1
PENDAHULUAN
Tim adalah berbagai macam individu yang berkumpul dan bekerjasama, demi mencapai tujuan bersama dengan menggunakan sistem kerja yang sama, dan saling memiliki tanggung jawab antar individu. Setiap anggota mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dan saling melengkapi agar apa yang mereka kerjakan berhasil. Jika dibandingan dengan harus bekerja secara individual, kerja di dalam kelompok dapat menghasilakan banyak manfaat bagi organisasi atau perusahaan, karena pada dasarnya tim itu adalah flexible, dan lebih memiliki pandangan yang berbeda dan akan menciptakan informasi yang lebih efektif dan lebih baik untuk merespon adanya perubahan yang terjadi pada suatu organisasi atau perusahaan. Dalam proses interaksi antara individu di dalam tim, tidak akan selalu mendapatkan suatu kecocokan dari setiap hal yang dikerjakan. Setiap saat pasti muncul adanya konflik, baik itu terjadi antara individu dengan individu di dalam tim atau antar kelompok satu dengan yang lain dalam sebuah organisasi (Ashley & Tommy, 2014).
Jumlah anggota dalam sebuah tim, dapat menimbulkan banyak keuntungan maupun masalah yang dapat terjadi pada tim tersebut. Salah satu keuntungannya adalah semua pekerjaan cepat dan mudah dikerjakan, akan tetapi jumlah anggota dalam suatu tim juga dapat menimbulkan suatu masalah yang disebut dengan social loafing. Social loafing adalah suatu masalah yang disebabkan adanya kelonggaran dari sistem kontrol dan koordinasi yang ada disuatu perusahaan (Robert & Maruping, 2009). Menurut (Hogg & Vaughan, 2011), social loafing adalah sikap seseorang yang cenderung mengurangi kinerjanya saat bekerja di dalam suatu tim atau bahkan seseorang akan lebih memperlihatkan kinerjanya saat bekerja secara individual. Akibatnya, banyak organisasi atau perusahaan lebih melihat hasil dari kerja tim bukan hasil dari setiap anggota didalam tim tersebut (Piezon & Ferree, 2008).
Setiap pekerja dilengkapi dengan job description, dan di era sekarang ini, ada banyak perusahaan dan organisasi menginginkan pekerja untuk bekerja melampaui atau melebihi dari job
description yang semestinya dikerjakan oleh karyawan (Ashley & Tommy, 2014). Kecenderungan
dimana pekerja melakukan pekerjaan melampaui atau melebihi dari job description yang sudah diberikan adalah Organization Citizenship Behavior atau OCB, yang dimana dapat diartikan kecenderungan karyawan melakukan pekerjaan melebihi dari yang seharusnya individu tersebut kerjakan, meskipun terkadang tidak mendapatkan reward yang sebanding dengan apa yang sudah dikerjakan oleh karyawan tersebut (Budihardjo, 2014). Perilaku OCB ini muncul karena adanya
2
perasaan yang timbul dari merasa senang apabila karyawan telah memberikan suatu yang lebih kepada sebuah organisasi (Budihardjo, 2014).
Hubungan antara OCB dan kemalasan sosial adalah, dimana jika seorang pekerja lebih memiliki kecenderungan untuk mengerjakan suatu pekerjaan melebihi job description yang seharusnya dikerjakan atau yang bisa disebut OCB, maka social loafing pada seorang pekerja akan menurun, dikarenakan ada rasa puas jika seseorang pekerja bisa melakukan hal yang lebih untuk suatu perusahaan atau organisasi (Budihardjo, 2014), tetapi jika pekerja lebih memiliki kecenderungan social loafing, maka perilaku OCB akan menurun dikarenakan seseorang pekerja sudah memiliki rasa malas dan sudah beranggapan, jika suatu pekerjaan yang diberikan pasti akan selesai (Hogg & Vaughan, 2011).
Jika suatu organisasi memberikan hadiah atau reward, dan akan dibagikan secara merata tanpa membedakan usaha antar individu, maka individu tersebut akan menghilangkan, atau mengurangi usahanya di tengah kelompok dan mengambil reward dari keberhasilan suatu kelompok walau hanya mengeluarkan sedikit usaha, tetapi akan berbeda jika suatu perusahaan atau organisasi, memberikan reward dengan melihat kinerja dari setiap individu didalam kelompok maka setiap individu dalam kelompok akan mengeluarkan seluruh kemampuan atau usahanya untuk mendapatkan reward yang diberikan oleh suatu organisasi atau perusahaan (Budihardjo, 2014). Selain itu, anggota kelompok yang mengerahkan lebih sedikit usaha ketika bekerja secara berkelompok karena mereka beranggapan bahwa usaha per individu tidak diperlukan untuk suatu proyek dan mereka menyebut berkurangnya atau bahkan hilangnya motivasi ini sebagai perilaku "Free-rider". Free-rider adalah individu yang tetap menerima gaji, kenaikan pangkat, honor, bahkan bonus tetapi individu bekerja dengan tidak maksimal, bahkan tidak jarang terjadi jika pekerja tidak mengeluarkan usahanya samasekali atau tidak memberikan kontribusi apapun pada kelompoknya (Hogg & Vaughan, 2011). Free-rider dapat ditemukan dalam kelompok kerja apapun dan dimanapun.
Social loafing dan Organization Citizenship Behavior akan sangat berhubungan satu sama
lain, jika seorang pekerja cenderung mempunyai sikap OCB maka kecenderungan untuk bersikap malas akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika pekerja lebih cenderung bersikap malas, maka kecederungan untuk mengerjakan sesuatu lebih dari job description tidak akan timbul (Budihardjo, 2014). Social loafing dan Organization Citizenship Behavior akan berpengaruh
3
dengan adanya gender, dimana gender yang dimaksud adalah sifatnya yaitu maskulin, feminin, atau keduanya (androgini), atau tidak keduanya (tidak terbedakan). Peneliti mengambil gender sebagai variabel moderator dikarenakan dalam konteks lingkungan kerja, wanita menyukai pekerjaan yang menawarkan orientasi interpersonal yang mencakup peluang untuk bekerja dengan orang lain, berteman, dan kebaikan (Konrad, Ritchie, Lieb, & Corigall, 2005).
Teori stereotype merupakan proses mengelompokkan individu-individu, kedalam beberapa kelompok yang dilengkapi dengan karakteristik yang berbeda antar kelompok dengan kelompok lain yang ada didalam tim. Sex role strereotypes, merupakan pandangan umum yang mengatakan, bahwa laki-laki lebih mempunyai kedudukan yang lebih tinggi didalam pekerjaan, lebih obyektif dalam memutuskan berbagai hal. Wanita di lain pihak dipandang sebagai individu yang lebih pasif, lembut, sensitive dan penuh pertimbangan dalam memutuskan berbagai hal. Sampai saat ini masyarakat memandang bahwa, wanita posisinya lebih rendah dalam hal pertanggungjawaban yang ada didalam organisasi jika dibandingkan dengan laki-laki (Broadbridge & Hearn, 2008).
Pada penelitian sebelumnya, ditemukan suatu kejanggalan dimana dari penelitian yang dilakukan oleh Sesen et, al (2014), Zahra et, al (2015) dan Karadal & Sygm (2013), peneliti tersebut mengambil jumlah sampel laki-laki dan perempuan secara berbeda, dan para peneliti tersebut mengatakan bahwa Gender dapat memoderasi adanya hubungan yang terjadi antara Social
loafing dan OCB, akan tetapi dari hasil yang disajikan dari ketiga peneliti tersebut, mengatakan
bahwa Gender Identity Role: Femininity yang lebih dominan untuk memoderasi adanya hubungan yang terjadi antara Social loafing dan OCB. Melihat kejanggalan tersebut peneliti melakukan penelitian ulang, guna melihat apakah Gender Identity Role: Femininity dapat memoderasi terjadinya social loafing dan OCB.
Penelitian ini dilakukan di salah satu rumah sakit swasta di Kudus, Jawa Tengah yaitu, RS Mardirahayu Kudus, menurut wawancara dengan HRD pihak Rumah sakit tentang adanya banyak keluhan yang diopleh RS. Mardirahayu Kudus, berkaitan tentang kinerja para suster bangsal rumah sakit, terlebih pada shift malam yang akan sangat lama pelayanannya, berbanding terbalik dengan pergantian shift pagi, ataupun sore hari, dengan melihat fenomena yang terjadi itu peneliti ingin menguji : (1) Apakah Social loafing berpengaruh terhadap OCB?, (2) Apakah Gender Identity
Role: Femininity memoderasi terhadap Social loafing dan OCB?. Penelitian ini bertujuan untuk
4
Femininity memoderasi pengaruh Social loafing terhadap OCB. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah pihak rumah sakit dapat mempertimbangkan jumlah laki-laki dan perempuan saat merekrut karyawan terlebih suster bangsal, dengan karakter yang dibutuhkan oleh rumah sakit tersebut. Jika tingkat OCB lebih tinggi, pihak rumah sakit harus meningkatkan sistem reward yang ada.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Social Loafing
Social loafing adalah seseorang yang cenderung mengurangi usahanya saat bekerja
didalam suatu tim atau bisa dikatakan seseorang akan lebih memperlihatkan usahanya saat bekerja secara individual (Piezon & Ferree, 2008). Menurut Ying, et al (2014), social loafing merupakan kebiasaan yang dilakukan individu untuk melakukan suatu kemalasan atau bermalas-malasan yang sangat rentan terjadi dalam suatu organisasi. Menurut Utomo (2010), mengungkapkan social
loafing adalah dimana seorang individu cenderung lebih mengurangi usahanya, jika dia bekerja
dalam sebuah tim, padahal di sisi lain orang tersebut memiliki lebih banyak potensi dalam dirinya. Dari hasil penelitian Hooigaard (2006), mengatakan bahwa kelompok yang sudah terindikasi memiliki social loafing, memiliki tingkat produktivitas yang lebih rendah daripada, kelompok yang tidak terindikasi memiliki social loafing. Sedangkan menurut Myres (2014), social loafing adalah sikap seseorang individu akan mengurangi kinerjanya dalam bekerja secara kelompok dikarenakan adanya pikiran bahwa suatu organisasi hanya melihat hasil kerja kelompok bukan hasil dari kerja setiap individu di dalam kelompok.
Social loafing juga dapat dikatakan bahwa, setiap individu mengurangi kinerjanya
dikarenakan, timbulnya pikiran bahwa akan berkurangnya tangung jawab yang dipegang setiap individu (King & William, 2010). Alasan individu melakukan social loafing karena, beberapa individu di dalam kelompok terbiasa mengandalkan kemampuan orang lain, oleh sebab itu banyak individu akan mengurangi usahanya dalam bekerja saat individu tersebut masuk di dalam sebuah kelompok, sehingga potensi yang seharusnya semakin berkembang lambat laun akan menghilang dikarenakan individu tersebut sudah terbiasa mengandalkan orang lain saat bekerja (King & William, 2010).
Social loafing dapat mengakibatkan seorang individu didalam tim akan menjadi pasif
5
memberikan pandangan lain yang seharusnya lebih baik bagi suatu organisasi, dan social loafing akan menimbulkan kurangnya rasa peduli antar anggota didalam kelompok, maka dari itu social
loafing secara keseluruhan akan menimbulkan hal negative pada suatu kelompok (Myers D. G.,
2012). Dampak dari social loafing adalah menurunkan tingkat kinerja dari sebuah kelompok, dan tidak jarang terjadi adanya free-rider atau yang bisa diartikan karyawan hanya menitipkan namanya di dalam tim tersebut (Sarwono & Eko, 2009). Free-rider bisa diartikan sebagai individu yang samasekali tidak menunjukkan kinerjanya, atau bisa dikatakan tidak berkontribusi apapun untuk kelompok akan tetapi, individu tersebut masih mendapatkan reward dari hasil kineja kelompok tersebut (Myers & DeWall, 2014).
Organization Citizenship Behavior
Organization Citizenship Behavior atau OCB diartikan sebagai sikap individu ditempat
kerja dengan mengerjakan tugas melebihi atau melampaui dari pekerjaan yang seharusnya dikerjakan, dan merupakan hal yang penting bagi perkembangan suatu organisasi (Gibson & Donnelly, 2011). Dalam penelitian Gibson (2011), lebih lanjut berpendapat bahwa perilaku OCB dapat memaksimalkan kinerja suatu organisasi, serta menaikkan produktivitas di dalam kelompok. Menurut Farhan dan Niaz (2012), OCB adalah sikap individu yang muncul bukan dikarenakan adanya sistem reward bagi individu yang melakukan tugas melampaui atau melebihi dari tugas yang diberikan, tetapi OCB timbul dari rasa puas seorang individu jika dapat memberikan sesuatu yang lebih dari yang sudah menjadi tanggung jawab individu tersebut. Dalam penelitian Farhan dan Niaz (2012), lebih lanjut mengatakan bahwa, OCB bisa dikatakan sebagai perilaku bebas dan tidak terikat secara formal, yang sudah ditetapkan oleh suatu organisasi dan bersifat sukarela, tanpa memandang seberapa besar reward yang akan diberikan oleh organisasi, jika individu dapat melakukan hal yang lebih bagi organisasinya.
Menurut Andriani (2012), perilaku OCB muncul dikarenakan timbulnya perasaan puas apabila bisa memberikan sesuatu yang lebih bagi organisasinya, dengan adanya rasa puas jika melakukan OCB, maka akan semakin besar pula kontribusi yang diberikan bagi organisasinya. OCB menghasilkan sesuatu yang sangat besar terhadap kehidupan dari komunitasnya serta, memberikan inovasi terbaik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari setiap pekerjaan yang terdapat didalam suatu organisasi atau perusahaan (Nielsen, 2010). Perilaku tersebut tidak
6
mendapat imbalan atau sanksi secara langsung, baik perilaku itu dilakukan ataupun tidak, namun dengan sikap yang diperlihatkan karyawan melalui OCB dapat memberikan penilaian yang positif (Nielsen, 2010).
Menurut Organ, Podsakof dan Mackenzie (2006), mengakatan bahwa OCB memiliki berbagai dimensi yang ada didalamnya yaitu: altruism, conscientiousness, sportsmanship,
courtesy, civic virtue. Altruism adalah dimana sikap individu membantu rekan satu timnya dalam
kesusahan, baik dalam bekerja atau masalah pribadi. Conscientiousness yang berarti jika, seorang individu mengerjakan tugas melampaui dari tugas yang seharusnya dikerjakan oleh individu tersebut. Sportsmanship yang berarti, memberikan sikap toleransi pada individu yang kurang dalam bekerja, sportsmanship lebih melihat sisi positif yang ada di dalam diri rekan satu timnya. Kemudian courtesy adalah sikap individu dalam menjaga hubungan baik dalam satu rekan kerjanya, dan lebih bisa menghargai sesuatu yang sudah dibuat atau dilakukan oleh rekan timnya tersebut. Terakhir adalah civic virtue yaitu, dimana seseorang mengidentifikasi tanggung jawab yang sudah diberikan dari setiap rekan didalam tim. Civic virtue dapat dikatakan kesediaan individu mengikuti kegiatan didalam organisasinya baik secara formal maupun informal, demi menciptakan kesan baik bagi seluruh anggota kelompok yang ada di dalam organisasi tersebut. Gender Identiity Role: Femininity
Istilah gender sudah lama diketahui oleh masyarakat dan sudah tidak asing lagi di telinga. Namun sampai sekarang masyarakat sangat sulit dalam membedakan gender dengan sex atau jenis kelamin (Nugroho, 2008). Gender dan sex merupakan dua hal berbeda, tetapi tidak sedikit orang yang salah mengartikan kedua kata tersebut. Gender secara garis besar membedakan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, dimana gender lebih cenderung kepada aspek sosial, budaya , dan aspek non biologis, akan tetapi sex membedakan laki-laki dan perempuan dari segi biologis, seperti hormon yang ada didalam tubuh, fisik, serta karakteristik biologis lainnya (Pujisari, 2010).
Gender Identity Role: Femininity akan diukur menggunakan Bem Sex Role Inventory
(BSRI), yang akan digunakan untuk menilai peran gender didalam suatu kelompok. Menurut Carver (2013) ukuran gender yang sering digunakan dalam Bem Sex Role Inventory (BSRI) adalah memimpin, menjadi agresif, kompetitif, dominan, mandiri, dan atletis yang akan dikatagorikan sebagai maskulin dan untuk karakteristik feminin dianggap ekspresif, kasih sayang, simpati, kehangatan, dan akan lebih menghasilkan. Bem Sex Role Inventory (BSRI) adalah yang pertama
7
kali dapat mengartikan peran dari gender yang terdiri maskulin dan fenimin, dan selain itu BSRI juga menggabungkan karakteristik dari maskulin dan feminim sehingga menghasilkan peran
gender ketiga yaitu androgyny (Carver, 2013). BSRI yang asli terdapat enam puluh item yang
berbeda dan sudah dibagi menjadi tiga katagori yaitu maskulinitas, feminitas, dan netral, dari setiap katagori yang ada terdapat 20 item. Pada tahun 1997, BSRI sudah dibuat secara lebih singkat yaitu tiga puluh item dan akan dibagi menjadi tiga kategori lagi, dan setiap kategori tersebut memiliki sepuluh item didalamnya (Campbell, 1997).
Menurut Katsurada (1999), BSRI dipersingkat kembali hanya menggunakan dua belas item yaitu lembut, simpatik, kemampuan kepemimpinan, bertindak sebagai pemimpin, dominan, lembut, hangat, penuh kasih sayang, kepribadian yang kuat, membela keyakinan sendiri, peka terhadap kebutuhan orang lain, dan membuat keputusan dengan mudah, yang akan dibagi menjadi dua kategori yaitu maskulin dan feminim, dan dalam versi ini, BSRI lebih bisa menggambarkan peran gender dari dua kategori yaitu maskulin dan feminim, daripada saat BSRI masih dengan enam puluh item dengan mempunyai tiga katagori (Katsurada, 1999). Pandangan terhadap gender terbagi menjadi dua model yaitu: equity model dan contribution model dimana kedua model tersebut dibagi lagi menjadi dua yaitu: Sex role strereotypes dan Managerial strereotypes.
Menurut Taylor dan Sears (2009), mengatakan bahwa stereotype adalah cara berfikir seseorang yang sudah menjadi keyakinan bahwa attribut yang dimiliki oleh seseorang sudah menjadi ciri khas sejak lahir. Maka dari itu teori stereotype merupakan proses mengelompokan berbagai individu kedalam kelompok, dengan memberikan karakteristik yang berbeda dari setiap kelompok yang ada. Menurut Clow (2011) mengatakan bahwa teori gender yang membahas adanya kecenderungan seseorang dalam melakukan sesuatu yang didapat dari gen semisal tegas, ambisius, dominan, independent, percaya diri, dan kompetitif merupakan persepsi adanya maskulinitas, sedangkan kecenderungan seseorang untuk lebih menyanyangi sesama, membantu, saling peduli, simpatik, dan sensitif merupakan persepsi adanya feminitas. Oleh sebab itu saat seorang individu melakukan atau masuk kedalam dunia kerja, maka individu tersebut akan lebih menonjolkan sikap yang dimiliki, meskipun terkadang wanita lebih bisa bekerja dengan keras, dan lebih bijaksana dalam mengambil suatu keputusan, ataupun sebaliknya laki-laki lebih sabar, dan membantu rekan satu kerjanya (Clow, 2011).
8
Beberapa penelitian terdahulu hanya menyinggung tentang hubungan yang dimiliki oleh OCB dan social loafing, seperti pada penelitian Harun dan Semih (2014), peneliti hanya menyatakan bahwa adanya hubungan antara OCB dan social loafing dan tidak mengungkapkan hubungan positif atau negative yang dimiliki oleh OCB dan social loafing, begitu pula penelitian dari Karadal dan Sygm (2013), juga tidak menyebutkan hubungan apa yang terjadi di dalam OCB dan social loafing. Didukung dengan penelitian Tan dan Tan (2008), OCB dan social loafing dapat berhubungan secara negatif jika seorang individu memiliki kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu lebih dari yang seharusnya dikerjakan meskipun tanpa melihat sistem reward yang ada disuatu organisasi, dan individu tersebut akan merasa puas jika bisa melakukan hal yang lebih bagi organisasinya, dengan adanya kecenderungan seperti itu maka tingkat social loafing atau tingkat kemalasan seseorang akan menurun pesat, dan akan terjadi sebaliknya jika tingkat kemalasan seorang individu lebih besar maka akan menimbulkan seseorang akan malas bekerja atau bahkan memberikan hal lebih bagi organisasinya. Menurut Bukhari dan Bashir (2009), jika seorang individu memiliki antusias yang besar untuk membantu rekan dalam satu tim, tanpa mementingkan dirinya sendiri demi mencapainya tujuan organisasi maka tingkat kemalasan sosial seorang individu akan menurun.
Oleh karena itu peneliti berpendapat bahwa kecenderungan dimana seseorang melakukan hal yang lebih untuk organisasinya dengan ada ataupun tidak adanya reward yang diberikan atau bisa disebut sebagai OCB akan berpengaruh dengan tingkat kemalasan yang terjadi pada seorang individu tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut maka peneliti mengusulkan satu hipotesis yaitu
H1 : Social Loafing berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
Penelitian Yunita, Rika, et al (2015) mengungkapkan bahwa gender dapat memoderasi terjadinya OCB maupun sosial loafing dimana adanya anggapan bahwa perempuan akan lebih rajin bekerja daripada laki-laki, atau laki-laki lebih cermat daripada perempuan. Menurut Yulianingrum dan Swasta (2013), mengatakan bahwa perempuan akan lebih cepat dalam melakukan pekerjaan dan bahkan perempuan akan lebih sering melakukan pekerjaan melebihi dari
job description yang sudah diberikan oleh organisasinya, dan menurut Nugroho (2008),
mengatakan bahwa laki-laki akan cenderung mengurangi usahanya jika dilihat di dalam kelompok tersebut sudah terasa cukup untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
9
Menurut penelitian Karadal dan Sygm (2013), mengatakan akan terjadi tingkat efesiensi waktu jika pekerjaan dilakukan oleh perempuan daripada dilakukan oleh laki-laki, akan tetapi peneliti juga menyebutkan bahwa tingkat produktivitas pun akan semakin meningkat jika dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan, melihat hal itu peneliti menyakini bahwa Gender Identity
Role : Femininity dapat memoderasi terjadinya OCB dan social loafing. Didalam lingkungan kerja,
perempuan lebih memiliki sifat bekerja sama dengan orang lain, berteman, serta lebih banyak membantu pekerjaan orang lain, sedangkan laki-laki lebih cenderung fokus terhadap apa yang seharusnya mereka kerjakan, dan terkadang akan susah untuk membantu jika ada orang baru didalam organisasinya (Partini, 2013). Meskipun demikian para peneliti terdahulu menghasilkan suatu kesimpulan bahwa perempuan yang dapat mereka lebih maksimal jika dibandingkan dengan laki-laki. Dengan adanya dukungan dari beberapa penelitian terdahulu, peneliti mengusulkan hipotesis kedua yaitu,
H2 : Social Loafing berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior dengan adanya variabel moderator Gender Identity Role: Femininity.
H1
H2
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini menganalisis pengaruh Organization Citizenship Behavior dengan Social
loafing pada suster bangsal di Rumah Sakit Swasta di Kudus yaitu RS. Mardirahayu Kudus dengan
adanya variabel moderator Gender Identity Role: Femininity. Jenis penelitian ini adalah penelitian
Social loafing
OCB
Gender Identiity Role: femininity
10
Kuantitatif Asosiatif dimana peneliti ingin melihat pengaruh yang terjadi antara dua variabel atau lebih dalam suatu penelitian. Hubungan yang digunakan dalam penelitian yaitu hubungan kausal, hubungan kausal sendiri adalah hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan oleh variabel dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2010)
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suster bangsal Rumah Sakit Mardirahayu, populasi sebesar 474 orang, jumlah tersebut hanya jumlah suster bangsal pada setiap kamar yang ada di RS Mardirahayu, dari 474 orang akan dibagi menjadi tiga shift yang berbeda. Sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 216 orang, yang diperoleh dengan menggunakan rumus
Slovin. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik convenience sampling,
dimana convenience sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan menggunakan semua elemen yang ada di dalam penelitian tanpa adanya kriteria pada saat pengambilan sampel (Sekaran, 2003).
Tabel 1. Perhitungan Jumlah Sampel
Shift Populasi Persentase Sampel
Pagi 148 31,22% 67
Siang 164 34,60% 75
Malam 162 34,20% 74
Total 474 100% 216
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini memakai data primer, data primer tersebut diperoleh dengan membagikan kuesioner yang berisikan pertanyaan yang mencakup tentang variabel yang terkait dalam penelitian, yaitu variabel OCB, variabel social loafing dan variabel moderator gender. Sumber data diperoleh dari suster bangsal RS. Mardirahayu Kudus yang sudah memenuhi syarat penelitian. Untuk alat ukur yang akan digunakan dari social loafing peneliti akan menggunakan dua jenis kuesioner yaitu Perceived Social Loafing Questionnaire (PSLQ) dan Social Loafing Tendency
Questionnaire (SLTQ).
Perceived Social Loafing Questionnaire (PSLQ) merupakan kuisioner yang berisikan lima
11
skala lima untuk sangat setuju. PSLQ akan digunakan untuk mengukur seberapa sadar anggota kelompok bahwa ada diantara anggota kelompok telah melakukan social loafing (Hooigaard, 2006). Jika hasil PSLQ semakin tinggi itu berarti anggota kelompok sebenarnya sudah sadar bahwa ada diantara anggota kelompok telah melakukan social loafing. PSLQ dulunya digunakan untuk mengevaluasi tim sepakbola (Hooigaard, 2006), akan tetapi setelah adanya penelitian Ying, Li, Jiang, Peng, dan Lin (2014), PLSQ digunakan untuk meneliti mahasiswa suatu Universitas di China, setelah itu dilakukan pengujian reliabilitas ulang dengan tingkat Cronbach’s α 0,8, untuk melihat apakah PLSQ masih dapat gunakan atau bisa digunakan didalam sebuah penelitian.
Dalam kuesioner bagian kedua, peneliti menggunakan Social Loafing Tendency
Questionnaire (SLTQ) yang digunakan untuk melihat seberapa besar seseorang mengetahui bahwa
dirinya telah melakukan social loafing didalam sebuah kelompok (Ying et al., 2014). SLTQ berisikan tujuh pertanyaan dengan lima skala pengukuran, yaitu dari skala satu yang berarti sangat tidak setuju, hingga skala lima yang berarti sangat setuju. SLTQ sudah diuji tingkat reliabilitas dan validitasnya menggunakan program SPSS. Untuk OCB sendiri peneliti memakai lima dimensi sebagai alat ukurnya yaitu: Altruism, Civic Virtue, Conscientiousness, Courtesy, Sportsmanship, dari lima dimensi tersebut akan diuji tingkat reliabilitas dan validitasnya menggunakan program SPSS.
Tabel 2. Operasional Variabel Variabel dan Definisi
Variabel Dimensi Indikator
Social Loafing adalah sikap
seseorang yang cenderung mengurangi kinerjanya saat bekerja di dalam suatu tim atau bisa diartikan seseorang akan lebih memperlihatkan usahanya saat bekerja secara individual. Akibatnya, banyak organisasi dan perusahaan lebih melihat hasil dari kerja tim bukan hasil dari setiap anggota di dalam tim tersebut (Piezon & Ferree, 2008). Matching of Effort Perceived Social Loafing Questionnaire (PSLQ) (Ying, et al., 2014)
1. Sudah mengerjakan tugas dengan baik.
2. Membiarkan temannya mengerjakan tugas pribadinya.
3. Memberikan kontribusi yang lebih kecil dari rekan kerja.
4. Mengeluarkan usaha dengan maksimal
5. Rekan kerja hanya diam dan lebih mengurangi kinerjanya (Ying, et al., 2014) Matching of Effort Social Loafing Tendency Questionnaire (SLTQ) (Ying, et al., 2014)
1. Usaha yang di keluarkan tidak terlalu dipentingkan dalam tim.
2. Akan berjuang dengan sekuat tenaga. 3. Memberikan kontribusi yang kurang
12
Variabel dan Definisi
Variabel Dimensi Indikator
4. Aktif dan ikut ambil dalam diskusi dan memberikan ide-ide yang unik didalam tim.
5. Tidak akan terjadi masalah apabila tidak mengerjakan tugas didalam tim. 6. Tidak akan terjadi masalah apabila tidak mengerjakan tugas didalam tim. 7. Melakukan yang terbaik yang bisa
lakukan di dalam tim. (Ying, et al., 2014)
Organization Citizenship Behavior (OCB) adalah
Kecenderungan seseorang yang mengerjakan tugas melebihi atau melampaui
job description yang sudah
diberikan, tanpa melihat sistem reward yang ada di dalam perusahaan atau organisasinya (Neilsen, 2012)
Altruism
(Badruzman, 2012)
1. Perilaku untuk saling membantu orang.
2. Membantu menyelesaikan pekerjaan rekan kerja yang tidak masuk.
3. Ada waktu untuk membantu orang lain.
4. Membantu rekan kerja dalam mengerjakan pekerjaan dikala menumpuk.
(Badruzman, 2012)
Civic Virtue
(Badruzman, 2012)
1. Menaruh perhatian lebih pada organisasi.
2. Hadir di setiap hari-hari penting perusahaan atau organisasinya. 3. Menjaga kebersamaan yang ada antar
departement pada setiap perusahaan dan organisasi.
4. Mengikuti perubahan didalam organisasi.
5. Selalu mengikuti perkembangan di dalam organisasi. (Badruzman, 2012) Conscientiousness (Badruzman, 2012) 1. Kehadiran. 2. Tepat waktu.
3. Patuh terhadap peraturan. (Badruzman, 2012)
Courtesy
(Badruzman, 2012)
1. Kerjasama tim.
2. Membantu pekerjaan teman.
3. Memberikan keringanan saat bekerja. (Badruzman, 2012)
Sportsmanship
(Badruzman, 2012)
1. Toleransi terhadap rekan kerja. 2. Tidak membesar-besarkan masalah. 3. Tidak mengeluh dengan aktivitas
yang sedang dilakukan (Badruzman, 2012)
13
Variabel dan Definisi
Variabel Dimensi Indikator
Gender Role Identity : Femininity adalah Cara
eksklusif pengelompokan kategori femininity dan
masculinity, yang
mempengaruhi satu sama lain dalam suatu jejaring dari proses perubahan timbal balik yang konstan
(Carver & dkk, 2013).
Warm (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Mudah untuk membangun hubungan sosial
2. Keterbukaan untuk mendengar orang lain
3. Membagi keputusan sebelum menerapkan
(Mateo & Fernandez, 1991)
Tender (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Mudah memaafkan kesalahan orang lain
2. Mempertimbangakan keputusan 3. Mempercayai orang lain
(Mateo & Fernandez, 1991)
Affectionate (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Memprioritaskan kerja secara emosional
2. Menjalin hubungan yang intens 3. Membuka diri untuk mengasihi orang
lain
(Mateo & Fernandez, 1991)
Gentle (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Memiliki hati yang lembut
2. Mudah dalam mengakui kesalahan 3. Memperlakukan orang lain dengan
rasa hormat
(Mateo & Fernandez, 1991)
Sensitive to needs of other (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Mengingat semua karakter rekan kerja
2. Berkontribusi dalam keberhasilan rekan kerja
3. Menghindari reaksi yang menghancurkan orang lain
(Mateo & Fernandez, 1991)
Sympathetic (F)
(Mateo & Fernandez, 1991)
1. Keikutsertaan merasakan senang atas keberhasilan rekan kerja
2. Menghargai kerja kelompok 3. Mendorong orang lain dengan
gagasan-gagasan (Mateo & Fernandez, 1991)
Teknik Analisis Data
Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menurut Sugiyono (2010) adalah instrumen penelitian yang penting dilakukan agar yakin bahwa point-point yang terdapat didalam kuesioner dapat terjawab dengan benar, dan dapat mengukur konsep yang sedang diteliti. Sebuah kuesioner dapat dikatakan handal jika
14
kuesioner tersebut mendapatkan hasil yang sama dan konsisten dalam kurun waktu yang sangat lama, sehingga dapat dipakai kembali dalam penelitian selanjutnya (Sekaran, 2003).
Uji Asumsi Klasik
Setelah penelitian teruji valid dan reliabel, maka peneliti menggunakan Uji Asumsi Klasik untuk menguji data yang sudah diperoleh. Uji Asumsi Klasik yang dipakai dalam penelitian adalah Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Multikolinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas. Uji Normalitas adalah dimana peneliti menggunakan Uji Kolmogrov Smirnov yang ada di SPSS, pada uji normalitas akan terlihat bahwa data yang dimiliki oleh peneliti tersebut normal, mendekati normal atau bahkan tidak normal. Uji yang berikutnya adalah uji Linearitas, dimana uji tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi hubungan linear yang terjadi diantara kedua variabel (Ghozali, 2009).
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah didalam penelitian terdapat adanya korelasi yang terjadi diatara variabel satu dengan variabel lainnya, untuk model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel yang ada. Uji yang terakhir dilakukan pada uji asumsi klasik adalah uji Heteroskedastisitas dimana uji ini akan menguji apakah di dalam model regresi terjadi adanya ketidaksamaan varian residual yang terjadi didalam penelitian (Sugiyono, 2006).
Uji Hipotesis
Menurut Ghozali (2009) Moderated Regression Analysis atau uji interaksi adalah pengaplikasian regresi linear berganda dengan disertai variabel moderasi yang menjelaskan hubungan antara variabel moderasi, variabel independen dan variabel dependen. Uji regresi moderasi juga diperlukan, dalam pengujian ini diperlukan dua tahap yaitu uji regresi antara variabel independen dan variabel moderasi terhadap variabel dependen, kemudian uji selanjutnya adalah uji regresi variabel independen, variabel moderasi, interaksi variabel independen dengan variabel moderasi terhadap variabel dependen. Sehingga dalam penelitian ini memiliki dua hipotesis yang akan diuji dengan persamaan regresi yaitu :
Y=a+b1X+b2Z+e
Y=a+b1X+b2Z+b3(X×Z)+e
Keterangan:
Y : variabel dependen (Organization Citizenship Behavior) a : konstanta
15 b1 : koefisien regresi untuk variabel X
b2 : koefisien regresi untuk variabel Z
b3 : koefisien regresi untuk variabel moderasi (X×Z)
X : variabel independen (Social Loafing)
Z : variabel moderasi (Gender Identity Role: Femininity) e : nilai residu
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan
Rumah Sakit Mardirahayu Kudus adalah Balai pengobatan yang terletak di Desa Jati Wetan Kudus, yang diresmikan pada tanggal 29 Januari 1969 tersebut, mulanya hanya untuk melayani jika ada ibu yang melahirkan dan anak-anak yang membutuhkan layanan kesehatan yang lebih baik daripada hanya di poliklinik. Asal mulanya RS Mardirahayu hanya memiliki dua puluh lima tempat tidur saja, dan pada tahun 1974 bangunan Rumah Sakit tersebut diperluas hingga dapat menampung 100 tempat tidur, dan secara resmi dapat dinyatakan sebagai rumah sakit umum. Sejak saat itu Rumah Sakit terus melakukan pembangunan secara bertahap, dan sampai sekarang sudah memiliki 345 tempat tidur yang layak untuk pasien.
Rumah Sakit Mardirahayu Kudus mempunyai visi dan misi, untuk visi dari rumah sakit tersebut adalah menjadi Rumah Sakit pilihan utama berdasarkan kasih di Jawa Tengah, sedangkan misinya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang utuh dan bermutu bagi semua masyarakat yang membutuhkan, sesuai dengan panggilan gereja yaitu Pelayanan, Persekutuan dan Kesaksian
Pretest
Pengujian dengan menggunakan software SPSS 25 dapat membantu dalam proses pengerjaan pengolahan data, untuk pretest yang pertama yakni uji validitas. Untuk mengetahui tingkat keakuratan dari suatu kuesioner adalah dengan cara membandingkan nilai rhitung dengan
nilai rtabel. Jika rhitung lebih besar dari rtabel, atau sig < α = 0,05. Rtabel untuk N=216 adalah 0,138,
berdasarkan output uji validitas menggambarkan nilai rhitung untuk masing-masing variabel lebih
besar apabia dibandingkan dengan nilai rtabel. Sedangkan untuk pretest berikutnya yakni uji
reliabilitas, menggunakan nilai Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel apabila menghasilkan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Sarjono & Julianita, 2011), dengan demikian dapat
16
ditarik kesimpulan bahwa hasil dari pengolahan data penelitian ini lolos uji validitas dan reliabilitas. Hasil nilai cronbanch alpha semua variabel lebih dari 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan variabel Social Loafing, Organization Citizenship
Behaviour, Gender Identity Role: Femininity dinyatakan dapat dipercaya sebagai alat ukur variabel
yang ditunjukkan dalam Tabel 3
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbanch Alpha Standar Reliabilitas Keterangan
Social Loafing 0.622 0.60 Reliabel
Organization Citizenship
Behavior
0.697 0.60 Reliabel
Gender Identity
Role: Femininity 0.755 0.60 Reliabel
Sumber: Data Primer Diolah 2018
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi data yang normal atau tidak normal dapat dilihat melalui uji asumsi klasik yang pertama. Uji normalitas dapat disimpulkan dari hasil pengujian dengan bantuan software SPSS 25 dengan metode Kolmogorov
Smirnov, dengan ketentuan kriteria pengujian: (1) Jika angka signifikansi, maka sig > 0,05
menunjukkan data berdistribusi normal. Uji statistik non parametik Kolmogorov Smirnov pada tabel hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua persamaan regresi memiliki nilai signifikansi > 0,05. Hasil menunjukkan bahwa nilai signifikansinya adalah 0.200, dan lebih besar dari 0.05 maka dari itu data yang diperoleh berdistribusi normal, hasil dapat dilihat pada Lampiran 3.
Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji model regresi apakah terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Uji yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas dalam penelitian ini, adalah uji gletjer dengan menggunakan software SPSS 25, dengan kriteria angka signifikansi uji gletjer Sig > 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen pada persamaan regresi 1 (Social Loafing) tidak terbukti signifikan pada nilai absolutnya, yaitu Social Loafing (0,723). Variabel independen persamaan regresi 2 (Social Loafing dan Organization Citizenship Behavior) tidak terbukti signifikan pada nilai absolutnya, yaitu Social Loafing (0,723) dan Organization
17
variabel Social Loafing terbebas dari penyimpangan heteroskedastisitas. Hasil dari uji Heterokedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 4.
Uji Linearitas adalah uji asumsi klasik yang ketiga, digunakan untuk mengetahui apakah data yang dimiliki sesuai dengan garis linear atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan metode
Test For Linearity menggunakan software SPSS 25, dengan kriteria pengujian Sig pada Deviation from Linearity > 0,05, maka hubungan antar variabel dapat dikatan linear. Berdasarkan hasil yang
didapat yang dapat dilihat pada lampiran, terlihat bahwa semua variabel berdistribusi secara linear, karena nilai dari Deviation from Linearity adalah 0.048 yang artinya nilai tersebut lebih besar dari 0.05. Hasil dari uji Linearitas dapat dilihat pada Lampiran 5.
Uji multikorelasi adalah uji asumsi klasik yang terakhir dilakukan, digunakan untuk mengetahui apakah pada model regresi terdapat korelasi antar variabel independen atau tidak,. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Model regresi terdapat multikolineritas dapat diketahui jika nilai tolerance ≥ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≤ 10. Berdasarkan tabel uji multikorelasi dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil perhitungan dari nilai collinearity statistic menunjukkan tidak ada variabel independen dengan nilai tolerance ≥ 0,10, dan hasil perhitungan nilai VIF ≤ 10 (hasil dapat dilihat pada Lampiran 6.
Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai karakteristik responden sebanyak 212 orang suster Rumah Sakit Mardirahayu Kudus, yang terdiri dari usia, jenis kelamin, posisi/jabatan, ruangan, dan lama bekerja, yang disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(%) Usia Responden < 20 tahun 19 9 % 20 - < 25 tahun 23 10 % 25 - < 30 tahun 57 26 % 30 - < 35 tahun 61 29 % 35 - < 40 tahun 24 11 % > 40 tahun 32 15 % Total 216 100 % Jenis Kelamin Responden Laki-laki 77 35% Perempuan 139 65 %
18
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(%) Total 216 100 % Posisi Jabatan Responden Kepala Ruangan 8 4 % Perawat 208 96 % Total 216 100 % Ruangan Responden OKB 27 12 % Ruangan Bedah 21 10 % Immanuel 33 15 % Bethany 37 17 % Maranatha 1 23 11 % Maranatha 2 21 10 % Maranatha 3 25 11 % Bethesda 29 14 % Total 216 100 % Lama Bekerja Responden < 1 tahun 15 7 % 1 – 5 tahun 23 11 % 5 – 10 tahun 47 22 % > 10 tahun 131 60 % Total 216 100 %
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 216 orang responden didominasi oleh perawat atau suster wanita sebesar 65 persen. Usia yang mendominasi yakni rentang usia 30 sampai kurang dari 35 tahun dengan persentase 29 persen. Sedangkan usia dengan persentase paling sedikit adalah rentang usia 20 sampai kurang 25 tahun dengan persentase 10 persen. Kemudian untuk lama bekerja yang paling banyak adalah di rentang lebih dari 10 tahun bekerja dengan persentase 60 persen dan untuk yang terendah pada rentang kurang dari 1 tahun bekerja dengan persentase 7 persen. Posisi jabatan dari responden paling banyak pada perawat ada 208 orang perawat dengan presentase 96 persen, dan untuk kepala perawat ada 8 orang saja atau sebesar 4 persen, dikarenakan di dalam satu ruangan hanya ada satu kepala ruangan.
Data Deskriptif Social Loafing, Organization Citizenship Behavior dan Gender Identity Role: Femininity
Untuk menunjukkan rentang skala likert dari rata-rata jawaban respnden kuesioner dengan ketiga variabel dalam penelitian ini, maka dapat diperoleh dengan rumus:
Interval ∶ Nilai Max − Nilai Min Jumlah Kelas =
5 − 1 5 = 0.8
19
Tabel 5. Tingkat Katagori Variabel
Range Keterangan 4.20 – 5.00 Sangat Tinggi 3.40 – 4.19 Tinggi 2.60 – 3.39 Sedang 1.80 – 2.59 Rendah 1.00 – 1.79 Sangat Rendah
Sumber: Data Primer Diolah, 2018.
Dalam mengetahui kategori dari setiap variabel, maka perlu untuk mengetahui mean, berikut merupakan tabel penjelasan dari setiap variabel:
Tabel 6. Social Loafing
NO
Pernyataan
Mean Kategori
Perceived Social Loafing Questionnaire
(PSLQ)
1 Rekan kerja saya sudah berusaha dengan
baik untuk mengerjakan tugas mereka. 1.89 Rendah
2 Rekan kerja saya sering memerintahkan
orang lain mengerjakan tugas untuk dirinya. 2.48 Rendah 3 Rekan kerja saya memberikan kontribusi
yang lebih sedikit dibanding saya. 2.53 Rendah
4 Rekan kerja saya menggunakan
kemampuannya secara maksimal. 2.06 Rendah
5
Rekan kerja saya hanya mengandalkan orang lain, sehingga ia tidak harus berusaha dengan maksimal.
2.36 Rendah
Rata-rata Perceived Social Loafing Questionnaire
(PSLQ) 2.26 Rendah
NO
Pernyataan
Mean Kategori
Social Loafing Tendency Questionnaire
(SLTQ)
1 Saya kurang diperlukan di dalam tim. 1.78 Sangat Rendah 2 Saya berusaha sekuat tenaga saat berada
didalam tim. 1.80 Rendah
3 Saya telah memberikan kontribusi kurang
dari yang seharusnya di dalam tim. 2.16 Rendah
4 Saya selalu aktif berpartisipasi dalam
diskusi dan memberikan ide di dalam tim 2.20 Rendah 5 Saya selalu memberikan ide di dalam tim 2.27 Rendah 6 Tidak masalah apabila saya tidak
mengerjakan tugas saya di dalam tim. 2.02 Rendah
7 Tidak masalah apabila saya berusaha
20 8
Dengan kemampuan saya, saya akan melakukan yang terbaik yang saya bisa di dalam tim.
1.65 Sangat Rendah
Rata-rata Social Loafing Tendency Questionnaire
(SLTQ) 2.08 Rendah
Rata-Rata Social Loafing 2.17 Rendah
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari variabel social loafing sebesar 2.17 termasuk dalam kategori rendah. Nilai rata-rata yang paling tinggi terdapat pada pernyataan “Tidak masalah apabila saya berusaha memberikan yang terbaik atau tidak di dalam tim.”, dengan nilai rata-rata 2.76. Sedangkan, nilai rata-rata yang paling mendapatkan kategori sangat rendah ada dua pernyataan yaitu “Saya kurang diperlukan di dalam tim”, dengan nilai rata-rata 1.78, dan untuk nilai rata-rata yang paling rendah adalah pernyataan “Dengan kemampuan saya, saya akan melakukan yang terbaik yang saya bisa di dalam tim”, dengan nilai rata-rata 1.65.
Tabel 7. Organization Citizenship Behavior
NO Pernyataan Mean Kategori
Altruism
1 Saya selalu membantu rekan kerja saya 4.20 Sangat Tinggi 2 Saya membantu menyelesaikan tugas
rekan kerja saya, saat tidak masuk kerja
3.65 Tinggi
3 Saya selalu menyediakan waktu untuk membantu rekan kerja saya
3.83 Tinggi
Rata-rata Altruism 3.89 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Civic Virtue
4 Saya selalu hadir disetiap acara penting
yang dilakukan oleh organisasi saya 3.86 Tinggi
5 Saya selalu menjaga kebersamaan yang
terjadi antar rekan kerja saya 4.21 Sangat Tinggi
6 Saya selalu mengikuti perkembangan yang
ada didalam organisasi saya 4.13 Tinggi
Rata-rata Civic Virtue 4.06 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Conscientiousness
7 Saya tidak pernah absen 3.55 Tinggi
8 Saya selalu tepat waktu 4.14 Tinggi
9 Saya selalu patuh dengan aturan yang
sudah dibuat 4.24 Sangat Tinggi
Rata-rata Conscientiousness 3.97 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
21 10 Saya selalu bekerja sama dengan rekan
kerja 4.20 Sangat Tinggi
11 Saya selalu membantu pekerjaan rekan
kerja 4.06 Tinggi
12 Saya selalu memberikan keringanan pada
rekan kerja saat rekan kerja kesusahan 3.96 Tinggi
Rata-rata Courtesy 4.07 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Sportmanship
13 Saya selalu memberikan toleransi pada
rekan kerja 3.99 Tinggi
14 Saya tidak membesar-besarkan masalah
yang terjadi 4.07 Tinggi
15 Saya tidak pernah mengeluh terhadap
pekerjaan saya 3.80 Tinggi
Rata-rata Sportmanship 3.95 Tinggi
Rata-rata Organization Citizenship Behavior 3.98 Tinggi
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari variabel Organization Citizenship
Behavior sebesar 3.98 termasuk dalam kategori tinggi. Jika dilihat pada tabel di atas terlihat empat
pernyataan yang memperoleh nilai rata-rata dangat tinggi yaitu “Saya selalu membantu rekan kerja saya”,dengan nilai rata-rata 4.20, kemudian “Saya selalu menjaga kebersamaan yang terjadi antar rekan kerja saya”, dengan nilai rata-rata 4.21, “Saya selalu patuh dengan aturan yang sudah dibuat” dengan nilai rata-rata 4.24, dan yang terakhir pernyataan “Saya selalu bekerja sama dengan rekan kerja” dengan nilai rata-rata 4.20. Akan tetapi untuk nilai rata-rata yang paling tinggi terdapat pada pernyataan “Saya selalu patuh dengan aturan yang sudah dibuat”, dengan nilai rata-rata 4.24. Sedangkan, nilai rata-rata yang paling rendah terdapat pada pernyataan “Saya tidak pernah absen”, dengan nilai rata-rata 3.55.
Tabel 8. Gender Identity Role: Femininity
NO Pernyataan Mean Kategori
Warm
1 Saya sangat mudah membangun hubungan
sosial 4.06 Tinggi
2 Saya sangat suka mendengarkan orang lain 4.07 Tinggi 3 Saya selalu meminta pendapat sebelum
mengambil keputusan 4.14 Tinggi
Rata-Rata Warm 4.09 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Tender
22 5 Saya sering mempertimbangkan suatu
keputusan 4.01 Tinggi
6 Saya sangat mempercayai orang lain 3.38 Tinggi
Rata-rata Tender 3.77 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Affectionate
7 Saya selalu memikirkan perasaan orang lain
saat bekerja 4.00 Tinggi
8 Saya sangat suka menjalin hubungan secara
intens 3.90 Tinggi
9 Saya selalu mengasihi rekan kerja saya 4.06 Tinggi
Rata-rata Affectionate 3.98 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Gentle
10 Saya memiliki hati yang lembut 4.02 Tinggi
11 Saya selalu mengakui kesalahan yang sudah
saya perbuat 4.23 Sangat Tinggi
12 Saya selalu menghormati orang lain 4.32 Sangat Tinggi
Rata-rata Gentle 4.19 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Sensitive to needs of other
13 Saya sangat mengingat semua karakter
yang dimiliki rekan kerja saya 3.68 Tinggi
14 Saya selalu berkontribusi saat bekerja 4.05 Tinggi 15 Saya tidak pernah ingin menghancurkan
pekerjaan orang lain 4.33 Sangat Tinggi
Rata-rata Sensitive to needs of other 4.02 Tinggi
NO Pernyataan Mean Kategori
Sympathetic
16 Saya selalu senang jika rekan kerja saya
berhasil 4.24 Sangat Tinggi
17 Saya sangat menghargai kerja kelompok 4.34 Sangat Tinggi 18 Saya selalu mendorong rekan kerja yang
lain saat bekerja 4.23 Sangat Tinggi
Rata-rata Sympathetic 4.27 Sangat Tinggi
Rata-rata Gender Identity Role: Femininity 4.05 Tinggi
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari variabel Gender Identity Role:
Femininity sebesar 4.05 termasuk dalam kategori tinggi. Nilai rata-rata dari Gender Identity Role: Femininity memiliki enam nilai rata-rata dengan kategori sangat tinggi seperti dalam pernyataan
“Saya selalu mengakui kesalahan yang sudah saya perbuat”, dengan nilai rata-rata 4.23, dan “Saya selalu menghormati orang lain”, dengan nilai rata-rata 4.32, pernyataan selanjutnya “Saya tidak pernah ingin menghancurkan pekerjaan orang lain”, dengan nilai rata-rata 4.33, “Saya selalu
23
senang jika rekan kerja saya berhasil”, dengan nilai rata-rata 4.24, “Saya sangat menghargai kerja kelompok” dengan nilai rata-rata 4.34, dan yang terakhir adalah “Saya selalu mendorong rekan kerja yang lain saat bekerja”, dengan nilai rata-rata 4.23. Akan tetapi nilai rata-rata yang paling tinggi terdapat pada pernyataan “Saya tidak pernah ingin menghancurkan pekerjaan orang lain”, dengan nilai rata-rata 4.33. Sedangkan, nilai rata-rata yang paling rendah terdapat pada pernyataan “Saya sangat mempercayai orang lain”, dengan nilai rata-rata 3.38.
Uji Hipotesis
Uji Regresi Sederhana dipakai sebelum melakukan uji MRA atau Moderated Regression
Analysis. Menurut Ghozali (2016) Uji Regresi Sederhana akan diterima jika nilai signifikan yang
diperoleh lebih kecil dari 0.05, dan pada penelitian ini angka signifikan yang diperoleh adalah 0.280. Dengan demikian disimpulkan bahwa H1 yang menyatakan bahwa Social Loafing
berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB) ditolak. Social Loafing atau sikap seseorang yang cenderung untuk mengurangi kinerjanya saat bekerja secara kelompok tidak akan berkurang atau hilang dengan sendirinya, jika rekan satu timnya tidak ada rasa toleran atau lebih menghargai kerja per individual. Hasil dari uji regresi sederhana dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Regresi Sederhana
Dapat dilihat juga R2 yang dihasilkan sebesar 0.006 atau bisa dikatakan hanya 0.6 persen, dapat diartikan bahwa penagaruh Social Loafing terhadap Organization Citizenship Behavior sangat kecil. Hasil dari R2 dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Hasil Rsquare
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,074a ,006 ,001 3,023
a. Predictors: (Constant), ocb
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 54,583 4,966 10,991 ,000 SOSIAL LOAFING ,133 ,123 ,074 1,082 ,280
24
Berdasarkan Tabel uji MRA atau Moderated Regression Analysis bahwa nilai signifikansinya 0.046 yang dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0.05. Hipotesis H2 yang
menyatakan bahwa Social Loafing berpengaruh positif terhadap Organization Citizenship
Behavior dengan adanya variabel moderator Gender Identity Role: Femininity. Berdasarkan tabel
uji MRA nilai dari hasil perkalian antara Social Loafing dan Gender Identity Role: Femininity mendapatkan nilai signifikan 0.040 yang dimana nilai tersbut lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian disimpulkan bahwa H2 yang menyatakan bahwa Social Loafing berpengaruh positif
terhadap Organization Citizenship Behavior dengan adanya variabel moderator Gender Identity
Role: Femininity diterima. Hasil dari uji MRA dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini.
Tabel 11. Hasil Uji MRA
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 200,876 74,187 2,708 ,007 SOSIAL LOAFING -3,752 1,872 -2,098 -2,005 ,046
GENDER IDENTITY ROLE: FEMININITY -1,978 1,008 -1,814 -1,963 ,050 SOSIAL LOAFING*GENDER IDENTITY ROLE: FEMININITY ,053 ,025 3,067 2,069 ,040
a. Dependent Variable: OCB
Dapat dilihat pada tabel dibawah ini, jika setelah dimasukkan variabel Gender Identity
Role: Femininity terlihat bahwa R2 yang dihasilkan naik menjadi 0.034 atau jika dipersenkan menjadi 3.4 persen. Hasil uji R2 dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini. Meskipun hasil R2 yang di hasilkan kecil akan tetapi R2 naik dari yang sebelumnya yang dimana Social Loafing hanya di uji dengan Organization Citizenship Behavior tanpa adanya varibel moderator Gender Identity
Role: Femininity.
Tabel 12. Hasil Uji Rsquare
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,184a ,034 ,020 5,353
25
Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RS. Mardirahayu Kudus, terlihat bahwa Social
Loafing tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior tanpa adanya variabel
moderator Gender Identity Role: Femininity. Sikap social loafing dimana kecenderungan seseorang bersikap malas atau mengurangi usahanya saat bekerja secara tim, tidak bisa langsung menghilang atau menurun dengan sendirinya, meskipun pada kenyataannya jika seseorang cenderung untuk melakukan social loafing maka sikap Organization Citizenship Behavior akan turun dan sebaliknya. Akan tetapi pada penelitian ini terlihat bahwa Social Loafing berpengaruh negatif terhadap Organization Citizenship Behavior dengan adanya variabel moderator yaitu
Gender Identity Role: Femininity. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan terlihat nilai
signifikansi yang didapatkan sebesar 0.046 yang berarti nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang dibuat dapat diterima, dan jika dilihat dari R2 nya terlihat bahwa jika Gender
Identity Role: Femininity dapat menaikkan pengaruh yang terjadi antara Social Loafing dengan Organization Citizenship Behavior yang dimana pada awalnya hanya 0.6 persen menjadi 3.4
persen. Dengan adanya Gender Identity Role: Femininity pengaruh Social Loafing terhadap
Organization Citizenship Behavior dapat semakin negatif dimana Social Loafing nilainya akan
semakin kurang dan Organization Citizenship Behavior akan semakin tinggi. Gender Identity
Role: Femininity penting untuk dimiliki saat bekerja didalam tim, dikarena jika seseorang sudah
memiliki rasa toleran, peduli dan lebih lemah lembut akan menaikkan Organization Citizenship
Behavior dimana seorang individu akan lebih senang hati mengerjakan tugasnya tanpa adanya rasa
tidak dianggap didalm tim, dan individu tersebut akan lebih bekerja keras untuk perusahaan atau organisasi tempat dimana individu tersebut bekerja. Saat rasa puas timbul maka rasa untuk melakukan social loafing akan menurun dengan drastis (Yunita, Rika, et al, 2015).
Hasil penelitian ini sedikit beda dari penelitian yang dilakukan oleh Ying, et al (2014), dimana pada penilitian tersebut mengatakan jika Social Loafing dapat mempengaruhi
Organization Citizenship Behavior tanpa adanya Gender Identity Role: Femininity akan tetapi
hasil penelitian ini sama dengan penelitian Yunita, Rika, et al (2015) yang mengatakan bahwa
Gender Identity Role: Femininity dapat memoderasi penguruh yang terjadi antara Social Loafing
dengan Organization Citizenship Behavior. Menurut Yunita, Rika, et al (2015) Gender Identity a. Predictors: (Constant), SOSIAL LOAFING*GENDER IDENTITY
ROLE: FEMININITY, GENDER IDENTITY ROLE: FEMININITY, SOSIAL LOAFING
26
Role: Femininity dapat menaikkan pengaruh yang terjadi antara Social Loafing dengan
Organization Citizenship Behavior.
Pada penelitian yang sudah dilakukan terlihat bahwa nilai rata-rata Social Loafing masuk dalam kategori rendah yang dimana menunjukkan bahwa tidak adanya sikap individual yang terjadi diantara kelompok tersebut, dimana dari data yang ada, responden tidak mengatakan bahwa teman dalam tim tersebut lebih cenderung malas atau menilai dirinya bersikap malas. Menurut Myers (2012), mengatakan bahwa Social Loafing atau kecenderungan seseorang bersikap malas didalam kelompok bisa menurun atau berkurang, dikarenakan adanya sikap sadar antar individu satu dengan individu lain didalam kelompok, jika setiap individu memiliki peran penting dalam memajukan suatu kelompok.
Menurut Organ (2006), mengatakan jika seorang individu sudah mengerti peranan penting didalam organisasinya, maka akan timbul rasa untuk saling membantu dalam tim tersebut. Rasa membantu didalam tim tersebut terjadi ketika mereka menyadari bahwa dengan adanya kerjasama yang baik didalam tim, hasil yang diperoleh akan semakin baik. Adanya banyak perusahaan yang lebih mementingkan hasil dari kerja tim, membuat tingakat social loafing akan semakin tinggi, akan tetapi pada penelitian kali ini terlihat bahwa, meskipun ada banyak kejadian seperti itu, suster di Mardirahayu Kudus, tingkat social loafing cenderung rendah, dan tingkat organization
citizenship behaviour cenderung tinggi.
Menurut Partini (2013), mengatakan bahwa Gender Identity Role: Femininity akan membantu menaikkan hubungan yang terjadi antara Social Loafing dengan Organization Citizenship Behavior. Pada penelitian yang dilakukan Yunita, Rika, et al (2015), mengatakan bahwa Gender Identity Role: Femininity dapat membantu menaikkan hubungan yang terjadi antara Social Loafing
dengan Organization Citizenship Behavior, dikarenakan adanya kecenderungan wanita yang lebih
dikatakan rajin, memiliki kerja secara teratur, dan lebih rapi dalam melakukan sebuah pekerjaan. Pada penelitian yang sudah dilakukan juga mendapatkan responden lebih banyak wanita daripada pria, dikarenakan suster yang ada di RS. Mardirahayu Kudus, lebih banyak wanita daripada laki-laki. Melihat hal itu bisa dikatakan bahwa Gender Identity Role: Femininity dapat membantu
adanya hubungan antara Social Loafing dengan Organization Citizenship Behavior. Gender Identity Role: Femininity yang dimaksud disini adalah kecenderungan seseorang untuk berbuat
27
atau berperilaku lebih lembut dan lebih memiliki rasa peduli yang besar layaknya seorang wanita, dan hal ini juga dapat terjadi pada laki-laki (Broadbridge ,2008).
PENUTUP Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah Social Loafing berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior dengan adanya variabel moderator Gender Identity Role: Femininity. Peneliti juga menyimpulkan bahwa kecenderungan seseorang individu untuk bersikap atau berperilaku dapat benar-benar mempengaruhi sikapnya saat bekerja, yang dimana terlihat pada penelitian kali ini Gender Identity Role: Femininity dapat memperkuat pengaruh yang terjadi antara Social Loafing terhadap
Organization Citizenship Behavior.
Implikasi Terapan
Dilihat dari variabel Social Loafing, terdapat pernyataan yang mendapatkan nilai yang sangat rendah yaitu, masalah pengakuan seorang individu untuk melakukan yang terbaik didalam kelompok, yang dimana rata-rata responden menjawab dengan sangat rendah. Melihat hal tersebut saat melakukan recitment harus lebih seleksi, misalnya dilihat dari psikotest lebih baik mengambil karyawan yang mempunyai Gender Identity Role: Femininity, sehingga dapat membuat social
loafing turun dan organization citizenship behavior naik. Dengan lebih banyak karyawan yang
memiliki Gender Identity Role: Femininity, maka akan semakin kecil seorang individu untuk melakukan social loafing dikarenakan rasa toleran antar karyawan tinggi.
Selain itu perusahaan dapat memberikan reward berupa pengakuan dan uang, pengakuan yang dimaksud adalah, dimana perusahaan lebih bisa menghargai kerja per individual bukan hanya kerja tim yang dilihat, jika adanya pengakuan dari perusahaan maka seorang individu akan lebih giat dalam bekerja. Sama halnya dengan upah, seorang individu akan semakin giat jika diberikan apresiasi dalam bekerja (Organ, 2006).
Implikasi Teoritis
Dari hasil uji MRA yang sudah dilakukan terlihat bahwa Social Loafing berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior dengan adanya variabel moderator Gender Identity
28
Role: Femininity, yang dimana dapat dilihat bahwa hipotesis yang dibangun dapat diterima. Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang sudah dilakukan oleh Yunita, Rika, et al (2015), mengatakan bahwa Gender Identity Role: Femininity dapat membantu menaikkan hubungan yang terjadi antara Social Loafing dengan Organization Citizenship Behavior.
Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Partini (2013), yang mengatakan bahwa Gender Identity Role: Femininity dapat membantu hubungan yang terjadi antara Social Loafing dengan Organization Citizenship Behavior. Penelitian tersebut menyebutkan
bahwa sikap seseorang individu dapat benar-benar mempengaruhi kelakukan atau kebiasaan setiap individu tersebut.
Keterbatasan Penelitian dan Usulan Penelitian Yang Akan Datang
Keterbatasan pada penelitian kali ini terletak pada jawaban yang telah diberikan, yang dimana variabel-varibel tersebut hanya diukur secara persepsi seorang invidu, sehingga akan memberikan bias yang besar.
Saran untuk penelitian yang akan datang adalah menambah alat ukur berupa observasi atau bahkan meminta atasannya untuk menilai secara langsung setiap individu yang ada didalam kelompok. Dengan adanya hal itu akan mudah melihat seseorang benar-benar melakukan Social
29
DAFTAR PUSTAKA
Amanda G, N. M. (2009). Masyarakat Majemuk II Strereotype, Prasangka, Pluralisme. Jurnal
Penelitian Universitas Sumatera, 10-25.
Andriani, G. D. (2012). Organizational Citizenship Behavior dan Kepuasan Kinerja. Jurnal
Penelitian Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 54-71.
Ashley, S., & Tommy, N. (2014). Social Loafing: A Review of the Literature. Journal of
Management Policy and Practive, 50-62.
Badruszman, J. (2012). Pengaruh Budaya Organisasi dan Organization Citizenship Behaviour (OCB) Terhadap Kualitas Layanan (Studi kasus pada Rumah Sakit Utama Daerah Kota Tasikmalaya). Jurnal Akuntansi, 182-198.
Broadbridge, A. d. (2008). Gender and Management: New directions in research and continuing patterns in practice. British Journal of Management, 152-167.
Budihardjo, A. (2014). Menuju Pencapaian Kinerja Optimum. Prasetiya Mulya Publishing, 32-45.
Bukhari, Z. U., Ali, U., Shahzad, K., & dan Bashir, S. (2009). Determinants of Organizational Citizenship Behavior in Pakistan. Journal International Review of Business Research
Papers, 132-150.
Campbell, T., Gillaspy, J. J., & Thompson, B. (1997). The Factor Structure of the Bem Sex Role Inventory (BSRI) : Confirmatory analysis of long and short forms . Educ Psychol Meas 57, 118-124.
Carver, L. F., Afshin , V., Ricardo , G., Aline , F., & Susan, P. P. (2013). Gender DIfferences : Examination of the 12-item Bem Sex Role Inventory (BSRI-12) in the Older Brazillian Population. Plos OME, 2-17.
Farhan, M. d. (2012). Job Satisfaction as a Predictor of Organizational Citizenship Behavior A Study of Faculty Members at Business Institutes. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research In Business, 1447-1455.
Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariance dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro .
Gibson, I., & Donnelly. (2011). Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Salemba empat. Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. (2011). Social Psychology. England: Education Limited.
Hooigaard, R. T. (2006). The Effect of Team Cohesion on Social Loafing in Relay Teams .
International Journal of Applied Sport Sciences , 18(1), 59-73.
Jackson, J. M. (1985). Equity in Effort: An Explanation of Social Loafing Effect. Journal of
Personality and Social Psychology, 1199-1206.
Jackson, J. M. (1985). Social loafing on Difficult Task: Working Collectively Can Improve Performance. Journal of Personality and Social Psycholoogy, 937-942.
Karadal, H. d. (2013). An Investigation of the Relationship between Social Loafing and Organizational Citizenship Behavior. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 206-215.
30
Katsurada , E., & Sugihara , Y. (1999). A preliminary validation of the Bem Sex Role Inventory in Japanese Culture. J Cross Cult Psychol, 641-645.
King, J. E., & William, I. O. (2010). Workplace Religious Expression, Religiosity and Job Satisfaction: Clarifying a Relationship. Journal of Management, volume 2.
Konrad, A. M. (2000). Sex Differences and Similarities in Job Attribute Preferences: A Meta-Analysis. Psychological Bulletin, 593-641.
Mateo, M., & Fernandez, J. (1991). La dimensionalidad de los conceptos de masculinidad y feminidad . Investigaciones Psicologicas 9, 95-116.
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Myers, D. G., & DeWall, C. N. (2014). Teaching current directions in psychological science.
Association for Psychological Science Observer, 20-35.
Nielsen, S. S. (2010). Introduction to Food Analysis . USA: Springer. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Organ, D. W., Podsakof, P. M., & Mackenzie, S. B. (2006). Organizational Citizenship Behavior: It's nature, antecendent, and consequences. California: Sage Publication.
Partini. (2013). Bias Gender dalam Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Piezon, S., & Ferree, W. (2008). Perseptions of Social Loafing in Online Learning Groups: A Study of Public University and U.S Naval War College students. International Journal of
Management, 112-126.
Pujisari, Y. (2010). Pengaruh Peran Gender Terhadap Kepuasan Kerja, Stress Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi Kasus Kantor Akuntan Publik. Jurnal Solusi, 152-164.
Robert, O. A., & Maruping, L. (2009). Social Loafing in Brainstroming CMC Teams : The Role of Moral Disengagement. Proceedings of the 42nd Hawaii International Conference on
System Science, 424-438.
Sarjono, H. d. (2011). SPSS vs LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Sarwono, S. W., & Eko, A. M. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Sekaran, U. (2003). Research Methods for Business : A Skil-Building Approach . New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Sesen, H. S. (2014). Dark Side of Organizational Citizenship Behavior (OCB): Testing a Model between OCB, Social Loafing, and Organizational Commitment. International Journal of
business and Social Science, 125-134.
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif : Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS . Jakarta: Kencana.
Subana, M. &. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.