PENERIMAAN DIRI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyeleseikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Ulfa Rafika Sari B07212080
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi Fenomenologis. Ketiga subjek penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Subjek pertama yaitu N, berusia 44 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Subjek kedua yaitu K, berusia 46 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Subjek ketiga yaitu M, berusia 41 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Ketiga subjek memiliki penerimaan diri yang berbeda, dari ketiga subjek tersebut terdapat perbedaan pandangan dalam persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan, pada subjek pertama yang menilai negatif dirinya sendiri dengan mempersepsikan bahwa dirinya tidak lagi sama, saat ini ia merasa bahwa ia kurus dan jalannya lenggak-lenggok, padahal dulu dia gemuk. Hal itu dikarenakan penyakit diabetes mellitus, sedangkan pada kedua subjek lainnya yaitu subjek ke dua dan ke tiga memandang positif akan dirinya yang sedang menderita penyakit yang sama.
ABSTRACT
This study aims to determine aspects of self-acceptance in patients with diabetes with complications. This study uses a qualitative method with phenomenological strategy. The third subject of this study are patients with diabetes mellitus with complications. The first subject is N, aged 44 years, and male gender. The second subject is K, aged 46 years, and male gender. The third subject, namely M, 41 years old, female. This study uses in-depth interviews, observation and documentation. These three subjects have self-acceptance is different, from the three subjects that there are differences in the perception of the self and attitude towards appearance, the first subject who assess negatively herself perceives that he is no longer the same, this time he felt that he was thin and the path supple, but once she's fat. That's because diabetes mellitus, whereas in the other two subjects is subject to the second and third positive view of him who was suffering from the same disease.
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
c. Faktor-faktor Penerimaan Diri ... 18
d. Ciri-ciri Penerimaan Diri... 20
e. Penerimaan Diri dalamPerspektif Islam... 23
B. Diabetes Mellitus... 25
a. Pengertian Diabetes Mellitus... 25
b. Faktor-faktor Penyebab Diabetes Mellitus... 27
c. Tipe-tipe Diabetes Mellitus... 28
C. Komplikasi Diabetes Mellitus...30
a. Komplikasi Akut... 30
b. Komplikasi Kronis... 32
D. Penerimaan Diri pada Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi ... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 37
A. Jenis Penelitian ... 37
B. Lokasi Penelitian ... 38
C. Sumber Data ... 39
D. Teknik Pengumpulan Data...41
E. Analisis Data... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 47
A. Deskripsi Subjek...47
B. Hasil Penelitian... 52
a. Deskripsi Hasil Temuan Subjek ... 52
b. Analisis TemuanPenelitian ... 73
BAB V PENUTUP... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran... 90
DAFTAR PUSTAKA... 91
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetes Mellitus dengan
Komplikasi...35
Gambar 2. Skema Subjek 1 ... 81
Gambar 3. Skema Subjek 2 ... 82
DAFTAR LAMPIRAN
LampiranI : Panduan Wawancara ... 94
LampiranII : Panduan Observasi... 96
Lampiran III :Transkrip Hasil Wawancara ... 97
Lampiran IV : Transkrip Hasil Observasi ... 125
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat karena
frekuensi kejadiannya pada masyarakat semakin meningkat. Dari sepuluh
penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular.
Keadaan ini terjadi di dunia, baik di negara maju maupun di Negara dengan
ekonomi rendah dan menengah. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
mempergunakan istilah penyakit kronis (chronic diseases) untuk
penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular disebut juga sebagai new
communicable diseases karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni
melalui gaya hidup. Salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus (DM)
(Bustan, dalam Putri & Isfandiari 2013).
Ketua Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) Pusat Achmad Rudijanto
mengatakan diperkirakan pada 2015 terdapat 9,1 juta pasien diabetes. Angka ini
menunjukkan perlu dilakukan upaya serius untuk terus menekan jumlah pasien
yang memiliki faktor risiko, berisiko, dan mengidap diabetes (Ariyani,
ifestyle.bisnis.com diakses pada 01 mei 2016). Kementrian Kesehatan RI
mengungkapkan tentang fakta dan angka Diabetes di Indonesia, yaitu : Diabetes
dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia,
2
setelah Srilanka, Prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia menunjukkan
kecenderungan meningkat yakni 5,7 persen (2007) menjadi 6,9 persen (2013), 2/3
orang dengan diabetes di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes
dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat
(Liputan6.com, diakses pada 01 Mei 2016)
WHO memperkirakan prevalensi global Diabetes Melitus akan meningkat
dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030 (Riskesdes,
2007, dalam Putri & Isfandiari 2013). Sekitar 60% jumlah pasien tersebut
terdapat di Asia (Mahendra dkk, 2008, dalam Putri & Isfandiari 2013). Indonesia
berada pada peringkat ke-4 terbanyak kasus Diabetes Melitus di dunia. Pada
tahun 2000 di indonesia terdapat 8,4 juta penderita Diabetes Melitus dan
diperkirakan akan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Soegondo dan sukardji,
2008, dalam Putri & Isfandiari 2013). Dalam Diabetes Atlas tahun 2000
(International Diabetes Federation) tercantum penduduk Indonesia diatas 20 tahun
sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6%.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun
2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dengan
asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
Diabetes Melitus.
Berdasarkan data diatas, penderita Diabetes Mellitus ini terus mengalami
3
Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar.
Diabetes mellitus (DM) merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar
glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh
tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah
hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar
tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula
berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai
cadangan energi (Putri & Isfandiari 2013).
Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia kronis. Hiperglikemia
merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa darah
melebihi ambang normal (Asiyah, 2014). Penderita DM akan ditemukan dengan
berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum),
dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan. Hiperglikemia
dapat tidak terdeteksi karena penyakit Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala
(asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh manusia secara diam-diam
“Silent Killer” dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit ini
terdeteksi. Diabetes Melitus dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan
metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan
4
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat
menyebabkan kematian secara langsung, tetapi berakibat fatal bila
pengelolahannya tidak tepat. Pengelolahan Diabetes Mellitus memerlukan
penanganan secara multidisiplin yang mencangkup terapi non-obat dan terapi obat
(Putri & Isfandiari 2013). Tujuan dari pengelolahan penyakit diabetes mellitus
adalah untuk menghilangkan keluhan/gejala diabetes sehingga penderita dapat
menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman serta mencegah timbulnya
komplikasi.
Komplikasi Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh,
komplikasi pada setiap orang berbeda-beda. Komplikasi Diabetes Melitus
diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita
dalam penanganan Diabetes Melitus dapat menghindari penderita dari komplikasi
diabetes jangka panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan
konsumsi obat (Smeltzer & Bare, dalam Wulandari & Martini, 2013).
Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan
bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi
kronik Diabetes Melitus antara 20–30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit
Diabetes Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh. Dapat menyebabkan
kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ,
ginjal, jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya. Karena itu Diabetes Melitus
5
penyakit – penyakit lainnya seperti hipertensi, pembuluh darah, jantung, stroke,
gagal ginjal dan kebutaan( Putri & Isfandiari 2013).
Seperti yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini, subjek pertama
disebut N. Awal N menderita diabetes mellitus, dengan keluhan gatal yang tidak
sembuh-sembuh selama satu tahun, selain itu N juga mengatakan bahwa ia mudah
capek, mulut kering dan melepuh, kalau malam sering kencing. Akhirnya N pergi
ke dokter dikarenakan banyak orang yang perihal berat badannya, akhirnya N dan
istrinya pergi ke dokter A, sama dokter tersebut N disuruh untuk cek darah, dan
hasilnya ternyata N mendetita diabetes mellitus, tipes, gangguan pada hati, dan
untuk tensi darahnya selalu tinggi sehingga saat ini N menderita Hipertensi jadi N
mengkonsumsi obat darah tinggi, selain itu ada permasalahan di jantungnya. Saat
pertama kali tau bahwa ia sakit diabetes mellitus N merasa sedih, karena omongan
orang lain bahwa ia sakit parah sedangkan anaknya masih kecil. Berbagai usaha
dilakukan untuk sakit yang ia derita, mulai dari obat herbal, jamu, obat dokter,
bahkan bertanya kepada orang yang juga sakit diabetes mellitus. (Wawancara
tanggal 19 Mei 2016).
Subjek ke dua, yaitu K. Pak K mengetahui bahwa menderita Diabetus
mellitus pada tahun 2009. Sebelumnya pak K mengeluhkan sakit sesak nafas di
dadanya dan badannya terasa tidak enak. Akhirnya diperiksakan ke Dokter H,
diketahui bahwa ia menderita diabetes mellitus juga terdapat cairan
diparu-parunya, pak K juga menderita ginjal sehingga tahun 2013 operasi. Selain
6
juga di operasi, menurut keterangannya itu juga komplikasi dari diabetes yang di
deritanya. menurut pak K bahwa ia menderita dibetes karena faktor turunan. Awal
tau bahwa beliau sakit diabetes, beliau tidak shok dikarenakan sudah menduga
dan tau bahwa penyakit turunan. (Wawancara tanggal 19 Mei 2016).
Subjek ke tiga, yaitu M. M mengetahui bahwa ia sakit diabetes beberapa
tahun yang lalu. Saat ia mengeluh sering kencing pada saat malam dan sering
mengeluarkan keringat di malam hari. lalu ia konsultasi kepada tetangga, keluarga
dan seorang bidan di dekat rumahnya, mereka menyarankan untuk menjalani tees
di puskesmas. Akhirnya ia pergi dan melakukan tes di puskesmas dan diketahui
bahwa ia sakit diabetes mellitus. Menurut M bahwa ia menderita penyakit
diabetes ini dikarenakan pola makannya yang suka manis. Selain itu M juga
pernah operasi saluran kencing dan masuk rumah sakit karena drop gula darahnya
turun sampai 50. Menurut M tensi darahnya 190, sehingga ia harus meminum
obat darah tinggi. (Wawancara tanggal 20 Mei 2016)..
Cahyani (2010) menyebutkan seseorang yang menderita penyakit diabetes
mellitus mengalami stress dan merasa putus asa dengan keadaannya khususnya
ketika diawal mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit diabetes mellitus.
Perasaan tersebut membuat seseorang penderita diabetes mellitus merasa
kehilangan semangat hidup. Beberapa gejala dari hilangnya semangat hidup
penderita diabetes mellitus diantaranya penderita akan diselimuti dengan sikap
pesimis, penilaian negatif, perasaan jenuh dan sikap apatis terhadap lingkungan
7
dokter mengidap penyakit Diabetes Mellitus, jika ia seorang laki-laki sebagai
kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah, namun dengan kondisi penyakit
yang dideritanya akan muncul kekhawatiran tidak dapat menjalankan peran dan
menghidupi keluarga. Sebaliknya jika penderita Diabetes Mellitus adalah seorang
perempuan akan muncul perasaan ketidakmampuan dalam menjalankan peran dan
fungsinya sebagai seorang istri dan ibu dalam sebuah keluarga ( Sarafino, dalam
Permatasari, 2011).
Hasil penelitian ditemukan bahwa, dari ketiga sujek yaitu N, K, dan M.
ditemukan bahwa mereka memiliki penerimaan diri yang positif mengenai diri
mereka meskipun mereka sakit , mereka tetap berusaha dan optimis dalam
menjalani kehidupan dan berusaha untuk pengobatan baik medis maupun non
medis. Selain itu mereka juga memiliki harapan yang positif untuk ke depan yaitu
mereka ingin sembuh.
Di tengah kondisi yang dihadapi penderita DM, individu diharapkan
memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dan tetap
memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan dengan penyakit
yang dihadapinya. Bagi seorang penderita DM sikap optimis sangat dibutuhkan
berkaitan dengan penyesuaian diri dengan pola hidupnya. Penerimaan penderita
DM terhadap kondisinya membantu penderita DM lebih positif dalam
memandang dirinya. Penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seseorang
8
berbagai aspek diri dan memandang positif terhadap kehidupan yang telah
dijalani (Ryff, dalam Hasan 2012).
Santrock (dalam Putra, 2014) menyatakan bahwa penerimaan diri sebagai
salah satu kesadaran untuk menerima diri sendiri dengan apa adanya. Penerimaan
ini bukan berarti seorang individu menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa
berusaha mengembangkan diri dengan lebih baik. Individu yang menerima diri
berarti individu tersebut telah mengenali apa dan bagaimana dirinya serta
mempunyai motivasi untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik lagi
untuk menjalani kehidupan (Putra, 2014).
Dinamika penerimaan diri pada subjek berbeda-beda. Penerimaan diri
terjadi diperkuat dari adanya pemahaman mengenai riwayat penyakit atau sejarah
adanya penyakit yang diderita, sehingga subjek dapat menyadari dan mengetahui
hal-hal yang menjadi faktor penyebab adanya penyakit diabetes mellitus tersebut
(Permatasari, 2010).
Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana gamabaran penerimaan diri pada penderita Diabetes
Mellitus dengan komplikasi.
B. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini menjadi terfokus, maka fokus dalam penelitian ini adalah
bagaimana aspek-aspek penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan
9
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek-aspek
penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teotitis
1. Dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu
psikologi, khususnya psikologi klinis dengan memberikan gambaran
penerimaan diri individu yang menderita penyakit diabetes mellitus
dengan komplikasi.
2. Dapat menjadi bahan informasi, memberikan wawasan dan pemahaman
yang menyeluruh bagi masyarakat guna memahami tentang penerimaan
diri individu yang menderita penyakit diabetes mellitus dengan
komplikasi.
3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa diambil hikmah atau pelajaran bagi
seluruh masyarakat yang tidak menderita penyakit diabetes untuk selalu
bersyukur kepada Tuhan.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi penderita Diabetes Mellitus, agar bisa menumbuhkan perasaan
menerima diri sendiri dengan segala kekurangan yang ada. Sehingga
gambaran penderita diabetes mellitus dengan komplikasi memiliki
10
2. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus, agar bisa memahami dan
menerima keadaan penderita apa adanya, dengan memberikan dukungan,
kasih sayang, perhatian.
E. Keaslian Peneliti
Keaslian penelitian yang di jabarkan oleh peneliti yaitu bersumber dari
beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2013) tentang gambaran
penerimaan diri istri yang memiliki suami diabetes. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam penerimaan diri istri yang
memiliki suami dengan diabetes. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor
penerimaan diri. Pada subjek pertama, faktor yang mempengaruhi penerimaan diri
yaitu faktor pemahaman diri dan harapan yang realistis. Pada subjek ke dua,
faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek yaitu faktor pemahaman diri,
harapan yang realistis, tidak ada tekanan emosi yang berarti.
Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningrum (2013) tentang penerimaan
diri pada wanita penderita kanker nasofaring. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subyek yaitu
pemahaman subyek mengenai dirinya sendiri, harapan yang realistis, tidak adanya
hambatan dari lingkungan subyek, tidak adanya tekanan emosi yang berat, serta
konsep diri yang ada pada diri subyek. Subyek memiliki pemahaman dan
penerimaan diri negatif karena subyek 9 menganggap dirinya menjijikkan serta
11
dalam menghadapi berbagai hal ditunjukkan dengan mudahnya subyek marah,
sehingga suami maupun anggota keluarga yang lain menilai bahwa subyek adalah
sosok yang tempramental.
Penelitian oleh Permatasari (2010) tentang dinamika penerimaan diri pada
lansia penderita diabetes mellitus tipe II”. Hasil menunjukkan adanya dinamika
penerimaan diri yang berbeda-beda dari masing-masing subjek. Hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan factor latar belakang adanya penyakit, pendidikan,
ekonomi, sosial, dan agama. Lebih jauh lagi, dalam nilai keislaman, didapat
ikhlas (penerimaan tulus). Mereka menerima ikhlas atas penyakit tersebut.
Penelitian oleh Palos dan Viscu (2014) tentang anxiety, automatic negative
thoughts, and unconditional self-scceptance in rheumatoid arthritis: A preliminary
study”. Hasil menunjukkan dukungan dan konseling dapat menyebabkan
mengurangi kecemasan dan depresi, untuk mengubah gaya koping, dan, secara
implisit , untuk meningkatkan kualitas hidup pasien .
Penelitian oleh Carson & Langer (2006) tentang mindfulness and self
acceptance. Hasil dari penelitian ini bahwa Penerimaan diri adalah keputusan
sadar yang membuat individu ketika mereka mengambil tanggung jawab atas
kehidupan mereka dan menyadari bahwa mereka berada di kontrol dari keputusan
yang menciptakan dunia pribadi mereka. Ketika mereka melihat dunia dan diri
mereka sendiri dengan penuh kesadaran, mereka dapat menerima sendiri tanpa
12
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat di
pastikan bahwa penelitian ini benar-benar berbeda meskipun terdapat kesamaan
judul. Untuk membuktikan bahwa penelitian ini asli, berdasarkan penelitian diatas
yaitu penelitian penerimaan diri pada lansia penderita diabetes mellitus tipe II,
subjek yang berbeda. Pada subjek yang dipilih oleh peneliti sebelumnya adalah
lansia, akan tetapi pada penelitian ini subjek yang dipilih merupakan subjek
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penerimaan Diri
a. Pengertian Penerimaan Diri
Menurut Ryff (1996, dalam Wibowo 2013), penerimaan diri adalah keadaan
dimana seorang individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, menerima
serta mengakui segala kelebihan maupun segala keterbatasan yang ada dalam
dirinya tanpa merasa malu atau merasa bersalah terhadap kodrat dirinya.
Penerimaan diri merujuk pada kepuasan hidup dan kebahagiaan seseorang yang
sangat penting bagi kesehatan mental yang baik. Seseorang yang mampu
menerima diri memahami betul kelebihan dan kelemahan dalam dirinya (Shepard,
1979, dalam Christanty & Wardhana, 2013).
Penerimaan diri adalah sikap yang mencerminkan perasaan senang
sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya, sehingga seseorang dapat
menerima dirinya dengan baik dan akan mempu menerima kelemahan dan
kelebihan yang dimilikinya (Chaplin, 2006).
Sartain (dalam Dwirosalia, 2015 ) mengatakan bahwa penerimaan diri
adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan
untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima
dirinya adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana
14
tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya saat ini, serta mempunyai
keinginan terus mengembangkan dirinya (Naqiyaningrum, dalam Dwirosalia,
2015).
Penerimaan diri menurut Sheerer (1963, dalam Margaretha, 2013) adalah
sikap untuk menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerima segala yang
ada pada dirinya termasuk kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya.
Individu yang menerima diri berarti telah menyadari, memahami dan menerima
diri apa adanya dengan disertai keinginan dan kemampuan diri untuk senantiasa
mengembangkan diri sehingga dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh
tanggung jawab.
Menurut Bernard (2013) mengatakan bahwa : “Self-acceptance as character strength has been left on the sidelines by some in the field of positive psychology who have delimited positive character traits associated with happiness and
well-being” maksudnya penerimaan diri sebagai kekuatan karakter yang ada dalam psikologi positif terkait dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Menurut Ananwong dkk (2013) mengutarakan bahwa penerimaan diri adalah “Self-acceptance is the self-consciousness of oneself by individual through the process of understanding their own life with reasonable reality, perceiving the pros and cons, and accepting the limitations and errors of their
own judgment.” Maksudnya penerimaan diri merupakan kesadaran individu mengenai pemahaman hidupnya dalam menghadapi pro dan kontra serta menerima keterbatasannya.
Jersild (dalam Hasan, 2012) menjelaskan bahwa seseorang yang menerima
dirinya adalah seseorang yang memiliki penilaian yang realistis terhadap
kemampuannya yang berkesinambungan dengan penghargaan terhadap
keberhargaan dirinya, jaminan dari dirinya tentang kestandaran pendiriannya
15
keterbatasan dirinya tanpa menyalahkan dirinya secara tidak rasional. Orang yang
menerima dirinya mengenali kemampuan dirinya dan dengan bebas mereka dapat
menggunakan kemampuan dirinya walaupun tidak semua dari kemampuannya
tersebut diinginkan. Mereka juga mengenali kelemahan dirinya tanpa perlu
menyalahkan dirinya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli yang diuraikan diatas, maka
didapat pengertian penerimaan diri sebagai suatu keadaan dimana seorang
individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, serta mengakui segala
kelebihan maupun kekurangan yang ada di dalam dirinya tanpa malu atau
perasaan bersalah dan dapat menyusuaikan diri dengan masyarakat dan
kehidupanya.
b. Aspek-aspek Penerimaan Diri
Menurut Jersild (dalam Melinda, 2013) mengemukakan beberapa aspek
penerimaan diri, sebagai berikut :
1. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
Individu yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang
penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.
Individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan dapat berbicara dengan baik
16
2. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
Individu memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan
dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak mempunyai penerimaan
diri.
3. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri
Seorang individu yang biasanya merasakan infioritas adalah seseorang
individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan hal tersebut akan
mengganggu penilaian yang relistik atas dirinya.
4. Respon atas penolakan dan kritikan
Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun
demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan atau
bahkan mengambil hikmah dari kritikan tersebut.
5. Keseimbangan antara real self dengan ideal self
Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang
mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya denagn baik dalam
batas-batas memungkinkan individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar,
namun tidak mungkin mencapainya walau dalam waktu yang lama dan
menghabiskan energinya. Oleh karna itu dalam mencapai tujuannya individu
mempersipkan dalam konteks yang mungkin dicapai untuk memastikan
17
6. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
Hal ini berarti apabila seseorang individu menyayangi dirinya maka akan
lebih memungkinkan untuk menyayangi orang lain.
7. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri
Menerima diri dan menuruti diri merupakan hal yang berbeda. Apabila
seseorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti individu
memanjakan dirinya. Individu yang menerima dirinya akan menerima dan
bahkan menuntut pembagian yang layak akan sesuatu yang baik dalam hidup
dan tidak mengambil kesempatan yang tidak pantas untuk memiliki posisi
yang baik atau menikmati sesuatu yang bagus. Semakin individu menerima
dirinya dan diterima orang lain, semakin individu berbaik hati.
8. Penerimaan diri, spontanitas dan menikmati hidup
Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak leluasa untuk
menikmati hal-hal dalam hidupnya. Individu tersebut tidak hanya leluasa
menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk
menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.
9. Aspek moral penerimaan diri
Individu dengan penerimaan diri bukanlah individu yang berbudi baik dan
bukan pula individu yang tidak mengenal moral, tetapi memiliki fleksibilitas
dalam pengaturan hidupnya. Individu memiliki kejujuran untuk menerima
dirinya sebagai apa dan untuk apa nantinya, dan tidak menyukai
18
10. Sikap terhadap penerimaan diri
Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang.
Individu-individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam
keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain.
c. Faktor-faktor Penerimaan Diri
Hurlock (dalam Wibowo, 2013) mengemukakan sepuluh faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri individu, yaitu:
1. Pemahaman tentang Diri Sendiri
Timbul dari kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan
ketidakmampuannya serta mencoba menunjukan kemampuannya. Semakin
individu memahami dirinya, maka semakin besar penerimaan individu
terhadap dirinya.
2. Harapan Realistik
Timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan
dengan pemahaman kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain.
Dengan harapan realistik, akan semakin besar kesempatan tercapainya
harapan tersebut sehingga menimbulkan kepuasan diri.
3. Tidak Adanya Hambatan di Lingkungan
Harapan individu akan sulit tercapai bila lingkungan di sekitarnya tidak
memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi (walaupun harapan
individu sudah realistik).
19
Tidak adanya prasangka, adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial
orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.
5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat
Tidak adanya gangguan emosional yang berat akan membuat individu dapat
bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia.
6. Pengaruh Keberhasilan yang Dialami
Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan penerimaan diri (yang positif).
Sebaliknya, kegagalan yang dialami mengakibatkan adanya penolakan diri.
7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik
Individu yang mengidentifikasi diri dengan orang yang well adjusted, dapat
membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku
dengan baik, yang dapat menimbulkan penerimaan diri dan penilaian diri yang
baik.
8. Adanya Perspektif Diri yang Luas
Yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif diri yang
luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.
9. Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik
Anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai
20
10. Konsep Diri yang Stabil
Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil (misalnya, kadang
menyukai diri dan kadang tidak menyukai diri), akan sulit menunjukan pada
orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya.
d. Ciri-ciri Penerimaan Diri
Menurut Sheeree (dalam Machdan, 2012) ciri-ciri individu dengan
penerimaan diri yaitu:
1. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
persoalan.
2. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan
sederajad dengan orang lain.
3. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.
4. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan
di tolak orang lain.
5. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
6. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara obyektif.
7. Individu tidak menyalahkan diri atau keterbatasan yang dimiliki ataupun
mengingkari kelebihannya.
Sedangkan menurut Jersild (1964) ciri-ciri individu dengan penerimaan diri
adalah
21
without irrational self-reproach” atau memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini individu-individu lain, memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya.
Johnson (dalam Hamida, 2012), ciri orang yang menerima dirinya adalah
menerima dirinya sendiri apa adanya, tidak menolak dirinya sendiri, apabila
memiliki kelemahan dan kekurangan memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai
diri sendiri maka seseorang tidak harus dicintai oleh orang lain dan dihargai oleh
orang lain.
Menurut Osborne (dalam Dwirosalia, 2015) ciri-ciri individu dengan
penerimaan diri yang positif yaitu:
1. Tidak dikendalikan oleh ambisi yang berlebihan, melainkan memiliki sifat
rendah hati dan dewasa secara emosional. Ambisi yang berlebihan
membuat seseorang ingin memiliki dorongan yang berlebihan untuk
mengungguli, mengalahkan, lebih menonjol, berkuasa, berkedudukan dan
memiliki segala sesuatu yang dapat melebihi orang lain yang dianggap
sebagai saingannya.
2. Tidak banyak mengeluh.
Seseorang yang menerima dirinya merasa memiliki kasih dan pengakuan
dari setiap orang sehingga dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan
baik. Ia tahu bagaimana yang harus dikerjakan dan bagaimana yang
22
bekerja dengan benar dan tidak terlalu sibuk sehingga membuat ia tidak
terlalu banyak mengeluh.
3. Tidak mudah menyerah
Orang yang tidak mudah menyerah memiliki kemampuan keras untuk
menganggulangi setiap rintangan, belajar dari kegagalan dan tidak takut
untuk mencoba sesuatu yang baru. Memiliki semangat yang kuat apabila
mengalami kegagalan dan berusaha untuk mengubah keadaan dengan
belajar dengan baik.
4. Tidak mudah tersinggung, sabar dan berfikir positif terhadap orang lain.
Sebenarnya wajar apabila seserang terluka hatinya karena disepelekan
atau disakiti. Namun jika terlalu mudah tersinggung dan marah berarti
tidak memiliki pengendalian diri yang baik. Orang yang menerima dirinya
meiliki kemampuan mengendalikan emosi sehingga tidak mudh marah
dan tersinggung, hatinya tidak mudah dilukai tetapi berusaha sabar dan
berfikir positif.
5. Mengendalikan kemarahan, pikiran-pikirannya dan emosinya secara
benar. Ketika seseorang merasa jengkel dan emosinya muncul, ia akan
memendam kemarahnnya karena ia sadar bahwa hal tersebut tidak baik
untuk dirinya. Orang yang menerima dirinya akan belajar untuk jujur
terhadap emosi-emosi yang dimilikinya sehingga ia bisa mengungkap
23
6. Hidup berorientasi saat ini dan masa yang akan datang.
Seseorang yang memiliki penerimaan diri akan percaya bahwa ia dapat
menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna bagi dirinya sendiri maupun
orang lain. Ia tidak akan mengingat dan menyesali hal-hal yang sudah
terjadi di masa lalu. Namun segala sesuatu yang dialaminya akan dianggap
sebagi hikmah sebagai belajar sesuatu dari kehidupannya yang lebih baik
dimasa kini.
7. Tidak mengharap belas kasihan orang lain.
Orang yang memiliki penerimaan diri mengetahui bahwa rasa bahagia
yang benar bukan berasal dari orang lain, harta benda, jabatan, dan
pendidikan yang dimiliki melainkan berawal dari penerimaan diri apa
adanya dengan merasa cukup puas akan setiap hal yang dimilikinya.
e. Penerimaan Diri dalam Perspektif Islam
Penerimaan diri apabila dikaji berdasarkan perspektif islam maka dapat
dikaitkan dengan konsep “ ikhlas” dalam agama islam, karena terdapat esensi
yang relevan antara pengertian penerimaan diri dan ikhlas tersebut yang keduanya
sama-sama mengarahkan pada sikap ataupun perasaan yang positif. Sebagaimana
Ilyas (dalam Permatasari 2010).
Sentanu (dalam Permatasari 2010) mengungkapkan ikhlas adalah
keterampilan (skill) penyerahan diri total kepada Tuhan untuk meraih puncak
sukses dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Zona ikhlas adalah zona yang
24
adalah berbagai perasaan positif yang berenergi tinggi seperti rasa syukur, sabar,
tawakkal, tenang dan happy. Ikhlas inilah zona dimana perasaan individu selalu
merasa enak (positive feeling).
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya,
baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya
selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan
sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita
tidak berputus asa. Tawakal tidak sama dengan pasrah. Tawakal adalah sebuah
tindakan aktif, sementara pasrah adalah tindakan pasif. Pasrah adalah seperti
daging yang teronggok di atas meja, siap diolah apa saja oleh pemiliknya.
Tawakal sama sekali tidak seperti itu. Tawakal mensyaratkan adanya upaya
kreatif dari pelakunya. Dalam Al-Quran, ada banyak ayat yang berbicara
mengenai tawakal ini, setidaknya, ada 70 ayat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah
QS. Ali ‘Imran/3 ayat 159, yang berbunyi:
“Artinya: Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Sabar adalah kemampuan menunda kesenangan, dan menjalani yang ada
dengan penuh ketekunan. Syukuradalah kemampuan menerima yang ada sebagai
25
menempatkan hambanya.Ikhlas adalah kemampuan menjalankan yang ada tanpa
perlu pujian dari manusia, murni mengharapkan ridha Allah. Jika hal yang
menimpa diri kita berupa musibah kesusahan yang akhirnya akan menggoreskan
kekecewaan dalam diri, maka sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk
bersabar.
: : َﺮ ْﻣَﺎﱠﻧِا، ِﻦ ِﻣ ْﺆ ُﻤﻟْاِﺮ ْﻣَﻻ ِﺎًﺒَﺠ َﻋ .
. .
“Dari Shuhaib Ar-Rumiy RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi kebaikan untuknya, dan tidak didapati yang demikian itu kecuali pada orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan ia bershabar, maka yang demikian itu pun menjadi kebaikan
baginya”. [HR. Muslim]
B. Diabetus Mellitus
a. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi kadar
glukosa di dalam darah melebihi batas normal. Hal ini disebabkan karena tubuh
tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah
hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat utama yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar
tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula
berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai
26
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Diabetes adalah
penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi
(hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan resistensi
insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang berlangsung lama (kronik) pada
Diabetes Melitus akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan
berbagai organ, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah
lainnya (Putri & Isfandiari, 2013).
Menurut Taylor (2006) “ Diabetes is a chronic condition of impaired
carbohydrate, protein, and fat metabolism that result from insufficient secretion
of insulin or from insulin resistance” maksudnya diabetes, adalah penyakit
kronik, berupa gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak,
disebabkan kurangnya sekresi atau adanya resistensi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh meningkatnya
kadar gula darah yang lebih tinggi dari batas normal yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya sehingga memerlukan upaya
penanganan yang tepat dan serius. Kelainan sekresi insulin tersebut disebabkan
oleh gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi
pemicu utama meningkatnya penyakit DM di Indonesia. Gaya hidup yang tidak
sehat itu seperti tingginya jumlah penduduk yang mengalami obesitas
(kegemukan), kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, kurang melakukan
27
Penyakit diabetes mellitus juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan system
metabolisme dalam tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi hormone
insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin
secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula dalam darah (Sutrasni, dalam
Hasan 2012).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana badan tidak dapat
menggunakan gula di dalam darah, disebabkan oleh penyediaan insulin yang tidak
mencukupi ( Kartono & Gulo, 2000).
Berdasarkan uraian diatas, diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan
metabolisme dimana keadaan kadar glukosa dalam darah melebihi normal yang
disebabkan kelainan sekresi insulin atau adanya resistensi insulin.
b. Faktor-faktor Penyebab Diabetes Mellitus
Penyebab diabetes adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin
dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya
cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau
sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang
berfungsi menghasilkan insulin (Novitasari, 2012).
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan diabetes mellitus, yaitu:
1. Faktor keturunan
28
3. bahan beracun yang berasal dari singkong yang mengandung glikosida
sianogenik yang melepaskan sianida yang menyebabkan kerusakan pankreas
akhirnya menimbulkan gejala diabetes mellitus jika disertai dengan
kekurangan protein
4. nutrisi yang berlebihan
c. Tipe-tipe Diabetes Mellitus
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I, terjadi kerusakan pada sel-sel beta pankreas, sehingga
produksi insulin tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh. Akibatnya penderita
diabetes tipe I menjadi tergantung pada insulin yang disuplai dari luar tubuh,
disebut juga dengan diabetes mellitus tergantung insulin atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Diabetes tipe I ini biasanya ditemukan sejak
anak-anak atau remaja, sehingga disebut juga dengan diabetes muda (Asiyah, 2014).
Gejala klinis yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1 biasanya
lebih kompleks, karena kadang-kadang penderita tidak dapat menghasilkan
insulin sama sekali. Akibatnya penderita tidak dapat memperoleh energi dari
katabolisme glukosa, sehingga tubuh akan mencari alternatif untuk mendapatkan
energi dari sumber selain glukosa. Sel-sel hati akan meningkatkan prosuksi
glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah protein. Asam amino hasil
perombakan ditransaminasi sehingga dapat mengahasilkan senyawa antara dalam
pembentukan glukosa. Peristiwa ini berlangsung secara terus menerus, karena
29
tidak ada sama sekali. Cara lain yang dilakukan oleh tubuh adalah dengan
merombak simpanan lemak pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Pemecahan asam lemak yang terjadi
secara terus menerus dapat mengakibatkan terbentuknya keton, sehingga
penderitanya mengalami ketoasidosis yang dapat menyebabkan penderita koma
dan meninggal (Asiyah, 2014).
2. Diabetes Tipe 2
Pada diabetes tipe 2, terjadi resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensivitas sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai pula dengan
peningkatan kadar gula di dalam darah. Diabetes tipe 2 disebut juga dengan
dabetes mellitus tidak tergantung insulin atau non insulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM). Pada penderita ini tidak terjadi ketoasidosis, tetapi dapat
terjadi peningkatan kadar lemak di dalam darah, akibat kecepatan sisntesis asam
lemak tidak diimbangi dengan kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak
(Asiyah, 2014).
Kelebihan hormon tiroid, prolaktit, dan hormone pertumbuhan juga dapat
menyebabkan peningkatan glukosa darah. Hormone-hormon tersebut merangsang
pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau langerhans, sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan respon sel terhadap insulin. Gejala
hiperglikemia dapat muncul berupa peningkatan pengeluaran urin, peningkatan
rasa haus dan peningkatan rasa lapar, mudah lelah dan mudah terkena infeksi.
30
kelelahan berkepanjangan, penglihatan kabur, dan infeksi berulang terutama kulit
(Asiyah, 2014).
C. Komplikasi Diabetus Mellitus
Komplikasi akibat diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronik.
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau
menurun tajam dalam waktu relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun
drastik jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa
kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,
ginjal, saraf dan penyakit berat lain (Novitasari, 2012). Adapun komplikasi
diabetes mellitus menurut Panadji (2010) yaitu :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut meliputi ketoacidosis diabetika (DKA), koma
non-ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), dan higlemia. Meskipun pada
DKA dan koma hiperosmolaritas terdapat hiperglikemia, tetapi DKA
dibedakan dengan hiperglikemia (hiperosmolaritas). Pada DKA terdapat
ketonemia dan ketonuria. Pada keduanya terdapat kenaikan kadar gula darah
yang kadang-kadang dapat mencapai 400 mg/dl, dehidrasi dan drowsiness
sampai koma. Keduanya memerlukan terapi insulin untuk menurunkan gula
darah dengan cepat. Hipoglikemia adalah suatu keadaan dengan kadar gula
darah yang menurun sampai kurang dari 50 mg/dl. Keadaan ini pada penderita
31
Ketoacidosis diabetika (DKA) sering terjadi pada penderita diabetes
tipe I (IDDM). Penyakit tersebut biasanya dipercepat oleh suatu penyakit
akut, misalnya penyakit infeksi, trauma, gangguan kardiovaskuler, stress
emosi, dan penghentian pemberian insulin. Suatu penyakit infeksi dapat
menyebabkan gula darah penderita diabetes menjadi tidak terkontrol yang bila
dibiarkan dapat berakhir dengan DKA. Sebelum menunjukkan tanda-tanda
DKA, penderita sering mengeluh poliuri dan polidipsi selama beberapa hari,
yang disertai dengan rasa mual, muntah, tidak nafsu makan, dan
kadang-kadang sakit perut. Pemeriksaan darah pada penderita DKA menunjukkan
hiperglikemia, gula darahnya berkisar 200-1000 mg/dl. Selain terdapat
peningkatan kadar keton plasma, reaksi darah juga menunjukkan tanda-tanda
asidosis, yaitu ph darah < 7,2 dan HCO3 15 mEq/L. Penderita DKA
menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, takhipneu (nafas cepat), dan aseton
halitos (nafas berbau seperti aseton). Kesadaran penderita menurun, dan dapat
sampai terjadi koma.
Gejala akut timbul akibat kurangnya konsumsi cairan, yang dapat
dipercepat dengan adanya infeksi, stroke, infark jantung, atau gangguan
pencernaan. Dengan adanya kekurangan cairan akan mengakibatkan
gangguan kesadaran penderita. Hipoglikemia, terutama ditemui pada
penderita IDDM, terjadi akibat pemberian insulin yang berlebihan. Gejala
hipoglikemia ringan sering terjadi pada penderita yang terlambat makan atau
32
ditunjukkan pada orang yang menderita kelaparan, misalnya keringat dingin,
gemetar, berdebar-debar, pusing atau sakit kepala ringan. Bila tidak cepat
diatasi, penderita akan merasa berputar-putar dan dapat pingsan.
Pada kasus yang berat dapat terjadi kekejangan. Hal yang serius dapat
terjadi bila kejadian ini timbul saat penderita sedang tidur dan tidak
mengetahui serangan sehingga keesokan harinya ia tidak bangun. Sebagai
pedoman, bila berkeringat di tengah malam, hal ini merupakan tanda-tanda
dari hipoglikemia.
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun pada
umumnya terjadi pada penderita yang telah mengidap penyakit diabetes
mellitus selama 5-10 tahun. Komplikasi kronis dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu komplikasi mikrovaskuler (microangiopathy) dan komplikasi
makrovaskuler yang merupakan komplikasi khas dari diabetes lebih
disebabkan hiperglikemia yang tidak terkontrol. Komplikasi makrovaskuler
lebih disebabkan karena kelainan kadar lipid darah. Komplikasi
makrovaskuler pada penderita diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan
hipertrigliseridemia (kadar trigliserida darah yang tinggi) dan perubahan kadar
kolesterol darah secara kualitatif.
a) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi dimana pembuluh-pembuluh
33
kekurangan suplai darah. Organ-organ yang biasanya terkena yaitu mata,
ginjal dan syaraf-syaraf perifer. Pada mata akan terjadi renopati, pada ginjal
dikenal dengan nefropati, dan pada syaraf perifer dikenal neuropati.
b) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang lebih besar sehingga menyebabkan atherosklerosis.
Walaupun atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan pengidap
diabetes, tetapi adanya diabetes mempercepat terjadinya atherosklerosis.
Akibat atherosklerosis ini antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi,
stroke, dan gangrene pada kaki.
Pengidap diabetes mudah mendapatkan gangrene pada kakinya karena
beberapa hal. Pertama, pengidap diabetes mudah mendapatkan infeksi.
Penyebabnya karena terjadi penurunan reaksi sel-sel limfosit, kadar gula yang
tinggi merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya
mikroorganisme dan gangguan pada sistem vaskuler. Kedua, adanya
atherosklerosis mengakibatkan aliran darah terutama pada tempat-tempat yang
jauh dari jantung, misalnya ujung kaki menjadi terganggu. Ketiga, adanya
neuropati mengakibatkan fungsi sensorik (alat perasa/peraba) menjadi
menurun (Panadji, dkk, 2010).
D. Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetus Mellitus dengan Komplikasi
Memahami dan menerima kelebihan serta kelemahan diri sendiri merupakan
34
diharapkan memiliki sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan
dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik akan masa depan, bahkan
dengan penyakit yang dihadapinya.
Menurut Shereer ( dalam Hasan, 2012) penerimaan diri adalah sikap
individu untuk menerima kenyataan pada dirinya berupa kekurangan dan
kelebihannya, serta mampu mengaktualisasikan kehidupannya dimasyarakat dan
berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik untuk dirinya.
Sedangkan diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dikarakterisasikan dengan
hiperglikemia karena defisiensi insulin atau ketidakadekuatan penggunaan insulin
(Engram, 1999, dalam Kristianingrum & Budiyani 2011). Diabetes diakibatkan
karena adanya gangguan pada hormone pancreas, yaitu Hiperglikemia.
Hiperglikemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
glukosa darah melebihi ambang normal. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh
oleh karena defisiensi insulin, seperti yang terjadi pada diabetes mellitus tipe I
atau karena penurunan responsifitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai
pada dibetes mellitus tipe II (Asiyah, 2014).
Sehingga penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus adalah sikap
individu dalam menerima keadaan dirinya pada penderita diabetes dengan berfikir
positif untuk mampu bertahan dengan tetap memiliki harapan-harapan yang baik
akan masa depan. Penerimaan penderita diabetes mellitus terhadap kondisinya
35
individu dengan taraf penerimaan diri yang rendah (buruk), cenderung sulit untuk
memahami karakteristik dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penderita diabetes
mellitus yang memiliki penerimaan terhadap dirinya yang positif memiliki
penilaian yang tinggi mengenai dirinya, sehingga individu merasa mampu
menghadapi kesulitan yang ditimbulkan akibat penyakit yang dideritanya. Berikut
merupakan kerangka teoritisnya, yaitu :
Gambar 1. Penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi :
a. Komplikasi Akut b. Komplikasi Kronis
Penerimaan Diri
Aspek-aspek Penerimaan Diri :
a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri
dan orang lain
c. Perasaan infeoritas sebagai gejala penolakan diri d. Respon atas penolakan dan kritikan
e.Keseimbangan antara “real self dan ideal self” f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain
g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri
36
Diabetes mellitus merupakan merupakan penyakit gangguan metabolisme
dimana keadaan kadar glukosa dalam darah melebihi normal yang disebabkan
kelainan sekresi insulin atau adanya resistensi insulin. Sakit diabetes mellitus dapat
menimbulkan komplikasi, komplikasi yang ditimbulkan akibatkan dari memburuknya
kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita. Jika hal tersebut dilakukan oleh
penderita maka sakit diabetes mellitus dapat mengakibatkan komplikasi bagi
penderitanya. Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup yang dapat menimbulkan
penyakit lain. Oleh karena itu pada penderita diabetes mellitus diharapkan memiliki
sikap positif dari dalam dirinya untuk mampu bertahan dan tetap memiliki
harapan-harapan yang baik ke depan. Penerimaan diri penderita diabetes mellitus terhadap
kondisinya membantu penderita untuk berfikir positif, untuk mengetahui penerimaan
diri pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi dapat dilihat dari
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif
dimana, metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
motivasi, tindakan, dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007). Fokus dalam
penelitian ini adalah penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi. Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu
pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan
emosional antar peneliti dan responden sehingga didapatkan data yang mendalam,
dan bukan pengangkaan. Penelitian kualititatif memiliki tujuan untuk
mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami suatu
fenomena, sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah sehingga dicapai
suatu pemahaman yang ada.
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah pendekatan induktif, yaitu suatu pendekatan dengan mengambil suatu
38
merupakan cara berpikir, dimana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual.
Strategi yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi
fenomenologi. Teknik wawancara yang dipilih adalah teknik wawancara
mendalam, karena didalamnya peneliti menyelidiki peristiwa, aktivitas, program
dan proses individu di masa lalu. Dalam konteks penelitian yang akan dikaji dan
yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah aspek-aspek penerimaan diri
pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian
seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi pengambilan data pada subjek
pertama, subjek kedua dan subjek ke tiga adalah dirumah masing-masing subjek.
Pengambilan data pada subjek pertama adalah N, wawancara dilakukan di rumah
N yang terletak di Desa X, Kecamatan Y, Kabupaten Sidoarjo. Untuksignificant
other subjek pertama adalah istri subjek yang berempat tinggal sama dengan
subjek. Sedangkan pada subjek kedua yaitu K, wawancara dilakukan di rumah
subjek yaitu terletak di Desa X Kecamatan X kota Sidoarjo. Untuk significant
other subjek kedua adalah istri subjek, istri subjek juga bertempat tinggal sama
dengan subjek. Subjek ketiga yaitu M wawancara dilakukan di rumah dimana
rumahnya terletak di Desa X Kecamatan X kota Sidoarjo, untuk significant other
39
C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2007) Sumber data utama
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tembahan. Seperti dokumen dan lainnya.
Terdapat dua jenis sumber data yaitu data primer dan sumber data sekunder
(Bungin, 2010). Sumber data primer adalah data yang diambil dari sumber
pertama yang ada di lapangan. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber
data kedua sesudah data primer.
1. Sumber Data Primer.
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah seorang
penderita diabetes mellitus dengan komplikasi. Pada penelitian ini menggunakan
tiga subjek agar hasilnya nanti lebih variatif. Subjek pertama N (nama inisial),
dengan usia 44 tahun yang saat ini bekerja sebagai kepala sekolah di salah satu
MI swasta di daerah Sidoarjo.Untuk significant other subjek pertama adalah R
istri AN. Subjek ke dua yaitu K (nama inisial), usia K 46 tahun. Saat ini K bekerja
sebagai guru di MI di daerah Sidoarjo. Sedangkansignificant other untuk subjek
kedua adalah istri subjek yaitu S. sedangkan subjek ke tiga yaitu M, seorang
wanita yang berusia 41 tahun, untuk significant other subjek ketiga yaitu
anakknya.
2. Sumber data Sekunder
Yang menjadi data sekunder atau data pendukung untuk penelitian ini
40
Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005), prosedur pangambilan
sampel dalam penelitian kualitatif adalah umumnya menampilkan karakteristik
yaitu:
a) Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus
tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.
b) Tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah baik dalam
jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman
konseptual yang berkembang dalam penelitian
c) Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak)
melainkan kecocokan konteks.
Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih
subjek dan informan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti. Dengan pengambilan subjek secara purposif (berdasarkan kriteria
tertentu), maka penelitian ini menemukan subjek yang sesuai dengan tema
penelitian.
Kriteria utama dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Seorang penderita diabetes mellitus yang berusia 40–50 tahun.
Pada usia ini merupakan usia yang masih produktif, dimana sujek yang masih
bekerja meskipun memiliki sakit dan menjalankan kegiatan sehari-hari seperti
sediakala seperti sebelum sakit.
2. Memiliki komplikasi.
41
Adapun kriteria utamasignificant other adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kedekatan yang baik dengan subjek.
2. Telah mengetahui subyek dan mengetahui keseharian subjek.
Untuk mencari subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian tersebut,
peneliti mencari informasi dari keluarga peneliti dan beberapa teman peneliti.
Dengan demikian peneliti menemukan subjek yang sesuai dengan kriteria
penelitian tersebut dan memilih N, K, dan M sebagai subjek dalam penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviwee) yang memberikan jawaban (Moleong,
2007).
Pada penelitian ini wawancara digunakan untuk menggali data mengenai
aspek-aspek penerima diri seperti: bagaimana perasaan subjek setelah mengetahui
bahwa dia menderita sakit diabetes mellitus, bagaimana harapan subjek untuk
kedepannya, bagaimana subjek merawat diri dan menjalani aktivitas sehari-hari.
Selain itu, wawancara juga digunakan untuk menggali informasi mengenai subjek
42
b. Observasi
Menurut Moleong (2007) pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti
dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan
sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia
sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti
kehidupan budaya dari segi pandang dan anutan para subjek pada keadaan waktu
itu. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dihayati dan
dirasakan oleh subjek sehingga memungkinkan pembentukan pengetahuan yang
diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun pihak subjek.
Pada penelitian ini akan dilakukan observasi secara langsung. Peneliti akan
turun ke lapangan, dimana peneliti akan datang dan melihat secara langsung
aktitivitas yang dilakukan oleh subjek. Selain itu, proses penjaringan data
observasi dilakukan bersamaan dengan pada saat proses wawancara berlangsung
karena pada saat menjawab pertanyaan, subjek menunjukkan ekspresi non verbal
yang memiliki makna terkait dengan data informasi yang disampaikan secara
verbal. Penyusunan pencatatan observasi bertujuan untuk memfokuskan hal-hal
yang diobservasi yang sifatnya non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh
atau body language bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan
cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subjek
43
c. Dokumentasi
Pengumpulan data diperoleh dari dokumen pribadi foto yang masih
berhubungan dengan penelitian.
E. Analisis Data
Menurut Poerwandari (1998) Pengolahan dan analisis data sesungguhnya
dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat
beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan
datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.
Prosedur analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah
diverbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar
kedalam tema-tema atau konsep-konsep yang digunakan untuk menganalisis data.
Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah
dikumpulkan.
Koding dimasukkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data
secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran
tentang topik yang diteliti. Dengan demikian pada gilirannya peneliti akan dapat
menemukan makna dari data yang telah dikumpulkan. (Poerwandari, 2005).
Langkah-langkah awal koding dapat dilakukan dengan cara berikut:
(Poerwandari, 2005)
1. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan
44
disebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkannya
membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu diatas transkrip
tersebut.
2. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris
transkrip dan atau catatan lapangan tersebut. Dalam hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan nomor secara urut dari satu baris ke baris lain atau
dengan cara memberikan nomor baru untuk paragraf baru.
3. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu.
Kode yang dipilih haruslah kode yang mudah diingat dan dianggap paling
tepat mewakili berkas tersebut. Jangan lupa untuk selalu membubuhkan
tanggal di tiap berkas.
F. Keabsahan Data
Moleong (2007) mengutip Screven (1971) untuk menetapkan keabsahan
(trustworthiness) data diperlukan teknik pemerikasan. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang
digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian (transferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian
ini menggunakan 2 kriteria dalam melakukan pemeriksaan data selama di
lapangan sampai pelaporan hasil penelitian.
1. Kredibilitas Data
Kriteria ini digunakan dengan maksud data dan informasi yang di