• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN DIRI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERIMAAN DIRI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN DIRI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyeleseikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Ulfa Rafika Sari B07212080

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi Fenomenologis. Ketiga subjek penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Subjek pertama yaitu N, berusia 44 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Subjek kedua yaitu K, berusia 46 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Subjek ketiga yaitu M, berusia 41 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Ketiga subjek memiliki penerimaan diri yang berbeda, dari ketiga subjek tersebut terdapat perbedaan pandangan dalam persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, pada subjek pertama yang menilai negatif dirinya sendiri dengan mempersepsikan bahwa dirinya tidak lagi sama, saat ini ia merasa bahwa ia kurus dan jalannya lenggak-lenggok, padahal dulu dia gemuk. Hal itu dikarenakan penyakit diabetes mellitus, sedangkan pada kedua subjek lainnya yaitu subjek ke dua dan ke tiga memandang positif akan dirinya yang sedang menderita penyakit yang sama.

(7)

ABSTRACT

This study aims to determine aspects of self-acceptance in patients with diabetes with complications. This study uses a qualitative method with phenomenological strategy. The third subject of this study are patients with diabetes mellitus with complications. The first subject is N, aged 44 years, and male gender. The second subject is K, aged 46 years, and male gender. The third subject, namely M, 41 years old, female. This study uses in-depth interviews, observation and documentation. These three subjects have self-acceptance is different, from the three subjects that there are differences in the perception of the self and attitude towards appearance, the first subject who assess negatively herself perceives that he is no longer the same, this time he felt that he was thin and the path supple, but once she's fat. That's because diabetes mellitus, whereas in the other two subjects is subject to the second and third positive view of him who was suffering from the same disease.

(8)

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

c. Faktor-faktor Penerimaan Diri ... 18

d. Ciri-ciri Penerimaan Diri... 20

e. Penerimaan Diri dalamPerspektif Islam... 23

B. Diabetes Mellitus... 25

a. Pengertian Diabetes Mellitus... 25

b. Faktor-faktor Penyebab Diabetes Mellitus... 27

c. Tipe-tipe Diabetes Mellitus... 28

C. Komplikasi Diabetes Mellitus...30

a. Komplikasi Akut... 30

b. Komplikasi Kronis... 32

D. Penerimaan Diri pada Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 38

C. Sumber Data ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data...41

E. Analisis Data... 43

(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47

A. Deskripsi Subjek...47

B. Hasil Penelitian... 52

a. Deskripsi Hasil Temuan Subjek ... 52

b. Analisis TemuanPenelitian ... 73

BAB V PENUTUP... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA... 91

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetes Mellitus dengan

Komplikasi...35

Gambar 2. Skema Subjek 1 ... 81

Gambar 3. Skema Subjek 2 ... 82

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LampiranI : Panduan Wawancara ... 94

LampiranII : Panduan Observasi... 96

Lampiran III :Transkrip Hasil Wawancara ... 97

Lampiran IV : Transkrip Hasil Observasi ... 125

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena

frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin meningkat. Dari sepuluh

penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular.

Keadaan ini terjadi di dunia, baik di negara maju maupun di Negara dengan

ekonomi rendah dan menengah. Organisasi kesehatan dunia (WHO)

mempergunakan istilah penyakit kronis (chronic diseases) untuk

penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular disebut juga sebagai new

communicable diseases karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni

melalui gaya hidup. Salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus (DM)

(Bustan, dalam Putri & Isfandiari 2013).

Ketua Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) Pusat Achmad Rudijanto

mengatakan diperkirakan pada 2015 terdapat 9,1 juta pasien diabetes. Angka ini

menunjukkan perlu dilakukan upaya serius untuk terus menekan jumlah pasien

yang memiliki faktor risiko, berisiko, dan mengidap diabetes (Ariyani,

ifestyle.bisnis.com diakses pada 01 mei 2016). Kementrian Kesehatan RI

mengungkapkan tentang fakta dan angka Diabetes di Indonesia, yaitu : Diabetes

dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia,

(14)

2

setelah Srilanka, Prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia menunjukkan

kecenderungan meningkat yakni 5,7 persen (2007) menjadi 6,9 persen (2013), 2/3

orang dengan diabetes di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes

dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat

(Liputan6.com, diakses pada 01 Mei 2016)

WHO memperkirakan prevalensi global Diabetes Melitus akan meningkat

dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030 (Riskesdes,

2007, dalam Putri & Isfandiari 2013). Sekitar 60% jumlah pasien tersebut

terdapat di Asia (Mahendra dkk, 2008, dalam Putri & Isfandiari 2013). Indonesia

berada pada peringkat ke-4 terbanyak kasus Diabetes Melitus di dunia. Pada

tahun 2000 di indonesia terdapat 8,4 juta penderita Diabetes Melitus dan

diperkirakan akan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Soegondo dan sukardji,

2008, dalam Putri & Isfandiari 2013). Dalam Diabetes Atlas tahun 2000

(International Diabetes Federation) tercantum penduduk Indonesia diatas 20 tahun

sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6%.

Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun

2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dengan

asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien

Diabetes Melitus.

Berdasarkan data diatas, penderita Diabetes Mellitus ini terus mengalami

(15)

3

Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya

manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar.

Diabetes mellitus (DM) merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar

glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh

tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah

hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang

bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar

tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula

berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai

cadangan energi (Putri & Isfandiari 2013).

Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia kronis. Hiperglikemia

merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa darah

melebihi ambang normal (Asiyah, 2014). Penderita DM akan ditemukan dengan

berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum),

dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan. Hiperglikemia

dapat tidak terdeteksi karena penyakit Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala

(asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh manusia secara diam-diam

“Silent Killer” dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini

terdeteksi. Diabetes Melitus dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan

metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan

(16)

4

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat

menyebabkan kematian secara langsung, tetapi berakibat fatal bila

pengelolahannya tidak tepat. Pengelolahan Diabetes Mellitus memerlukan

penanganan secara multidisiplin yang mencangkup terapi non-obat dan terapi obat

(Putri & Isfandiari 2013). Tujuan dari pengelolahan penyakit diabetes mellitus

adalah untuk menghilangkan keluhan/gejala diabetes sehingga penderita dapat

menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman serta mencegah timbulnya

komplikasi.

Komplikasi Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh,

komplikasi pada setiap orang berbeda-beda. Komplikasi Diabetes Melitus

diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita

dalam penanganan Diabetes Melitus dapat menghindari penderita dari komplikasi

diabetes jangka panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan

konsumsi obat (Smeltzer & Bare, dalam Wulandari & Martini, 2013).

Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan

bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi

kronik Diabetes Melitus antara 20–30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit

Diabetes Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh. Dapat menyebabkan

kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ,

ginjal, jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya. Karena itu Diabetes Melitus

(17)

5

penyakit – penyakit lainnya seperti hipertensi, pembuluh darah, jantung, stroke,

gagal ginjal dan kebutaan( Putri & Isfandiari 2013).

Seperti yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini, subjek pertama

disebut N. Awal N menderita diabetes mellitus, dengan keluhan gatal yang tidak

sembuh-sembuh selama satu tahun, selain itu N juga mengatakan bahwa ia mudah

capek, mulut kering dan melepuh, kalau malam sering kencing. Akhirnya N pergi

ke dokter dikarenakan banyak orang yang perihal berat badannya, akhirnya N dan

istrinya pergi ke dokter A, sama dokter tersebut N disuruh untuk cek darah, dan

hasilnya ternyata N mendetita diabetes mellitus, tipes, gangguan pada hati, dan

untuk tensi darahnya selalu tinggi sehingga saat ini N menderita Hipertensi jadi N

mengkonsumsi obat darah tinggi, selain itu ada permasalahan di jantungnya. Saat

pertama kali tau bahwa ia sakit diabetes mellitus N merasa sedih, karena omongan

orang lain bahwa ia sakit parah sedangkan anaknya masih kecil. Berbagai usaha

dilakukan untuk sakit yang ia derita, mulai dari obat herbal, jamu, obat dokter,

bahkan bertanya kepada orang yang juga sakit diabetes mellitus. (Wawancara

tanggal 19 Mei 2016).

Subjek ke dua, yaitu K. Pak K mengetahui bahwa menderita Diabetus

mellitus pada tahun 2009. Sebelumnya pak K mengeluhkan sakit sesak nafas di

dadanya dan badannya terasa tidak enak. Akhirnya diperiksakan ke Dokter H,

diketahui bahwa ia menderita diabetes mellitus juga terdapat cairan

diparu-parunya, pak K juga menderita ginjal sehingga tahun 2013 operasi. Selain

(18)

6

juga di operasi, menurut keterangannya itu juga komplikasi dari diabetes yang di

deritanya. menurut pak K bahwa ia menderita dibetes karena faktor turunan. Awal

tau bahwa beliau sakit diabetes, beliau tidak shok dikarenakan sudah menduga

dan tau bahwa penyakit turunan. (Wawancara tanggal 19 Mei 2016).

Subjek ke tiga, yaitu M. M mengetahui bahwa ia sakit diabetes beberapa

tahun yang lalu. Saat ia mengeluh sering kencing pada saat malam dan sering

mengeluarkan keringat di malam hari. lalu ia konsultasi kepada tetangga, keluarga

dan seorang bidan di dekat rumahnya, mereka menyarankan untuk menjalani tees

di puskesmas. Akhirnya ia pergi dan melakukan tes di puskesmas dan diketahui

bahwa ia sakit diabetes mellitus. Menurut M bahwa ia menderita penyakit

diabetes ini dikarenakan pola makannya yang suka manis. Selain itu M juga

pernah operasi saluran kencing dan masuk rumah sakit karena drop gula darahnya

turun sampai 50. Menurut M tensi darahnya 190, sehingga ia harus meminum

obat darah tinggi. (Wawancara tanggal 20 Mei 2016)..

Cahyani (2010) menyebutkan seseorang yang menderita penyakit diabetes

mellitus mengalami stress dan merasa putus asa dengan keadaannya khususnya

ketika diawal mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit diabetes mellitus.

Perasaan tersebut membuat seseorang penderita diabetes mellitus merasa

kehilangan semangat hidup. Beberapa gejala dari hilangnya semangat hidup

penderita diabetes mellitus diantaranya penderita akan diselimuti dengan sikap

pesimis, penilaian negatif, perasaan jenuh dan sikap apatis terhadap lingkungan

(19)

7

dokter mengidap penyakit Diabetes Mellitus, jika ia seorang laki-laki sebagai

kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah, namun dengan kondisi penyakit

yang dideritanya akan muncul kekhawatiran tidak dapat menjalankan peran dan

menghidupi keluarga. Sebaliknya jika penderita Diabetes Mellitus adalah seorang

perempuan akan muncul perasaan ketidakmampuan dalam menjalankan peran dan

fungsinya sebagai seorang istri dan ibu dalam sebuah keluarga ( Sarafino, dalam

Permatasari, 2011).

Hasil penelitian ditemukan bahwa, dari ketiga sujek yaitu N, K, dan M.

ditemukan bahwa mereka memiliki penerimaan diri yang positif mengenai diri

mereka meskipun mereka sakit , mereka tetap berusaha dan optimis dalam

menjalani kehidupan dan berusaha untuk pengobatan baik medis maupun non

medis. Selain itu mereka juga memiliki harapan yang positif untuk ke depan yaitu

mereka ingin sembuh.

Di tengah kondisi yang dihadapi penderita DM, individu diharapkan

memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dan tetap

memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan dengan penyakit

yang dihadapinya. Bagi seorang penderita DM sikap optimis sangat dibutuhkan

berkaitan dengan penyesuaian diri dengan pola hidupnya. Penerimaan penderita

DM terhadap kondisinya membantu penderita DM lebih positif dalam

memandang dirinya. Penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seseorang

(20)

8

berbagai aspek diri dan memandang positif terhadap kehidupan yang telah

dijalani (Ryff, dalam Hasan 2012).

Santrock (dalam Putra, 2014) menyatakan bahwa penerimaan diri sebagai

salah satu kesadaran untuk menerima diri sendiri dengan apa adanya. Penerimaan

ini bukan berarti seorang individu menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa

berusaha mengembangkan diri dengan lebih baik. Individu yang menerima diri

berarti individu tersebut telah mengenali apa dan bagaimana dirinya serta

mempunyai motivasi untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik lagi

untuk menjalani kehidupan (Putra, 2014).

Dinamika penerimaan diri pada subjek berbeda-beda. Penerimaan diri

terjadi diperkuat dari adanya pemahaman mengenai riwayat penyakit atau sejarah

adanya penyakit yang diderita, sehingga subjek dapat menyadari dan mengetahui

hal-hal yang menjadi faktor penyebab adanya penyakit diabetes mellitus tersebut

(Permatasari, 2010).

Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui bagaimana gamabaran penerimaan diri pada penderita Diabetes

Mellitus dengan komplikasi.

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini menjadi terfokus, maka fokus dalam penelitian ini adalah

bagaimana aspek-aspek penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan

(21)

9

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek-aspek

penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teotitis

1. Dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu

psikologi, khususnya psikologi klinis dengan memberikan gambaran

penerimaan diri individu yang menderita penyakit diabetes mellitus

dengan komplikasi.

2. Dapat menjadi bahan informasi, memberikan wawasan dan pemahaman

yang menyeluruh bagi masyarakat guna memahami tentang penerimaan

diri individu yang menderita penyakit diabetes mellitus dengan

komplikasi.

3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa diambil hikmah atau pelajaran bagi

seluruh masyarakat yang tidak menderita penyakit diabetes untuk selalu

bersyukur kepada Tuhan.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi penderita Diabetes Mellitus, agar bisa menumbuhkan perasaan

menerima diri sendiri dengan segala kekurangan yang ada. Sehingga

gambaran penderita diabetes mellitus dengan komplikasi memiliki

(22)

10

2. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus, agar bisa memahami dan

menerima keadaan penderita apa adanya, dengan memberikan dukungan,

kasih sayang, perhatian.

E. Keaslian Peneliti

Keaslian penelitian yang di jabarkan oleh peneliti yaitu bersumber dari

beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya adalah:

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2013) tentang gambaran

penerimaan diri istri yang memiliki suami diabetes. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam penerimaan diri istri yang

memiliki suami dengan diabetes. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor

penerimaan diri. Pada subjek pertama, faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

yaitu faktor pemahaman diri dan harapan yang realistis. Pada subjek ke dua,

faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek yaitu faktor pemahaman diri,

harapan yang realistis, tidak ada tekanan emosi yang berarti.

Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningrum (2013) tentang penerimaan

diri pada wanita penderita kanker nasofaring. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subyek yaitu

pemahaman subyek mengenai dirinya sendiri, harapan yang realistis, tidak adanya

hambatan dari lingkungan subyek, tidak adanya tekanan emosi yang berat, serta

konsep diri yang ada pada diri subyek. Subyek memiliki pemahaman dan

penerimaan diri negatif karena subyek 9 menganggap dirinya menjijikkan serta

(23)

11

dalam menghadapi berbagai hal ditunjukkan dengan mudahnya subyek marah,

sehingga suami maupun anggota keluarga yang lain menilai bahwa subyek adalah

sosok yang tempramental.

Penelitian oleh Permatasari (2010) tentang dinamika penerimaan diri pada

lansia penderita diabetes mellitus tipe II”. Hasil menunjukkan adanya dinamika

penerimaan diri yang berbeda-beda dari masing-masing subjek. Hal tersebut

dikarenakan adanya perbedaan factor latar belakang adanya penyakit, pendidikan,

ekonomi, sosial, dan agama. Lebih jauh lagi, dalam nilai keislaman, didapat

ikhlas (penerimaan tulus). Mereka menerima ikhlas atas penyakit tersebut.

Penelitian oleh Palos dan Viscu (2014) tentang anxiety, automatic negative

thoughts, and unconditional self-scceptance in rheumatoid arthritis: A preliminary

study”. Hasil menunjukkan dukungan dan konseling dapat menyebabkan

mengurangi kecemasan dan depresi, untuk mengubah gaya koping, dan, secara

implisit , untuk meningkatkan kualitas hidup pasien .

Penelitian oleh Carson & Langer (2006) tentang mindfulness and self

acceptance. Hasil dari penelitian ini bahwa Penerimaan diri adalah keputusan

sadar yang membuat individu ketika mereka mengambil tanggung jawab atas

kehidupan mereka dan menyadari bahwa mereka berada di kontrol dari keputusan

yang menciptakan dunia pribadi mereka. Ketika mereka melihat dunia dan diri

mereka sendiri dengan penuh kesadaran, mereka dapat menerima sendiri tanpa

(24)

12

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat di

pastikan bahwa penelitian ini benar-benar berbeda meskipun terdapat kesamaan

judul. Untuk membuktikan bahwa penelitian ini asli, berdasarkan penelitian diatas

yaitu penelitian penerimaan diri pada lansia penderita diabetes mellitus tipe II,

subjek yang berbeda. Pada subjek yang dipilih oleh peneliti sebelumnya adalah

lansia, akan tetapi pada penelitian ini subjek yang dipilih merupakan subjek

(25)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri

a. Pengertian Penerimaan Diri

Menurut Ryff (1996, dalam Wibowo 2013), penerimaan diri adalah keadaan

dimana seorang individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, menerima

serta mengakui segala kelebihan maupun segala keterbatasan yang ada dalam

dirinya tanpa merasa malu atau merasa bersalah terhadap kodrat dirinya.

Penerimaan diri merujuk pada kepuasan hidup dan kebahagiaan seseorang yang

sangat penting bagi kesehatan mental yang baik. Seseorang yang mampu

menerima diri memahami betul kelebihan dan kelemahan dalam dirinya (Shepard,

1979, dalam Christanty & Wardhana, 2013).

Penerimaan diri adalah sikap yang mencerminkan perasaan senang

sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya, sehingga seseorang dapat

menerima dirinya dengan baik dan akan mempu menerima kelemahan dan

kelebihan yang dimilikinya (Chaplin, 2006).

Sartain (dalam Dwirosalia, 2015 ) mengatakan bahwa penerimaan diri

adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan

untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima

dirinya adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana

(26)

14

tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya saat ini, serta mempunyai

keinginan terus mengembangkan dirinya (Naqiyaningrum, dalam Dwirosalia,

2015).

Penerimaan diri menurut Sheerer (1963, dalam Margaretha, 2013) adalah

sikap untuk menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerima segala yang

ada pada dirinya termasuk kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya.

Individu yang menerima diri berarti telah menyadari, memahami dan menerima

diri apa adanya dengan disertai keinginan dan kemampuan diri untuk senantiasa

mengembangkan diri sehingga dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh

tanggung jawab.

Menurut Bernard (2013) mengatakan bahwa : “Self-acceptance as character strength has been left on the sidelines by some in the field of positive psychology who have delimited positive character traits associated with happiness and

well-being” maksudnya penerimaan diri sebagai kekuatan karakter yang ada dalam psikologi positif terkait dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.

Menurut Ananwong dkk (2013) mengutarakan bahwa penerimaan diri adalah “Self-acceptance is the self-consciousness of oneself by individual through the process of understanding their own life with reasonable reality, perceiving the pros and cons, and accepting the limitations and errors of their

own judgment.” Maksudnya penerimaan diri merupakan kesadaran individu mengenai pemahaman hidupnya dalam menghadapi pro dan kontra serta menerima keterbatasannya.

Jersild (dalam Hasan, 2012) menjelaskan bahwa seseorang yang menerima

dirinya adalah seseorang yang memiliki penilaian yang realistis terhadap

kemampuannya yang berkesinambungan dengan penghargaan terhadap

keberhargaan dirinya, jaminan dari dirinya tentang kestandaran pendiriannya

(27)

15

keterbatasan dirinya tanpa menyalahkan dirinya secara tidak rasional. Orang yang

menerima dirinya mengenali kemampuan dirinya dan dengan bebas mereka dapat

menggunakan kemampuan dirinya walaupun tidak semua dari kemampuannya

tersebut diinginkan. Mereka juga mengenali kelemahan dirinya tanpa perlu

menyalahkan dirinya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli yang diuraikan diatas, maka

didapat pengertian penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seorang

individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, serta mengakui segala

kelebihan maupun kekurangan yang ada di dalam dirinya tanpa malu atau

perasaan bersalah dan dapat menyusuaikan diri dengan masyarakat dan

kehidupanya.

b. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Menurut Jersild (dalam Melinda, 2013) mengemukakan beberapa aspek

penerimaan diri, sebagai berikut :

1. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan

Individu yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang

penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.

Individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan dapat berbicara dengan baik

(28)

16

2. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain

Individu memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan

dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak mempunyai penerimaan

diri.

3. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri

Seorang individu yang biasanya merasakan infioritas adalah seseorang

individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan hal tersebut akan

mengganggu penilaian yang relistik atas dirinya.

4. Respon atas penolakan dan kritikan

Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun

demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan atau

bahkan mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

5. Keseimbangan antara real self dengan ideal self

Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang

mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya denagn baik dalam

batas-batas memungkinkan individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar,

namun tidak mungkin mencapainya walau dalam waktu yang lama dan

menghabiskan energinya. Oleh karna itu dalam mencapai tujuannya individu

mempersipkan dalam konteks yang mungkin dicapai untuk memastikan

(29)

17

6. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain

Hal ini berarti apabila seseorang individu menyayangi dirinya maka akan

lebih memungkinkan untuk menyayangi orang lain.

7. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri

Menerima diri dan menuruti diri merupakan hal yang berbeda. Apabila

seseorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti individu

memanjakan dirinya. Individu yang menerima dirinya akan menerima dan

bahkan menuntut pembagian yang layak akan sesuatu yang baik dalam hidup

dan tidak mengambil kesempatan yang tidak pantas untuk memiliki posisi

yang baik atau menikmati sesuatu yang bagus. Semakin individu menerima

dirinya dan diterima orang lain, semakin individu berbaik hati.

8. Penerimaan diri, spontanitas dan menikmati hidup

Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak leluasa untuk

menikmati hal-hal dalam hidupnya. Individu tersebut tidak hanya leluasa

menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk

menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.

9. Aspek moral penerimaan diri

Individu dengan penerimaan diri bukanlah individu yang berbudi baik dan

bukan pula individu yang tidak mengenal moral, tetapi memiliki fleksibilitas

dalam pengaturan hidupnya. Individu memiliki kejujuran untuk menerima

dirinya sebagai apa dan untuk apa nantinya, dan tidak menyukai

(30)

18

10. Sikap terhadap penerimaan diri

Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang.

Individu-individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam

keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain.

c. Faktor-faktor Penerimaan Diri

Hurlock (dalam Wibowo, 2013) mengemukakan sepuluh faktor yang

mempengaruhi penerimaan diri individu, yaitu:

1. Pemahaman tentang Diri Sendiri

Timbul dari kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan

ketidakmampuannya serta mencoba menunjukan kemampuannya. Semakin

individu memahami dirinya, maka semakin besar penerimaan individu

terhadap dirinya.

2. Harapan Realistik

Timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan

dengan pemahaman kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain.

Dengan harapan realistik, akan semakin besar kesempatan tercapainya

harapan tersebut sehingga menimbulkan kepuasan diri.

3. Tidak Adanya Hambatan di Lingkungan

Harapan individu akan sulit tercapai bila lingkungan di sekitarnya tidak

memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi (walaupun harapan

individu sudah realistik).

(31)

19

Tidak adanya prasangka, adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial

orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.

5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat

Tidak adanya gangguan emosional yang berat akan membuat individu dapat

bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia.

6. Pengaruh Keberhasilan yang Dialami

Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan penerimaan diri (yang positif).

Sebaliknya, kegagalan yang dialami mengakibatkan adanya penolakan diri.

7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik

Individu yang mengidentifikasi diri dengan orang yang well adjusted, dapat

membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku

dengan baik, yang dapat menimbulkan penerimaan diri dan penilaian diri yang

baik.

8. Adanya Perspektif Diri yang Luas

Yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif diri yang

luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.

9. Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik

Anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai

(32)

20

10. Konsep Diri yang Stabil

Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil (misalnya, kadang

menyukai diri dan kadang tidak menyukai diri), akan sulit menunjukan pada

orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya.

d. Ciri-ciri Penerimaan Diri

Menurut Sheeree (dalam Machdan, 2012) ciri-ciri individu dengan

penerimaan diri yaitu:

1. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi

persoalan.

2. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan

sederajad dengan orang lain.

3. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.

4. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan

di tolak orang lain.

5. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

6. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara obyektif.

7. Individu tidak menyalahkan diri atau keterbatasan yang dimiliki ataupun

mengingkari kelebihannya.

Sedangkan menurut Jersild (1964) ciri-ciri individu dengan penerimaan diri

adalah

(33)

21

without irrational self-reproach” atau memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini individu-individu lain, memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya.

Johnson (dalam Hamida, 2012), ciri orang yang menerima dirinya adalah

menerima dirinya sendiri apa adanya, tidak menolak dirinya sendiri, apabila

memiliki kelemahan dan kekurangan memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai

diri sendiri maka seseorang tidak harus dicintai oleh orang lain dan dihargai oleh

orang lain.

Menurut Osborne (dalam Dwirosalia, 2015) ciri-ciri individu dengan

penerimaan diri yang positif yaitu:

1. Tidak dikendalikan oleh ambisi yang berlebihan, melainkan memiliki sifat

rendah hati dan dewasa secara emosional. Ambisi yang berlebihan

membuat seseorang ingin memiliki dorongan yang berlebihan untuk

mengungguli, mengalahkan, lebih menonjol, berkuasa, berkedudukan dan

memiliki segala sesuatu yang dapat melebihi orang lain yang dianggap

sebagai saingannya.

2. Tidak banyak mengeluh.

Seseorang yang menerima dirinya merasa memiliki kasih dan pengakuan

dari setiap orang sehingga dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan

baik. Ia tahu bagaimana yang harus dikerjakan dan bagaimana yang

(34)

22

bekerja dengan benar dan tidak terlalu sibuk sehingga membuat ia tidak

terlalu banyak mengeluh.

3. Tidak mudah menyerah

Orang yang tidak mudah menyerah memiliki kemampuan keras untuk

menganggulangi setiap rintangan, belajar dari kegagalan dan tidak takut

untuk mencoba sesuatu yang baru. Memiliki semangat yang kuat apabila

mengalami kegagalan dan berusaha untuk mengubah keadaan dengan

belajar dengan baik.

4. Tidak mudah tersinggung, sabar dan berfikir positif terhadap orang lain.

Sebenarnya wajar apabila seserang terluka hatinya karena disepelekan

atau disakiti. Namun jika terlalu mudah tersinggung dan marah berarti

tidak memiliki pengendalian diri yang baik. Orang yang menerima dirinya

meiliki kemampuan mengendalikan emosi sehingga tidak mudh marah

dan tersinggung, hatinya tidak mudah dilukai tetapi berusaha sabar dan

berfikir positif.

5. Mengendalikan kemarahan, pikiran-pikirannya dan emosinya secara

benar. Ketika seseorang merasa jengkel dan emosinya muncul, ia akan

memendam kemarahnnya karena ia sadar bahwa hal tersebut tidak baik

untuk dirinya. Orang yang menerima dirinya akan belajar untuk jujur

terhadap emosi-emosi yang dimilikinya sehingga ia bisa mengungkap

(35)

23

6. Hidup berorientasi saat ini dan masa yang akan datang.

Seseorang yang memiliki penerimaan diri akan percaya bahwa ia dapat

menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna bagi dirinya sendiri maupun

orang lain. Ia tidak akan mengingat dan menyesali hal-hal yang sudah

terjadi di masa lalu. Namun segala sesuatu yang dialaminya akan dianggap

sebagi hikmah sebagai belajar sesuatu dari kehidupannya yang lebih baik

dimasa kini.

7. Tidak mengharap belas kasihan orang lain.

Orang yang memiliki penerimaan diri mengetahui bahwa rasa bahagia

yang benar bukan berasal dari orang lain, harta benda, jabatan, dan

pendidikan yang dimiliki melainkan berawal dari penerimaan diri apa

adanya dengan merasa cukup puas akan setiap hal yang dimilikinya.

e. Penerimaan Diri dalam Perspektif Islam

Penerimaan diri apabila dikaji berdasarkan perspektif islam maka dapat

dikaitkan dengan konsep “ ikhlas” dalam agama islam, karena terdapat esensi

yang relevan antara pengertian penerimaan diri dan ikhlas tersebut yang keduanya

sama-sama mengarahkan pada sikap ataupun perasaan yang positif. Sebagaimana

Ilyas (dalam Permatasari 2010).

Sentanu (dalam Permatasari 2010) mengungkapkan ikhlas adalah

keterampilan (skill) penyerahan diri total kepada Tuhan untuk meraih puncak

sukses dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Zona ikhlas adalah zona yang

(36)

24

adalah berbagai perasaan positif yang berenergi tinggi seperti rasa syukur, sabar,

tawakkal, tenang dan happy. Ikhlas inilah zona dimana perasaan individu selalu

merasa enak (positive feeling).

Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya,

baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya

selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan

sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita

tidak berputus asa. Tawakal tidak sama dengan pasrah. Tawakal adalah sebuah

tindakan aktif, sementara pasrah adalah tindakan pasif. Pasrah adalah seperti

daging yang teronggok di atas meja, siap diolah apa saja oleh pemiliknya.

Tawakal sama sekali tidak seperti itu. Tawakal mensyaratkan adanya upaya

kreatif dari pelakunya. Dalam Al-Quran, ada banyak ayat yang berbicara

mengenai tawakal ini, setidaknya, ada 70 ayat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah

QS. Ali ‘Imran/3 ayat 159, yang berbunyi:

“Artinya: Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Sabar adalah kemampuan menunda kesenangan, dan menjalani yang ada

dengan penuh ketekunan. Syukuradalah kemampuan menerima yang ada sebagai

(37)

25

menempatkan hambanya.Ikhlas adalah kemampuan menjalankan yang ada tanpa

perlu pujian dari manusia, murni mengharapkan ridha Allah. Jika hal yang

menimpa diri kita berupa musibah kesusahan yang akhirnya akan menggoreskan

kekecewaan dalam diri, maka sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk

bersabar.

: : َﺮ ْﻣَﺎﱠﻧِا، ِﻦ ِﻣ ْﺆ ُﻤﻟْاِﺮ ْﻣَﻻ ِﺎًﺒَﺠ َﻋ .

. .

“Dari Shuhaib Ar-Rumiy RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,

“Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi kebaikan untuknya, dan tidak didapati yang demikian itu kecuali pada orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan ia bershabar, maka yang demikian itu pun menjadi kebaikan

baginya”. [HR. Muslim]

B. Diabetus Mellitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar

glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh

tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah

hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang

bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar

tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula

berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai

(38)

26

Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang

mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Diabetes adalah

penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi

(hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi

insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang berlangsung lama (kronik) pada

Diabetes Melitus akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan

berbagai organ, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah

lainnya (Putri & Isfandiari, 2013).

Menurut Taylor (2006) “ Diabetes is a chronic condition of impaired

carbohydrate, protein, and fat metabolism that result from insufficient secretion

of insulin or from insulin resistance” maksudnya diabetes, adalah penyakit

kronik, berupa gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak,

disebabkan kurangnya sekresi atau adanya resistensi insulin.

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh meningkatnya

kadar gula darah yang lebih tinggi dari batas normal yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya sehingga memerlukan upaya

penanganan yang tepat dan serius. Kelainan sekresi insulin tersebut disebabkan

oleh gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi

pemicu utama meningkatnya penyakit DM di Indonesia. Gaya hidup yang tidak

sehat itu seperti tingginya jumlah penduduk yang mengalami obesitas

(kegemukan), kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, kurang melakukan

(39)

27

Penyakit diabetes mellitus juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau

penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan system

metabolisme dalam tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi hormone

insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin

secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula dalam darah (Sutrasni, dalam

Hasan 2012).

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana badan tidak dapat

menggunakan gula di dalam darah, disebabkan oleh penyediaan insulin yang tidak

mencukupi ( Kartono & Gulo, 2000).

Berdasarkan uraian diatas, diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan

metabolisme dimana keadaan kadar glukosa dalam darah melebihi normal yang

disebabkan kelainan sekresi insulin atau adanya resistensi insulin.

b. Faktor-faktor Penyebab Diabetes Mellitus

Penyebab diabetes adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin

dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya

cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau

sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang

berfungsi menghasilkan insulin (Novitasari, 2012).

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan diabetes mellitus, yaitu:

1. Faktor keturunan

(40)

28

3. bahan beracun yang berasal dari singkong yang mengandung glikosida

sianogenik yang melepaskan sianida yang menyebabkan kerusakan pankreas

akhirnya menimbulkan gejala diabetes mellitus jika disertai dengan

kekurangan protein

4. nutrisi yang berlebihan

c. Tipe-tipe Diabetes Mellitus

1. Diabetes Tipe I

Pada diabetes tipe I, terjadi kerusakan pada sel-sel beta pankreas, sehingga

produksi insulin tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh. Akibatnya penderita

diabetes tipe I menjadi tergantung pada insulin yang disuplai dari luar tubuh,

disebut juga dengan diabetes mellitus tergantung insulin atau Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM). Diabetes tipe I ini biasanya ditemukan sejak

anak-anak atau remaja, sehingga disebut juga dengan diabetes muda (Asiyah, 2014).

Gejala klinis yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1 biasanya

lebih kompleks, karena kadang-kadang penderita tidak dapat menghasilkan

insulin sama sekali. Akibatnya penderita tidak dapat memperoleh energi dari

katabolisme glukosa, sehingga tubuh akan mencari alternatif untuk mendapatkan

energi dari sumber selain glukosa. Sel-sel hati akan meningkatkan prosuksi

glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah protein. Asam amino hasil

perombakan ditransaminasi sehingga dapat mengahasilkan senyawa antara dalam

pembentukan glukosa. Peristiwa ini berlangsung secara terus menerus, karena

(41)

29

tidak ada sama sekali. Cara lain yang dilakukan oleh tubuh adalah dengan

merombak simpanan lemak pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga

menghasilkan asam lemak dan gliserol. Pemecahan asam lemak yang terjadi

secara terus menerus dapat mengakibatkan terbentuknya keton, sehingga

penderitanya mengalami ketoasidosis yang dapat menyebabkan penderita koma

dan meninggal (Asiyah, 2014).

2. Diabetes Tipe 2

Pada diabetes tipe 2, terjadi resistensi terhadap insulin atau berkurangnya

sensivitas sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai pula dengan

peningkatan kadar gula di dalam darah. Diabetes tipe 2 disebut juga dengan

dabetes mellitus tidak tergantung insulin atau non insulin dependent diabetes

mellitus (NIDDM). Pada penderita ini tidak terjadi ketoasidosis, tetapi dapat

terjadi peningkatan kadar lemak di dalam darah, akibat kecepatan sisntesis asam

lemak tidak diimbangi dengan kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak

(Asiyah, 2014).

Kelebihan hormon tiroid, prolaktit, dan hormone pertumbuhan juga dapat

menyebabkan peningkatan glukosa darah. Hormone-hormon tersebut merangsang

pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau langerhans, sehingga

menyebabkan terjadinya penurunan respon sel terhadap insulin. Gejala

hiperglikemia dapat muncul berupa peningkatan pengeluaran urin, peningkatan

rasa haus dan peningkatan rasa lapar, mudah lelah dan mudah terkena infeksi.

(42)

30

kelelahan berkepanjangan, penglihatan kabur, dan infeksi berulang terutama kulit

(Asiyah, 2014).

C. Komplikasi Diabetus Mellitus

Komplikasi akibat diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronik.

Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau

menurun tajam dalam waktu relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun

drastik jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa

kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,

ginjal, saraf dan penyakit berat lain (Novitasari, 2012). Adapun komplikasi

diabetes mellitus menurut Panadji (2010) yaitu :

1. Komplikasi Akut

Komplikasi akut meliputi ketoacidosis diabetika (DKA), koma

non-ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), dan higlemia. Meskipun pada

DKA dan koma hiperosmolaritas terdapat hiperglikemia, tetapi DKA

dibedakan dengan hiperglikemia (hiperosmolaritas). Pada DKA terdapat

ketonemia dan ketonuria. Pada keduanya terdapat kenaikan kadar gula darah

yang kadang-kadang dapat mencapai 400 mg/dl, dehidrasi dan drowsiness

sampai koma. Keduanya memerlukan terapi insulin untuk menurunkan gula

darah dengan cepat. Hipoglikemia adalah suatu keadaan dengan kadar gula

darah yang menurun sampai kurang dari 50 mg/dl. Keadaan ini pada penderita

(43)

31

Ketoacidosis diabetika (DKA) sering terjadi pada penderita diabetes

tipe I (IDDM). Penyakit tersebut biasanya dipercepat oleh suatu penyakit

akut, misalnya penyakit infeksi, trauma, gangguan kardiovaskuler, stress

emosi, dan penghentian pemberian insulin. Suatu penyakit infeksi dapat

menyebabkan gula darah penderita diabetes menjadi tidak terkontrol yang bila

dibiarkan dapat berakhir dengan DKA. Sebelum menunjukkan tanda-tanda

DKA, penderita sering mengeluh poliuri dan polidipsi selama beberapa hari,

yang disertai dengan rasa mual, muntah, tidak nafsu makan, dan

kadang-kadang sakit perut. Pemeriksaan darah pada penderita DKA menunjukkan

hiperglikemia, gula darahnya berkisar 200-1000 mg/dl. Selain terdapat

peningkatan kadar keton plasma, reaksi darah juga menunjukkan tanda-tanda

asidosis, yaitu ph darah < 7,2 dan HCO3 15 mEq/L. Penderita DKA

menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, takhipneu (nafas cepat), dan aseton

halitos (nafas berbau seperti aseton). Kesadaran penderita menurun, dan dapat

sampai terjadi koma.

Gejala akut timbul akibat kurangnya konsumsi cairan, yang dapat

dipercepat dengan adanya infeksi, stroke, infark jantung, atau gangguan

pencernaan. Dengan adanya kekurangan cairan akan mengakibatkan

gangguan kesadaran penderita. Hipoglikemia, terutama ditemui pada

penderita IDDM, terjadi akibat pemberian insulin yang berlebihan. Gejala

hipoglikemia ringan sering terjadi pada penderita yang terlambat makan atau

(44)

32

ditunjukkan pada orang yang menderita kelaparan, misalnya keringat dingin,

gemetar, berdebar-debar, pusing atau sakit kepala ringan. Bila tidak cepat

diatasi, penderita akan merasa berputar-putar dan dapat pingsan.

Pada kasus yang berat dapat terjadi kekejangan. Hal yang serius dapat

terjadi bila kejadian ini timbul saat penderita sedang tidur dan tidak

mengetahui serangan sehingga keesokan harinya ia tidak bangun. Sebagai

pedoman, bila berkeringat di tengah malam, hal ini merupakan tanda-tanda

dari hipoglikemia.

2. Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun pada

umumnya terjadi pada penderita yang telah mengidap penyakit diabetes

mellitus selama 5-10 tahun. Komplikasi kronis dapat dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu komplikasi mikrovaskuler (microangiopathy) dan komplikasi

makrovaskuler yang merupakan komplikasi khas dari diabetes lebih

disebabkan hiperglikemia yang tidak terkontrol. Komplikasi makrovaskuler

lebih disebabkan karena kelainan kadar lipid darah. Komplikasi

makrovaskuler pada penderita diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan

hipertrigliseridemia (kadar trigliserida darah yang tinggi) dan perubahan kadar

kolesterol darah secara kualitatif.

a) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi dimana pembuluh-pembuluh

(45)

33

kekurangan suplai darah. Organ-organ yang biasanya terkena yaitu mata,

ginjal dan syaraf-syaraf perifer. Pada mata akan terjadi renopati, pada ginjal

dikenal dengan nefropati, dan pada syaraf perifer dikenal neuropati.

b) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh

darah arteri yang lebih besar sehingga menyebabkan atherosklerosis.

Walaupun atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan pengidap

diabetes, tetapi adanya diabetes mempercepat terjadinya atherosklerosis.

Akibat atherosklerosis ini antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi,

stroke, dan gangrene pada kaki.

Pengidap diabetes mudah mendapatkan gangrene pada kakinya karena

beberapa hal. Pertama, pengidap diabetes mudah mendapatkan infeksi.

Penyebabnya karena terjadi penurunan reaksi sel-sel limfosit, kadar gula yang

tinggi merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya

mikroorganisme dan gangguan pada sistem vaskuler. Kedua, adanya

atherosklerosis mengakibatkan aliran darah terutama pada tempat-tempat yang

jauh dari jantung, misalnya ujung kaki menjadi terganggu. Ketiga, adanya

neuropati mengakibatkan fungsi sensorik (alat perasa/peraba) menjadi

menurun (Panadji, dkk, 2010).

D. Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetus Mellitus dengan Komplikasi

Memahami dan menerima kelebihan serta kelemahan diri sendiri merupakan

(46)

34

diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan

dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan

dengan penyakit yang dihadapinya.

Menurut Shereer ( dalam Hasan, 2012) penerimaan diri adalah sikap

individu untuk menerima kenyataan pada dirinya berupa kekurangan dan

kelebihannya, serta mampu mengaktualisasikan kehidupannya dimasyarakat dan

berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik untuk dirinya.

Sedangkan diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak

dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dikarakterisasikan dengan

hiperglikemia karena defisiensi insulin atau ketidakadekuatan penggunaan insulin

(Engram, 1999, dalam Kristianingrum & Budiyani 2011). Diabetes diakibatkan

karena adanya gangguan pada hormone pancreas, yaitu Hiperglikemia.

Hiperglikemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar

glukosa darah melebihi ambang normal. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh

oleh karena defisiensi insulin, seperti yang terjadi pada diabetes mellitus tipe I

atau karena penurunan responsifitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai

pada dibetes mellitus tipe II (Asiyah, 2014).

Sehingga penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus adalah sikap

individu dalam menerima keadaan dirinya pada penderita diabetes dengan berfikir

positif untuk mampu bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik

akan masa depan. Penerimaan penderita diabetes mellitus terhadap kondisinya

(47)

35

individu dengan taraf penerimaan diri yang rendah (buruk), cenderung sulit untuk

memahami karakteristik dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penderita diabetes

mellitus yang memiliki penerimaan terhadap dirinya yang positif memiliki

penilaian yang tinggi mengenai dirinya, sehingga individu merasa mampu

menghadapi kesulitan yang ditimbulkan akibat penyakit yang dideritanya. Berikut

merupakan kerangka teoritisnya, yaitu :

Gambar 1. Penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi :

a. Komplikasi Akut b. Komplikasi Kronis

Penerimaan Diri

Aspek-aspek Penerimaan Diri :

a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri

dan orang lain

c. Perasaan infeoritas sebagai gejala penolakan diri d. Respon atas penolakan dan kritikan

e.Keseimbangan antara “real self dan ideal self” f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain

g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri

(48)

36

Diabetes mellitus merupakan merupakan penyakit gangguan metabolisme

dimana keadaan kadar glukosa dalam darah melebihi normal yang disebabkan

kelainan sekresi insulin atau adanya resistensi insulin. Sakit diabetes mellitus dapat

menimbulkan komplikasi, komplikasi yang ditimbulkan akibatkan dari memburuknya

kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita. Jika hal tersebut dilakukan oleh

penderita maka sakit diabetes mellitus dapat mengakibatkan komplikasi bagi

penderitanya. Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

komplikasi akut dan komplikasi kronis.

Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup yang dapat menimbulkan

penyakit lain. Oleh karena itu pada penderita diabetes mellitus diharapkan memiliki

sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dan tetap memiliki

harapan-harapan yang baik ke depan. Penerimaan diri penderita diabetes mellitus terhadap

kondisinya membantu penderita untuk berfikir positif, untuk mengetahui penerimaan

diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi dapat dilihat dari

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif

dimana, metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

motivasi, tindakan, dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007). Fokus dalam

penelitian ini adalah penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan

komplikasi. Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu

pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan

emosional antar peneliti dan responden sehingga didapatkan data yang mendalam,

dan bukan pengangkaan. Penelitian kualititatif memiliki tujuan untuk

mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami suatu

fenomena, sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah sehingga dicapai

suatu pemahaman yang ada.

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah pendekatan induktif, yaitu suatu pendekatan dengan mengambil suatu

(50)

38

merupakan cara berpikir, dimana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari

berbagai kasus yang bersifat individual.

Strategi yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi

fenomenologi. Teknik wawancara yang dipilih adalah teknik wawancara

mendalam, karena didalamnya peneliti menyelidiki peristiwa, aktivitas, program

dan proses individu di masa lalu. Dalam konteks penelitian yang akan dikaji dan

yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah aspek-aspek penerimaan diri

pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian

seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi pengambilan data pada subjek

pertama, subjek kedua dan subjek ke tiga adalah dirumah masing-masing subjek.

Pengambilan data pada subjek pertama adalah N, wawancara dilakukan di rumah

N yang terletak di Desa X, Kecamatan Y, Kabupaten Sidoarjo. Untuksignificant

other subjek pertama adalah istri subjek yang berempat tinggal sama dengan

subjek. Sedangkan pada subjek kedua yaitu K, wawancara dilakukan di rumah

subjek yaitu terletak di Desa X Kecamatan X kota Sidoarjo. Untuk significant

other subjek kedua adalah istri subjek, istri subjek juga bertempat tinggal sama

dengan subjek. Subjek ketiga yaitu M wawancara dilakukan di rumah dimana

rumahnya terletak di Desa X Kecamatan X kota Sidoarjo, untuk significant other

(51)

39

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2007) Sumber data utama

dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tembahan. Seperti dokumen dan lainnya.

Terdapat dua jenis sumber data yaitu data primer dan sumber data sekunder

(Bungin, 2010). Sumber data primer adalah data yang diambil dari sumber

pertama yang ada di lapangan. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber

data kedua sesudah data primer.

1. Sumber Data Primer.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah seorang

penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Pada penelitian ini menggunakan

tiga subjek agar hasilnya nanti lebih variatif. Subjek pertama N (nama inisial),

dengan usia 44 tahun yang saat ini bekerja sebagai kepala sekolah di salah satu

MI swasta di daerah Sidoarjo.Untuk significant other subjek pertama adalah R

istri AN. Subjek ke dua yaitu K (nama inisial), usia K 46 tahun. Saat ini K bekerja

sebagai guru di MI di daerah Sidoarjo. Sedangkansignificant other untuk subjek

kedua adalah istri subjek yaitu S. sedangkan subjek ke tiga yaitu M, seorang

wanita yang berusia 41 tahun, untuk significant other subjek ketiga yaitu

anakknya.

2. Sumber data Sekunder

Yang menjadi data sekunder atau data pendukung untuk penelitian ini

(52)

40

Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005), prosedur pangambilan

sampel dalam penelitian kualitatif adalah umumnya menampilkan karakteristik

yaitu:

a) Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus

tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

b) Tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah baik dalam

jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman

konseptual yang berkembang dalam penelitian

c) Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak)

melainkan kecocokan konteks.

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih

subjek dan informan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh

peneliti. Dengan pengambilan subjek secara purposif (berdasarkan kriteria

tertentu), maka penelitian ini menemukan subjek yang sesuai dengan tema

penelitian.

Kriteria utama dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seorang penderita diabetes mellitus yang berusia 40–50 tahun.

Pada usia ini merupakan usia yang masih produktif, dimana sujek yang masih

bekerja meskipun memiliki sakit dan menjalankan kegiatan sehari-hari seperti

sediakala seperti sebelum sakit.

2. Memiliki komplikasi.

(53)

41

Adapun kriteria utamasignificant other adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kedekatan yang baik dengan subjek.

2. Telah mengetahui subyek dan mengetahui keseharian subjek.

Untuk mencari subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian tersebut,

peneliti mencari informasi dari keluarga peneliti dan beberapa teman peneliti.

Dengan demikian peneliti menemukan subjek yang sesuai dengan kriteria

penelitian tersebut dan memilih N, K, dan M sebagai subjek dalam penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviwee) yang memberikan jawaban (Moleong,

2007).

Pada penelitian ini wawancara digunakan untuk menggali data mengenai

aspek-aspek penerima diri seperti: bagaimana perasaan subjek setelah mengetahui

bahwa dia menderita sakit diabetes mellitus, bagaimana harapan subjek untuk

kedepannya, bagaimana subjek merawat diri dan menjalani aktivitas sehari-hari.

Selain itu, wawancara juga digunakan untuk menggali informasi mengenai subjek

(54)

42

b. Observasi

Menurut Moleong (2007) pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti

dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan

sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia

sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti

kehidupan budaya dari segi pandang dan anutan para subjek pada keadaan waktu

itu. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dihayati dan

dirasakan oleh subjek sehingga memungkinkan pembentukan pengetahuan yang

diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subjek.

Pada penelitian ini akan dilakukan observasi secara langsung. Peneliti akan

turun ke lapangan, dimana peneliti akan datang dan melihat secara langsung

aktitivitas yang dilakukan oleh subjek. Selain itu, proses penjaringan data

observasi dilakukan bersamaan dengan pada saat proses wawancara berlangsung

karena pada saat menjawab pertanyaan, subjek menunjukkan ekspresi non verbal

yang memiliki makna terkait dengan data informasi yang disampaikan secara

verbal. Penyusunan pencatatan observasi bertujuan untuk memfokuskan hal-hal

yang diobservasi yang sifatnya non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh

atau body language bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan

cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subjek

(55)

43

c. Dokumentasi

Pengumpulan data diperoleh dari dokumen pribadi foto yang masih

berhubungan dengan penelitian.

E. Analisis Data

Menurut Poerwandari (1998) Pengolahan dan analisis data sesungguhnya

dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat

beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan

datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.

Prosedur analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis

tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah

diverbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar

kedalam tema-tema atau konsep-konsep yang digunakan untuk menganalisis data.

Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah

dikumpulkan.

Koding dimasukkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data

secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang diteliti. Dengan demikian pada gilirannya peneliti akan dapat

menemukan makna dari data yang telah dikumpulkan. (Poerwandari, 2005).

Langkah-langkah awal koding dapat dilakukan dengan cara berikut:

(Poerwandari, 2005)

1. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan

(56)

44

disebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkannya

membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu diatas transkrip

tersebut.

2. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris

transkrip dan atau catatan lapangan tersebut. Dalam hal ini dapat dilakukan

dengan memberikan nomor secara urut dari satu baris ke baris lain atau

dengan cara memberikan nomor baru untuk paragraf baru.

3. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu.

Kode yang dipilih haruslah kode yang mudah diingat dan dianggap paling

tepat mewakili berkas tersebut. Jangan lupa untuk selalu membubuhkan

tanggal di tiap berkas.

F. Keabsahan Data

Moleong (2007) mengutip Screven (1971) untuk menetapkan keabsahan

(trustworthiness) data diperlukan teknik pemerikasan. Pelaksanaan teknik

pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang

digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian (transferability),

kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian

ini menggunakan 2 kriteria dalam melakukan pemeriksaan data selama di

lapangan sampai pelaporan hasil penelitian.

1. Kredibilitas Data

Kriteria ini digunakan dengan maksud data dan informasi yang di

Gambar

Gambar 4. Skema Subjek 3 ..................................................................................83
Gambar 1. Penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi
Tabel 1.Jadwal Kegiatan Observasi dan Wawancara
Gambar 2. Skema Temuan pada Subjek 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Hasil Evaluasi File 1 (Penawaran Administrasi dan Teknis) Nomor : pp-02/11/BAHE.File1/Konsultan/2012 dan Berita Acara Hasil Evaluasi File 2 (Kombinasi

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai.. Bercerita pendek yang berisi

[r]

Perbandingan Pengguna Media Alat bantu dan Tanpa Penggunaan Media Alat Bantu Terhadap Hasil Belajar Senam.. Universitas Pendidikan Indonesia |

penurunan secara fluktuatif, berdasarkan rasio perputaran piutang, perputaran persediaan, perputaran aset tetap dan perputaran total aset, perusahaan dinilai belum

Lampiran 1 Daftar Populasi Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Kosumsi

Untuk membuat maupun menulis file excel sebenarnya tidak terlalu sulit, karena sudah cukup banyak tersedia library atau class yang dibuat khusus untuk menangani

Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output