• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada pasien dengan diagnose Sinusitis Maksilaris Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan selama 2 minggu .

B. Metode

Penelitian ini bersifat Quasi eksperimen yang bertujuan untuk mempelajari perbandingan pengaruh efektifitas intervensi US dengan MWD untuk mengurangi nyeri pada Sinusitis Maksilaris Kronik

Pada penelitian ini subyek penelitian berjumlah 14 orang yang terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama berjumlah 7 orang yang diberikan

Ultrasound sedangkan kelompok yang kedua juga berjumlah 7 orang yang

hanya diberikan intervensi MWD. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan pengaruh antara US dan MWD pada salah satu kelompok dalam hal mengurangi keluhan nyeri pada kondisi Sinusitis

Maksilaris Kronik. Intensitas nyeri diukur dengan menggunakan instrumen

pengukuran Visual Analogue Scale (VAS). Hasil pengukuran intensitas nyeri kemudian akan dianalisa dan dibandingkan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakukan II.

(2)

1. Kelompok perlakuan I

Pada kelompok ini sampel subyek penelitian diberikan intervensi Ultrasound. Sebelum perlakuan dilakukan pengukuran nyeri dan hidung tersumbat dengan menggunakan instrument Visual Analogue Scale (VAS) untuk mengetahui tingkat nyeri dan hidung tersumbat yang dirasakan akibat Sinusitis Maksilaris Kronik. Provokasi nyeri yang dilakukan adalah dengan mencari palpasi pada daerah maksillaris kemudian melakukan kompresi/penekanan pada daerah tersebut selama 5 detik kemudian tekanan dilepaskan selama 8 detik dan diulang 3 kali kemudian subyek penelitian diminta untuk memberikan tanda rasa nyeri yang dirasakan setelah pemberian kompresi pada formulir yang berisi instrumen Visual

Analogue Scale (VAS).

Setelah pengukuran selesai dilanjutkan dengan pemberian intervensi

US dan sesudahnya dilakukan kembali pengukuran nyeri dan hidung

tersumbat pada Sinusitis Maksilaris Kronik juga dengan instrumen pengukuran yang sama yaitu Visual Analogue Scale (VAS) untuk mengetahui hasil dari intervensi yang diberikan.

Skema 3 : 1 metode kelompok perlakuan 1

Keluhan Nyeri sebelum intervensi

Keluhan Nyeri lebih berkurang Ultrasound

(3)

2. Kelompok perlakuan II

Pada kelompok ini diberikan intervensi MWD. Sebelum perlakukan diberikan juga dilakukan pengukuran tingkat nyeri dan hidung tersumbat yang dirasakan subyek penelitian dengan menggunakan teknik palpasi dan provokasi pada daerah maksilaris yang sama serta menggunakan instrumen pengukuran Visual Analogue Scale (VAS) yang sama pula.

Selanjutnya kelompok perlakuan ini diberikan intervensi MWD. Setelah diberikan intervensi tersebut dilakukan kembali pengukuran tingkat nyeri dan rasa hidung tersumbat dengan menggunakan Visual

Analogue Scale (VAS) untuk melihat hasil intervensi yang telah diberikan

tersebut.

Skema 3 : 2 metode peralakuan 2

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan keluhan sinusitis maksilaris kronis yang datang ke unit fisioterapi RS. Stroke Nasional Bukittinggi selama periode bulan februari 2013 sampai pertengahan maret 3013. Sampel dari berbagai profesi dari mulai PNS, wiraswasta, honorer dan sopir.

MWD

Keluhan Nyeri sebelum Intervensi

Keluhan Nyeri berkurang

(4)

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik purposif sampling berdasarkan pertimbangan bahwa sampel yang diambil akan representatif jika sesuai dengan kriteria pengambilan sampel yang kami tentukan. Teknik ini juga dipilih berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan gambaran hasil pengujian suatu perlakuan terapi, dalam hal ini

US dengan MWD dengan memilih subyek tertentu yang benar-benar

mewakili kriteria yang telah ditetapkan. Subyek penelitian adalah semua penderita nyeri tekan pada kondisi Sinusitis Maksilaris Kronik yang dipilih melalui prosedur assesmen fisioterapi yang telah ditetapkan

Tabel 3.1 Assesment pada Sinusitis Maksilaris Kronik

No Tahap Assesment Hasil Temuan

1 Anamnesa Penderita Influenza, Alergi. Perokok, Perenang, Berada dilingkungan yang berdebu/kotor, tinggal dikawasan industry, berada ditempat bersuhu dingin/lembab

2 Tes Khusus ●Tes Palpasi pada daerah sinus yang timbul nyeri: Kondisi Sinusitis Maksilaris, terdapat nyeri pada pipi.

●Tes Perkusi pada daerah sinus yang timbul nyeri, dengan membandingkan daerah yang sakit dan yang sehat.

(5)

3 Pemeriksaan penunjang ● Laboratorium, untuk mengetahui alergi dari penyakit sistematik yang memicu sinusitis. ● X-Ray, Pada kondisi sinusitis akan tampak gambaran “Fluid-Level”

● CT-Scan, udara tampak hitam dan tulang tampak sangat putih. Daerah abu-abu di sinus menandakan kelainan, misalnya nanah, lendir atau kista

Setelah dilakukan assesmen kemudian dibuat kriteria-kriteria dalam penelitian ini. Kriteria-kriteria yang ditetapkan berupa kriteria penerimaan, penolakan dan pengguguran.

1. Kriteria Penerimaan

a) Subyek positif menderita nyeri akibat kondisi sinusitis maksilaris kronik yang telah di pilih berdasarkan prosedur assesmenr fisioterapi yang telah ditetapkan.

b) Usia 20 sampai 50 tahun dan berjenis kelamin pria maupun wanita. c) Subyek bersedia bekerja sama dan mengikuti program penelitian. 3. Kriteria Penolakan

a) Subyek dengan keadaan demam 4. Kriteria Drop Out

a) Subyek yang tidak mengikuti terapi sebanyak 6 kali berturut-turut sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

(6)

D. Instrument Penelitian 1. Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Variabel Dependen : Nyeri akibat Sinusitis Maksilaris Kronik.

b) Variabel Independen : Intervensi US dan MWD. 2. Definisi Konseptual

a) Nyeri sinusitis maksilaris kronis adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan merupakan pengalaman emosional berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau sering di deskripsikan sebagai istilah adanya kerusakan jaringan yang dirasakan oleh pasien terutama pada daerah pipi (wajah) yang mungkin menyebar ke gigi di rahang atas. Adapun masalah lainnya dapat berupa kesulitan bernafas melalui hidung. Serta adanya postnasal drip yang menyebabkan bertambahnya jumlah lendir yang lebih kental dan berwarna kuning atau hijau. Dimana lendir ini banyak mengandung bakteri dan sel darah putih, sehingga menyebabkan aliran hidung tersumbat, sehingga sekresinya menumpuk dan terperangkap bersama udara di dalam sinus dan akan menekan dinding sinus yang bertulang. b) Intervensi Ultrasound adalah salah satu modalitas fisioterapi yang

secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan teraupetik pada kasus-kasus tertentu termasuk kasus-kasus muskuloskeletal dan neuromuskuler . terapi ultrasound menggunakan energi gelombang suara yang tidak mampu ditangkap telingga manusia. US mempunyai efek mekanik

(7)

dan thermal yang mana dapat mempercepat penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.

c) Intervensi MWD adalah salah satu modalitas fisioterapi yang menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik. MWD mempunyai efek fisiologis dan efek teraupetik. Dimana dari efek tersebut akan terjadi peningkatan sirkulasi,normalisasi jaringan otot dan tendon, serta perbaikan metabolisme sehingga persepsi nyeri pada jaringan akan menurun.

3. Definisi Operasional a) Ultrasound

Ultrasound adalah salah satu modalitas fisioterapi yang

menggunakan gelombang suara dengan getaran mekanis membentuk gelombang longitudinal dan barjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang bervariasi. Efek biologis yang dihasilkan dari US, yaitu meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan, meningkatkan sirkulasi darah, relaksi otot, peningkatan permeabilitas membrane, pengaruh terhadap saraf perifer dan mengurangi nyeri pada sinusitis maksilaris kronik. Pelaksanaan terapi, Nyalakan alat,siapkan

tranduser ultrasound lalu diberi jelly sesuai daerah yang diterapi, beri

intensitas 1 W/cm2, selama 7 menit, Type continues, 1x/hari (5 kali berturut-turut), gerakan tranduser kearah sirkuler pada area yang terapi, jangan biarkan tranduser dalam keadaan statis karena dapat menimbulkan luka bakar.

(8)

b) Micro Wave Diathermy

MWD mempunyai daya penetrasi dengan panjang gelombang 10 mm sampai 1 meter dan frekuensi 2450 MHz, dapat menimbulkan panas induktan untuk kebutuhan jaringan yang lebih dalam tanpa ada pemansan di permukaan. Sehingga arus mengumpul pada jaringan yang meradang dalam sinus. Tujuan pemberian MWD, yaitu untuk membantu mengencerkan lendir yang tersumbat di dalam sinus, maka akan mempercepat reabsorbsi pembengkakan atau peradangan. Selain itu, panas secara langsung dapat membantu resolusi dari inflamasi akut, vasodilatasi pembuluh darah dan rileksasi. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi penekanan pada dinding sinus serta dapat menurunkan nyeri. Pelaksanaan terapi, pasien tidur rileks, berikan penutup mata (kacamata google), pasang elektroda pada daerah sinus yang dirasakan nyeri, kemudian berikan dosis, selama 15 menit, dengan intensitas subthermal, dan frekuensi 1x/hari (6 hari berturut-turut).

c) Nyeri Sinusitis Maksillaris Kronik

Obyek penelitian adalah nyeri dimana kualitas / intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan alat ukur “ Visual Analogue Scale “. Visual Analogue Scale ( VAS ) adalah alat ukur yang digunakan

untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10 cm garis, dimana setiap ujungnya diberi tanda dengan level intensitas nyeri ( ujung kiri diberi tanda “tidak ada nyeri” dan diujung kanan diberi tanda “ nyeri hebat /tak tertahankan” ). Pasien diminta untuk

(9)

memberi tanda pada garis scala VAS yang tidak diberi angka dengan pensil sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakannya. Kemudian jaraknya diukur oleh fisioterapis dari batas kiri sampai pada tanda titik dari pasien ( ukuran mm), dan itulah skornya yang menunjukan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat pada setiap sebelum dan sesudah intervensi untuk melihat kemajuan pengobatan /terapi selanjutnya.

Fisioterapi dapat memperoleh data awal yang berarti dan kemudian skala tersebut digunkan pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan.

0 100

Tidak Nyeri Nyeri Hebat

Gambar 3.3. Skala VAS

Adapun Prosedur Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pada prosedur pengukuran sampel, peneliti menggunakan VAS (Visual Analogue Scale) dengan cara:

a) Peneliti membuat sebuah garis lurus horizontal sepanjang 10 cm. b) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda pada garis

tersebut pada daerah mana yang menggambarkan rasa nyeri yang ia rasakan selama provokasi diberikan.

c) Sebelum intervensi sampel diminta untuk memberi tanda pada garis tersebut tingkat nyeri yang ia rasakan.

(10)

d) Setelah intervensi sebanyak 5 kali sampel diminta untuk memberikan tanda pada garis tersebut.

e) Setiap pengurangan atau penambahan nyeri diukur dalam centimeter

( 0-10 cm).

f) Setiap perlakuan, dilakukan tes palpasi daan pengukuran VAS sesudah intervensi dan skor nya dicatat.

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran penurunan nyeri sendi lutut dengan menggunakan US dan MWD akan dilihat perubahan nyeri sinusitis maksilaris kronik sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan bantuan perangkat komputer.

Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan uji beda untuk mengetahui kemaknaan fungsi sendi lutut pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan menggunakan uji statistik antara lain :

1. Untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal maka digunakan uji normalitas data Shapiro Wilk Test.

Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan antara data kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan distribusi normal

Ha : Ada perbedaan antara data kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan distribusi normal

(11)

2. Untuk mengetahui apakah varian data bersifat homogen atau tidak homogen, maka dilakukan pengujian homogenitas dengan menggunakan Levene ‘s test (uji F).

Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan varian antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II

Ha : Ada perbedaan varian antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II.

1. Uji hipotesis I yaitu untuk mengetahui Intervensi US dan MWD dapat menurunkan nyeri pada sinusitis maksilaris kronik, maka digunakan uji signifikansi dua sampel yang saling berpasangan dengan dua alternatif pilihan.

Apabila data berdistribusi normal menggunakan

Paired-Samples t Test dan apabila data tidak berdistribusi normal

maka menggunakan Wilcoxon singed rank test.

Ho : Intervensi US dan MWD tidak dapat menurunkan nyeri pada sinusitis maksilaris kronik.

Ha : Intervensi US dan MWD dapat menurunkan nyeri pada sinusitis maksilaris kronik.

2. Uji hipotesis II untuk mengetahui Interverensi US dan MWD dapat menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik, maka digunakan uji signifikansi dua sampel yang saling berpasangan dengan dua alternatif pilihan.

(12)

Apabila data berdistribusi normal menggunakan Paired-Samples t

Test dan apabila data tidak berdistribusi normal maka menggunakan Wilcoxon singed rank test.

Ho : Interverensi US dan MWD tidak dapat menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik.

Ha : Interverensi US dan MWD dapat menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik.

3. Uji hipotesis III yaitu Intervensi US lebih baik dalam menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik. Uji signifikasi hipotesis komparatif dua sampel independent, maka dapat menggunakan beberapa uji statistik. Apabila data berdistribusi normal maka menggunakan

Independent-Samples t-Test (Uji T Sampel Independen) dan apabila

data berdistribusi tidak normal menggunakan Mann-whitney U test. Adapun hipotesis yang ditegakkan adalah :

Ho : Intervensi MWD tidak lebih baik dalam menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik.

Ha : Intervensi US lebih baik dalam menurunkan nyeri sinusitis maksilaris kronik.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan belajar menalar/mengasosiasi adalah mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau

Pola tersebut, artinya kita harus membuat Mikrofractures (keretakan mikro) pada tulang, pada saat situasi tulang dalam keadaan fractures atau stress yang luar biasa, inilah saat untuk

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan dalam penelitian ini, kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan oleh wanita lajang usia dewasa madya juga diperoleh dari

Bangunan eco-tech yang fokus pada sistem pencahayaan di mana bangunan dengan adanya cahaya menjadi hidup dan memanfaatkan pencahayaan alami untuk penerangan

Attention deficit hypereactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, implusif,

Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu me- tode penelitian yang bersifat me- nggambarkan

Implikasi hukum terhadap arsip negara yang terjadi di Sudan antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan berjalan sesuai dengan ketentuan yang diatur

Hasil penelitian menunjukkan untuk struktur yang ditinjau, daktilitas struktur 3.75 tidak dapat digunakan, karena pada gempa dengan periode ulang 135 tahun, beberapa elemen