• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSU DARMAYU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSU DARMAYU."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIA

PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSU DARMAYU

Yana Alfiana

Program Studi S1-Keperawatan Stikes Buana Husada

Ponorogo

ABSTRAK

Seorang perawat yang merawat dan menanggani klien anak,harus memiliki kemampuan melakukan pendekatan komunikasi yang baik atau menggunakan teknik komunikasi terapeutik kepada anak yang berpengaruh pada proses penyembuhan dalam kaitannya meminimalkan hospitalisasi pada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di RSU Darmayu Ponorogo.

Desain penelitian menggunakan cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh anak usia 3-5 tahun yang menjalani rawat inap, sedangkan sampel penelitian ini anak usia prasekolah (usia 3-5 tahun). Teknik sampling peneltian ini adalah accidental sampling, jumlah sampel sebanyak 10 responden. Variabel independen penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat, sedangkan variabel dependenpenelitian ini adalah perilaku kooperatif anak usia prasekolah. Uji statistik Spearman rho.

Hasil penelitian menunjukan dari 10 responden setengahnnya perawatmemiliki komunikasi terapeutik yang baik yaitu sebanyak 5 responden (50%). Sedangkan 10 anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasimemiliki perilaku kooperatif yang baik yaitu sebanyak 5 responden (50%). Berdasarkan uji statistik Spearman rhodidapatkan hasil p value 0,000 dengan alpha 0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah p value (0,000) < α (0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSU Darmayu Ponorogo.

Berdasarkan penelitian disarankan komunikasi terapeutik perawat semakin ditingkatkan untuk dapat meningkatkan perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi. Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Perilaku Kooperatif.

(2)

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangannya. usia tumbuh kembang. Untuk mencapai tumbuh kembang secara sehat Anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan maka wajib dibesarkan dan diasuh dengan penuh tangung jawab (UU RI. 36, 2009). Sehat dan sakit merupakan sebuah rentang yang dapat dialami oleh semua manusia, tidak terkecuali oleh anak. Anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan mengalami masa sulit karena tidak dapat melakukan kebiasaan seperti biasanya, dirawat merupakan sumber utamastress dan kecewa, temasuk kecemasan berpisah.Pada masa pra sekolah (usia 3-5 tahun) reaksi anak saat menjalani perawatan rawat inap adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.

Perilaku kooperatif merupakan respon atau reaksi anak terhadap rangsangan atau stimulus untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama seperti dalam pengukuran suhu, pemberian obat oral/cair, anak tidak merasa takut atau cemas. Pada saat hospitalisasi anak akan mengalami stres yakni takut atau cemas karena lingkungan yang asing bagi anak. Stres yang dialami anak akan menimbulkan banyak reaksi misalnya terhadap penyakit atau masalah diri anak pra sekolah seperti perpisahan, tidak mengenal lingkungan, hilangnya kasih sayang, maka akan bereaksi yaitu hilangnya kontrol, menyangkal, menarik diri, tingkah laku protes, ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan perawatan pada anak. Keadaan ini apabila dibiarkan akan dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan di samping itu proses penyembuhan penyakitnya.

Berdasarkan data WHO (Word health Organization) tahun 2010 bahwa 3%-10% pasien anak yang di rawat di Amerika Serikat mengalami stres selama hospitalisasi. Data di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia bahwa 35 anak dari 420 anak yang dirawat rumah sakit sepanjang tahun 2010 mengalami stres selama hospitalisasi. Di Indonesia, jumlah anak pra sekolah (3-5 tahun) berdasarkan data Kementrian Republik Indonesia tahun 2016 jumlah anak usia pra sekolah 9.603.173 jiwa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Evi Hasnita Program Studi S1 Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukit

Tinggi diperoleh data bahwa dari 7 anak yang dirawat semuanya menunjukan tindakan tidak kooperatif, dikarenakan anak tidak mau berinteraksi dengan perawat saat akan menjalani tindakan keperawatan (Mutiara Ners, 2018).

Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Seringkali hospitalisasi dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat. Perawat memegang peran penting untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang terkait dengan perawatan anak di rumah sakit, Fokus intervensi keperawatan dilakukan untuk meminimalkan stressor, memberikan dukungan psikologis pada anak dan anggota keluarga selama hospitalisasi.

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan yang sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Salah satu indikator perkembangan anak dapat diketahui dari kemampuan berkomunikasi. Tingkat perkembangan anak dalam berakrtivitas dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk berkomunikasi.

Seorang perawat yang merawat dan menangani klien anak, harus memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan komunikasi kepada anak karena sesuai dengan karakteristik perkembangannya, sering kali sulit diajak untuk bekerja sama. Oleh karena itu, perawat harus menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik antara perawat dan anak adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Dalam proses membina hubungan terapeutik perawat harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan membantu pemecahan masalah. Selama ini di rumah sakit komunikasi terapeutik dan interaksi antara perawat dengan pasien belum optimal. Perawat akan masuk ke kamar pasien seperti menganti infus, merawat luka, memberikan suntikan, memberikan obat dan menunggu apabila ada panggilan dari pasien.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Darmayu Ponorogo pada

(3)

tanggal 25 Mei 2019,di ruang anak dari 18 anak yang dirawat Dari 10 responden sebanyak 7 anak ditemukan menangisterutama saat dilakukan tindakan perawatan. Selain menangis, anak banyak bergerak seperti kehilangan kontrol karena pasien tidak mau dilakukan tindakan perawatan atau tidak kooperatif. Orang tua mengatakan anak menolak menjalani rawat inap dan anak berespon seperti mengajak pulang, berteriak, menangis, meronta-ronta, bersembunyi di dekat orang tua dan ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan perawatan pada anak. Sedangkan 3 anak, kooperatif dengan tindakan perawatan yang dilakukan, keluarga mengatakan karena sebelumnya anaknya sempat dirawat di rumah sakit.

Salah satu upaya untuk menangani dampak tersebut, diharapkan perawat dapat memulai menciptakan komunikasi yang efektif. Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting karena dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada perawat, serta membantu anak agar dapat mengekspresiakan perasaanya sehingga dapat dicari solusinya. seorang perawat yang merawat dan menangani klien anak harus memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan menguasai teknik-teknik komunikasi kepada anak karena sesuai dengan karakteristik perkembangannya sering kali sulit diajak kerja sama dalam proses tindakan keperawatan. Oleh karena itu, perawat harus menggunakan teknik komunikasi terapeutik.

Dari permasalahan diatas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap terhadap perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di RSU Darmayu Ponorogo.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan desain korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel satu dengan veriabel lain. Pendekatan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel bebas (independent variabel) yaitu komunikasi terapeutik dan variabel terikat (dependent variabel) yaitu tingkat kooperatif anak usia prasekolah, hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).

Penelitian ini dilakukan pada bulan 25 Mei sampai 1 Juni 2019. Penelitian ini dilakukan di ruang anak RSU Darmayu Jl. Dr. Soetomo 44 Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh anak usia 3-5 tahun yang menjalani rawat inap di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo sebanyak 18 anak. Sampel pada penelitian ini adalah anak usia pra sekolah (usia 3-5 tahun) yang dirawat di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo sebanyak 10 anak. Teknik sampling yang digunakan dalam peneltian ini adalah dengan cara accidental sampling. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji korelasi Spearmen rho.

HASIL PENELITIAN Data Umum

a. Karakteristik responden berdasarkan usia anak pra sekolah.

Pengambilan data melalui lembar kuesioner mengenai karakteristik responden berdasarkan anak usia pra sekolah terhadap 10 responden, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik distribusi frekuensi berdasarkan usia anak pra sekolah di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo pada bulan Mei-Juni 2019.

Keterangan Frekuensi Presentase (%) Usia Anak 3 tahun 4 tahun 5 tahun 4 1 5 40,0 % 10,0 % 50,0 % Total 10 100

Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa setengah responden berusia 5 tahun yaitu sebanyak 5 responden (50,0%), sebagian kecil responden berusia 3 tahun yaitu sebanyak 4 responden (40,0%), sebagian kecil lainnya berusia 4 tahun yaitu 1 anak (10,0%).

b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan perawat

Pengambilan data melalui lembar kuesioner mengenai karakteristik responden berdasarkan pendidikan terhadap 10 responden, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel

(4)

4.2 Karateristik distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan responden perawat di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo pada bulan Mei-Juni 2019. Keterangan Frekuensi Presentase (%) Pendidikan S1 D3 2 8 20,0 80,0 Total 10 100

Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya responden perawat berpendidikan DIII yaitu 8 responden (80%), dan sebagian kecil 2 responden (20%) berpendidikan S1.

Data Kusus

a. Identifikasi komunikasi terapeutik perawat Pengambilan data melalui lembar kuesioner untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat terhadap 10 responden, didapatkan hasil sebagai berikut:

Sumber: Data primer peneliti, 2019

Diagram 4.1: Komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo pada bulan Mei-Juni 2019.

b. Identifikasi perilaku kooperatif anak usia pra sekolah

Pengambilan data melalui lembar observasi untuk mengetahui tingkat perilaku kooperatif anak usia pra sekolah terhadap 10 responden, didapatkan hasil sebagai berikut:

Sumber: Data primer peneliti, 2019

Diagram 4.2 : Perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang Bougenvile RSU Darmayu Ponorogo pada bulan Mei-Juni 2019.

Berdasarkan diagram 4.2 dapat diketahui bahwa dari 10 responden setengahnya 5 responden (50%) memiliki perilaku kooperatif yang baik, dan sebagian kecil 2 responden (20%) memiliki perilaku kooperatif yang kurang baik.

c.Analisa komuniksi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di RSU Darmayu Ponorogo.

Berdasarkan hasil uji Spearman rhodidapatkan hasil p value 0,000 dengan alpha 0,05. Dengan p value (0,000) < α (0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak RSU Darmayu Ponorogo.

PEMBAHASAN

a. Komunikasi terapeutik perawat

Berdasarkan diagram 4.1 dapat diketahui bahwa dari 10 responden setengahnya 5 responden (50%) memiliki komunikasi terapeutik yang baik, dan setengahnya 5 responden (50%) memiliki komunikasi terapeutik yang cukup baik. Komunikasi terapeutik perawat dipengaruhi oleh faktor pendidikan dimana hampir seluruhnya responden perawat berpendidikan DIII yaitu 8 responden (80%), dan sebagian kecil 2 responden (20%) berpendidikan S1.

Menurut Struat G.W (1998) dalam Abdul Muhith dan Sandu Siyoto (2018), bahwa 50%

50%

Komunikasi Terapeutik Perawat Baik Cukup

20% 30% 50%

PERILAKU KOOPERATIF ANAK

(5)

komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.Seorang perawat yang merawat dan menangani klien anak, harus memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan komunikasi kepada anak karena sesuai dengan karakteristik perkembangannya, sering kali sulit diajak untuk bekerja sama. Oleh karena itu, perawat harus menggunakan teknik komunikasi terapeutik.

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mengembangkan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kepada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi (Grossmann, 1999).

Menurut peneliti komunikasi terapeutik perawat merupakan pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku klien. Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah pola perilaku dan koping yang baru, serta pengembangan pengetahuan yang baik untuk meningkatkan pelayanan keperawatan anak.

b. Perilaku kooperatif anak usia pra sekolah Berdasarkan diagram 4.2 dapat diketahui bahwa dari 10 responden setengahnya 5 responden (50%) memiliki perilaku kooperatif yang baik, dan sebagian kecil 2 responden (20%) memiliki perilaku kooperatif yang kurang baik. Perilaku kooperatif juga dipengaruhi oleh faktor usia setengah responden berusia 5 tahun yaitu sebanyak 5 responden (50,0%), sebagian kecil responden berusia 3 tahun yaitu sebanyak 4 responden (40,0%), sebagian kecil lainnya berusia 4 tahun yaitu 1 anak (10,0%).

Perilaku kooperatif merupakan respons atau reaksi anak terhadap rangsanngan atau stimulus untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama seperti dalam pengukuran suhu, pemberian obat, oral atau cairanak tidak merasa takut atau cemas.Pada saat hospitalisasi anak akan mengalami stres yakni takut atau cemas karena lingkungan yang asing bagi anak dan mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan yang sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004).Keterlibatan perawat dalam berkomunikasi sangat penting karena

dengan demikian perawat mendapat informasi dan dapat membina rasa percaya anak pada perawat, serta membantu anak agar dapat mengekspresiakan perasaanya sehingga dapat dicari solusinya. Oleh karena itu, perawat harus menggunakan teknik komunikasi terapeutik.

Anak usia prasekolah berespon lebih baik terhadap persiapan perencanaan seperti penjelasan dan distraksi dari pada anak yang lebih mudah. Perilaku anak terhadap perlakuan yang tidak kooperatif antara lain reaksi agresif dengan marah dan berontak, agresif verbal lebih spesifik ditunjukkan perlawanan tubuh. Mendorong orang yang bersalah agar menjauh, berusaha mengunci diri ditempat yang aman, ketergantungan dengan orang tua, ingin disentuh, menolak ditinggal sendirian (Wong at.al.,2009).

Menurut peneliti perilaku kooperatif anak usia pra sekolah akan baik apabila hubungan terapeutik antara petugas kesehatan dengan klien anak terjalin baik pula, untuk menciptakan bekerja sama dalam mencapai tujuan dalam tindakan perawatan untuk mencapai kondisi sehat.

c. Analisa Hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia pra sekolah.

Berdasarkan hasil uji Spearman rho didapatkan hasil p value 0,000 dengan alpha 0,05. Dengan p value (0,000) < α (0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak RSU Darmayu Ponorogo.

Komunikasi terapeutik merupakan hubungan perawat dan klien yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan terapi dalam pencapaian tingkatan kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya komunikasi terapeutik, respons atau reaksi anak terhadap rangsanngan atau stimulus untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama seperti dalam pengukuran suhu, pemberian obat, oral atau cairanak tidak merasa takut atau cemas. Menurut Sunaryo (2004) kooperatif atau kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang per orang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Tujuan akhir dari komunikasi terapiutik adalah lama hari dirawat klien menjadi lebih pendek dan dipersingkat.Menurut Abdul Muhith dan Sandu Siyoto (2018) anak pada usia pra sekolah, hampir semuanya egosentris, mereka melihat segala sesuatunya hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan

(6)

hanya dari sudut pandang, mereka sendiri. Oleh karenaya, pada waktu pemerikasaan, anak perlu menyentuh alat-alat yang akan digunakan dalam pemeriksaan agar dia mengenal dan tidak merasa terasing, gunakan kalimat singkat dan kata-kata yang familiar bagi anak serta batas pertanyaan yang sifatnya menyatakan penyelesaian.

Ketika komunikasi terapeutik perawat dengan pasien belum optimal. Maka pasien anak akan menangis terutama saat dilakukan tindakan perawatan. Selain menangis, anak banyak bergerak seperti kehilangan kontrol karena pasien tidak mau dilakukan tindakan perawatan atau tidak kooperatif. Anak menolak menjalani rawat inap dan anak berespon seperti mengajak pulang, berteriak, menangis, meronta-ronta, bersembunyi di dekat orang tua dan ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan perawatan pada anak. Hal ini disebabkan karena anak memerlukan persiapan yang hati-hati sebelum tindakan dilakukan, karena pada dasarnya prosedur yang rutin dilakukan bisa menimbulkan kecemasan bila tidak biberikan dengan hati-hati, akibatnya prosedur keperawatan yang dilakukan tidak tercapai dengan baik (Harsono, 2005).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Divi Siswanti pada tahun 2018 dengan judul Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra Sekolah yang dirawat Di RSUD Soedarso Dan RSU Yarsi Pontianak. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara teknik komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang dirawat di RSUD Dr.Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak.

Hasil peneliti ini juga didukung penelitian yang dilakukan Nelko Rudi ni, dkk pada tahun 2013 dengan judul Hubungan komunikasi Terapeutik Perawat dengan Stres Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah 6-12 Tahun Di IRINA E BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Dengan hasil adanya hubungan komunikasi perawat dengan stres hospitalisasi pada anak usia sekolah 6-12 tahun.

Menurut analisa peneliti komunikasi terapeutik perawat apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, apabila hubungan terapeutik petugas kesehatan dengan klien anak sudah terlaksana dengan baik, maka kerja sama dalam menjalani tindakan perawatan akan terlaksana sesuai dengan tujuan yakni mencapai kondisi yang lebih baik atau kembali sehat.

KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uji yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Dari 10 responden setengahnnya perawat di RSU Darmayu Ponorogo memiliki komunikasi terapeutik yang baik dengan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi yaitu sebanyak 5 responden (50%).

2. Dari 10 anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSU Darmayu Ponorogomemiliki perilaku kooperatif yang baik yaitu sebanyak 5 responden (50%). 3. Dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan

komunikasi terapeutik dengan perilaku anak usia prasekolah yang kooperatif ketika mengalami hospitalisasi yang ditunjukkan dengan hasil perhitungan uji Spearman rhodidapatkan hasil p value 0,000 dengan alpha 0,05. Kesimpulan pada penelitian ini adalah p value (0,000) < α (0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak RSU Darmayu Ponorogo.

Saran

1. Bagi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak yang mengalami hositalisasi.

2. Bagi Perawat

Bagi perawat di ruang anak sebaiknya semakin meningkatkan hubungan terapeutik kepada klien anak agar dapat terjalinnya hubungan saling percaya dan meningkatkan perilaku kooperatif anak, untuk mencapai proses tindakan perawatan sesuai dengan tujuan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi. Serta mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor lain yang dapat mempengaruhi kooperatif anak.

4. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan rumah sakit sebaiknya menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan program khusus lebih ditingkatkan untuk mengurangi dampak

(7)

hospitalisasi pada anak dengan memberikan pelatihan-pelatihan khusus bagi tenaga kesehatan dan anak akan lebih dapat bekerja sama terhadap tenaga kesehatan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith & Sandu Siyoto. 2018. Aplikasi Komunikasi Teraeutik Nursing & Health/. Yogjakarta: CV.Andi Offset. Dwi Andik Santoso. 2012. Pengaruh Penerapan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Perilaku Kooperatif Anak

Usia Toddler Di RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang. Evi Hasnita & Sherly Gusvianti. 2018. Meningkatkan Kooperatif Selama Menjalani Perawatan Pada Anak Usia

Prasekolah(3-5 tahun) Melalui Terapi Bermain. Vol.1, No.1. FKUI, (2000). Ilmu Kesehatan Anak 1, Jakarta: Infomedika

Gaghiwu, Lidia dkk. (2013). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Irina E BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau. Manado

Harsono. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit.Yogjakarta: Gosyen.

Hidayat, A.A.A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika.

Ismanto Hulinggi, dkk. 2018. Hubungan Sikap Perawat Dengan Stres Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado,Vol.6, No.1.

James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing Care Of Children: Principles & Practice. Third edition St. Louis: Saunders Elsevier.

Kyle, Terry & Carman, Susan. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nelko Rudini Henwil Tewuh.2013.Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah 6-12 Tahun Di IRINA E BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandau Manado, Vol.1, No.1.

Nelson. (2002). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. 2010. Pomosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Rahma & Ni Putu Dewi Pupasari. 2008. Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra sekolah (3-5 tahun) Melalui Terapi Bermain Selama Menjanlani Perawtan Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogjakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogjakarta. Yogjakarta.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan reset Keperawatan. Yogjakarta: Graha Ilmu Soetijingsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Sugiyono.2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sukendar, Markus Utomo. (2017). Psikologi Komunikasi. Yogjakarta: Grub Penerbitan CV Budi Utomo. Supartini, Yupi. 2012. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

(9)

Tini Inggriani. 2016. Pengalaman Perawat Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adjidarmo Rangkasbitung, Vol.10, No.2.

Wawan, A., Dewi, M. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogjakarta: Nuha Medika.

Gambar

Diagram  4.2  :  Perilaku  kooperatif  anak  usia  pra  sekolah  yang  mengalami  hospitalisasi  di  ruang  Bougenvile  RSU  Darmayu  Ponorogo  pada  bulan Mei-Juni 2019

Referensi

Dokumen terkait

Spindle merupakan suatu poros tempat meletakan platter.Poros ini memiliki sebuah penggerak yang berfungsi untuk memutar pelat harddisk yang disebut dengan

Selaku Kepala SMA Yuppentek 1 Tangerang yang telah memberikan kesempatan, motivasi, arahan, bimbingan dan semangat untuk studi yang dengan rasa kekeluargaan yang sangat mendalam

[r]

anggota dari kelompok bersenjata yang terbukti melakukan tindak

Ucapan syukur alhamdulilah penulis panjatkan, karena berkat usaha, ikhtiar, serta rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini , dengan

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

Data di atas dapat ditafsirkan bahwa penguasaan pengetahuan pembuatan batik tulis meliputi aspek penerapan langkah- langkah pembuatan batik tulis “lebih dari

Dimana data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisa selanjutnya disusun untuk menggambarkan tentang pelaksanaan pengawasan Badan