• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ali Surya Tomy NIM 10110241004

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al Insyiroh: 6) Tidak bisa hanya berlaku untuk orang yang tidak mau berusaha. (Hitam Putih).

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tua penulis, Bapak Dwi Pranoto dan Ibu Suyatmi. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

vii

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA

YOGYAKARTA

Oleh Ali Surya Tomy NIM 10110241004

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta yang terkait dengan profil Ki Hajar dan Taman Siswa, tri pusat pendidikan, teori trikon, sistem among, dan trilogi kepemimpinan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas X dan XI dengan jumlah 101 responden. Objek penelitian ini mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Instrumen penelitian menggunakan tes. Uji coba instrumen menggunakan uji validasi dan uji reliabilitas. Analisis data menggunakan kategori skor komponen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 69,31%. Dari 101 siswa, sebanyak 70 siswa (69,31%) memliki tingkat pemahaman tinggi, 30 siswa (29,70%) memiliki tingkat pemahaman sedang dan 1 siswa (0,99%) memiliki tingkat pemahaman rendah. Ada lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tersebut, yaitu (1) Pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berada pada kategori sedang dengan nilai sebesar 68,32% responden (69 siswa). (2) Pemahaman siswa terhadap tripusat pendidikan berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 83,17% responden (84 siswa). (3) Pemahaman siswa terhadap teori trikon berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 59,41% responden (60 siswa). (4) Pemahaman siswa terhadap sistem among berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 88,12% (89 siswa), dan (5) Pemahaman siswa terhadap trilogi pendidikan berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 78,22% (79 siswa).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pemahaman Siswa Terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta” ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberikan kemudahan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Siti Irene Astuti D., M. Si. dan I Made Suatera, M. Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan serta bimbingan dalam proses penyusunan skirpsi.

2. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas kepemimpinan yang bijaksana dalam memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta jajaran Wakil Dekan I, II, dan III yang telah banyak memberikan bimbingan kepada peneliti.

4. Seluruh dosen Prodi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan ilmu, inspirasi dan dorongan untuk berprestasi selama kuliah di UNY.

5. Kepala Sekolah SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan Kepala Sekolah SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

6. Ki Drs. Murni Rahwinarto dari SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan Nyi Dra. Darini dari SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta yang telah membantu dalam penelitian.

7. Bapak Dwi Pranoto dan Ibu Suyatmi dan saudaraku Aria Prabowo Santoso yang telah memberikan doa, dukungan, nasehat dan semangat serta memberikan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.

(9)
(10)
(11)

xi

3. Teori Trikon ... 27

4. Sistem Among ... 29

5. Trilogi Kepemimpinan ... 31

D.Kerangka Pikir Penelitian ... 33

E. Penelitian yang Relevan ... 35

F. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 39

B.Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

C.Populasi dan Sampel ... 40

D.Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Uji Coba Instrumen ... 46

G.Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 52

1. Profil Sekolah ... 52

2. Deskripsi Subjek ... 57

B.Deskripsi Hasil Penelitian ... 60

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

D.Keterbatasan Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN dan SARAN A.Kesimpulan ... 94

B.Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. DistribusiPopulasi ... 40

Tabel 2. Distribusi Sampel ... 42

Tabel 3. Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Jawaban ... 44

Tabel 4. Indikator Instrumen dan Jumlah Item Soal ... 44

Tabel 5. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 46

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Tabel 7. Distribusi Jumlah Responden Tiap Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas ... 59

Tabel 9. Distribusi Jumlah Responden Tiap Sekolah Berdasarkan Kelas ... 60

Tabel 10. Kategori Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara ... 61

Tabel 11. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Profil Ki Hajar dan Taman Siswa ... 63

Tabel 12. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa ... 65

Tabel 13. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Tripusat Pendidikan ... 67

Tabel 14. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Tripusat Pendidikan ... 69

Tabel 15. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Teori Trikon ... 70

Tabel 16. Distibusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon ... 72

Tabel 17. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Sistem Among ... 74

Tabel 18. Distribusi Tingkat Pemahaman terhadap Sistem Among ... 75

Tabel 19. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Trilogi Kepemimpinan ... 78

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 35

Gambar 2. Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Gambar 3. Presentase Responden Berdasarkan Kelas ... 59

Gambar 4. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara ... 61

Gambar 5. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Profil Ki Hajar dan Taman Siswa ... 65

Gambar 6. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Tripusat Pendidikan ... 69

Gambar 7. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon ... 72

Gambar 8. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Sistem Among ... 76

Gambar 9. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Trilogi Kepemimpinan ... 80

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat-Surat Perijinan ... 100

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 105

Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 111

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian ... 114

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses untuk memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Drikarya (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 28) mengatakan bahwa pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Kita dapat mengatakan, bahwa dimana ada kehidupan manusia, bagaimanapun juga disitu pasti ada pendidikan. Proses pendidikan hendaknya dapat memberikan kebebasan kepada setiap individu secara komprehensif dari berbagai ikatan seperti kekangan dan intimidasi dari orang lain.

Menurut M. J. Langeveld pendidikan ialah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan (Sutari Imam Barnadib, 2013: 17). Jadi, kalau sudah tidak lagi membutuhkan pertolongan atau bimbingan tidak perlu lagi dididik. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan jasmani anak-anak (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 166). Maksudnya adalah agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.

(16)

2

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sistem pendidikan pada masa kolonial tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada kepentingan pemerintah penjajah, maka sistem pendidikan yang sedang berkembang pada saat itu perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Para tokoh perintis kemerdekaan pada waktu itu telah mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan. Pada masa itu, muncul seorang tokoh muda yang bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau sering dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, beliau bersama teman-temannya mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai alat perjuangan untuk meraih kemerdekaan.

Pada masa itu, Ki Hajar telah merancang sebuah metode atau sistem pendidikan yang sangat sesuai dengan kondisi atau keadaan negara. Metode pendidikan yang telah dirancang oleh beliau tersebut diberi nama “Sistem Among”. Sebuah metode yang telah dirancang khusus dengan berbagai teori dan pertimbangan yang cukup matang untuk diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia.

(17)

3

bangsa Indonesia atau bahkan bertentangan, maka sistem tersebut tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, praktek teori dan filsafat pendidikan tersebut masih juga dianggap kurang memuaskan. Maka dari itu, perlu dicari model pelaksanaan teori pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan Indonesia, dengan kata lain bersifat kontektual.

Sementara itu, masyarakat Indonesia telah melupakan bahwa bangsa Indonesia sebenarnya mempunyai sistem dan metode pendidikan asli Indonesia. Sistem dan metode pendidikan tersebut merupakan ciptaan putra Indonesia sendiri yang disebut dengan Sistem Among. Sistem ini merupakan ide atau gagasan dari Ki Hajar Dewantara dan telah diterapkan melalui pendidikan Taman Siswa.

Tamansiwa lahir pada tanggal 3 Juli 1922, dengan nama asing “Nationale Onderwijs Tamansiswa” atau dikenal sebagai Perguruan

Nasional Tamansiswa (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 165). Berdirinya Tamansiswa sebenarnya merupakan kelahiran kembali sistem Paguron yang telah digunakan di kalangan masyarakat Indonesia. Salah satu ciri penerapan sistem among adalah dengan sistem Paguron. Konsep Ki Hajar Dewantara mengenai sitem paguron ini memiliki banyak keuntungan.

(18)

4

tempat tinggal yang menerapkan sistem asrama, pada tahun enam puluhan para pamong sering berkunjung ke rumah siswa (home visit) untuk mengakrabkan hubungan pamong dengan keluarga siswa. Ketika hal itu ditanyakan kepada salah satu pamong, kondisi sekarang sudah berbeda. Kunjungan ke rumah siswa dilaksanakan bila terdapat permasalahan siswa yang perlu dipecahkan bersama dengan orang tua siswa. Hal itu antara lain disebabkan padatnya kurikulum yang harus diselesaikan oleh guru.

Pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, kebudayaan dan kebangsaan sangat baik dan mengandung nilai-nilai serta falsafah hidup dan kehidupan bangsa Indonesia. Ajaran Ki Hajar Dewantara tentang kemanusiaan sangat cocok untuk budaya kebangsaan Indonesia seperti dikutip pada pesan Ki Hajar Dewantara ‘Lawan Sastra Ngesti Mulya” yang artinya adalah jika manusia itu menggenggam ilmu

pengetahuan yang diandaikan sebagai sastra, sebagai bangsa Indonesia, maka manusia akan mampu mencapai kemuliaan. Pembangunan pendidikan berarti membangun peradaban yang bermartabat untuk masa depan bangsa dan negara, namun dewasa ini pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara dan ajarannya yang demikian baik tidak dilaksanakan dan tidak dijadikan pedoman dengan baik oleh pemerintah dan Taman Siswa, sehingga Taman Siswa tidak berkembang.

(19)

5

kehilangan ruhnya. Para penerus perjuangan Ki Hajar Dewantara seperti kehilangan nahkoda. Sehingga Taman Siswa tidak berkembang dengan baik. Di lingkungan Taman Siswa itu sendiri, ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara tidak lagi berkembang seperti dahulu. Tahun demi tahun kondisinya jauh dari jangkauan masyarakat.

Dewasa ini banyak guru atau pamong yang tidak mengetahui latar belakang Taman Siswa sendiri. Para pamong yang terdapat di Taman Siswa kurang mengetahui sejarah Taman Siswa sendiri sehingga mereka kurang menerapkaan kekhasan yang ada dalam taman siswa dengan ketamansiswaanya. Sementara itu, sekolah juga belum maksimal dalam mengimplementasikan konsep-konsep pendidikan dari Ki Hajar. Hal tersebut dapat dilihat dari budaya belajar yang terjadi pada sekolah taman siswa. Kultur sekolah maupun kultur akademiknya juga masih kurang.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lia Zulfa Fauziah dalam skripsinya yang berjudul “proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakata.” Hasil penelitiannya yaitu proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta belum dapat diimplementasikan secara sungguh-sungguh. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat implementasinya.

(20)

6

ada asrama, kurangnya minat masyarakat, adanya sistem kuota dalam penerimaan siswa baru.

Tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran pendidikan dari Ki Hajar ini dirasa masih kurang, tidak sedikit dari para peserta didik yang lupa atau bahkan tidak mengetahui tentang hal tersebut. Namun, masih ada sebagian besar dari mereka yang telah memahami tentang ajaran atau metode tersebut.

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara.

B. Identifikasi Masalah

1. Ketidakpastian kebijakan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang membuat masyarakat semakin resah dan bingung untuk melaksanakannya.

2. Eksistensi Tamansiswa sebagai lembaga pendidikan dimana Ki Hajar Dewantara mengimplementasikan konsep-konsep dan ajarannya, saat ini keberadaannya semakin tidak kelihatan dan mengalami kemunduran. 3. Pamong belum memahami kekhasan yang ada dalam tamansiswa.

4. Peserta didik belum memahami tentang ajaran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan.

(21)

7

C. Batasan Masalah

Adapun dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang telah disebutkan pada identifikasi masalah dengan tujuan agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan utama. Permasalahan dalam penelitian ini hanya akan dibatasi pada: pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan.

D. Rumusan Masalah

Bagaimanakah tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Siswa kota Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi untuk menambah wawasan atau sumbangan infromasi bagi kajian konseptual mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan.

(22)

8 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan dan bahan referensi untuk pembenahan sistem belajar dan peningkatan hasil belajar.

b. Bagi Guru

Memberikan informasi dan sebagai sebuah referensi baru bagi guru mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara

c. Bagi Peneliti

1) Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dalam perkuliahan.

(23)

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Definisi Pemahaman Siswa

1. Pengertian Pemahaman

Berdasarkan pendapat Virlianti (2002: 6), pemahaman merupakan konsepsi yang bisa dicerna oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 811), pemahaman berasal dari kata “paham” yang artinya mengerti benar (akan); tahu benar (akan) suatu hal. Definisi di atas, tidak bersifat operasional, sebab tidak memperlihatkan perbuatan psikologis yang diambil seseorang jika ia memahami. Maka arti pemahaman yang bersifat operasional adalah melihat suatu hubungan ide tentang suatu persoalan. Sesuatu itu dipahami selagi fakta-fakta mengenai persoalan itu dikumpulkan.

Agar dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, maka perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai pemahaman peserta didiknya. Benyamin Bloom mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran.

Kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada

(24)

10

akan dicapai. Domain kognitif oleh Benyamin Bloom dibagi menjadi atas enam kategori yang cenderung hierarkis. (Hamzah B. Uno. 2009: 138). Keenam kategori itu adalah: 1) Ingatan; 2) Pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisis; 5) Sintesis; dan 6) Evaluasi.

Tujuan kognitif inilah yang selama ini sangat diutamakan dalam pendidikan di Indonesia, kurang memperhatikan domain yang lain. Apabila hal tersebut dibiarkan tersebut menerus tanpa sama sekali memperhatikan domain yang lain, kiranya mudah dipahami kalau hasil pendidikan kita belum maksimal.

Berdasarkan berbagai pengertian pemahaman di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu ataupun informasi yang telah diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

2. Pengertian Pemahaman Siswa

(25)

11

seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas atau merangkum suatu pengertian kemampuan macam ini lebih tinggi dari pada pengetahuan. Pemahaman juga merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.

Pemahaman individu pada dasarnya merupakan pemahaman keseluruhan kepribadiannya dengan segala latar belakang dan interaksinya dengan lingkungan. Ada dua komponen besar yang dikenal masyarakat tentang kepribadian, yaitu komponen fisik dan komponen psikis. Kedua komponen tersebut juga memiliki banyak aspek, yakni intelektual, sosial dan bahasa, emosi dan moral, serta aspek psikomotor. Aspek intelektual meliputi kecerdasan, bakat, kreativitas, dan kecakapan hasil belajar.

Menurut Nana Sudjana (1992: 24), Pemahaman dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

a. Tingkat Rendah: Pemahaman terjemah mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya.

b. Tingkat Menengah: Pemahaman yang memiliki penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan diketahui beberapa bagian dari grafik dengan kejadian atau peristiwa.

(26)

12

membuat ramalan konsekuensi atau dapat memperluas resepsi dalam arti waktu atau masalahnya.

Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya penyusunan item tes pemahaman. Adanya sebagaian item pemahaman dapat diberikan dalam bentuk gambar, denah, diagram, dan grafik, sedangkan bentuk dalam tes objektif biasanya digunakan tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah. Hal ini dapat dijumpai dalam tes formatif, subformatif, dan sumatif.

Beberapa pengertian tentang pemahaman siswa di atas dapat disimpulkan bahwa setiap peserta didik mengerti serta mampu untuk menjelaskan kembali dengan kata-katanya sendiri tentang materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, bahkan mampu menerapkan ke dalam konsep-konsep.

3. Teknik-Teknik Pemahaman

Pemahaman yang dilakukan dalam interaksi sehari-hari bersifat informal, tanpa rencana, mungkin juga tanpa disadari. Dalam interaksi belajar-mengajar, menggunakan teknik-teknik pemahaman yang lebih formal dan berencana.

(27)

13 a. Teknik Tes

Teknik pengukuran atau teknik tes merupakan pengumpulan data dengan menggunakan alat-alat yang disebut tes dan skala. Alat ini bersifat standar atau baku karena telah dibakukan atau distandarisasikan. Karena sifatnya sebagai alat ukur dan telah dibakukan, maka alat ini bersifat mengukur dan hasilnya adalah hasil ukur, dinyatakan dalam angka-angka ataupun kualifikasi tertentu. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu alat ukur baku, yaitu bahwa alat tersebut harus memiliki validitas dan realibilitas. Banyak macam alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur dan memahami pribadi individu. Bentuk alat ukur tersebut dibedakan antara tes dan skala.

b. Teknik Non-tes

(28)

14

B. Profil Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa

Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas (R. M.)

Suwardi Suryaningrat yang lahir pada tanggal 2 Mei 1989. Beliau berasal dari keluarga bangsawan, tepatnya Kadipaten Pura Pakualaman Yogyakarta. R. M. Suwardi Suryaningrat merupakan putera keempat dari KPA. Surjaningrat. KPA. Surjaningratan adalah putra sulung dari Paku Alam III. Jadi, R. M. Suwardi Suryaningrat adalah cucu dari Paku Alam III. Ibunya bernama Raden Ayu Sandiyah, yang merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang, seorang keturunan Sunan Kalijaga.

Pada saat usianya yang ke-40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Semenjak saat itu, beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dengan nama Suwardi Suryaningrat, ia dikenang sebagai Bapak Pergerakan Nasional, dan dengan nama Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

(29)

15

Pertama kalinya Ki Hajar Dewantara masuk ke Europeesche Lagere School (ELS), yakni sekolah dasar berbahasa Belanda. Setelah tamat dari

Sekolah Dasar Belanda tersebut, ia masuk ke Kweekschool (sekolah guru) pada tahun 1904, tetapi tidak lama kemudian, Ki Hajar Dewantara melanjutkan pelajarannya ke sekolah dokter Jawa atau STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Arsten) atas tawaran dari dokter Wahidin Sudiro

Husodo. Kemudian beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sediotomo, De Express, Midden Java, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Sebagai seorang penulis, ia

dikenal karena tulisannya yang peka terhadap masalah-masalah sosial, terutama tentang masalah kolonialisme Belanda di tanah air.

Ki Hajar Dewantara juga pernah aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo dan Sarikat Islam. Pada tanggal 25 Desember 1912, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia bersama dengan rekannya yaitu Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Setahun kemudian, pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara ikut membidangi terbentuknya Komite Bumiputera sebagai bentuk protes terhadap rencana Belanda memperingati kemerdekaannya dan Perancis.

(30)

16

Belanda maupun pihak kita (Dwi Siswoyo, 2008: 164). Tulisan “Andaikata Aku seorang Belanda” (Als Ik een Nederlander was) yang dimuat dalam surat kabar De Express pimpinan Douwes Dekker. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.

“...Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu ! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya....” (Sumber: Bambang S. Dewantara, 1989: 59-65)

Akibat dari banyaknya protes dalam tulisan tersebut, ketiga pemimpin Indische Party (IP) yakni, Ki Hajar Dewantara bersama Douwes Dekker dan

dr. Cipto Mangunkusumo ditangkap, ditahan dan dikenakan hukuman buang oleh Belanda. Mereka memilih negeri Belanda sebagai tempat pengasingan mereka. Di Belanda, perhatian Ki Hajar Dewantara tertuju pada masalah-masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial dan politik. Ia juga aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Pada saat itulah ia kemudian merintis

(31)

17

Ki Suratman (Dwi Siswoyo dkk, 2008: 165) mengemukakan, tokoh Ki Hajar Dewantara dalam seluruh kehidupan dan perjuangannya tidak mungkin dipisahkan dari Perguruan Taman Siswa yang didirikannya, Ki Hajar Dewantara sudah menyatu dengan Taman Siswa. Secara khusus, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan Taman Siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat, yang menggunakan pendidikan dalam arti luas sebagai sarananya. Dengan demikian wajarlah kiranya bahwa perjuangan Taman Siswa, juga tidak mungkin lepas dari permasalahan kebudayaan tersebut (Dwi Siswoyo dkk, 2008: 165).

Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. Pada waktu itu, nama yang dipakai adalah “Nationall Onderwejis Instituut Taman Siswa.” (Darsiti Soeratman, 1983: 1). Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional; suatu pergerakan sosial yang menggunakan kebudayaan sendiri sebagai dasar perjuangannya (Sartono Kartodirdjo dalam Darsiti Soeratman, 1983: 2). Bagi Taman Siswa, pendidikan bukanlah tujuan, melainkan media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriyah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dan lain

sebagainya, sedangkan merdeka secara batiniyah adalah mampu mengendalikan keadaan.

C. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

(32)

18

sistematis. Konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara ialah dasar-dasar pemikiran mengenai masalah pendidikan yang sudah terumuskan secara sistematis. Menurut Irna H.N (1985: 14), Ki Hajar Dewantara nampak benar-benar telah memahami tujuan dari “Indische Partij”, yaitu memajukan dan mengembangkan tanah air serta mempersiapkan bangsa Hindia agar dapat berdiri sendiri, bebas dan merdeka.

Dalam berbagai tulisan tentang Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

(33)

19

Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada dua hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang paling sesuai dengan sistem pendidikan adalah sistem among, yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asah, asih dan asuh.

1. Azas dan Dasar Pendidikan

Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922 yang bertujuan untuk menggantikan sistem pendidikan dan pengajaran Belanda dengan sistem baru berdasarkan kebudayaan sendiri. Untuk mewujudkan cita-citanya ini, beliau menerapkan azas-azas pendidikan dan dasar pendidikan yang dijadikan sebagai azas Taman Siswa, yang dinyatakan pada saat lembaga pendidikan ini didirikan.

Ada tujuh azas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (1951c). Ketujuh azas tersebut adalah:

(34)

20

b. “Kodrat hidup” manusia menunjukkan adanya kekuatan sebagai bekal hidupnya perlu dipelihara sehingga dapat dicapai keselamatan dalam hidupnya lahir maupun batin, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakatnya.

c. Adab kemanusiaan, mengandung arti keharusan serta kesanggupan manusia untuk menuntut kecerdasan dan keluhuran budi pekerti bagi dirinya, serta bersama-sama dengan masyarakatnya, yang berada dalam satu lingkungan alam dan zaman, menimbulkan kebudayaan bersama yang mempunyai corak khusus tapi tetap berdasar atas adab kemanusiaan sedunia. Selanjutnya terciptalah diri, alam-kebangsaan, alam-kemanusiaan yang saling berhubungan, karena memiliki dasar yang sama.

(35)

21

f. Usaha kebudayaan, maka setiap pendidikan wajib memelihara dan meeneruskan corak warna dan garis kebidupan yang terdapat dalam setiap aliran kebatinan dan kemasyarakatan untuk mencapai keluhuran dan kehalusan hidup dan penghidupan menurut masing-masing aliran yang menuju ke arah adab kemanusiaan.

g. Pendidikan dan pengajaran rakyat sebagai usaha untuk mempertinggi dan menyempurnakan hidup dan penghidupan rakyat, adalah menjadi kewajiban negara dan harus dilakukan sebaik-baiknya oleh pemerintah dengan memperhatikan kekhususan dan keistimewaan yang berhubungan dengan kebatian, serta memberi kesempatan pada setiap warga negara untuk menuntut kecerdasan budi, pengetahuan dan kepandaian yang setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya.

“Asas Taman Siswa 1922” tersebut pada Kongres V Taman Siswa pada tahun 1947 dirumuskan menjadi lima dasar yang disebut “Dasar Tamansiswa 1947” atau “Dasar Pancadarma Tamansiswa” ialah: a) Kodrat alam; b) Kemerdekaan; c) Kebudayaan; d) Kebangsaan; dan e) Kemanusiaan.

Menurut Moesman Wiryosentono (1982: 7-8), Dasar-dasar Pancadarma dijelaskan sebagai berikut:

(36)

22

dapat lepas dari kehendak hukum-hukum kodrat alam. Bahkan manusia akan mengalami kebahagiaan, jika ia dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. b. Dasar Kemerdekaan mengandung arti, bahwa kemerdekaan sebagai

karunia Tuhan kepada semua makhluk (manusia) yang memberikan kepadanya “hak untuk mengatur hidupnya sendiri.” (zelfbeschikkingsrecht) dengan selalu mengingat syarat-syarat tertib damainya hidup bersama dalam masyarakat. Oleh karena itu, kemerdekaan diri harus diartikan “swadisiplin” atas dasar nilai-nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kemerdekaan harus menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suasana perimbangan dan keselarasan dengan masyarakat.

c. Dasar Kebudayaan mengandung arti, keharusan memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudayaan nasional itu, yang pertama dan terutama ialah membawa kebudayaan nasional ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia, guna kepentingan hidup rakyat lahir-batin dalam tiap zaman dan keadaannya.

(37)

23

sifat bentuk dan laku kemanusiaan yang nyata, dan karenanya tidak mengandung rasa permusuhan terhadap bangsa-bangsa lain.

e. Dasar Kemanusiaan mengandung arti, bahwa kemanusiaan itu ialah norma tiap-tiap manusia yang timbul dari keluhuran akalbudinya. Keluhuran akalbudi menimbulkan rasa dan laku cinta-kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnnya yang bersifat keyakinan akan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta. Karena itu rasa laku cinta-kasih itu harus tampak pula sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan segala sesuatu yang merintangi kemajuan yang selaras dengan kehendak alam.

Mengenai perumusan “Asas Tamansiswa 1922” menjadi “Dasar Pancadarma Tamansiswa”, Ki Hajar Dewantara menyebutkan, “Bahwa sebenarnya “Dasar-dasar 1947” itu sama sekali tidak menyalahi atau bertentangan dengan “Asas 1922”. Ini perlu dikemukakan, agar kita dapat mengerti bahwa maksud piagam “Perjanjian Pendirian” tadi tidak sekali-kali dibatalkan.”

Asas Taman Siswa yang dirumuskan pada tanggal 3 Juli 1922 tersebut disahkan dalam Kongres I Taman Siswa 6-13 Agustus 1930 sebagai ”Piagam Perjanjian Pendirian” yang menegaskan bahwa asas Taman Siswa tersebut harus tetap hidup sebagai pokok yang tak boleh berubah, tak boleh disangkal dan tak boleh dikurangi oleh suatu

peraturan atau adat dalam kalangan Taman Siswa selama nama Taman

(38)

24

pengelolaan Taman Siswa dari pendirinya Ki Hajar Dewantara kepada Majelis Luhur sebagai pimpinan Persatuan Taman Siswa pada tanggal 7 Agustus 1930. (Moesman Wiryosentono, 1982: 8).

2. Tri Pusat Pendidikan

Menurut Ki Hajar Dewantara (1961), dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan akan menjadi sempurna apabila usaha pendidikan itu tidak hanya dibebankan pada sikap dan tenaganya si pendidik, tetapi harus juga beserta suasana (atmosfer) yang sesuai dengan maksudnya pendidikan. Oleh karena itu, ketiga pusat pendidikan tersebut wajib dimasukkan ke dalam sistem pendidikan.

Tiap-tiap pusat pendidikan harus memahami kewajibannya sendiri-sendiri dan mengakui haknya, yaitu alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan laku sosial, alam perguruan sebagai balai wiyata untuk usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan di samping pendidikan intelek, alam pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum muda untuk melakukan penguasa diri yang sangat perlu untuk pembentukan watak.

(39)

25

turunan, maka setiap manusia selalu berusaha mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin, baik dalam hal rohani maupun jasmani.

Setiap manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga tiap-tiap keluarga itu bersifat pusat-pendidikan yang sederhana. Pendidikan budi pekerti dan laku sosial juga terdapat dalam kehidupan keluarga dalam sifat yang kuat dan murni. Apabila sistem pendidikan dapat memasukkan alam keluarga itu ke dalam ruangannya, maka orangtua tersebut akan terbawa oleh segala keadaannya, bisa berdiri sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan pikiran serta pemberi ilmu pengetahuan).

b. Alam perguruan merupakan pusat pendidikan yang sangat istimewa yang berkewajiban untuk mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta pemberian ilmu pengetahuan. Sistem sekolahan selama ini masih ditujukan kepada pencarian dan pemberian ilmu serta kecerdasan pikiran, akan selalu bersifat zakelijk atau tak berjiwa. Apabila balai-wiyata itu terpisah dengan hidup keluarga, maka usaha pendidikan budi pekerti dan kemasyarakatan di ruang keluarga itu akan selalu sia-sia, pengaruh sekolahan sangat kuat untuk mengasah intelektual hingga menimbulkan intelektualisme. c. Alam pemuda merupakan tempat pendidikan ketiga bagi anak-anak.

(40)

26

keluarga dan sekolah. Di dalam masyarakat, para pemuda akan belajar tentang kemasyarakatan, hidup dan kehidupan yang nyata. Menurut Ki Hajar Dewantara, alam pemuda ini untuk melatih pendidikan kemandirian, dengan memberikan kemerdekaan yang bertanggungjawab. Dengan demikian, melalui alam pemuda ini akan banyak membantu proses pendidikan, baik untuk kecerdasan jiwa, budi pekerti serta sikap laku sosial (kegiatan sosial) anak untuk membentuk budi kesosialan.

Menurut Ki Gunawan (1989: 36), ada beberapa hal yang menarik dalam keterangan Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan, yakni:

a. Keinsyafan Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan pendidikan tidak mungkin tercapai melalui satu jalur saja.

b. Ketiga pusat pendidikan itu harus berhubungan seakrab-akrabnya serta harmonis.

c. Bahwa alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan memberikan pendidikan budi pekerti, agama dan laku sosial.

d. Bahwa perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan keterampilan.

(41)

27

f. Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah dan memberikan perasaan kesosialan sang anak.

Jadi, konsep Tri Pusat Pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut mengandung isi dan makna bahwa dalam kehidupan anak-anak terdapat tiga tempat yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pemuda. Apabila ketiga alam tersebut dimasukkan di dalam cara atau sistem pendidikan dan bersinergi dengan baik, maka pendidikan bagi anak-anak itu akan sangat sempurna.

Sikap seorang pendidik dalam hal ini harus ditujukan ke arah terlaksananya hubungan yang baik atau terjadi integrasi antara ketiga pusat pendidikan tersebut, serta didukung dengan metode among, yang berdasarkan pada landasan nilai-nilai moral, etika dan kultural serta tutwuri handayani, dengan mempergunakan pengaruh pendidikan sebanyak-banyaknya pada tiap-tiap pusat pendidikan.

3. Teori Trikon

(42)

28

Dasar kontinuitas maksudnya adalah budaya, kebudayaan bangsa itu bersifat continue atau dilaksanakan secara terus-menerus. Dalam mengembangkan dan membina karakter bangsa melalui pendidikan hendaknya dilakukan secara terus-menerus dan tidak melupakan kebudayaan lokal sendiri.

b. Konsentris

Dasar konsentris memiliki arti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus mempunyai sikap terbuka, namun tetap kritis dan selektif terhadap pengaruh dari kebudayaan luar. Dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia hendaknya berpedoman dari kebudayaan sendiri, sehingga nilai-nilai luhur bangsa dapat tertanam disetiap hati masyarakat, meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk menerima pengaruh kebudayaan luar yang baik dan sesuai dengan kebudayaan sendiri.

c. Konvergensi

(43)

29 4. Sistem Among

Kata among berasal dari bahasa Jawa, yang mempunyai makna seseorang yang bertugas ngemong dan jiwanya penuh pengabdian. Sistem among sudah dikenal cukup lama di lingkungan Taman Siswa. Sistem among merupakan suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud mewajibkan kodrat alam anak didiknya. Cara mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong atau memberi tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri.

Dalam sistem ini, maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru atau pamong tidak hanya memberikan pengetahuan yang perlu dan baik saja, melainkan juga harus mendidik murid agar dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna kehidupan sehari-harinya dan amal keperluan umum. Di lingkungan Taman Siswa, sebutan guru tidak digunakan dan diganti dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa harus dilandasi rasa cinta

kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Dalam sistem ini, siswa bukan hanya objek, melainkan juga menjadi subjek dalam kurun waktu yang bersamaan.

(44)

30

negeri Belanda, Ki Hajar Dewantara berkesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang masalah pendidikan.

Sistem among adalah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.

Dalam sistem pendidikan terkandung: dasar pendidikan, tujuan pendidikan, metode pendidikan, suasana perguruan, bentuk perguruan, dan kurikulum. Dalam sistem among, suasana among selalu mewarnai komponen-komponen pada setiap kegiatan pendidikan, sehingga suasananya mencerminkan keharmonisan dalam setiap interaksi yang terjadi antara murid dengan pamong.

(45)

31

Dalam hubungannya dengan alam, maka hubungan manusia dengan alam berdasarkan sistem among adalah mewajibkan manusia untuk melakukan penyesuaian dan mengusahakan kelestarian lingkungan hidupnya. Dalam hubungan ini, seluruh potensi alam akan berguna dan dapat dimanfaatkan oleh dan untuk manusia. Dalam hubungannya dengan Tuhan, maka manusia sadar akan kedudukannya sebagai hamba dan makhluk-Nya, karenanya lahirlah sifat manembah dan pengabdian. 5. Trilogi Kepemimpinan

Dalam sistem among, setiap pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. (MLPTS, 1992: 19-20). Asas tersebut telah banyak dikenal

oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya.

Ing ngarsa sung tuladha. Ing ngarsa berarti di depan, atau orang

(46)

32

Ing madya mangun karsa. Ing madya berarti di tengah-tengah,

yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka, sedangkan mangun karsa artinya adalah membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Jadi, ing madya mangun karsa, berarti bila guru berada di antara siswanya maka guru tersebut

harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehingga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar. Jika guru selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran-pikiran positif dari gurunya sehingga anak selalu memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya saat ini.

Tutwuri handayani. Tutwuri berarti mengikuti dari belakang

dengan penuh tanggungjawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective, dan permissive yang sewenang-wenang. Handayani memiliki arti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodratnya. Jadi, tutwuri handayani berarti apabila siswa sudah paham dengan materi, siswa sudah

(47)

33

kemampuan siswa. Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas, ataupun belajar secara mandiri atau pengayaan.

Jika dimasukkan dalam konteks kepemimpinan maka semboyan tersebut akan menciptakan seorang pemimpin yang disegani dan berwibawa karena menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menempatkan diri dimanapun dia berada namun tetap berwibawa. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih dari bawahannya. Boleh jadi mungkin kelebihan di bidang pengalaman kerja atau prestasi maupun bidang lain. Sistem pendidikan ini yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan warisan luhur yang patut diimplementasikan dalam perwujudan masyarakat yang berkarakter.

D. Kerangka Pikir Penelitian

R. M. Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang sangat terkenal dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi dunia pendidikan nasional Indonesia. Gagasan atau pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan nasional sangat berpengaruh sekali. Tokoh Ki Hajar Dewantara dalam seluruh kehidupan dan perjuangannya tidak mungkin dipisahkan dari Perguruan Taman Siswa yang didirikannya pada tanggal 3 Juli 1922.

(48)

34

pendidikan, merumuskan teori trikon, serta membuat konsep sistem among. Pemikiran pendidikan dari Ki Hajar tersebut telah diterapkan ke dalam perguruan Taman Siswa dari dahulu hingga saat ini.

(49)

35

Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Lia Zulfa Fauziah dalam skripsinya yang berjudul “proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakata.” Hasil penelitiannya yaitu 1) proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta belum dapat diimplementasikan secara sungguh-sungguh; 2) a) faktor pendukung proses implementasi kebijakan sistem among di sekolah ini yaitu: adanya trilogi kepemimpinan Taman Siswa yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri

PEMAHAMAN

SISWA

PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI

HADJAR DEWANTARA

TRIPUSAT PENDIDIKAN

TEORI TRIKON

SISTEM AMONG BIOGRAFI KI

(50)

36

handayani, sarana dan prasarana mendukung, pengembangan teknologi

informasi, mata pelajaran ketamansiswaan dan budi pekerti, dan pendekatan kekeluargaan. b) faktor penghambat proses implementasi kebijakan sistem among di sekolah ini yaitu: sosialisasi kurang efektif, pengaruh perkembangan zaman dan lingkungan luar, tidak ada asrama, kurangnya minat masyarakat, adanya sistem kuota dalam penerimaan siswa baru; 3) strategi penyelenggaraan dalam memanfaatkan faktor pendukung dan mengurangi faktor penghambat, yaitu: sosialisasi dilakukan secara rutin, bimbingan, pengarahan dan home visit kepada para siswa, promosi dari sekolah untuk menarik minat masyarakat, menjalin kerjasama dengan orangtua dan instansi terkait.

(51)

37

dan alam pemuda (masyarakat). Proses pendidikan dan pengajaran pada tiga pusat pendidikan tersebut menurut Ki Hajar Dewantara perlu didukung dengan metode Among yang berdasar pada landasan nilai-nlai moral, etika, kultural, dan Tutwuri Handayani.

(52)

38

F. Hipotesis

(53)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2006: 21) penelitian desktiptif kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi yang dinyatakan dalam bentuk angka. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Suharsimi Arikunto (2006: 156), menyatakan bahwa survei atau obeservasi merupakan suatu aktivitas memperhatikan suatu objek dengan menggunakan mata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan. Data dalam penelitian ini berwujud angka-angka yang kemudian dideskripsikan. Data yang berupa angka diperoleh peneliti melalui teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket yang diberikan kepada responden. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Suharsimi Arikunto, 2006: 151).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

(54)

40

memilih sekolah ini sebagai setting penelitian karena sekolah tersebut sangat terbuka untuk digunakan tempat penelitian.

2. Waktu Penelitian

Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juli 2014.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah semua nilai baik hasil peritungan maupun pengukuran baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakterisik tertentu mengenai kelompok objek yang lengkap dan jelas. Menurut Sugiyono (2012: 119), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI pada SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan SMA Taman Madya Jetis, Yogyakarta. Terdapat sejumlah 135 siswa. Jumlah tersebut diperoleh dari populasi siswa kelas X dan XI dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Populasi

No Nama Sekolah Jumlah Siswa Jumlah

Kelas X Kelas XI

1 SMATaman Madya IP 22 33 55

2 SMA Taman Madya Jetis 28 52 80

(55)

41 2. Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik proportional random sampling. Teknik sampling ini merupakan

gabungan dari tekniik acak dan teknik proporsi untuk memperoleh sampel yang dapat mewakili sifat dan karakteristik dari populasi, subyek yang diambil seimbang dengan banyaknya subyek.

Sampel diambil dari kelas X dan XI SMA Taman Madya se-Kota Yogyakarta dengan jumlah populasi sebesar 101 siswa. Untuk mengetahui jumlah sampel yang akan digunakan, peneliti menggunakan rumus perhitungan sampel dari Metode Slovin, yaitu:

n =

Dimana: n = Ukuran sampel, N = Ukuran populasi, dan

e = Prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diijinkan, dalam hal ini 5%.

n =

( , ) = 100,93 dibulatkan menjadi 101.

(56)

42 Tabel 2. Distribusi Sampel

No Nama SMA Populasi Proporisi Sampel Sampel

1 Taman Madya IP 55 55 : 135 x 100% = 40,74% 40,74% x 101 = 41,14

41

2 Taman Madya Jetis 80 80 : 135 x 100% = 59,25% 59,25% x 101 = 59,84

60

JUMLAH 135 101

Setelah diketahui jumlah dan proporsi sampelnya, langkah terakhir peneliti membuat undian secara acak. Peneliti membuat undian sesuai dengan jumlah seluruh siswa kelas X dan XI pada setiap sekolah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan sangat menentukan baik buruknya hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat, reliable dan relevan. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes dan wawancara

1. Tes

(57)

43 2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang dijawab dengan lisan (Nana Zuriah, 2006: 179). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui informasi apa yang akan diperoleh (Sugiyono, 2013: 318). Wawancara dilakukan pada siswa kelas X dan XI.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160), Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah, angket, ceklis (check-list), atau daftar centang, pedoman wawancara, dan pedoman pengamatan.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan angket sebagai alat pengambilan data.

1. Angket

(58)

44

dua alternatif jawaban, misalnya ya atau tidak, benar atau salah, setuju atau tidak setuju. Berdasarkan skala ini, responden diminta untuk memberikan jawaban yang tegas terhadap pertanyaan atau pernyataan dengan memilih salah satu alternative jawaban yang ada. Pemberian skor pada pertanyaan atau pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Jawaban

Alternatif Jawaban Jenis Pertanyaan atau Pernyataan Bersifat Positif Bersifat Negatif

Benar 1 0

Salah 0 1

Berdasarkan judul di atas, indikator yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Indikator Instrumen Tes dan Jumlah Item Soal

(59)

45

(60)

46 Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

No Aspek yang di kaji Indikator yang dicari Sumber Data 1 Profil Ki Hajar dan

Dewantara

a. Nama asli Ki Hajar b. Tanggal lahir Ki Hajar c. Tanggal Berdirinya 3 Sistem among Pengertian sistem among Siswa 4 Trilogi

Kepemimpinan

a. Arti Ing ngarsa sung tuladha

b. Arti Ing madya mangun karsa

c. Arti Tutwuri handayani

Siswa

F. Uji Coba Instrumen

Dalam sebuah penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data akan sangat menentukan mutu atau kualitas dari hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrument pengumpulan data.

Uji coba instrument dalam penelitian ini adalah menggunakan uji validasi dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

(61)

47

seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen.

Pengujian ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Arikunto (2006: 170) seperti berikut:

= ∑ (∑ )(∑ )

∑ –(∑ ) { ∑ (∑ ) }

Keterangan:

: koefisien korelasi : Jumlah responden

XY:

total perkalian skor item dan soal

X

: jumlah skor butir soal

Y

: jumlah skor total

:

jumlah kuadrat skor butir soal

:

jumlah skor kuadrat total

Selanjutnya harga dikonsultasikan dengan ! dengan taraf

signifikansi 5% dan jika "# $%& lebih tinggi dari ! maka butir

pertanyaan dapat dikatakan valid dan jika "# $%& lebih kecil dari !

(62)

48

Hasil pengujian terhadap instrumen pemahaman siswa menunjukkan bahwa terdapat 11 butir pertanyaan yang tidak valid atau gugur karena nilai Probabilitas korelasi [sig.(2-tailed)]nya lebih dari 0,05. 2. Uji Reliabilitas

Menurut S. Arikunto (2006: 179), reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang dapat dipercaya.

Instrumen yang reliabel merupakan intrumen yang dapat digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas instrumen adalah syarat untuk menguji validitas instrumen. Meskipun instrumennya telah valid dan pastinya reliabel, pengujian reliabilitas instrumen harus tetap dilakukan.

Untuk menguji raliabilitas instrumen tentang pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar digunakan rumus K-R 20 karena instrumen untuk mengukur pemahaman tersebut menggunakan tes dengan penyekoran 1 dan 0.

Teknik tersebut dirumuskan sebagai berikut:

= (

% %

) (

* ∑+,*

)

Dengan keterangan sebagai berikut: : reliabilitas instrumen

- : banyaknya butir

.

:

varians total

(63)

49

0 : proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)

∑/0

:

jumlah hasil perkalian antara p dan q

Setelah angka reliabilitas instrumen diketahui, selanjutnya angka tersebut diinterpretasikan dengan tingkat keandalan koefisien korelasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 276), yaitu:

a. 0,800 sampai dengan 1,000 = sangat tinggi b. 0,600 sampai dengan 0,799 = tinggi

c. 0,400 sampai dengan 0,599 = cukup d. 0,200 sampai dengan 0,399 = rendah

e. 0,000 sampai dengan 0,199 = sangat rendah

Instrumen dikatakan reliabel jika apabila nilai 1 maupun nilai

Alpha cronbach di atas 0,600. Jadi jika nilai 1 maupun nilai Alpha

cronbach lebih besar dari 0,600 dikatakan reliabel (1 > 0,600 maupun

Alpha cronbach > 0,600 = reliabel). Jika nilai Alpha cronbach lebih kecil

dari 0,600 instrumen dikatakan tidak reliabel (1 < 0,600 maupun Alpha cronbach < 0,600 = tidak reliabel).

(64)

50

G. Teknik Analisis Data

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah proses pengumpulan dan pengolahan data selesai adalah melakukan analisis data. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis data statistik deskriptif. Analisa statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 208).

Deskripsi berikutnya adalah dengan melakukan pengkategorian skor masing-masing indikator. Dari skor tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian dilakukan berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi) yang diperoleh. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan mean ideal (Mi) dan standar deviasi (SDi) adalah sebagai berikut:

Mi = (skor tertinggi + skor terendah)

SDi =

2 (skor tertinggi – skor terendah)

Menurut Saifuddin Azwar (2010: 109), untuk menentukan kategori skor komponen-komponen digunakan

(65)

51

X < (3# − 56#) = kateogri rendah

(66)

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Profil Sekolah

a. Profil Sekolah SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan 1) Letak dan Keadaan Geografis

SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di bawah Yayasan Persatuan Perguruan Taman Siswa Ibu Pawiyatan. SMA tersebut terletak di Jl. Taman Siswa No.25.d kal. Wirogunan, kecamatan Mergangsan, kota Yogyakarta. Rincian profil sekolahnya sebagai berikut:

a) Nama Sekolah : SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan

b) Alamat : Jl. Taman Siswa no.25.d kal. Wirogunan, kec Mergangsan, kota Yogyakarta.

c) Berdiri : 01 Agustus 1941 d) No. Telp : (0274) 374562 e) Status Akreditasi : A

Secara geografis, SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta terletak didaerah perkotaan. Letak sekolahan tersebut juga sangat strategis yang dapat dilihat dari batas-batas wilayah sebagai berikut:

(67)

53

Taman Siswa dan SMK Taman Karya Madya Ibu Pawiyatan.

b) Sebelah selatan: perpustakaan pusat Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa (UST) dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa.

c) Sebelah barat : Museum Dewantara “Kirti Griya”, Pendopo Taman Siswa, Taman Indra (TK) Ibu Pawiyatan, Taman Muda (SD) Ibu Pawiyatan, Balai Persatuan Taman Siswa dan Kampus Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa. d) Sebelah timur : kali Manunggal dan Lapangan.

2) Visi, Misi dan Tujuan

a) Visi dari SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan adalah sebagai berikut: “Sekolah berwawasan kebangsaan, unggul dalam IPTEK berlandaskan mutu religius untuk mewujudkan manusia berbudi pekerti luhur.”

b) Misi:

(1)Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

(68)

54

(3)Meningkatkan komitmen seluruh tenaga kependidikan terhadap tugas pokok dan fungsinya.

(4)Mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran dan administrasi sekolah.

(5)Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pendidikan, SDM dalam upaya peningkatan mutu.

c) Tujuan sekolah adalah sebagai berikut:

(1)Mempersiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

(2)Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang olahraga dan seni.

(3)Membekali peserta didik agar memiliki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri.

b. Profil Sekolah SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta 1) Letak dan Keadaan Geografis

(69)

55

kel. Cokrodiningratan, kec. Jetis, kota Yogyakarta. Adapun rincian sekolahnya sebagai berikut:

a) Nama Sekolah : SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta

b) Alamat : Jl. Pakuningratan 34.A, kal. Cokrodiningratan, kec. Jetis, kota Yogyakarta

c) Berdiri : 3 Juli 1956 d) No. Telp : (0274) 517522 e) Status Akreditasi : A

Secara geografis SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terletak di daerah perkotaan sehingga sangat mudah untuk dijangkau oleh kendaraan baik kendaraan pribadi maupun transportasi umum. SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta letaknya sangat dekat dengan salah satu landmark kota Jogya yaitu Tugu Jogja. Letak sekolahan tersebut juga sangat strategis yang dapat dilihat dari batas-batas wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah utara : perumahan penduduk sekitar. b) Sebelah selatan : Jl. Pakuningratan.

c) Sebelah barat : perumahan penduduk sekitar. d) Sebelah timur : perumahan penduduk sekitar. 2) Visi, Misi dan Tujuan

(70)

56

cerdas, terampil, sehat, merdeka, mandiri dan berbudi pekerti luhur.”

b) Misi:

(1)Mendidik anak untuk berperilaku dan penampilan baik. (2)Mendidik anak untuk berkemampuan teori dan praktik.

(3)Mendidik anak untuk mengembangkan dan menumbuhkan kemampuan dan jati dirinya.

(4)Input biasa, proses unggul, output unggul. c) Tujuan Sekolah:

(1)Tujuan Umum

Tujuan Pendidikan Menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(2)Tujuan Khusus

Berdasarkan visi dn misi yang sudah ditetapkan, SMA Taman Madya Jetis bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang :

(a)Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(b) Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri.

(c) Menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung

(71)

57

51,48% 48,51%

Presentase Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan 2. Deskripsi Subyek

Data siswa yang didapatkan ini dipilih dengan menggunakan teknik proportional random sampling dan digunakan untuk pengumpulan data

dengan teknik angket.

a. Data Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin

Data siswa berdasarkan jenis kelamin secara umum pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin.

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 52 51,48%

2 Perempuan 49 48,51%

TOTAL 101 100%

Dari data tabel siswa berdasarkan jenis kelamin diatas, maka dapat digambarkan ke dalam diagram lingkaran (pie chart) berikut ini:

Gambar 2. Presentase Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin

(72)

58

siswa tersebut, terdapat 52 siswa berjenis kelamin laki-laki atau sebesar 51,48% dan sisanya sebanyak 49 siswa berjenis kelamin perempuan atau sebesar 48,51%.

Sebanyak 101 siswa tersebut didapatkan dari dua sekolah yang berbeda. Apabila dirinci lebih mendalam, maka terdapat perbedaan jumlah siswa dari kedua sekolah tersebut. Sekolah pertama yaitu SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan ada sebanyak 41 siswa yang terdiri dari 15 siswa berjenis kelamin laki-laki dan sisanya yakni sebanyak 26 Siswa berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk sekolah yang kedua, yaitu SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terdapat 60 siswa yang terdiri dari 37 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 23 siswa berjenis kelamin perempuan. Untuk informasi lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 7. Distribusi Jumlah Siswa Tiap Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin

Asal Sekolah Jumlah Siswa Jumlah

Laki-laki Perempuan

b. Data Siswa Berdasarkan Kelas

Gambar

Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir
Tabel 1. Distribusi Populasi No Nama Sekolah
Tabel 2. Distribusi Sampel No Nama SMA
Tabel 3. Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Jawaban Alternatif Jawaban Jenis Pertanyaan atau Pernyataan
+7

Referensi

Dokumen terkait

This proposed control method involves: (a) obtaining coordinate data of a pointer corresponding to the position of the finger in contact with a touch input device

Data dari tabel 3 dan 4 menunjukkan insidensi kekambuhan menurut derajat pterygium pada perbedaan antara operasi bare sclera dengan transplantasi limbal stem

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pegawai tetap memiliki nilai pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang lebih tinggi dibandingkan

Sejumlah fungsi dikerjakan oleh rangkaian mikrokontroler (Gambar 6(a)) yaitu membaca tegangan input dari rangkaian penguat instrumentasi sebagai representasi dari besarnya suhu

Sedikit aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan di wilayah hulu; kurang dari 5% bantaran sungai di kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala

Kesimpulan dari kutipan di atas dapat di ketahui ciri – ciri yang mempengaruhi Self efficacy tinggi dan self efficacy rendah diantaranya ,menjauhi tugas-tugas

Validator ketiga dan peneliti juga mengklasifikasikan bahwa soal nomor 1 termsuk dalam kategori level kognitif C3 (menerapkan) dalam aspek kognitif

• Siswa mampu dan mengerti tentang Sistem Operasi Berbasis TEXT • Siswa mampu dan mengerti tentang prosedur Instalisasi S/O TEXT • Siswa dapat mengetahui proses instalisasi