasalahan yang sama yakni rendahnya mutu dan kompetensi SDM juga terjadi di Indonesia. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Suparno (2008) rendahnya mutu dan kompetensi SDM terindikasi dari kenyataan bahwa banyak kesempatan kerja, di dalam negeri hanya bisa terisi rata-rata nasional 30 % sedangkan di luar negeri banyak lowongan pekerjaan (labour skills) yang tidak terisi, hal ini disebabkan karena rendahnya mutu dan kompetensi SDM tidak mampu memenuhi kriteria atau kebutuhan pasar kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. Kebutuhan pasar kerja pada era saat ini adalah mengikuti tuntutan dunia kerja abad 21 yang diantaranya adalah tuntutan dalam hal keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi. Keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi pekerja di Indonesia terindikasi masih rendah . Berdasarkan Employee Skill Survey tahun 2008 pada “Qualities most needed” keterampilan komunikasi menduduki peringkat pertama dengan angka 12,94 dan keterampilan tim (kolaborasi) menduduki peringkat ke-2 dengan angka 12,33. Sedangkan pada “Qualites most lacked” keterampilan komunikasi menduduki peingkat ke-8 dari 13 (sektor: writing, english, communication, team skills,

(4)

4

leadership, time management, independence, adaptability, creativity, numerical, problem solving, computer, dan technical) dengan angka 7,741 dan keterampilan tim (kolaborasi) pada peringkat ke-12 dengan angka 4,423 (Indonesian Skills Report, 2010 :37). Oleh karenanya dapat ditarik benang merahnya bahwa keterampilan komukasi dan kolaborasi pekerja di Indonesia merupakan yang paling dibutuhkan tetapi bukan yang paling kekurangan, namun tetap saja terdapat kekurangan pada sektor keterampilan komunikasi dan kolaborasi tidak lain karena masih cukup rendahnya kemampuan yang dimiliki pekerja Indonesia pada kedua keterampilan tersebut.

Berdasarkan Suvey of Adult Skills oleh OECD yang diselenggarakan di Jakarta pada 1 April 2014 sampai dengan 31 Maret 2015 dengan subyek penelitian sebanyak 50.250 orang dewasa berumur 16-65 th mengungkapkan bahwa penduduk dewasa di Jakarta mendapatkan skor antara 326-327 dari skor maksimal 500 pada kemampuan numerasi yang menyoroti pada aktivitas responden yang berupa keterampilan kolaborasi dan komunikasi yang dibutuhkan pada dunia kerja. Skor ini menunjukkan level yang masih rendah jika dibandingkan dibandingkan penduduk dewasa negara lain yang berpartisipasi dalam survey (OECD, 2016: 12).

Dunia pendidikan berkontribusi dalam menghasilkan tenaga kerja berkualifikasi abad 21 melalui kurikulum dan silabusnya, yang mengarah pada pembentukan kompetensi tertentu, yang terakreditasi dan tersertifikasi secra nasional dan bahkan internasional, sehingga dapat link and match dengan kebutuhan riil dunia usaha dan pasar kerja. Sebagai upaya dalam meningkatkan

(5)

5

keterampilan abad 21, terutama pada keterampilan kolaborasi dan komunikasi salah satunya adalah melalui pembelajaran IPA dengan menggunakan berbagai model dan pembelajaran di dalamnya. Berdasarkan hakikatnya, IPA dipandang sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah. Sebagai proses, pembelajaran IPA memuat keterampilan proses mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan. Pada proses mengumpulkan data atau mengekperimen dan mengasosiasi dapat memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi. Disamping itu, keterampilan proses mengkomunikasikan, meramalkan, dan menyimpulkan hasil juga mampu mengembangkan keterampilan komunikasi dalam diri peserta didik.

Namun demikin, pada saat ini banyak praktik pembelajaran IPA yang kurang membangun keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja, terutama keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Hal ini terbukti salah satunya dari hasil observasi yang dilakukan di SMP N 1 Kretek. Keterampilan kolaborasi memiliki makna lebih dari keterampilan untuk bekerja sama, yaitu suatu proses belajar untuk merencanakan dan bekerja bersama-sama, untuk menimbang perbedaan pandangan/ perspektif, dan untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan cara sumbang saran, mendengarkan, dan mendukung orang lain. Kurangnya keterampilan kolaborasi peserta didik terlihat dari kerja sama yang tidak baik antarpeserta didik. Ditemukan kasus pada saat observasi awal yang dilakukan peneliti di SMP N 1 Kretek bahwa peserta didik perempuan tidak bersedia berbagi tugas dengan peserta didik laki-laki yang dianggap malas dan

(6)

6

kurang pandai di dalam kelompoknya. Hal ini membuat beberapa peserta didik “yang dibuang kelompoknya” tidak mendapatkan kelompok dan membuat kelompok sendiri. Kondisi seperti ini, mengacaukan rancangan kelompok kerja yang didasarkan pada persebaran kemampuan peserta didiknya yang sudah dibentuk oleh guru. Selain itu kurangnya keterampilan kolaborasi juga teridentifikasi pada saat pembelajaran dengan metode parktikum. Di dalam satu kelompok kerja yang seharusnya setiap anggotanya mempunyai tujuan dan target yang sama, tidak mampu menyelesaikan tugas praktikum yang diberikan. Di dalam satu kelompok kerja itu pun tidak ada pembagian tugas yang jelas dan tidak ada salah satu peserta didik yang berinisiatif mengambil peran sebagai koordinator atau ketua dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, kerja kelompok menjadi berantakan dan hanya segelintir peserta didik yang giat dan serius bekerja melakukan praktikum sedangkan peserta didik lainnya hanya bermain-main.

Selain keterampilan kolaborasi, keterampilan komunikasi peserta didik juga menjadi permasalahan lain di SMP N 1 Kretek. Komunikasi merupakan salah satu dari keenam keterampilan proses dasar sains yang sangat penting dalam pembelajaran sains. Komunikasi merupakan dasar bagi pemecahan masalah. Komunikasi sangat diperlukan karena sumua orang merasa perlu untuk mengkomuniksikan ide, perasaan, dan kebutuhannya kepada orang lain. Dalam pembelajaran keterampilan komunikasi diartikan sebagai keterampilan untuk menyampaikan hasil pengamatan atau pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain yang bentuknya bisa berupa laporan, grafik, gambar, diagram, atau

(7)

7

table yang dapat disampaikan kepada orang lain. Proses interasi baik antar peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan guru tergolong masih rendah. Hal ini terlihat saat proses pembelajaran, komunikasi belum berlangsung secara dua arah melainkan hanya satu arah. Kondisi ini diakibatkan oleh penyampaian pembelajaran yang menggunakan metode ceramah. Selain itu, komunikasi dua arah hanya berlangsung pada saat guru melemparkan pertanyaan dan meminta peserta didik untuk menjawab. Namun, kesadaran peserta didik untuk aktif menjawab dan bertanya masih rendah sehingga peserta didik hanya pasif dan menjawab apabila ditunjuk oleh guru. Selain itu, keterampilan komunikasi peserta didik juga masih kurang jika dilihat dari kegiatan presentasi di depan kelas. Peserta didik dalam menyampaikan materi presentasi kurang serius dan cenderung bercanda. Dalam satu kelompok presenter terlihat bahwa hanya beberapa peserta didik yang menguasai materi dan peserta didik tertentu saja yang berbicara. Sebagian besar peserta didik pun belum lancar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Di samping itu, peserta didik kurang mampu menyampaikan kegiatan selama proses praktikum dan kurang dalam hal menyampaikan informasi yang didapatkan dari praktikum yang telah dilakukan. Data hasil pengamatan juga tidak disampaikan dengan baik serta peserta didik juga kurang ahli dalam mengkonversi data hasil pengamatan ke dalam bentuk tabel dan grafik.

Kedua masalah tersebut mengindikasikan bahwa dalam pembelajaran masih terdapat peserta didik yang kurang menguasai keterampilan kolaborasi dan komunikasi yang menjadi tuntutan manusia abad ke-21. Salah satu

(8)

8

penyebabnya, adalah karena ketidaktepatan model pembelajaran yang diterapkan dan minimnya bahan ajar. Maka, sebagai solusinya pembelajaran perlu menerapkan model project based learning. Project Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang diutamakan dalam Implementasi Kurikulum 2013. Banyak pula penelitian yang mengembangkan model pembelajaran untuk mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran agar tantangan abad ke-21 dapat terjawab. Salah satu metode pembelajaran IPA yang cocok untuk diterapkan adalah pembelajaran dengan metode inquiry dan cara terbaik untuk menerapkan mentode inkuiri adalah dengan menerapkan proyek dalam pembelajarannya (Wilhelm, Sherrod, & Walters, 2008).

Disamping itu, adanya permasalahan ini mendorong dilakukannya pengembangan bahan ajar yang salah satunya adalah berupa pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai solusinya. Bahan ajar LKPD dikembangkan sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik yakni sesuai dengan karekteristik materi, peserta didik, dan lingkungan sosial peserta didik.

Produk yang akan dikembangkan berupa LKPD IPA dengan materi “Pemanasan Global” yang berdasarkan pada Kurikulum 2013. Materi pemanasan global sangat erat kaitannya dengan permasalahan di kehidupan sehari-hari sehingga akan menjadi tentangan tersendiri bagi peserta didik. Materi pemanasan global akan bermakna bagi peserta didik pabila disajikan dengan metode inkuiri dan lebih jauh apabila materi disajikan dengan tantangan proyek maka hal ini akan mendorong keterampilan peserta didik dalam

(9)

9

memanajemen waktu, keterampilan komunikasi, keterampilan kolaborasi, dan pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan di mata pelajaran IPA pada materi pemanasan global kelas VII yang erat kaitannya dengan kehidupan nyata peserta didik menjadi satu hal yang menarik untuk diteliti dalam upaya meningkatkan keterampilan kolaborasi dan komunikasi peserta didik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikembangkan LKPD IPA bebasis Project Based Learning.

Dengan mengembangkan LKPD IPA berbasis proyek maka pembelajaran didalamnya mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu seperti matematika, sains, seni, dan bahasa melalui sebuah proyek serta menghasilkan produk nyata berupa produk yang dipamerkan. Dengan menghasilkan produk peserta didik akan dilatih untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif, inovatif, berkomunikasi, dan berkolaborasi. Model pembelajaran Project Based Learning mampu menuntun peserta didik ke dalam pembelajaran aktif. Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan. Dengan kata lain peserta didik belajar dengan melakukan atau “learning by doing” yang di dalam prosesnya peserta didik terfasilitasi untuk melatih dan mengembangkap ketrampilan proses, ketrampilan komunikasi, dan ketrampilan kolaborasi dalam diri peserta didik.

Hasil wawancara dengan guru IPA SMP N 1 Kretek menunjukkan bahwa guru belum pernah menerapkan model Project Based Learning dalam pembelajarannya, tetapi guru sudah menerapkan pembelajaran berdasarkan

(10)

10

pendekatan saintifik yang merupakan standar proses kurikulum 2013. Namun demikian, hasil observasi di kelas menunjukkan penerapan pendekatan saintifik disampaikan dengan metode atau pendekatan konvensional. Pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, diskusi kelas, dan sesekali demonstrasi, sehingga penggunaan LKPD sebatas memacu pada buku teks dan tidak ada pengembangan dari guru. Disamping itu, lembar kerja yang ada di buku peserta didik untuk kurikulum 2013 yang menekankan pada peserta didik aktif membangun sendiri konsepnya sangat jarang sekali di belajarkan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SMP N 1 Kretek masih berpusat pada guru (teacher centered) dan tidak memanfaatkan LKPD yang mampu membangun keterampilan proses peserta didik, sehinga pembelajaran aktif bagi peserta didik belum terlaksana sehingga peserta didik kurang mendapatkan pengalaman belajar yang dapat membangun keterampilan pada proses berpikir, berkomunikasi, serta berkolaborasi.

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka sangat penting dilakukan penelitian dengan judul: Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik IPA berbasis Project Based Learning untuk Meningkat Keterampilan Kolaborasi dan Keterampilan Komunikasi Peserta Didik kelas VII SMP N 1 Kretek.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

(11)

11

1. Agar mampu bersaing di abad 21 generasi muda harus memiliki kualifikasi yang sesuai. Namun kenyataannya, generasi muda di Indonesia belum memiliki kualifikasi yang diharapkan.

2. Salah satu kualifikasi keterampilan pembelajaran abad 21 yaitu keterampilan kolaborasi. Sayangnya, keterampilan kolaborasi belum mendapat perhatian di dunia pendidikan Indonesia sehingga keterampilan kolaborasi yang dimiliki peserta didik Indonesia masih tergolong rendah. 3. Keterampilan komunikasi merupakan salah satu dari keenam keterampilan

proses dasar sains yang sangat penting dalam pembelajaran sains. Akan tetapi, dunia pendidikan Indonesia belum menaruh perhatian khusus pada keterampilan ini, sehingga ketrampilan komunikasi yang dimiliki peserta didik Indonesia masih jauh dari kriteria idealnya.

4. Pembelajaran IPA di sekolah masih berpusat pada guru (teacher centered), dengan lebih sering pembelajaran dengan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan pembelajaran aktif bagi peserta didik belum terlaksana sehingga peserta didik kurang mendapatkan pengalaman belajar yang dapat membangun keterampilan pada proses berpikir, berkomunikasi, serta berkolaborasi.

5. Project Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang diutamakan dalam Implementasi Kurikulum 2013 dan merupakan salah satu model pembelajaran yang berpotensi meningkatkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi peserta didik. Akan tetapi, guru

(12)

12

belum pernah menerapkan Project Based Learning dalam pembelajarannya.

6. LKPD menjadi salah satu bahan ajar yang menunjang keberhasilan pembelajaran. LKPD membantu peserta didik dalam membimbing kegiatan yang dilaksanakan, terlebih pada kegiatan pembelajaran yang berupa praktikum. Namun, LKPD sangat jarang digunakan oleh guru SMP N 1 Kretek sehingga pembelajaran berlangsung kurang efektif dan efisien. 7. LKPD yang digunakan pada pembelajaran seharusnya disesuaikan dengan

kebutuhan peserta didik, kondisi lingkungan dan sosial peserta didik, serta karakteristik materi yang sesuai. Namun demikian, LKPD yang digunakan guru SMP N 1 Kretek masih memacu pada buku teks dan tidak ada pengembangan dari guru. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian dengan kebutuhan peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka focus dari penelitian ini adalah:

1. Keterampilan kolaborasi peserta didik tergolong masih rendah.

2. Keterampilan komunikasi peserta didik belum dikembangkan secara optimal melalui kegiatan pembelajaran.

3. Pembelajaran berbasis proyek jarang dilakukan oleh guru.

4. Bahan ajar berupa LKPD yang digunakan sekolah masih memacu pada buku teks dan tidak ada pengembangan dari guru. Hal tersebut menyebabkan ketidaksesuaian dengan kebutuhan peserta didik.

(13)

13

5. LKPD yang digunakan sekolah belum berpotensi untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi dan komunikasi peserta didik.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kelayakan LKPD IPA berbasis Project Based Learning untuk meningkat keterampilan kolaborasi dan komunikasi peserta didik SMP kelas VII?

2. Apakah terdapat peningkatan keterampilan kolaborasi peserta didik yang belajar dengan LKPD IPA berbasis Project Based Learning?

3. Apakah terdapat peningkatan keterampilan komunikasi peserta didik yang belajar dengan LKPD IPA berbasis Project Based Learning?

4. Bagaimanakah respon peserta didik terhadap LKPD IPA berbasis Project Based Learning untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan “LKPD Berbasis Model Project Based Learnig” yang layak. 2. Mengetahui peningkatan keterampilan kolaborasi peserta didik setelah

belajar dengan LKPD IPA berbasis Model Project Based Learnig.

3. Mengetahui peningkatan ketermpilan komunikasi peserta didik setelah belajar dengan LKPD IPA berbasis Model Project Based Learnig.

(14)

14

4. Mengetahui respon peserta didik setelah belajar dengan LKPD IPA berbasis Model Project Based Learnig.

F. Spesifikasi Produk dan Keterbatasan Pengembangan 1. Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa LKPD IPA berbasis Project Based learning untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi peserta didik SMP. Spesifikasi dari LKPD ini adalah sebagai berikut:

a. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA yang dikembangkan berbentuk media cetak yang berukuran kertas A4.

b. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA yang dikembangkan berbasis pada model pembelajaran Project Based Learning.

c. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA berbasis Project Based Learning disusun dengan mengacu pada Kurikulum 2013.

d. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA berbasis Project Based Learning dikembangkan pada materi “Pemanasan Global”.

e. Materi sesuai dengan KD 3.9 (Kompetensi Inti Pengetahuan) dan KD 4.9 (Kompetensi Keterampilan) pada mata pelajaran IPA kelas VII semester II. f. Kegiatan dalam Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA yang dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan komunikasi peserta didik SMP.

g. Lembar Kegiatan Peserta Didik IPA yang dikembangkan mencakup tiga kegiatan proyek yaitu proyek analisis jejak karbon, analisis keberadaan

(15)

15

tanaman terhadap suhu bumi, dan pembuatan poster menanggulangi global warming.

h. Garis besar isi Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) IPA berbasis Project Based Learning terdiri dari :

1) Judul

2) Petunjuk belajar

3) Kompetensi dasar, Indikator, Peta konsep 4) Informasi pendukung

5) Mendesain perencanaan

6) Menuliskan jadwal pelaksanaan 7) Menitoring proyek

8) Penilaian 9) Evaluasi

2. Kerterbatasan Pengembangan

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah pada tahap penelitian yang dikembangkan oleh Thiagarajan yakni model 4-D (Four-D Models) yang terdiri dari 4 tahapan penelitian yaitu: (1) pendefinisian (define), (2) perencanaan (design), (3) pengembangan (develop), (4) penyebaran (disseminate), dimana pada tahap penyebaran hanya terbatas pada Guru IPA di SMP N 1 Kretek.

G. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(16)

16

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai pengembangkan LKPD IPA berbasis Project Based Learning untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi peserta didik SMP, sehingga dapat menjadi tambahan referensi dan menjadi acuan pada penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peserta didik

Membantu meningkatkan keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi peserta didik.

b. Bagi guru

Memotivasi guru untuk mengembangkan LKPD yang kreatif dan inovatif sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan.

c. Bagi sekolah

Diharapkan sekolah lebih memberi perhatian pada keterampilan kolaborasi dan keterampilan komunikasi yang perlu dikembangkan dalam diri peserta didik.

d. Bagi mahasiswa

Dengan adanya penelitian ini melatih kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan bahan ajar khususnya LKPD yang sesuai kebutuhan peserta didik dan melatih kemampuan mahasiswa dalam meneliti dan memberikan pengalaman.

(17)

17 H. Definisi Istilah

Istilah-istilah operasional yang akan digunakan dalam penelitian pengembangan LKPD IPA ini antara lain:

1. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)

Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) didefinisikan sebagai suatu bahan ajar cetak yang mampu menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar, berupa panduan untuk melakukan kegiatan penyelidikan ataupun pemecahan masalah dengan mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai dan dimaksudkan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pembelajaran serta membantu peserta didik menguasai pemahaman, keterampilan, dan sikap.

LKPD yang dikembangkan peneliti merupakan LKPD semi terbuka (Semi structured, Semi Guided) dengan format LKPD yang akan dikembangkan memuat komponen LKPD secara umum, yaitu: judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.

2. Model Pembelajaran Project Based Learning

Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif dalam merancang, merencanakan, dan melaksanakan sebuah proyek berkelanjutan yang menghasilkan sesuatu yang dapat dipamerkan seperti produk, publikasi, dan atau presentasi, menggunakan permasalahan kompleks yang diperlukan dalam melakukan investigasi sebagai langkah awal sehingga memicu peserta didik untuk berdiskusi secara produktif.

(18)

18

Tahapan-tahapan model Project Based Learning meliputi tahap (1) Penyajian permasalahan (2) Perencanaan, (3) Penjadwalan, (4) Pembuatan proyek dan monitor, (5) Penilaian (6) Evaluasi. Tahapan tersebut digunakan sebagai acuan format dalam LKPD IPA yang dikembangkan.

3. Keterampilan Kolaborasi

Keterampilan kolaborasi menekankan pada aktivitas peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru karena berinteraksi dengan yang lain, berbagi, dan berkonstribusi untuk mencapai tujuan bersama. Keterampilan kolaborasi pada penelitian ini terdiri dari enam indikator yaitu: a. Berkontribusi secara aktif dengan selalu memberikan ide, saran, atau solusi

yang berguna untuk memecahkan masalah.

b. Bekerja secara produktif dengan orang lain dengan fokus pada tugasnya dan menyelesaikan proyek dengan baik.

c. Menunjukkan fleksibilitas dan berkompromi dengan bersedia menerima keputusan bersama, fleksibel dalam bekerja sama, menerima kritik dan saran.

d. Mengelola proyek baik dengan membuat rincian pengerjaan proyek dengan detail, membagi tugas yang jelas kepada anggota kelompok berdasarkan kekuatan anggota tim, mengatur jadwal kerja secaara runtut. e. Menunjukkan tanggung jawab dengan menghadiri pertemuan kelompok

dengan tepat waktu, mematuhi perintah tentang apa yang menjadi tugasnya dan tidak bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan tugasnya.

(19)

19

f. Menunjukkan sikap respek kepada teman dengan menunjukkan sikap sopan dan baik pada teman, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, menghargai kontribusi atau pekerjan teman.

4. Keterampilan Komunikasi

Keterampilan komunikasi merupakan salah satu dari keenam ketrampilan proses dasar sains yang sangat penting dalam pembelajaran sains. Keterampilan komunikasi adalah keterampilan untuk menyampaikan hasil pengamatan atau pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain yang meliputi keterampilan berbicara, menulis, dan mendengarkan. Keterampilan komunikasi pada penelitian ini terdiri dari tiga aspek yaitu:

a. Aspek keterampilan berbicara dengan indikator: 1) Terlibat secara aktif dalam membangun dialog dengan orang lain, 2) Mengungkapkan kata-kata secara efektif menggunakan oral meliputi kecepatan penyampaian, volume suara, pengucapan (artikulasi) yang tepat, 3) Menyampaikan ide atau pertanyaan dengan jelas (singkat dan lengkap) dan mudah dipahami. b. Aspek keterampilan mendengar dengan indikator mendengarkan dengan penuh perhatian dan sopan kepada orang lain (pembicara) dengan fokus pada pembicara dan memberikan umpan balik yang tepat.

c. Aspek keterampilan komunikasi nonverbal dengan indikator menunjukkan bahasa tubuh yang baik yakni dengan menunjukkan posisi tubuh yang tepat, gerak-gerik tubuh seperlunya, dan kontak mata yang baik.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

Pengalaman berolah seni dalam sub bidang kajian seni apapun, yang melibatkan proses komunikasi dengan lingkungannya yang dibantu dengan panca inderanya, sangat membantu

Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang mengalami fenomena peningkatan nilai tanah yang pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Kecamatan

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah keluarga harus ada yang menjadi pimpinan, sejak awal kepemimpinan keluarga itu telah di amanahkan kepada

Hopkins(Sutama 2010 : 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri

Permata Agro Palma sudah menunjukkan bukti kepedulian perusahaan yang merupakan tanggung jawab mereka, secara khusus dalam bidang pendidikan yaitu dengan

Sedangkan penerapan forward kinematik pada robot lengan untuk mengetahui nilai koordinat Cartesian dari sudut yang dituju pada setiap sendi diperoleh hasil persentase error

Sehingga, pecahan genteng yang terpilarisasi nikel efektif dijadikan sebagai katalisator dalam proses pirolisis untuk mengubah limbah palstik polipropilena menjadi bahan