• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Positive Word Of Mouth

Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication) mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide-ide di antara dua konsumen atau lebih, yang tak satupun merupakan sumber pemasaran (Mowen dan Minor, 2002:180).

Komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian konsumen. Mowen dan Minor (2002:180) juga menyebutkan bahwa pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut adalah dua kali lebih efektif iklan radio, empat kali lebih efektif personal selling, dan tujuh kali lebih efektif surat kabar dan majalah.

Kotler dan Koller (2009:254) menjelaskan bahwa jaringan sosial, seperti Myspace dan Facebook, menjadi kekuatan penting bagi pemasaran bisnis-ke-konsumen maupun pemasaran bisnis-ke-bisnis. Aspek kunci jaringan social adalah berita dari mulut ke mulut (word of mouth) serta jumlah dan sifat percakapan dan komunikasi antara berbagai pihak. Konsumen membicarakan lusinan merek setiap hari.

Informasi yang disampaikan melalui word of mouth dirasakan sangat efektif untuk diterapkan karena pelanggan dapat merasakan adanya hubungan yang lebih personal dan intim. Adanya kemungkinan dimana pelanggan tidak terlalu percaya pada informasi yang ditampilkan di iklan atau pesan penjualan,

(2)

mereka mengenai pembelian beresiko, sehingga hal tersebut membuat word of mouth terjadi.

Komunikasi word of mouth juga memenuhi kebutuhan tertentu dari para pengirim informasi, mempengaruhi orang lain dapat membantu memberi pengaruh menghapus keraguan mengenai pembeliannya sendiri (Mowen dan Minor, 2002:181).

Perkembangan word of mouth mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Media komunikasi yang semakin banyak, terutama dalam hal perkembangan media social, seperti facebook, twitter, dan blog semakin memudahkan pelanggan untuk mendapatkan informasi mengenai barang atau jasa yang akan mereka gunakan berdasarkan review dari pelanggan yang sudah terlebih dahulu menggunakannya.

Kotler dan Keller (2009:255) menyebutkan proses bagaimana akhirnya informasi dari word of mouth dapat terbentuk dan kemudian menyebar dapat dimulai dari beberapa hal, yaitu:

1. Pemasaran Buzz dan Viral

Pemasaran Buzz/gosip menghasilkan adanya ketertarikan terhadap suatu informasi dengan menggunakan sarana yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Media sosial menjadi salah satu sarana pemasaran buzz yang paling mudah untuk digunakan. Pemasaran viral mendorong pelanggan untuk menceritakan pengalamannya tentang pemakaian sebuah jasa ke pelanggan lain.

(3)

2. Pemimpin Opini

Adanya orang yang memiliki peran sebagai penghubung antar anggota, sehingga informasi pun dapat terkait dan tersebar satu dan yang lain.

3. Blog

Blog banyak digunakan masyarakat untuk berbagi informasi mengenai topic tertentu. Blog dapat mempertemukan pelanggan satu dengan yang lain karena adanya kesamaan minat diantara mereka.

Ada lima hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam usahanya membuat barang atau jasanya dibicarakan oleh pelanggan (Yosevina, 2008), yaitu:

1. Talkers, biasanya merujuk pada individu atau kelompok yang memiliki kemampuan besar untuk mempengaruhi pelanggan lain. Kunci utama seorang talkers adalah memiliki networking yang kuat dan antusiasme dalam menceritakan barang atau jasa yang telah digunakan.

2. Topics, kesederhanaan dan keunikan topik dapat mempermudah penyampaian pesan.

3. Tools, teknologi menjadi sarana yang paling mudah untuk melakukan word of mouth karena kemudahan dalam mengakses dan efisiensi waktu. 4. Taking parts, adanya partisipasi dalam perbincangan antar pelanggan. 5. Tracking, mengikuti apa yang dikehendaki pelanggan dan dengan segera

mempelajari kritik dan saran dari pelanggan akan sangat membantu perusahaan untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa yang ditawarkan.

(4)

Semakin tinggi kepuasan pelanggan merupakan indikator terbaik bagi keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Penelitian Wahyuningsih (2005) dalam “Customer Satisfaction and Behavioral Intentions” menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif diantara kepuasan pelanggan dan behavioral intentions, dimana behavioral intentions disini diasumsikan bahwa pelanggan akan melakukan bisnis dengan service providers yang sama, kemauan untuk melakukan word of mouth dan sedikit kemauan untuk melakukan switch service providers.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hakim, dkk (2012) menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki peran sebagai perantara antara kualitas pelayanan danminat word of mouth, selain itu hubungan yang positif juga terlihat diantara kepuasan pelanggan dan minat word of mouth.

2.1.2 Kepuasan Pelanggan

Pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan dapat membuka lebar peluang perusahaan untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan karena adanya kepuasan pelanggan adalah terciptanya hubungan yang harmonis dengan pelanggan, ada harapan terciptanya loyalitas dan terbentuknya citra yang baik di mata pelanggan.

Menurut Mowen dan Minor (2002:89) kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakan produk tersebut. Ini merupakan penilaian evaluatif pasca pemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan/mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.

(5)

Menurut Kotler dan Keller (2009:14) kepuasan mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya (atau hasil) dalam kaitannya dengan ekspektasi. Jika kinerja produk tersebut tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan tersebut tidak puas dan kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan tersebut puas. Jika kinerja produk melebihi ekspektasi, pelanggan tersebut senang.

Dari perspektif manajerial, mempertahankan dan/atau meningkatkan kepuasan pelanggan adalah hal yang sangat kritis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan konsumen diantaranya konsumsi dan pemakaian konsumen atas suatu barang atau jasa, dan mengevaluasi kinerjanya secara menyeluruh. Penilaian kinerja ini ternyata sangat erat hubungannya dengan penilaian kualitas produk. Konsumen membandingkan persepsi mereka atas kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi kinerja produk sebelum mereka membelinya. Tergantung pada bagaimana kinerja aktual dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan, mereka akan mengalami emosi yang positif, negatif, atau netral. Tanggapan emosional ini bertindak sebagai masukan atau input dalam persepsi kepuasan/ketidakpuasan menyeluruh mereka.

Tingkat kepuasan/ketidakpuasan ini juga akan dipengaruhi oleh evaluasi konsumen atas ekuitas pertukaran, serta oleh atribusi mereka terhadap kinerja produk.

2.1.3 Evaluasi kinerja dan kualitas produk

(6)

dimensi apa yang digunakan konsumen untuk melakukan evaluasinya. Menurut Mowen dan Minor (2002:91) ada tujuh dimensi untuk mengidentifikasi dasar dari kualitas, yaitu:

1. Kinerja.

Tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang diidentifikasi para pelanggan. Sejauh mana produk atau jasa digunakan dengan benar. Jumlah atribut yang ditawarkan. Kemampuan pegawai untuk menangani masalah dengan baik. Kualitas informasi yang diberikan kepada pelanggan.

2. Interaksi pegawai.

Keramahan, sikap hormat, dan empati yang ditunjukkan oleh masyarakat yang memberi jasa atau barang. Kredibilitas menyeluruh para pegawai, termasuk kepercayaan konsumen kepada pegawai dan persepsi mereka tentang keahlian pegawai.

3. Reliabilitas.

Konsistensi kinerja barang, jasa, atau toko. 4. Daya tahan.

Rentang kehidupan produk dan ketentuan umum. 5. Ketepatan waktu dan kenyamanan.

Seberapa cepta produk diserahkan atau diperbaiki. Seberapa cepat informasi atau jasa diberikan. Kenyamanan pembelian dan proses jasa, termasuk penerimaan kartu kredit, jam kerja toko, dan tempat parkir.

(7)

6. Estetika.

Penampilan fisik barang atau toko. Daya tarik penyajian jasa. Kesenangan atmosfir di mana jasa atau produk diterima. Bagaimana desain produk yang akan diperlihatkan kepada pelanggan.

7. Kesadaran akan merek.

Dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi konsumen.

2.1.4 Pengertian Merek

Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler & Keller (2009:258) mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendeferensiasikan dari para pesaing.

Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama dan/atau symbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor.

Aaker (2008:203) menjelaskan bahwa strategi bisnis dapat terbentuk melalui aset merek. Merek memungkinkan bagi perusahaan untuk berkompetisi dalam pasar produk dan jasa serta menunjukkan proposisi nilai dari strategi bisnis. Jadi, secara strategis, sangat penting untuk mengembangkan, menyaring, dan mendongkrak aset merek.

(8)

Merek juga bisa membuat pembeli yakin akan memperoleh kualitas barang yang sama jika membeli ulang. Kesetiaan merek memberikan kemampuan untuk diramal dan kemanan permintaan bagi perusahaan sekaligus menciptakan hambatan perusahaaan lain memasuki pasar. Walaupun pesaing bisa dengan mudah meniru proses pembuatan dan rancangan produk, mereka tidak dapat menandingi kesan terakhir dalam pikiran individu dan organisasi dari tahun-tahun aktivitas pemasaran dan pengalaman produk.

Merek yang prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek) yang tinggi. Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Menurut Kapferer (1997) dalam Fandy Tjiptono (2005:21),fungsi potensial sebuah merek meliputi identifikasi, praktikalitas, garansi,optimisasi, karakterisasi, kontinuitas, hedonistik, dan fungsi etis.

Merek yang sukses akan merubah perilaku konsumen sehingga mempengaruhi kepuasan pelanggan karena merek tersebut memberikan mempunyai kualitas dan bermutu, serta dapat memenuhi tingkat kepentingan konsumen akan dapat lebih bertahan karena menciptakan nilai yang lebih unggul dari pesaingnya. Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang atau jasa, pengalaman serta ide-ide (Mowen & Minor, 2008).

2.1.5 Pengertian Brand Equity

Menurut Hermawan Kartajaya, Philip Kotler dan Keller (2010), brand equity (ekuitas merek) didefinisikan sebagai serangkaian aset dan kewajiban

(9)

(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan.

Agar aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol, sehingga bila dilakukan perubahan pada nama dan simbol atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.

Menurut Kotler dan Keller (2009:263), ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

Menurut Aaker (2008), brand equity terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, loyalitas merek dan aset-aset merek lainnya seperti paten, cap, saluran hubungan. Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Berikut dimensi ekuitas merek menurut Aaker (2009) :

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) – menunjukkan kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan perwujudan kategori produk tertentu.

2. Kesan Kualitas (Perceived Quality) – mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.

(10)

3. Asosiasi Merek (Brand Associations) - menunjukkan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek.

4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) - mencerminkan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek.

5. Other Proprietary brand asset (asset-aset merek lainnya).

Empat elemen brand equity di luar asset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep brand equity ini dapat ditampilkan pada gambar 2.1, yang memperlihatkan kemampuan brand equity dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan.

(11)

Gambar 2.1 Konsep Brand Equity

Sumber: Aaker, D.A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai Dari Suatu Merek.

2.1.6 Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan seorang pembeli untukmengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan perwujudan kategori produk tertentu (Aaker, 1997:90).

Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum ranging) dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu dikenal menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan, kontinum ini diwakili oleh tingkat kesadaran mereka yang berbeda.

Perceived Quality

Brand Association Brand Awareness

Brand Loyalty Other Proprietary Asset

Brand Equity (nama, simbol)

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan menguatkan

 Interpretasi/proses informasi  Rasa percaya diri dalam

keputusan pembelian  Pencapaian kepuasan dari

pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan

 Efisiensi & efektivitas program pemasaran  Loyalitas merek  Harga/laba  Perluasan merek  Peningkatan perdagangan  Keuntungan kompetitif

(12)

Jangkauan kontinum ini diwakili oleh 4 tingkatan kesadaran merek, yaitu:

a. Tidak menyadari merek (Unware of brand) merupakan tingkatan merek yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan eksistensi suatu merek.

b. Pengenalan merek (Brand recognition) merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek yang merupakan pengenalan merek dengan bantuan, misalnya dengan bantuan daftar merek, daftar gambar, atau cap merek. Merek yang masuk dalam ingatan konsumen disebut brand recognition.

c. Pengingatan kembali merek (Brand Recall) mencerminkan merek-merek apa saja yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek yang pertama kali disebut. Dimana merek-merek yang disebutkan kedua, ketiga, dan seterusnya merupakan merek yang menempati brand recall dalam benak konsumen.

d. Puncak pikiran (Top of Mind) yaitu merek produk yang pertama kali disebutkan oleh konsumen secara spontan atau yang pertama kali dalam benak konsumen. Dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. 2.1.7 Perceived Quality(Kesan Kualitas)

Kesan atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Mengacu pada pendapat David A. Garvin dalam Darmadi Durianto dkk.(2004) dimensi perceived quality dibagi menjadi tujuh:

(13)

1. Kinerja

Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. 2. Pelayanan

Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

3. Ketahanan

Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. 4. Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik produk

Bagian-bagian tambahan dari produk, seperti remote control sebuah video. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.

6. Kesesuaian dengan harga

Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.

7. Hasil

Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya.

(14)

2.1.8 Brand Association (Asosiasi Merek)

Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi merek dapat menciptkan nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek lainnya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat menghasilkan suatu bentuk citra tentang merek (brand image) di benak konsumen.

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:

1. Membantu proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan sekumpulan fakta yang dapat dengan mudah dikenal konsumen.

2. Perbedaan, yang mempunyai peran penting dalam menilai keberadaan atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya.

3. Alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli produk atau tidak.

4. Perasaan positif yang merangsang tumbuhnya perasaan positif terhadap produk.

5. Menjadi landasan untuk perluasan merek yang dinilai kuat. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap citra merek (brand image) yang disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality) yang kemudian dapat membentuk kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu (brand loyalty).

(15)

2.1.9 Brand Loyalty(Kesetiaan Merek)

Loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan terhadap sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Menurut Aaker, tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut: 1. Berpindah-pindah (switcher)

Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli yang tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen yang lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).

2. Pembeli yang bersidat kebiasaan (habital buyer)

Tingkat kedua adalah para pembeli yang merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya tidak terdapat dimensi ketidak puasan yang dapat menjadikan sumber perubahan, apalagi bila perpindahan ke merek yang lain itu ada penambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habital buyer).

(16)

3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan/switching cost (satisfied buyer)

Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, tetapi harus memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang, atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Pembeli tipe ini disebut satisfied buyer. 4. Menyukai merek (liking the brand)

Tingkat keempat adalah konsumen yang benar-benar menyukai suatu merek pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman, atau kesan kualitas yang tinggi. Konsumen jenis ini memiliki perasaan emosional dalam menyukai merek tersebut.

5. Pembeli yang komit (commited buyer)

Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia yang merasakan kebanggan ketika menjadi pengguna suatu merek karena merek tersebut penting bagi mereka baik dari segi fungsi maupun sebagai alat identitas diri.

2.2 Penelitian Terdahulu

Iva Nurdiana (2012), dengan judul “Brand Equity, Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Sepeda Motor Honda Di Kabupaten Malang” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan uji pengaruh langsung dan tidak langsung dapat diketahui bahwa brand equity (X) berpengaruh langsung terhadap

(17)

loyalitas pelanggan (Y2) dengan koefisien beta 0,450. Sedangkan pengaruh tidak

langsung brand equity (X) berpengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan (Y2) melalui kepuasan pelanggan (Y1) adalah sebesar 0,355.

Febriana Catur Pujiastuti dan Dr. Agus Prayitno (2014), dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan Steak & Shake di Semarang” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan uji f mendapatkannilai F=70,363 dari hasil perhitungan F-hitung lebih besar dari F-tabel yaitu sebesar 70,363>2,467 atau sign (0,000) < α=0,05 dengan demikian ada pengaruh positif dan signifikan antara kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), dan loyalitas merek (X4) secara

bersama-sama terhadap kepuasan konsumen (Y1) pada taraf uji signifikansi 0,05.

Nindhira Rosellini Putrid an Fendy Suhariadi (2013), dengan judul “Hubungan Antara Kepuasan Pelanggan Dengan Word Of Mouth Pada Pelanggan Klinik Kecantikan London Beauty Centre” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan analisis uji korelasi Pearson, dapat diketahui bahwa koefisien korelasi Pearson sebesar 0,380 dengan taraf signifikansi sebesar 0,0000. Taraf signifikansi yang berada pada p < 0,05 menandakan bahwa Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan word of mouth pada pelanggan klinik kecantikan London Beauty Centre.

Dr. Muhammad Tahir dan Dr. Kalthom Abdullah (2013), dengan judul “The Impact of Customer Satisfaction on Word-of-Mouth: Conventional Banks of Malaysia Investigated” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu Kepuasan pelanggan menjadi kekuatan yang paling dominan timbulnya word of mouth dari

(18)

Janghyeon Nam, dkk (2011), dengan judul “Brand Equity, Brand Loyalty, And Consumer Satisfactio”, dalam hasil penelitian yang dilakukan, bahwa adanya pengaruh yang positif antara brand equity, brand loyalty dan kepuasan pelanggan.

Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dan telah diteliti oleh beberapa peneliti, yaitu:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Peneliti Tahun Metode

Analisis Hasil Penelitian Brand Equity, Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Sepeda Motor Honda Di Kabupaten Malang Iva Nurdiana 2012 Analisis Jalur (Path Analysis)

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwabrand equity memiliki pengaruh langsung

terhadap pembentukan loyalitas pelanggan,selain itu juga berpengaruh tidak langsung

terhadap loyalitas pelanggan, yaitu pembentukan kepuasan pelanggan. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan Steak & Shake di Semarang Febriana Catur Pujiastuti dan Dr. Agus Prayitno 2014 Analisis Regresi Linier Bergan-da

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji f mendapatkan nilai F=70,363 dari hasil perhitungan F-hitung lebih besar dari F-tabel yaitu sebesar 70,363>2,467 atau sign (0,000) < α=0,05 dengan demikian ada pengaruh positif dan

signifikan antara kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), dan loyalitas merek (X4) secara bersama-sama terhadap kepuasan

konsumen (Y1) pada taraf uji signifikansi 0,05.

(19)

Lanjutan Tabel 2.1

Judul Peneliti Tahun Metode Analisis Hasil Penelitian Hubungan Antara Kepuasan Pelanggan Dengan Word Of Mouth Pada Pelanggan Klinik Kecantik-an London Beauty Centre Nindhira Rosellini Putri dan Fendy Suharia-di 2013 Explana-tory Research

Berdasarkan analisis uji korelasi Pearson, dapat diketahui bahwa koefisien korelasi Pearson sebesar 0,380 dengan taraf signifikansi sebesar 0,0000. Taraf

signifikansi yang berada pada p < 0,05 menandakan bahwa Ha diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan word of mouth pada pelanggan klinik kecantikan London Beauty Centre. The Impact of Customer Satisfact-ion on Word-of-Mouth: Conven-tional Banks of Malaysia Investiga-ted Dr.Muha mmad Tahir dan Dr. Kalthom Abdullah 2013 Structu-ral Equation Modell-ing

Kepuasan pelanggan menjadi kekuatan yang paling dominan timbulnya word of mouth dari pelanggan Brand Equity, Brand Loyalty, And Consumer Satisfact-ion Jangh-yeon Nam, dkk 2011 Descript-ive analysis (Analisis deskrip-tif)

Adanya pengaruh yang positif antara brand equity, brand loyalty dan kepuasan pelanggan

(20)

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2012 : 88).

Kotler (2007) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain apabila keduanya pada dasarnya identik.

Ekuitas yang tinggi menjadi idaman setiap merek karena berarti bahwa merek-merek tersebut memiliki kedekatan dengan pasar dan pelanggan. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya bagi konsumen untuk membeli produk tersebut dan pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang terus meningkat kepada perusahaan (Durianto, dkk, 2004)

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, maka dibuat model penelitian yang menjelaskan pengaruh brand equity yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty terhadap kepuasan pelanggan untuk meningkatkan positive word of mouth.

(21)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis

2.4.1 Pengaruh antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap kepuasan pelanggan.

Kesadaran merek menurut Aaker (2007) adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat merek berbega tergantung tingkat komunikasi merek atau persepsi konsumen terhadap merek produk yang ditawarkan. Apabila konsumen merasa puas, maka kemampuan konsumen untuk mengenali dan mengingat merek semakin kuat, sehingga konsumen akan melakukan pembelian ulang. Semakin puas konsumen maka kemampuan konsumen untuk mengingat merek akan semakin kuat pula.

Kepuasan Pelanggan (Y1) Brand Awareness (X1) Positive Word Of Mouth (Y2) Brand Association (X2) Perceived Quality (X3) Brand Loyalty (X4)

(22)

H1: ada pengaruh positif dan signifikan antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap kepuasan pelanggan.

2.4.2 Pengaruh antara asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan pelanggan.

Menurut Durianto, dkk (2004), asosiasi merek merupakan segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kepuasan membentuk kesan dalam benak konsumen, semakin puas konsumen maka akan semakin kuat pula kesan yang muncul dalam benak konsumen. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.

Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Asosiasi merek memberikan keuntungan yaitu dapat membantu proses penyusunan informasi, memainkan peranan yang penting dalam membedakan satu merek dengan merek yang lain, membantu konsumen mengambil keputusan untuk membeli produk atau jasa, penciptaan sikap dan perasaan puas, dan sebagai landasan untuk perluasan merek melalui penciptaan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan sebuah produk baru. Pelanggan akan memiliki kepuasan terhadap produk apabila mereka merasa asosiasi merek memberikan keuntungan.

H2: ada pengaruh positif dan signifikan antara asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan pelanggan.

(23)

2.4.3 Pengaruh persepsi kualitas (perceived quality) terhadap kepuasan pelanggan.

Persepsi kualitas menurut Aaker (2007) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang terkait dengan maksud yang diharapkan. Persepsi konsumen muncul menjadi pembanding antara kepuasan konsumen terhadap kinerja suatu produk dengan produk yang lain. Kepuasan yang paling kuat menjadi tolak ukur bagi kinerja produk lain.

Terdapat lima keuntungan dari persepsi kualitas yang dikemukakan oleh Rangkuti (2002), yaitu kesan kualitas memberikan alasan untuk membeli; persepsi kualitas mempengaruhi merek-merek mana yang dipertimbangkan untuk dipilih; persepsi kualitas suatu produk memberikan keuntungan bagi perusahaan untuk membuat pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum; persepsi kualitas produk yang tinggi memiliki arti yang penting bagi pengecer, distributor dan saluran distribusi lainnya karena kemampuannya dalam memperluas distribusi; dan merek produk yang memiliki persepsi kualitas yang kuat memungkinkan perusahaan untuk memperkenalkan kategori produk baru kemudian diharapkan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar lagi karena banyak konsumen yang puas.

H3: ada pengaruh positif dan signifikan antara persepsi kualitas (perceived quality)

(24)

2.4.4 Pengaruh loyalitas pelanggan (brand loyalty) terhadap kepuasan pelanggan.

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Menurut Mowen & Minor (2002), loyalitas merek mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen, dimana loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Loyalitas konsumen akan terbentuk ketika kepuasan konsumen juga ikut terbentuk. Semakin konsumen merasa puas akan kinerja sebuah produk, maka akan semakin kuat pula loyalitas yang terbentuk pada konsumen.

H4: ada pengaruh positif dan signifikan antara loyalitas pelanggan (brand loyalty) terhadap kepuasan pelanggan.

Hipotesis merupakan jawaban sementara sebelum adanya penelitian dilakukan, hipotesis bersifat sementara sampai akhirnya terbukti kebenarannya berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dilakukannya penelitian. Berdasarkan tinjauan diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

H1 : Brand equity yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyaltymemiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

H2 : Brand Equity dan Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif terhadap positive word of mouth

Gambar

Gambar 2.1  Konsep Brand Equity
Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  Judul  Peneliti  Tahun   Metode
Gambar 2.2  Kerangka Konseptual  2.4.   Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 siswa kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung mengenai instrumen tes dalam bentuk Ranking

Tidak terdapat hubungan antara akses media massa dengan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja khususnya pada siswa SMK yang dapat terjadi karena remaja tidak

Dalam rangka Program Kepemilikan Saham bagi Manajemen dan/atau Pegawai dalam bentuk program Bonus Saham, maka Perseroan merencanakan untuk melakukan pembelian

1. Themes take a speakers point of view rather than a hearer’s point of view. Theme is a psychological notion, not just a packaging strategy. Theme is essentially a clausal

The Cambridge Pathway takes students on a journey through Cambridge Primary, Cambridge Lower Secondary, Cambridge IGCSE and Cambridge International AS &amp; A Level.. Students

Di dalam defnisi tersebut, DTE adalah perangkat komputer dan DCE sebagai modem walaupun pada kenyataannya tidak semua produk antarmuka adalah DCE yang

pppk.disparbud@gmail.com 1 Desember 2018 s.d 23 Juni 2019 di Pusat Pelatihan Profesi Kepariwisataan Disparbud Gd. Kuningan