• Tidak ada hasil yang ditemukan

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010

TENTANG

SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR,

Menimbang : a. bahwa penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup;

b. bahwa berdasarkan pasal 8 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan perlu dibentuk lembaga yang menangani penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);

(2)

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); 11. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang

Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4254);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 4424);

(3)

14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

15. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TIMUR dan

BUPATI ACEH TIMUR MEMUTUSKAN:

Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Timur.

2. Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Timur sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang terdiri atas Bupati dan perangkat daerah Kabupaten Aceh Timur.

4. Bupati adalah Bupati Aceh Timur.

5. Sekretaris Daerah Kabupaten selanjutnya disebut Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Timur. 6. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang selanjutnya disingkat

SKPK adalah perangkat daerah pada Pemerintahan Kabupaten.

7. Perangkat Daerah adalah lembaga yang membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten yang terdiri dari Sekretariat Daerah Kabupaten, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan.

8. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Aceh Timur selanjutnya disebut Badan Pelaksana Penyuluhan adalah Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Timur yang berbentuk Badan sebagai unsur penunjang dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan di Daerah.

9. Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan.

(4)

10. Unit Pelaksana Teknis Badan selanjutnya disingkat UPTB adalah Unit Pelaksana Teknis pada Badan Pelaksana Penyuluhan.

11. Kelompok Jabatan Fungsional adalah jabatan untuk melaksanakan sebagian tugas pemerintah kabupaten sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

12. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.

13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten yang selanjutnya disingkat APBK adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Timur.

14. Balai Penyuluhan Kecamatan selanjutnya disingkat BPK adalah kelembagaan penyuluhan pada tingkat kecamatan. 15. Pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya.

16. Pelaku usaha adalah perorangan Warga Negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan.

17. Programa penyuluhan adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan penyuluhan.

BAB II PEMBENTUKAN

Pasal 2

Dengan Qanun ini dibentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

BAB III

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN Pasal 3

(1) Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan sebagai berikut:

a. Kepala Badan; b. Sekretariat;

c.Bidang Sistem Penyuluhan;

d. Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi; e. Bidang Kelembagaan dan Ketenagaan;

f. Bidang Ketahanan Pangan;

g. Kelompok Jabatan Fungsional; dan h. UPTB.

(2) Sekretariat terdiri dari: a. Subbagian Umum;

b. Subbagian Keuangan; dan

c. Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan. (3) Bidang Sistem Penyuluhan terdiri dari:

a. Subbidang Penyusunan Programa; dan b. Subbidang Pengembangan Penyuluhan.

(4) Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi terdiri dari: a. Subbidang Pengembangan Teknologi; dan

(5)

(5) Bidang Kelembagaan dan Ketenagaan terdiri dari: a. Subbidang Pembinaan Kelembagaan; dan b. Subbidang Bina Ketenagaan.

(6) Bidang Ketahanan Pangan terdiri dari:

a. Subbidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan; dan b. Subbidang Konsumsi dan Keamanan Pangan.

Pasal 4

(1) Bagan struktur organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Qanun ini. (2) Pada Badan Pelaksana Penyuluhan sebagai Lembaga Teknis

Kabupaten dapat dibentu 1 (satu) atau lebih UPTB.

(3) Pembentukan UPTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kebutuhan Badan Pelaksana Penyuluhan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Bupati setelah memenuhi syarat yang diperuntukkan untuk itu.

(4) Rincian tugas pokok dan fungsi pemangku jabatan struktural Eselon II dan Eselon III diatur dengan Peraturan Bupati.

(5) Rincian tugas pokok pemangku jabatan struktural Eselon Iv diatur dengan Peraturan Bupati.

(6) Uraian tugas masing-masing pemangku jabatan struktural dan nonstruktural umum diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 5

(1) Badan Pelaksana Penyuluhan adalah perangkat daerah yang merupakan unsur pelaksana penyuluhan dibidang pertanian, perikanan, dan kehutanan untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten.

(2) Badan Pelaksana Penyuluhan dipimpin oleh Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

BAB IV

TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN Pasal 6

Badan Pelaksana Penyuluhan mempunyai tugas merumuskan kebijakan, melaksanakan penyuluhan, pembinaan terhadap pelaku utama dan pelaku usaha, peningkatan kapasitas penyuluh dan koordinasi ketersediaan, distribusi, konsumsi serta keamanan pangan.

Pasal 7

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Badan Pelaksana Penyuluhan mempunyai fungsi:

a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Badan Pelaksana Penyuluhan;

b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang;

c. penyusunan kebijakan dan programa penyuluhan kabupaten yang sejalan dengan kebijakan dan programa penyuluhan Provinsi dan Nasional;

(6)

d. pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode penyuluhan;

e. pelaksanaan pengumpulan, pengolahan pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

f. pelaksanaan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan;

g. pelaksanaan menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

h. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; i. perumusan kebijakan teknis dibidang ketahanan pangan;

j. pembinaan dan peningkatan kapasitas dan kelembagaan serta pengelolaan penyuluh;

k. pelaksanaan penelitian dan pengkajian dibidang teknologi pertanian, perikanan dan kehutanan;

l. pelaksanaan koordinasi dalam rangka pengkajian, pemantauan, pengendalian dan pembinaan pengembangan serta peningkatan ketahanan pangan; dan

m. pembinaan UPTB.

Pasal 8

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Badan Pelaksana Penyuluhan mempunyai kewenangan sebagai berikut:

a. menetapkan kebijakan dan program penyelenggaraan penyuluhan;

b. menyusun, memperbanyak dan menyebarkan metode penyuluhan dan materi penyuluhan baik dalam bentuk cetakan maupun alat elektronik sesuai dengan kebutuhan Kabupaten;

c. menumbuhkembangkan kelembagaan pelaku utama, dan kelembagaan ekonominya, menyusun pedoman/petunjuk teknis dan strategis penyuluhan;

d. membina dan mengembangkan kerjasama kemitraan pelaku utama, penyuluh, peneliti, perguruan tinggi dan LSM;

e. membina dan mengembangkan tenaga penyuluh; f. membina dan mengelola kelembagaan penyuluh;

g. membina kepemimpinan pelaku utama (dewasa, wanita, dan pemuda);

h. mengelola perpustakaan penyuluhan, mengadakan, mengembangkan dan memelihara sarana penyuluhan;

i. melakukan koordinasi pelaksanaan ketersediaan dan kewaspadaan pangan dan gizi, distribusi dan harga pangan, penganekaragaman konsumsi dan gizi di kabupaten;

j. menyiapkan bahan koordinasi penyediaan, distribusi dan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi; dan

k. merumuskan kebijakan pengadaan, pengelolaan, distribusi dan konsumsi pangan dan gizi.

(7)

Pasal 9

(1) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

(2) Bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

(3) Subbagian-Subbagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.

(4) Subbidang-Subbidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dipimpin oleh seorang Kepala Subbidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya.

BAB V

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL Pasal 10

(1) Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas kegiatan Badan Pelaksana Penyuluhan secara profesional sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. (2) Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga

fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Kelompok jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk.

(4) Kelompok jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

(5) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan menurut kebutuhan dan beban kerja.

(6) Jenis dan jenjang fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. (7) Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

BAB VI KEPEGAWAIAN

Pasal 11

Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian dan Kepala Subbidang serta Pejabat Fungsional diangkat dan diberhentikan oleh Bupati berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(8)

Pasal 12

Dalam hal Kepala Badan tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Badan menunjuk Sekretaris atau salah satu Kepala Bidang untuk mewakilinya berdasarkan peraturan perundang-undangan

Pasal 13

Jenjang kepangkatan dan formasi kepegawaian ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

Eselonering jabatan pada Badan Pelaksana Penyuluhan sebagai berikut:

a. Kepala Badan adalah pemangku jabatan struktural Eselon II.b; b. Sekretaris adalah pemangku jabatan struktural Eselon III.a; c. Kepala Bidang adalah pemangku jabatan struktural Eselon

III.b;

d. Kepala Subbagian, Kepala Subbidang dan Kepala UPTB adalah pemangku jabatan struktural Eselon IV.a; dan

e. Kepala Subbagian pada UPTB adalah pemangku jabatan struktural Eselon IV.b.

BAB VII TATA KERJA

Pasal 15

(1) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian dan Kepala Subbidang wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, transparansi dan simplikasi baik internal maupun antarunit organisasi lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

(2) Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, Kepala Subbidang dan Kepala UPTB di lingkungan Badan Pelaksana Penyuluhan, mengawasi bawahannya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, Kepala UPTB dan Kepala Subbagian Tata Usaha pada UPTB wajib melaksanakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing yang memungkinkan terlaksananya mekanisme uji silang.

(2) Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, Kepala UPTB dan Kepala Subbagian Tata Usaha pada UPTB bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi bawahan masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.

(9)

BAB VIII PEMBIAYAAN

Pasal 17

Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan Badan Pelaksana Penyuluhan dibebankan kepada APBK dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18

(1) Penyelenggaraan penyuluhan yang telah dilaksanakan sebelum Qanun ini yang tidak bertentangan dengan Qanun ini tetap dapat dilaksanakan.

(2) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi waktu penyesuaian paling lama 3 (tiga) bulan

sejak tanggal pengundangan Qanun ini.

Pasal 19

Hal-hal yang belum diatur dengan Qanun ini, sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan memperhatikan ketentuan dan pedoman berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP Pasal 20

Pada saat Qanun ini mulai berlaku maka Peraturan Bupati Aceh Timur Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Aceh Timur dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(10)

Pasal 21

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur.

Disahkan di Idi

pada tanggal 6 Agustus 2010 M

25 Sya’ban 1431 H

BUPATI ACEH TIMUR,

dto

MUSLIM HASBALLAH

Diundangkan di Idi

pada tanggal 6 Agustus 2010 M 25 Sya’ban 1431 H SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN ACEH TIMUR,

dto

SYAIFANNUR

(11)

PENJELASAN

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010

TENTANG

SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

I. PENJELASAN UMUM

Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sehingga perlu ditingkatkan kesejahteraan dan kecerdasannya. Salah satu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan.

Dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, disebutkan bahwa kelembagaan penyuluhan Pemerintah di tingkat Kabupaten/Kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan. Untuk mempertegas tanggung jawab tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Timur membentuk Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Timur. Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Timur menjadi suatu lembaga dengan wewenang yang sangat luas dalam bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, sehingga badan ini menjadi tulang punggung keberhasilan disektor pertanian, perikanan dan kehutanan.

Sistem penyuluhan selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang kuat dan lengkap sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku utama, pelaku usaha, dan penyuluh. Kondisi tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman dan pelaksanaan di kalangan masyarakat. Di samping itu, adanya perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan penyuluhan yang demikian cepat telah melemahkan semangat dan kinerja para penyuluh sehingga dapat menggoyahkan ketahanan pangan dan menghambat pengembangan perekonomian nasional.

Pada prinsipnya Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Timur mengatur mengenai susunan dan kedudukan Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Timur, Tugas dan Fungsi, Struktur dan Tata Kerja, serta Kepegawaian. Pengaturan mengenai struktur kelembagaan ini akan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah kelembagaan di kabupaten Aceh Timur.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas

(12)

Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h

Dimaksudkan agar para penyuluh baik penyuluh Pegawai Negeri Sipil, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya dapat saling memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki.

Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas

(13)

Pasal 20

Cukup jelas Pasal 21

Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Pencatatan penjualan rumah pun perlu penerapan aplikasi agar dapat mendukung segala bentuk pencatatan dan perhitungan penjualan rumah dan laporan penjualan serta jurnal

JUDUL TUGAS AKHIR : SISTEM INFORMASI AKUNTANSI ASET TETAP PADA DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI SUMATERA UTARA..

Kemudian kita klik data yang diinginkan yaitu dengan komponen surface yang diinginkan yaitu dengan komponen surface dan kemudian kita mengklikB. dan kemudian

Berdasarkan tinjauan di atas, penulis menggunakan media buku ilustrasi sebagai media untuk memperkenalkan cerita dan karakter Bharatayudha dalam pewayangan Indonesia kepada

[r]

Sedangkan daerah anomali (prospek) yang didasarkan dari analisis batuan adalah di kawasan Mangani dengan jenis mineralisasi adalah epitermal sulfida rendah tipe urat.

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang remaja putri yang telah melakukan hubungan seks pranikah di masa sekolah, dan tetap melakukan hubungan seks dengan pasangan yang

[r]