• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesantren al-Anwar Abar-Abir Bungah Gresik di bawah asuhan Hj. Massuni’ah (1998 -2013 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pesantren al-Anwar Abar-Abir Bungah Gresik di bawah asuhan Hj. Massuni’ah (1998 -2013 M)."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

"PESANTREN AL-ANWAR ABAR-ABIR BUNGAH GRESIK

DI BAWAH ASUHAN HJ. MASSUNI

AH (1998 -2013 M)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)

Oleh: SAKHIFATIN NIM: A02213087

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Skripsi berjudul “ Pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik di bawah Asuhan Hj. Massuni’ah (1998-2013)” ini fokus mengkaji permasalahan (1) Bagaimana Biografi Hj. Massuni’ah? (2) Bagaimana peran Hj. Massuni’ah dalam perkembangan pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik?(3) Apa saja faktor penunjang dan penghambat perkembangan pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik?.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Heuristik adalah pengumpulan data yang terdiri dari sumber benda maupun lisan serta sumber buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. (2) Kritik. (3) interpretasi. (4) Historiografi. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekata historis dan pendekatan sosiologis, dengan pendekatan historis penulis bertujuan mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau. Sedangkan pendekatan sosiologis akan mengungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori peran yang akan menjelaskan tentang bagaimana peran Hj. Massuni’ah dalam perkembangan pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungan Gresik.

(7)

Massuni’ah in developing al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik boarding school? (3) What a the supported factor and inhibitions factor in develop of al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik ?

The metod of research in this thesis uses historical method that are consis of some stage (1) Heuristic is the collecting data wich research from the thing, oraly and book resource related, with the resource (2)Critic (3) Interpretation (4)

Historiografi the approach that used is history and social, whit the historical approach, the writer purpose to describe everything’s in the past. Otherword the sociologis approach to reveal the social term from the revealing event. In this case, the writer, used the role theory that will explain how is Hj. Massuni’ah role in the develop of al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik boarding school.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN……….1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian ... 10

H. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II BIOGRAFI HJ. MASUNI’AH………18

A. Latar Belakang Keluarga ... 18

(9)

C. Kiprah Hj. Masuniah di Tengah Masyarakat ... 26

BAB III PERANAN HJ. MASSUNI’AH DALAM PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ANWAR (1998-2013 M)……….31

A. Latar Belakang Berdirirnya Pondok Pesantren Al-Anwar... 31

B. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Anwar Masa Kepemimpinan Hj. Massuni’ah... 33

1. Jumlah Santri ... 33

2. Sarana dan Prasarana ... .35

3. Guru (Tenaga Pengajar) ... .40

4. Sistem pendidikan Pesantren ... .41

BAB IV FAKTOR PENUNJANG DAN PENGHAMBAT PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ANWAR……….. 53

A. Faktor Penunjang Perkembangan Pesantren Al-anwanr 1. Faktor Internal... 53

2. Faktor Eksternal ... 58

B. Faktor Penghambat Perkembangan Pesantren Al-anwar ... 58

1. Faktor Internal... 60

2. Faktor Eksternal ... 63

BAB V PENUTUP……….. 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang sudah dikenal semenjak Islam masuk ke Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan bahwa semenjak kurun waktu kerajaan Islam pertama di Aceh dan abad pertama Hijriyah, kemudian pada zaman Walisongo abad ke 17 sampai permulaan abad ke 20 banyak para ulama yang membuka cikal bakal desa baru. Disamping itu pola pikir dan sikap kelompok dilingkungan pesantren mulai dari kelompok kyai, instansi pemerintahan, petani, pedagang dan kelompok lainnya yang mempunyai hubungan fungsional ikut berpengaruh kepada keunikan pesantren.1

Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu lembaga yang digunakan untuk menyebarkan agama dan mempelajari agama Islam.Di Indonesia pesantren telah menjadi pusat pembelajaran dan dakwah.Di Indonesia pesantren mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sistem pembelajaran dan pendidikan tertua di Indonesia.2

Peran Pesantren sudah diakui oleh banyak kalangan juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, terutama yang berhubungan dengan agama.

1

Dawam Rahardjo,Pembaharuan Pesantren(Jakarta: LP3ES, 1983), 24.

2

(11)

2

Menurut M. Arifin pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.3

Perkembangan pondok pesantren tersebut tidak lepas dari peran seorang ulama’. Peran ulama’ sejak dulu sudah diakui memiliki dampak positif yang sangat besar bagi kemajuan bangsa Indonesia. Selain berperan besar dalam proses Islamisasi di Indonesia, mereka memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Antusiasme pengikut ulama’ atau selanjutnya disebut santri yang membuat

para ulama’ berinisiatif mendirikan pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan para santri yang ingin belajar ilmu agama kepada para ulama’. Keberadaan pesantren yang begitu menjamur di Indonesia

memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan intelektualisme di Indonesia.

Di Indonesia, ada beberapa macam tipe pesantren berdasarkan klasifikasi pendalaman ilmu agama. Ada yang menonjol dalam bidang bahasa, ada pesantren yang unggul dalam bidang gramatikal arab, fiqih, sufisme, tahfidzul Qur’an dan yang lainnya. Untuk poin terakhir, yaitu tahfidul Qur’an menjadi pilihan judul yang akan dibahas dalam penelitian

3

Mujamil Qomar,Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi

(12)

3

ini. Hal ini bukan tidak beralasan, selain memang para hafidz memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah, sosok pendiri pesantren yang akan diangkat dalam penelitian ini sangatlah istimewa.

Terasa istimewa karena cikal bakal pesantren al-Anwar (pesantren dalam penelitian ini) yang telah bermetamorfosis menjadi pesantren tahfidzul Qur’an ini adalah sosok perempuan. Jika seorang perempuan diidentikkan dengan sumur, dapur, dan kasur, maka hal itu tidak tampak pada sosok Hj. Massuni’ah, pendiri pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik. Ia berperan besar dalam pendirian pesantren al-Anwar yang dulunya hanya tempat belajar baca al-Qur’an. Kegigihannya patut mendapatkan apresiasi mengingat pesantren al-Anwar sekarang menjadi pesantren yang telah menelurkan generasi tahfidul Qur’an yang gemilang.

Pondok pesantren al-Anwar adalah salah satu pondok pesantren yang terletak di sebelah utara Kota Gresik tepatnya di Desa Abar-abir, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur yang didirikan pada tahun 1998 oleh Hj. Massuni’ah. Sekitar tahun 1979 Hj.

Massuni’ah mengajar al-Qur’an di masjid Desa Abar-Abir akan tetapi hal

tersebut tidak berlangsung lama karena mendapat larangan dari pemerintah orde baru. Karena banyak masyarakat yang membutuhkan ilmu yang dimiliki oleh Hj. Massuni’ah, akhirnya ia mengajak tetangga-tetangga berkumpul di balai rumah untuk belajar membaca al-Qur’an.

(13)

4

Zubair Abdul Karim (guru Hj. Massuni’ah) memerintah untuk membangun tempat belajar al-Qur’an disebelah barat rumah Hj. Massuni’ah yang sekarang dijadikan asrama putera. Sekitar tahun 1989 ibu

Hj. Massuni’ah bisa mendirikan tempat khusus untuk anak-anak belajar

membaca al-Qur’an di Desa Abar-abir Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik.

Disini penulis akan memfokuskan peran Hj. Massuni’ah dalam

pendirian pondok pesantren al-Anwar yang berkembang menjadi pondok pesantren tahfidzul quran. Peran beliau juga tidak hanya di ruang lingkup pesantren, melainkan sebagai ketua Muslimat NU cabang Bungah dan berdakwah di berbagai pengajian di daerah-daerah, sehingga penulis merumuskan sebuah judul “Pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik di bawah Asuhan Hj. Massuni’ah (1998-2013)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka kami susun beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi Hj. Massuni’ah?

2. Bagaimana peran Hj. Massuni’ah dalam perkembangan Pondok Pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik?

(14)

5

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui biografi Hj. Massuni’ah

2. Mengetahui peran Hj. Massuni’ah dalam perkembangan Pondok Pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik

3. Mengetahui Apa saja faktor penunjang dan penghambat perkembangan pondok pesantren al- Anwar Abar-abir Bungah Gresik?

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini besar harapan peneliti agar bisa bermanfaat bagi segenap pembaca, terutama bagi orang-orang yang berkepentingan. Manfaat yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

(15)

6

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi segenap kalangan, khususnya orang-orang yang rindu terhadap tokoh perempuan yang bisa dijadikan suri tauladan. Penjabaran tentang biografi Hj.Massuni’ahakan menjadi tambahan motivasi bagi kita untuk lebih giat lagi menyiarkan Islam. Selain itu, dengan penelitian ini penulis berharap PondokPesantren al-Anwar Abar-Abir Bungah Gresik bisa dikenal lebih luas lagi oleh masyarakat, terutama masyarakat yang membutuhkan refrensi tempat untuk pura-putrinya dalam menghafal al-Qur’an.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Pendekatan yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan historis dan pendekatan sosiologis. Dengan Pendekatan historis penulis bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi di masa lampau. Sedangkan pendekatan sosiologis bila dipergunakan dalam penelitian, maka di dalamnya terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji.Konstruksi sejarah dengan pendekatan sosiologis itu bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial, karena pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan sebagainya.4

4

(16)

7

Adapun dalam penulisan penelitian ini penulis penulis menggunakan teori peranan.Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan,. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena antarkeduanya memiliki ketergantungan satu sama lain.5Gross, masson dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya; kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita di dalam keluarga dan di dalam peranan peranan lainnya.6

Hj. Massuni’ah memiliki peranan yang sangat penting dalam pendirian pondok pesantren al-Anwar yang telah menelurkan manusia-manusia berkualitas. Hal ini tentu karena status sosial beliau menuntut beliau melaksanakan peranannya dalam masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan teori peranan. Setiap individu yang ditokohkan memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun kehidupan dalam masyarakat.

5

Soerjono Soekamto,Sosiologi Suatu Pengantar(Jakarta: CV. Rajawali Press, 2009), 239-244.

6

(17)

8

Dalam hal ini peranan Hj.Massuni’ah yang sangat terasa manfaatnya adalah peranan dalam pendirian dan pengembangan pondok pesantren al-Anwar yang menjadi lahan dalam dakwah Islam dan lahan yang menelurkan generasi-generasi gemilang.

F. Penelitian Terdahulu

kajian tentang “Pesantrenal-Anwar Abar-abir Bungah Gresik di bawah Asuhan Hj. Massuni’ah (1998-2013)” belum pernah dituliskan oleh

beberapa mahasiswa dan penulis, baik dalam bentuk skripsi maupun buku. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pondok pesantren antara lain:

1.Skripsi berjudul” Pengaruh Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren Terhadap Penggunaan Hak Pilih Santri Zainul Hasan Genggong probolinggo Dalam Pemilihan Presiden 2014” dituilis oleh Mudawamah

(18)

9

2.Skripsi berjudul “Gaya Kepemimpinan KH. Syaiful Arief Rizal Di Pondok Pesantren Zainul Aziz Kota Probolinggo” ditulis oleh

Rahmadhani Sobri W, Fakutas Dakwah Dan komonikasi, Jurusan Manajemen Dakwah, UIN Sunan Ampel Surabaya (Skripsi 2014). Sekripsi ini membahas tentang gaya kepemimpinan Kiai Syaiful Arief Rizal di pondok pesantren Zainul Aziz kota Probolinggo.

3.Skripsi berjudul “Peranan K.H. Mahfudz Ma’shum Dalam Perkembangan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukunanyar Dukun Gresik (1991-2012)”. Skripsi ini ditulis oleh Mega Dusturiyah Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016. Skripsi ini membahas tentang biografi K.H. Mahfudz selaku pemimpin pondok pesantren Ihyaul Ulum. Selain itu, dijelaskan pula tentang sejarah Pesantren Ihyaul Ulum serta peran beliau dalam mengembangkan pesantren tersebut.

(19)

10

Judul-judul di atas mempunyai sedikit kemiripan dengan judul yang dipilih oleh peneliti, yaitu tentang peran tokoh dan pesantren. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah sosok tokoh yang diangkat dan pesantren yang dipilih untuk penelitian.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Adapun yang disebut penelitian menurut Florence M.A. Hilbish (1952), adalah penyelidikan seksama dan teliti terhadap suatu masalah atau untuk menyokong atau menolak suatu teori.Oleh karena itu metode sejarah dalam penegrtiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari persepektif historis.7

Louis Gottchalk menjelaskan bahwa Metode Sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.8Secara lebih ringkas, penelitian sejarah mempunyai empat langakah,yaitu:Heuristik, kritik atau verivikasi, Aufassung atau interpretasi, dan Darstellung atau historiografi.Sedangkan menurut Kuntowijoyo, sebelum melangkah

7

Abdurrahman,Metode Penelitian Sejarah, 43.

8

(20)

11

terhadap empat ha tersebut, ada tambahan satu poin, yaitu pemilihan topi dan rencana penelitian.9

1. Heuristik (pengumpulan data)

Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh.Heuristik adalah suatu teknik suatu seni, dan bukan ilmu. Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sumber sejarah yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji. Sumber sejarah bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulan data atau informasi yang nantinya digunakan sebagai instrumen dalam pengolahan data dan merekonstruksi sejarah.10Jadi secara ringkas, heuristik adalah teknik yang dilakukan oleh sejarawan untuk memperoleh atau mengumpulkan sumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder.

a. Sumber primer

Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi yang melihat dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon.11Dalam rangka memperoleh sumber primer, penulis akan membawa bukti tertulis.Selain itu penulis juga akan melakukan wawancara dengan

9

Ibid.

10

G.J. Renier,Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997),116

11

(21)

12

beberapa nara sumber yang langsung melihat dengan mata kepala sendiri aktivitasHj Massuni’ah, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengembangan pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik. Berikut ini adalah sumber primer tertulis maupun wawancara:

1) Ijazah Hj. Massuni’ah

2) Piagam-piagam yang diperoleh Hj. Massuni’ah

3) K.H. Fathan Anwari (Selaku Pengasuh Pondokpesantren sekarang dan anak dari Hj. Massuni’ah)

4) Ustd. Sholikhun (anak dari Hj. Massuni’ah adik K.H Fathan Anwari)

5) Ustd. Ali (anak dari Hj. Massunia’h adik K.H Fathan Anwari 6) Santri-santri senior Pondok Pesantren al-Anwar

7) Dan beberapa usatad-ustadzah yang mengajar dilingkungan Pondok Pesantren al-Anwar.

8) Dokumen pondok pesantren al-Anwar b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah kesaksian daripada siapapun yang bukan saksi pandangan mata, atau seseorang yang tidak melihat kejadian tersebut.12 Dalam memperoleh sumber sekunder Penulis juga mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (LibraryResearch) dengan

12

(22)

13

merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini.

2. Verifikasi (kritik Sumber)

Keritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber yang dibutuhkan, kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai keontetikan sumber itu.Dalam hal ini peneliti menguji akan keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern; dan keabsahan tentang keshahihan sumber (kredibilitas) yang dielusuri melalui kritik intern.13

a. Kritik Intern

Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya. Dalam kritik intern, selain melihat isi sumber dari dokumen, peneliti juga bisa melihat tingkat kredibilitas sumber dari para saksi yang bisa disebut sumber primer. Peneliti akan meminta keterangan atau akan melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber tentang Peran Hj. Massuni’ah dalam pendirian dan pengembangan pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik, selanjutnya apabila terdapat beberapa perbedaan, maka peneliti akan mengambil pendapat yang paling banyak.

b. Kritik Ekstern

13

(23)

14

Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan otentik atau asli. Otentisitas semua itu minimal dapat diuji melalui lima pertanyaan antaralain: kapan sumber itu dibuat, dimana sumber itu dibuat, siapa yang membuat, dari bahan apa sumber itu dibuat, dan apakah sumber itu dalam bentuk asli.14

Sumberyang diperoleh penulis merupakan sumber yang autentik, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari K.H. Fathan melalui pemberian dokumen dan wawancara.Narasumber yang dipilih penulis juga merupkan orang-orang yang melihat langsung aktivitas Hj. Massuni’ah.

3. Interpretasi (penafsiran)

Interpretasi adalah upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji autentiknya terdapat saling hubungan satu dengan yang lainnya.Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah.Analisis sendiri berarti menguraikan, berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan.Namun, keduanya dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi menurut Kuntowijoyo.15

Pada tahapan ketiga, peneliti akan melakukan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah didapatkan, baik itu sumber primer maupun sumber sekunder. Penafsiran ini juga dilakukan dengan

14

Abdurrahman,Metode Penelitian Sejarah,59-60.

15

(24)

15

menganalisis secara kritis sumber-sumber tersebut dan selanjutnya akan ditafsirkan sesuai kemampuan peneliti.

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta yang tersusun yang didapatkan penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.16Historiografi adalah tahap terakhir dari metode sejarah. Setelah peneliti melewati tiga tahapan di atas, maka tahap pamungkas yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun penelitian ini menjadi rangkaian tulisan yang sistematis.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan merupakan tata urutan dalam penyusunan suatu tulisan yang akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi yang terkandung dalam suatu penulisan. Adapun secara keseluruhan, karya ilmiah ini terbagi atas lima Bab.

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari delapan subbab, yaitu; latar belakang yang menguraikan inti dari pokok bahasan dari penelitian yang diambil, lalu rumusan masalah yang merupakan pertanyaan dan inti permasalahan yang hendak diteliti dari pokok bahasan yang diambil. Selanjutnya adalah Tujuan Penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan

16

(25)

16

dirujukan kepada masalah yang telah dibatasi. Lalu subbab Kegunanaan Penelitian yang memberi penjelasan mengenai nilai dan manfaat penelitian, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis.Dan juga ada subbab mengenai Pendekatan dan Kerangka Teoritik yang menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, sedangkan teori berfungsi sebagai alat untuk menganalisis fakta-fakta yang ditemukan.

Selanjutnya subbab menganai penelitian terdahulu yang menjelaskan tentang karya tulis yang sama atau mirip. Dan subbab Metode Penelitian yang memuat penjelasan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian baik dari pengumpulan data sampai penulisan.Sistematika pembahasan, atau subbab terakhir dari Bab pertama menjelaskan tentang alur bahasan sehingga dapat diketahui secara koherensinya.

Bab kedua akanmenjelaskan biografi Hj. Massuni’ah. Bab ini akan menjelaskan tentang riwayat kehidupan beliau dari lahir hingga beliau wafat. Dalam bab ini akan dijelaskan dari mana beliau berasal, keturunan siapa, dan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat kehidupan beliau. Penulis juga akan menjelaskan tentangjenjang karir hingga beliau berkeluarga.

(26)

17

pesantren al-Anwar serta perkembangan yang terdapat di dalamnya dari tahun ketahun.

Bab keempat membahas faktor penunjang dan penghambat perkembangan pesantren al-Anwar yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal.

(27)

18

BAB II

BIOGRAFI HJ. MASSUNI’AH

A. Latar Belakang Keluarga

Hj. Massuni’ah dilahirkan di Desa Abar-abir pada tanggal 21 Desember 1951.1 Ayah beliau bernama H. Hasan Thoha bin Rasmo bin Romidin Binkarto. Dan ibunya bernama Sartijah binti Saturan.Adapun pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah sebagai petani, disamping sebagai tokoh masyarakat dan agama yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam.

Keluarga Hj. Massuni’ah merupakan keluarga yang agamis.Hal ini terlihat

dari ayah beliau yang seorang tokoh masyarakat di Desa Abar-abir.Tidak dipungkiri apabila keluarga Hj. Massuni’ah dihormati dan disegani oleh

masyarakat Desa Abar-abir.Pada masa kecilnya Hj. Massuni’ah dididik oleh orang tuanya belajar tentang agama Islam dan belajar al-Qur’an.Sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya hidup dilingkungan keluarga yang taat pada agama, karena sehari-hari Hj. Massuni’ah sering diajarkan pendidikan agama, sholat berjamaah di masjid dan mendalami al-Qur’an.Ia dididik oleh orang tuanya untuk menjadi orang yang agamis, berakhlakul karimah dan menjadi orang yang suka membaca al-Qur’an. Iajuga mempunyai cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu agama, serta memiliki semangat untuk mendakwahkan Islam.

Hj. Massuni’ah adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Saudara-saudaranya itu adalah: Hj. Nur Fadhilah dan Maimunah (meninggal dunia saat

(28)

19

masih gadis).2Hj massuni’ah memiliki kelebihan dan keistimewaan yang menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya, disamping cerdas ia juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan.

Semasa hidupnya Hj. Massuni’ah terkenal sebagai sosok wanita yang

alim, sabar, tegas dalam mengasuh pondok pesantren.selain itu ia juga bukan orang yang sombong karena menurut anak keduanya, beliau tidak pernah membeda-bedakan siapapun karena dikenal bersikap apa adanya sama seperti menanggapi para puteranya. Sehingga secara perlahan masyarakat sekitar mulai menghargai dan menghormatinya seperti layaknya sosok kyai yang sangat berwibawa dan juga rendah hati.Para santri memanggilanya dengan sebutan “Mbah Buk”.3

Hj. Massuni’ah menikah pada usia 13 tahun, ia menikah pada tanggal 26

Maret 1964 dengan H. Anwari Rosyid yang pada saat itu berusia 23 tahun.Usia muda adalah hal yang biasa bagi perempuan jaman dulu yang masih kecil sudah dinikahkan oleh orang tuanya. H. Anwari Rosyid pernah menjadi A’wan Majelis Hadi II ISHARI (Penasehat tingkat Provinsi)Dari

hasil pernikahannya itu ia dikaruniai empat orang putra, yaitu: 1. Musbikhin

2. K.H. Fathan Anwari 3. Ustad Sholikhun 4. Ustad Ali Murtadlo.

2

Musbihin, Wawancara,Abar-abir Bungah Gresik, 06 Mei 2017.

3

(29)

20

Dari keluarga yang harmonis dan sederhana itulah memancarkan kebahagiaan dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya yang telah diberikan kepadanya.Hj. Massuni’ah selalu bersungguh-sungguh dalam mendidik dan membesarkan putra-putranya dengan rasa tulus dan sabar.Ia mengajarkan pendidikan agama Islam kepada putra-putranya agar kelak putra-putranya menjadi orang yang taat pada agama. Hal ini dilakukan mengingat ia juga dari keluarga yang agamis. Tidak hanya sampai disitu, ia juga selalu mengingatkan dalam hal kebaikan dalam kehidupan di masyarakat dan juga menjaga tali silaturrahmi dengan sesama. Ia merupakan orang tua yang tegas dan disiplin, tidak pernah menyerah atau putus asa dalam mendidik putra-putranya dan menjunjung nilai-nilai dalam agam Islam.

Hj. Massuni’ah menjadi pengasuh pondok pesantren al-Anwar dari

berdirinya pondok yakni tahun 1998 hingga tahun 2013.Ia sendiri yang mendirikan pondok pesantren al-Anwar dan kini pondok pesantren itu diteruskan oleh K.H. Fathan Anwari putera keduaHj. Massuni’ah.

Sebagai pengasuh pondok pesantren Hj. Massuni’ah adalah sosok yang

baik dengan para santri, iaselalu mengingatkan para santrinya untuk terus beribadah, menuntut ilmu dan berbuat baik kepada sesama. ia juga sebagai contoh tauladan bagi para santrinya. Hj. Massuni’ah mempunyai kharismatik

yang sangat besar, sehingga ia sangat disegani oleh masyarakat sekitar dan para santri yang belajar di pondok pesantren al-Anwar.4

4

(30)

21

Selain menjadi pengasuh pondok pesantren, Hj. Massuni’ah adalah sosok ibu yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.Dari keempat anaknya, yang menjadi pengahafal al-Qur’an berjumlah tiga, yakni KH. Fathan Anwari, Ustad Sholikhun, Ustad Ali Murtadlo, dan anaknya yang tidak menghafal al-Quran bernama Musbikhin. Ketiga anak Hj. Massuni’ah ini juga mengikuti jejak orang tuanya sebagai pendakwah.

KH. Fathan Anwari yang sekarang menjadi pemangku pondok pesantren al-Anwar iajuga sebagi da’i di kabupaten Gresik, iasering mendapat undangan untuk mengisi ceramah dan menjadi imam sholat tarawih di Masjid Agung Gresik dan Masjid kyai Gede Bungah Gresik. Ustad sholikhun selain menjadi pengajar ia juga menjadi imam sholat tarawih di Masjid Sekapuk Gresik khataman al-Qur’an satu bulan. Ustad Ali murtadlo menjadi imam di masjid Agung Gresik Dan masjid Sunan Ampel Surabaya.

Dari tiga anak penghafal al-Qur’an ini bisa disimpulkan bahwa tidak mungkin jika Hj. Massuni’ah hanya orang yang biasa saja, akan tetapi ia adalah sosok perempuan dan sekaligus seorang ibu yang berhasil mendidik anak-anaknya hingga semuanya sukses. Semua butuh perjuangan dan proses yang sangat panjang. ketekunan dan kesabaran Hj. Massuni’ah dalam

membesarkan dan mendidik anak-anaknya membuahkan hasil ketika ketiga anaknya lulus dijenjang pendidikan formal dan juga menyelesaikan pendidikan tahfidzul Quran.

(31)

22

belajar membaca al-Qur’an karena pada tahun 1979 beliau dipecat menjadi guru di madrasah dan tidak boleh mengajar al-Qur’an di Masjid Desa Abar-abir oleh pemerintah orde baru sehingga ia hanya dirumah saja. Keadaan seperti itu membuat Hj. Massuni’ah berfikir bagaimana caranya ia tetap bisa

mengajar tanpa mendapatkan larangan dari pemerintah, karena masyarakat masih membutuhkannya.

Dengan dibantu oleh keempat puteranya Hj. Massuni’ah mengajar para

tetangganya membaca al-Qur’an di balai rumah. Karena banyaknya santri yang setiap hari belajar mengaji di rumahnya dan balai rumah juga sudah penuh, Hj. Massuni’ah berinisiatif untuk mendirikan tempat belajar membaca

al-Qur’an. Dan atas izin Allah serta dukungan dari mbah Maimun Zubair Abdul Karim yakni guru dari H. anwari Rosyid dan Hj. Massuni’ah, maka

pada tahun 1989 terlaksanalah niat Hj. Massuni’ah untuk mendirikan tempat

belajar membaca al-Qur’an diawali dengan memondasi tempat belajar membaca al-Qur’an disebelah barat rumahnya (sekarang menjadi asrama putra).

Setelah gedung selesai didirikan tempat belajar membaca al-Qur’an sudah tidak lagi berada di balai rumah Hj. Massuni’ah, akan tetapi berganti ke

(32)

23

semula hanya satu lantai tidak cukup untuk menapung para santri yang belajar disitu.Akhirnya pada tahun 1992 gedung yang awalnya hanya satu lantai ditambah lagi pembangunannya menjadi dua lantai.

Bersamaan dengan itu sekitar tahun 1992 ada metode baca al-Qur’an Qira’ati yang berkembang di Kabupaten Gresik, dan TPQ al-Anwar ikut

menggunakan metode belajar membaca al-Qur’an tersebut. Karena kemantapan dan ketekunan Hj. Massuni’ah dalam membaca al-Qur’an, akhirnya ia ditunjuk sebagai koordinator Qira’ati tingkat kecamatan Bungah di Kabupaten Gresik. Semakin banyak santri yang belajar di TPQ al-Anwar bukan hanya dari Desa Abar-abir, akan tetapi dari luar desa juga ada seperti dari Desa Gunung sari, Kisik, Kemangi, Mengare. karena banyak orang yang ingin menjadi guru di Qira’ati, maka sebagai koordinator kecamatan Hj.

Massuni’ah harus membimbing para calon-caoln guru tersebut. Setiap minggu

tepatnya pada hari jum’at para calon-calon guru tadi datang ketempat Hj.

Massuni’ah untuk belajar cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benarsebelum dilaksanakan tashih dan dites oleh bapak Fathoni sebagai penanggung jawab Qira’ati Kabupaten Gresik.

(33)

24

tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk datang kerumahnya.Akhirnya Hj. Massuni’ah menampung santri-santri dirumahnya.Meskipun pada waktu saat itu belum disediakan tempat untuk santri yang menginap.Beruntung posisi anak-anak Hj. Massuni’ah tidak ada yang dirumah karena dalam masa belajar dipondok pesantren semua, sehingga kamar anak-anak beliau disekat dan digunakan untuk tempat penginapan santri. Itulah cikal bakal berdirinya pondok pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik.5

B. Latar Belakang Pendidikan

Awal pendidikan Hj. Massuni’ah dimulai dalam lingkup keluarga yakni

pendidikan al-Qur’an dan pendidikan tentang agama, kemudian dilanjutkan di Sekolah Rakyat. Setelah itu ia banyak mendapat ilmu dari guru-gurunya, seperti membaca, menulis, menghitung dan lain sebagainya.Hj. Massuni’ah termasuk anak yang beruntung karena bisa belajar di sekolah pendidikan formal sekolah rakyat yang mempunyai kurikulum sesuai kebutuhan pembelajaran siswa-siswi.Setelah lulus dari sekolah rakyat, ia melanjutkansekolah di Madrasah Ibtidaiyah Sungonlegowo Bungah Gresik.Perjalanan dari rumah ke sekolah iatempuhdengan berjalan kaki bersama teman-temannya yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut.6

Sewaktu dibangku sekolah Hj. Massuni’ah termasuk murid yang pandai,

iaselalu mendapat peringkat satu.Semua itu diperoleh dari hasil ketekunannya dalam belajar.Meskipun dalam proses mencari ilmu tersebut sering datang

5

Fathan Anwari,Wawancara, Abar-abir Bungah Gresik, 04 Maret 2017.

6

(34)

25

hambatan dan rintangan tetapi ia selalu menjalankan dengan istiqomah, sabar dan penuh keyankinan serta berdo’a kepada Allah agar dimudahkan dalam mencari ilmu.Karena kecerdasan yang ia miliki sehingga Hj. Massuni’ah menjadi murid kesayangan para guru-guru di sekolah.

Setelah menyelesaikan pendidikan dijenjang madrasah, Hj. Massuni’ah melanjutkan pendidikan ke tingkat tsanawiyah di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif Assa’adah Sampurnan Bungah Gresik.Dilihat dalam ijazah yang

diperoleh, nilai hasil belajar Hj. Massuni’ah sangat memuaskan dalam mata pelajaran agama. Seperti tafsir, ilmu tafsir, hadits, tauhid, fiqhi,dll. Sekitar tahun 1970 pendidikan tsanawiyah di desa sudah tergolong tingkat pendidikan tinggi.Tidak semua orang bisa bersekolah hingga tingkat pendidikan tsanawiyah, hanya orang yang mampu dalam segi ekonomi yang bisa melanjutkan.Keluarga Hj. Massuni’ah tergolongkeluarga yang berkecukupan,

sehingga orang tuanya masih bisa membiayai kebutuhan untuk sekolah.

Hj. Massuni’ahlulus pendidikan Tsanawiyah pada 5 Juni 1983. Hj.

(35)

26

Qomaruddin. Guru-gurunya antara lain M. Muslih Thoha, Damanhuri, H. moh. Ihsan.7

C.Kiprah Hj. Massuni’ah di tengah Masyarakat

Hj. Massuni’ah adalah sosok seorang yang gigih memperjuangkan keinginannya ketika kalau sudah ada niat di hatinya.Ia juga orang yang selalu menyerukan pendapatnya serta nasihatnya ke semua muridnya serta ke masyarakat. Sosoknya yang sederhana berwawasan luas, berfikir modern, teguh pendirian dan istiqomah dalam beribadah.Sifatnya inilah yang telah membawanya sampai dalam jenjang yang tertinggi serta dihormati di masyarakat dalam menyampaikan agama Allah.

Awal karirnya dimulai dengan kepeduliannya terhadap bidang pendidikan. Perannya dalam bidang pendidikan sangatlah besar itu dibuktikan dengan kegigihan, keuletan dan kesabarannya dalam mendidik murid-muridnya di TK Muslimat NU 03 Assaadah Bungah Gresik. Hj. Massuni’ah mengajar mulai tahun 1980. Ketekunan dan kesabarannya dalam mengajar anak didiknya membuat ia memperoleh penghargaan dari ketua yayasan pondok pesantren Qomaruddin melalui lembaga pengembangan bahasa (Language Development Foundation) sebagai guru tersepuh yang bertugas mulai tahun 1980 sampai dengan tahun 1994.8

Hj. Massuni’ah merupakan sosok guru yang sangat bertanggung jawab.

Oleh karena itu peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah

7

Ibid. 8

(36)

27

penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektual saja melainkan dari tata caraberperilaku dalam masyarakat, karena tugas yang diemban oleh guru tidaklah mudah.

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendiidkan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal.Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan sesuatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.Selain menjadi guru di TK Muslimat NU 03 Assaadah Bungah Gresik, Hj. Massuni’ahjuga mengajar pendidikan al-Qur’an dan baca tulis al-Qur’an di Masjid Baitu al-Abrar di Desa Abar-abir, karena pendidikan al-Qur’an sangatlah penting bagi anak-anak sehingga bisa menjadi orang yang mencintai al-Qur’an dan selalu membaca al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Hj. Massuni’ah adalah sosok perempuan yang sangat disiplin, tekun dan agamis.ia adalah sosok yang gigih dalam memperjuangkan keinginannya ketika sudah ada keinginan. Ia juga tipe orang yang demokratis dalam membangun hubungan social yang erat dengan masyarakat, memberi pemahaman tentang kesetaraan gender, hal ini dibuktikan dengan karirnya dikancah muslimat selama kurang lebih 20 tahun, beliau menjabat sebagai ketua muslimat anak cabang Bunga Gresik.

(37)

28

ibu-ibu muslimat sekecamatan Bungah mengumpulkan botol bekas untuk dijual. Pengumpulan botol bekas tersebut juga dibantu oleh suami Hj. Massuni’ah H. Anwari Rosyid.Ia berkeliling disetiap wilayah Kecamatan Bungah untuk mengambili botol bekas dengan menggunakan mobil pic up. Setelah semua botol terkumpul botol tersebut dijual kepengepul dan uang hasil penjualan tersebut digunakan untuk membangun kantor majelis Nahdhatul Ulama wakil cabang Bungah yang didirikan di Jalan raya Bungah (sekarang digunakan sebagai rumah sakit Mabarrot). Sebagai penghargaan atas perjuangannya tersebut bapak KH.Robach Ma’sum (mantan bupati Gresik) memberangkatkan Hj. Massuni’ah ibadah haji pada tahun 2002 beserta suaminya.9

Hj. Massuni’ah juga tokoh yang berjasa dalam pembangunan taman

kanak-kanak Raudhatul Athfal Abar-abir Bungah Gresik. Ia mengajak masyarakat iuran dua puluh rupiah setiap kepala keluarga dan mengumpulkan uang hasil infaq dari warga. Hasil iuran tersebut dikumpulkan dan dibelikan tanah dan didirikan taman kanak-kanak.

Secara garis politis Hj. Massuni’ah pernah menjadi jurkam partai PPP

dalam pemilu tahun 1979.Dalam pemilu tersebut yang menjadi peserta hanya tiga partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan partai Golkar (Golongan Karya).Dari hasil pemilu tersebut Golkar menjadi pemenang dan pak Soeharto terpilih menjadi Presiden. Masa pemerintahorde baru Hj. Massuni’ah sering dikejar-kejar dan

9

(38)

29

dipecat oleh pemerintah, ia dilarang mengajar di sekolah dan juga dilarang mengajar belajar al-Qur’an di Desa Abar-abir maupun di Kecamatan Bungah. Suami Hj. Massuniah juga sempat menjadi tahanan pemerintah orde baru. Hal itu disebabkan karena iamendukung partai PPP bukan mendukung partai yang menjadi pemenang dalam pemilu tahun 1979.

Perjuangan Hj. Massuni’ahjuga dapat dilihat ketikaiapindah dari partai PPP ke partai Golkar dengan tujuan memperjuangkan agar listrik masuk ke Desa Abar-abir.Dampak dari hal tersebut Hj. Massuni’ah mendapat gunjingan dari masyarakat Abar-abir yang pada waktu itu mayoritasnya mendukung partai PPP.Hj. Massuni’ah rela mendapat gunjingan demi memperjuangkan kesejahteraan masyarakat desa.Iamemberikan penjelasan kepada masyarakat melalui jam’iyah tahlil bahwa apa yang ia lakukan hanyalah sistem politik

dunia yang banyak terjadi permainan, atau bisa disebut dengan politik kotor. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Hj. Massuni’ah adalah demi kemaslahatan masyarakat Abar-abir.10

Sekitar tahun 1992 di Gresik berkembang metode baca al-Quran Qira’ati. Karena kemantapan Hj. Massuni’ah dalam membaca al-Qur’an, maka ia ditunjuk oleh koordinatorQiro’ati cabang Gresik yang pada waktu itu diketuai oleh bapak Fathoni Abdus Syukur sebagai koordinator tingkat kecamatan Bungah Gresik.

Hj. Massuni’ah adalah seorang penda’i di Kabupaten Gresik.Sebelum

wafat Hj. Massuni’ah tetap istiqomah menjadi da’i.Bakat mubalighah itu

10

(39)

30

didapat secara autodidak dan karena ia sering tampil didepan umum serta terbiasa mengisi acara. Karena keahlian dan keaktifannya tersebut ia ditunjuk sebagai ketua lembaga dakwah muslimat cabang Gresik. Pada waktu bulan maulid ia banyak mendapat undangan untuk mengisi acara. Ketika menghadiri undangan acara ibu-ibu muslimat dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Langgar Ismail Mriyunan Sidayu ia dalam kondisi kelelahan.Akan tetapi tetap memberikan ceramah.Ketika sedang menyampaikan ceramah tiba-tibaambruk dan tensinya naik.Pada hari jum’at tanggal 22 Februari 2013 Hj. Massuni’ah wafat disebabkan penyakit diabetes

yang dideritanya.11

11

(40)

31

BAB III

PERANHJ. MASSUNI’AH DALAM MENGEMBANGKAN

PONDOK PESANTREN AL-ANWAR

ABAR-ABIR BUNGAH GRESIK

Peranan kyai sangatlah menentukan dalam perkembangan pondok pesantren, karena kiai mempunyai kedudukan sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren.Dalam pondok pesantren al-Anwar memiliki sejarah perkembangan yang sangat menarik seiring berjalannya waktu.Awal berdirinya pondok pesantren al-Anwar sebagai bentuk konstribusi Hj. Massuniah terhadap kebutuhan masyarakat Desa Abar-abir khususnya dibidang pendidikan agama Islam dengan benar dan terperinci khususnya baca tulis al-Qur’an.

A. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren al-Anwar

Berdirinya pondok pesantren al-Anwar terwujud karena ada dukungan dari beberapa kalangan. Karena tanpa adanya dukungan tersebut suatu lembaga tidak dapat berjalan dengan lancar. Faktor-faktor yang mendukung kelancaran perkembangan pondok pesantren al-Anwar, antara lain:

1. Masyarakat

Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luas yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.1 Dalam artian masyarakat sekitar adalah masyarakat Desa Abar-abir dan juga masyarakat luar daerah yang ikut mendukung dalam pendirian pondok

1

(41)

32

pesantren, dengan cara mendaftarkan anak-anak mereka untuk belajar di pondok pesantren al-Anwar. Selain itu, mereka juga membantu proses pendirian pesantren al-Anwar dengan bantuan dana secara sukarela serta ikut serta membantu proses pembangunan gedung pesantren. Bantuan yang diberikan masyarakat juga mengambil peran dalam proses pendirian pesantren ini.

2. Ulama’

Ulama’ adalah orang yang ahli dalam hal pengetahuan

agama.2Ulama’ sebagai tokoh masyarakat sangat berperan dalam pengembanagn pondok pesantren khususnya dan masyarakat umumnya.Seperti Hj. Massuni’ah yang merupakan pendiri pondok

pesantren al-Anwar Abar-abir Bungah Gresik dengan tujuan mencetak generasi ahli al-Qur’an.

Selain Hj. Mssuni’ah ada ulama’ lain yang ikut berperan dalam

pengembangan pondok pesantren al-Anwar yakni KH. Robbach Ma’shum, MM. Ia ikut memnyumbang dana untuk membangun gedung asrama pondok ketika menjabat sebagai Bupati Gresik. Mbah Zubair Abdul Karim guru Hj. Massuni’ah juga ikut berperan dalam pendirian pesantren ini.Ia

memerintah Hj. Massuni’ah untuk membangun tempat belajar al-Qur’an serta menyumbangkan dana untuk pembangunan tersebut.Ulama’-ulama’ lain juga turut memberikan dukungan terhadap pesantren ini. Dukungan yang dimaksud adalah dukungan moral antar sesama tokoh agama.

2

(42)

33

3. Pemerintah

Pemerintah yang dimaksud di siniadalah perangkat Desa Abar-abir selaku pemimpin masyarakat desa Abar-abir. Dalam pendirian pesantren, pemerintah juga mengambil peranan di dalamanya. Peranan tersebut berupapemberian izin untuk pendirian pesantren serta operasional pesantren. Selain itu, pemerintah juga memberikan izin dalam pelaksanaan acara peringatan hari-hari besar agama Islam, acara wisuda tahfidzul qur’an serta acara lainnya. Selain itu, mereka juga memberi dukungan moril seperti ikut serta hadir dalam acara-acara yang diadakan oleh pondok pesantren al-Anwar dan kadangkala juga memberikan sumbangan dana.

B. Perkembangan Pondok Pesantren al-AnwarMasa Kepemimpinan Hj.

Massuni’ah

1. Jumlah Santri

(43)

34

al-Anwar hanya mempertahankan tradisi salafnya tanpa ada lembaga formal didalamnya.

Pesantren al-Anwar mempunyai dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.Santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam komplek pesantren.Jumlah santri mukim pesantren al-Anwar mulai dari berdirinya pondok pesantren al-Anwar (1998) hingga tahun 2013 yaitu 27. Namun jumlah ini meningkat setelah dibuka program tahfidz menjadi 47 santri mukim.

Santri yang belajar di pesantren al-Anwar bukan hanya santri yang mondok, akan tetapi ada juga santri yang bertempat tinggal disekitar pesantren yang ingin belajar al-Qur’an dan kitab-kitab kuning pada waktu-waktu tertentu.Seusai pelajaran dan pengajian, mereka langsung pulang kerumah masing-masing. Jumlah mereka lebih banyak dari santri mukim, yaitu 165 orang.Julukan yang disematkan terhadap mereka adalah santri kalong.

Sebelum membuka program pesantren tahfidzul Qur’an, pondok pesantren al-Anwar mempunyai jumlah 30 santri.Santri-santri tersebut berasal dari desa tetangga yang dititipkan oleh orang tuanya kepada Hj. Massuni’ah dikarenakan para orang tua tersebut merasa khawatir apabila

anak-anak mereka kurang mendapat pantauan ketika belajar kepada Hj. Massuni’ah.Selain itu alasan orang tua menitipkan anak-anak mereka

(44)

35

Setelah berjalan beberapa tahun jumlah santri yang mondok di pondok pesantren mengalami penurunan.Penyebab hal ini terjadi dikarenakan ada sebuah peristiwa dimana ada orang yang sengaja bunuh diri disumur asrama pondok pesantren tempat para santri tinggal.Kejadian tersebut membuat para santri takut dan akhirnya satupersatu santri mengundurkan diri dan pulang kerumahnya masing-masing. Kejadian ini sangat disayangkan karena menghambat proses belajar para santri di pondok.

Perkembangan jumlah santri pondok pesantren al-Anwar bisa dibilang cukup signifikan setelah putra-putra Hj. Massuni’ah pulang dari mondok di Semarang.Putra-putra Hj. Massuni’ah ikut membantu mengajar di pondok yang didirikan oleh ibu mereka.ketiga putra Hj. Massunia’h

yang lulusan dari pondok pesantren semuanya telah selesai menghafalkan al-Qur’an. Dari ketiga putranya inilah muncul ide untuk membuka program pesantren tahfidzul Qur’an.Putra kedua yang bernama Fathan

anwari mendapat amanat untuk mendidik tujuh anak dari Kalimantan untuk menghafal al-Qur’an. Jumlah santri pondok pesantren al-Anwar yang mengikuti program hafalan al-Qur’an saat ini mencapai 42 santri yang terdiri dari 29 santri putra dan 13 santri putri.3

2. Sarana dan Prasarana

Sarana yang tersedia di pondok pesantren pada masa sekarang berbeda dengan masa lampau, yang mana kenyataannya sekarang cukup

3

(45)

36

memadai.Lengkapnya sarana dan prasarana sangat menunjang kualitas dari pada sebuah pendidikan. Sebagai konsekuensinya dari inofasi pendidikan di pondok pesantren memerlukan tambahan fasilitas sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, oleh karena itu pondok pesantren harus mempuyai atau memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dimana prasarana adalah merupakan seperangkat kelengkapan dasar yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yaitu ruang belajar, ruang guru, ruang praktek dan lainnya. Sedangkan sarana adalah seperangkat peralatan atau bahan yang digunakan dalam proses belajar mengajar, dimana sarana ditentukan oleh jenis tujuan yang hendak dicapai.4

Dalam mengembangkan sarana pondok pesantren biasanya secara swadaya, gotong royong, kerja bakti, baik mengenai tenaga maupun biaya.Untuk pembangunan tempat belajar membaca al-Qur’an Hj. Massuni’ah mendapat bantuan dari masyarakat dan juga

kalangan-kalangan tertentu berupa dana maupun bahan bangunan. Setelah terkumpulnya dana tersebut kemudian terlaksanalah pembangunan tempat belajar al-Qur’an disebelah barat rumah Hj. Massuni’ah.

Semakin banyak santri yang mondok dipondok pesantren al-Anwar mendorong Hj. Massuni’ah untuk membangun lagi tempat untuk

santri-santri yang mukim.Tahun 1998 lokasi yang awalnya digunakan sebagai dapur yang luasnya 15x7 meter dibangun dijadikan kamar-kamar untuk

4Elyatul Afniyah, ”Peranan KH. Munawwar Dalam Pengembangan Agama Islam Melalui Pondok

Pesantren Mansyaul Huda Sendang Senori Tuban (1963-1972)”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel

(46)

37

santri yang mondok.Pada waktu itu santri yang banyak adalah santri putri,sehingga asrama baru ditempati oleh santri putri dan untuk santri putra sementara diruang tamu karena jumlahnya hanya dua santri.

Proses pengembangan gedung pondok pesantren al-Anwar, Hj massuni’ah mendapat bantuan dana dari pemerintah(pada waktu itu masa pemerintahan Gus Dur) sebesar tuju puluh juta.Sehingga pembangunan pondok di Asrama belakang bisa berlanjut dan terlaksana sampai berdiri dua tingkat.5 Hal ini menjadi salah satu faktor perkembangan sarana dan prasarana yang terdapat di Pesantren al-Anwar

Yang termasuk sarana salah satunya adalah gedung tempat dimana siswa belajar.Pada tahun 1989 memiliki satu gedung yang digunakan untuk tempat belajar al-Qur’an untuk anak-anak.Pada tahun 1992 gedung tersebut dikembangkan lagi menjadi dua lantai.Tahun 1998 membangun gedung untuk asrama santri.Pada tahun 1999 mendapat bantuan dari pemerintah dan digunakan untuk mengambangkan gedung asrama santri menjadi dua lantai.Adapun jumlah gedung secara keseluruhannya adalah sebagai berikut:

1) Gedung tempat bermukim kiai. 2) Gedung tempat bermukim santri. 3) Gedung tempat belajar santri. 4) Kantor administrasi.

5) Ruang dapur.

5

(47)

38

PENGASUH

KH. Fathan Anwari Al Hafidz,

USTADZ Rohmat 6) Ruang kamar mandi.

7) Dan lain-lain.6

Perkembangan sarana yang ada di pondok pesantren al-Anwar yang mana dulu hanya mempunyai satu gedung saja, namun kini semakin berkembang karena banyak didatangi oleh para santri dari berbagai daerah, tidak terbatas dari Desa Abar-abir saja, akan tetapi dari luar desa, luar kabupaten seperti Lamongan dan luar provinsi seperti Kalimantan, Riau, Jambi, Lampung.

Untuk mewujudkan dan memudahkan segala aktifitas di pondok pesantren maka pengasuh membentuk kepengurusan pondok sebagai berikut:

Table 1.1

SUSUNAN KEPENGURUSAN PONDOK PESANTREN AL-ANWAR

6

Sholikhun,Wawancara, Bungah Gresik, 12 April 2017. KETUA PONDOK

Khoirul Muktofi

KETUA PONDOK PUTRA Ardiansyah efendi

(48)

39

a. Seksi Pendidikan: 1. Abdullah Kasyiful Kurob 2. Syarif Saputra

3.M. rabibul Bisri. A.M. 4.Nurlita Amril Zain 5.Luis Vera Tabuana 6.Sandya Hilana Aisyah b. Seksi Kebersihan: 1. Feri Fariansyah

2. Febian Kelvin Fernanda c. Seksi Perlengkapan: 1. Syahson Kamaludin

2. Abdullah Faqih Zahud d. Seksi Keamanan: 1. Abi Satria Utomo

2. Andi Setiawan SEKERTARIS

SEKERTARIS I Alfa Nurjannah

SEKERTARIS II Nunuk Mufidah

SEKERTARIS III Fahma Ridwan

BENDAHARA

BENDAHARA PUTRI Eka Wahyuni S

BENDAHARA PUTRA M. Rifai

(49)

40

3. Guru (Tenaga pengajar)

Pada waktu masih menggunakan sistem wetonan dan belum membuka program tahfidzul Qur’an, pesantren al-Anwar mempunyai guru masih terbatas, dimana Hj. Massuni’ah sebagai pengasuhdan empat orang guru yakni Hj. Massuni’ah H. Anwari Rosyid (suami dari Hj. Massuni’ah), H. syafi’i, dan M. Mubin. Kemudian karena santri yang

belajar bukan hanya santri yang mondok, akan tetapi santri yang tidak mondok juga ikut belajar, maka Hj. Massuni’ah menambah jumlah guru

untuk mengajar di pesantren al-Anwar. Setelah membuka program tahfidzul Qur’an guru di pondok pesantren al-Anwar bertambah banyak rsama dengan putra-putranya yang selanjutnya akan menjadi pewaris pondok. Dengan didirikannya pondok pesantren al-Anwar dan dibukanya program tahfidzul Qur’an maka semakin banyak membutuhkan tenaga

pengajar. Jumlah tenaga pengajar secara keseluruhan berjumlah 14 orang guru yaitu:

1) KH. Fathan Anwari 8) Nasukhah

2) Musbihin 9) Uswatun Hasanah

3) Julaeni, S.Pdi. 10) Asneng

4) Sayidah Diana, S.Ag. 11) Sa’adah

5) Farijah 12) Ni’matul Hikmah

(50)

41

7) Mufarokhah 14) Rohmatul Ummah

4. Sistem pendidikan Pesantren

Pendidikan di dalam pondok pesantren akan membentuk watak manusia yang baik. Menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat dan jiwa yang kuat diperlukan dasar dan pondasi yang kuat pula.al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama ajaran agama Islamdan filsafah hidup umat Islam, di dalamnya memuat totalitas prinsip yang berkaitan dengan hidup manusia termasuk dalam bidang pendidikan.7 Seperti halnya dengan pondok pesantren al-Anwar, pada awal perintisan sebelum menjadi pondok pesantren pada tahun 1989 masih berbentuk rumah tempat tinggal kiai, akan tetapi sudah ada tetangga atau masyarakat Desa Abar-abir maupun dari desa lain yang belajar al-Qur’an kepada Hj. Massuni’ah. Dalam hal ini pendidikan yang ada dipondok pesantren

al-Anwar adalah sebagai berikut: 1) Pendidikan klasikal

a) Sistem sorogan

Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuhdengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya di samping dipesantren juga dilangsungkan di langgar, masjid atau malah terkadang di

rumah-7

(51)

42

rumah.Penyampaian pelajaran kepada santri secara bergilirdipraktekkan pada santri yang jumlahnya sedikit.

Di pesantren, sasaran metode ini adalah kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka baru mengenal pembacaan al-Qur’an.Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai secara utuh.Santri mendapat bimbingan secara kejiwaan sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka.Sebaliknya, penerapan metode sorogan menuntut kesabaran dan keuletan pengajar.Santri dituntut untuk memiliki disiplin tinggi.Disamping itu aplikasi metode ini membutuhkan waktu yang lama, yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien.8

Istilah sorogan berasal dari kata bahasa Jawa yang artinya sodoran atau disodorkan. Dalam pengertian lain, kiai atau guru berhadapan dengan santri, satu persatu santri membawa dan menyodorkan kitab yang telah dipelajari kepada kiai atau guru. Dengan sistem sorogan diharapakan santri mampu membaca dan memahami isi kitab yang telah dipelajari tersebut.

Dari sistem sorogan ini, hubungan kiai dengan santri sangat dekat, dengan kata lain kiai atau guru mampu mengenal kepribadian satu persatu para santrinya. Dengan pendidikan sistem sorogan maka jelas

8

(52)

43

seorang kiai atau guru selalu berorientasi pada tujuan dan selalu berusaha agar santri yang bersangkutan mampu membaca, memahami serta mendalami isi-isi kitab tersebut.

b) Sistem bandonganatauwetonan

Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali disebut wetonan.Dalam sistem ini sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab.Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqoh

yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.9

Dalam sistem bandongan, seorang murid tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para kiai biasanya membaca dan menerjemahkan kalimat-kalimat secara cepat dan tidak menerjemahkan kata-kata yang mudah. Dengan cara ini, kiai dapat menyelesaikan kitab-kitab pendek dalam beberapa minggu.10Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikap pasif. Sebab kreativitasnya dalam proses belajar-mengajar didominasi ustadz atau kiai, sementara 9

Zamakhsyari Dhofir,Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai(Jakarta: LP3ES. , 1985), 28.

10

(53)

44

santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangannya. Dengan kata lain, santri tidak dilatih mengekpresikan daya kritisnya guna mencermati kebenaran suatu pendapat.

Metode yang disebut bandongan ini ternyata merupakan hasil adaptasi dari metode pengajaran agam yang berlangsung di Timur Tengah terutama di Mekkah dan al-Azhar, Mesir. Kedua tempat ini menjadi “kiblat” pelaksanaan metode wetonan lantaran dianggap sebagai proses keilmuan bagi kalangan pesantren sejak awwal pertumbuhan hingga perkembangan yang sekarang ini. Anggapan tersebut timbul sebagai reaksi dari hasil perkenalan intelektual anata perintis (kiai) pesantren dengan pendidikan agama yanag berlangsung di Mekkah dan al-Azhar baik melalui ibadah haji maupun keperluan mencari ilmu, di samping itu Mekkah dianggap memiliki suatu keistimewaan sebagai kota kelahiran Islam.

Metode sorogan dan bandongan sama-sama memiliki ciri pemahaman yang kuat pada pemahaman tekstual maupu literature.Bersamaan dengan penggunaan metode ini berkembang pula tradisi hafalan.Bahkan di pesantren, keilmuan hanya dianggap sah dan kokoh bila dilakukan melalui transmisi dan hafalan, baru kemudian menjadi keniscayaan.

(54)

45

dirasakan sebagai kelebihannya.Metode sorogan secara diktatik-metodik terbukti memiliki efektivitas dan signifikan yang tinggi dalam mencapai hasil belajar.Sebab metode ini melibatkan kiai atau ustad untuk mengawasi, menilai, membimbing, secara maksimal kemampuan santri dalam menguasai materi.Sedangkan efektivitas metode bandongan terletak pada pencapaian kuantitas dan percepatan kajian kitab, selain juga untuk tujuan relasi santri dengan kiai dan ustadz.

Kedua metode tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari layanan yang sebesar-besarnya kepada santri.Berbagai usaha pembaharuan dewasa ini dilakukan justru mengarah pada layanan secara individual peserta didik.Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta kecakapan seseorang.Adapun bandongan, para santri memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan lebih lanjut atas keterangan kiai.11

Sejak awal berdiri pondok pesantren al-Anwar menggunakan sistem sorogan dan bandongan mulai dari awal peran Hj. Massuni’ah.Sampai saat ini metode sorogan dan bandongan masih diterapkan oleh KH.Fathan Anwari di pondok pesantren al-Anwar, karena metode ini merupakan ciri khas dari pesantren.metode sorogan dan bandongan ini diterapkan karena

11

(55)

46

para pembimbing, kiai atau ustadz berusaha untuk melatih para santri supaya dapat menguasai apa yang belum diketahui para santri. Oleh karena itu, para pembimbing berusaha supaya para santri bisa memahami, membaca dan menerjemahkan dari isi kitab tersebut.

Table 1.2

Materi yang diajarkan di pondok pesantren al-Anwar

NO NAMA KITAB KARYA

1. Lubabul Al-hadits Jamaluddin bin Kamaluddin

2. MukhtarAl-hadist

An-nabawiyyah Achmad al-hasymi

3. Al-adzkar Imam Nawawi

4. Hujjah ahlus sunnah wal

jama’ah Kiai Ali Maskum

5. Matan Sullamut taufiq Syaikh Abdullah Husain 6. Risalah Al-muawanah Alhabib Abdullah Al Hadad

7. Ayyuhal walad Imam Al Ghazali

8. Syarah kifayatul atqiya Al alamah Abu Bakar A shato

2) pendidikan al-Qur’an

(56)

47

al-Anwar tidak seperti mengaji kitab-kitab klasik pada umumnya. Akan tetapi pembelajaran al-Qur’an dipondok pesantren al-Anwar diikuti oleh para santri baik anak-anak usia dini maupun santri yang mondok di pesantren al-Anwar dan juga masyarakat sekitar. Adapun pendidikan al-Qur’an dipondok pesantren al-Anwar yaitu sebagai berikut:

a) Pendidikan al-Qur’anbin nadhor

Pendidikan al-Qur’an ini dikhususkan bagi santri-santri yang belajar membaca al-Qur’an dengan cara melihat teks bacaan al-Qur’an. Santri-santri tersebut adalah anak warga sekitar pondok pesantren yang berusia tuju tahun keatas.Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari sabtu sampai dengan hari kamis, untuk hari jum’at libur.12

b) Pendidikan al-Qur’anbil ghoib

Pendidikan al-Qur’an ini dikhususkan bagi santri-santri yang ingin belajar al-Qur’an dengan cara menghafalkan atau tidak melihat teks al-Qur’andimana santri mempelajarinya dengan menghafal setiap hari dan menyetorkan hafalannya kepada kiai atau ustad yang ada dipondok pesantren.

Di pondok pesantren al-Anwar kegiatan santri setiap harinya menghafal al-Qur’an.Pelaksanaan setoran semua

12

(57)

48

santri pada waktu pagi hari setelah sholat subuh sampai selesai. Khusus santri yang tidak sekolah melanjutkan muroja’ah dan mempersiapkan hafalan baru yang akan disetorkan. Santri mendapat waktu istirahat sekitar pukul sepuluh sampai waktu sholat dzuhur, sesudah itu santri diperbolehkan muroja’ah dan melakukan kegiatan yang lain. Setelah sholat ashar santri mengaji kitab dengan bimbingan dari Kiai Fathan Anwari, pengajian kitab ini berlangsung kurang lebih satu jam. Setelah sholat maghrib santri mempersiapkan untuk setoran hafalan malam dan setelah sholat isyak semua santri setoran hafalan.

Setoran yang dimaksud disini adalah santri menambah hafalan dan muraja’ah (mengulang kembali hafalan yang

sudah disetorkan). Pelaksanaannya setiap hari sabtu sampai kamis, untuk hari jum’atkegiatan hafalan libur dan diganti dengan kegiatan mujahaddah asmaul husnah yang dilaksanakan setelah sholat maghrib berjam’ah.13Agenda dzikir bersama ini diharapkan bisa menambah kualitas hafalan para santri.Sebab sudah lazim kita ketahui bahwa asma’ul husna mempunyai banyak manfaat dalam sebuah

do’a.Adapun dzikir-dzikir yang dibaca pada mujahadah

asmaul husnah tersebut antaralain:

13

(58)
(59)

50

c) Pendidikan al-Qur’an usia dini

Pendidikan al-Qur’an usia dini ini dikhususkan bagi santri-santri usia dini yang umurnya 4 sampai 5 tahun yang belajar membaca al-Qur’an mulai dari pengenalan huruf-huruf hijaiyyah hingga sampai bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.14Di pondok pesantren al-Anwar metode belajar membaca al-Qur’an menggunakan metode Qiroa’ti.

Metode Qiroati ini menjelaskan bagaimana cara membaca al-Qur’an yang langsung memasukkan dan memperaktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Sistem pendidikan dan pengajaran metode Qiro’ati

ini melalui sistem pendidikan berpusat pada murid, dan kenaikan kelas atau jilid tidak ditentukan oleh bulan atau tahun dan tidak secara klasikal, akan tetapi secara individual. Dalam mengajarkan metode Qiro’ati ada tingkatan jilid yakni dari jilid I sampai VI yaitu:

(1) Jilid I

Jilid I adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca al-Qur’an. Apabila jilid I lancer pada jilid

14

(60)

51

selanjutnya akan lancer pula, dan guru dituntut untuk memperhatikan kecepatan santri dalam membaca. (2) Jilid II

Jilid II adalah lanjutan dari jilid I yang disini telah terpenuhi target jilid I.

(3) Jilid III

Jilid III adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan panjang (huruf mad).

(4) Jilid IV

Jilid IV ini merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan tajwid.

(5) Jilid V

Jilid V ini lanjutan dari jilid Iv, disini diharapkan murid sudah harus mampu membaca dengan baik dan benar

(6) Jilid VI

Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian dilanjutkan dengan pelajaran juz 27.

(61)

52

beserta gharibnyam, maka dites bacaannya kemudian setelah itu santri mendapatkan syahadah jika lulus test15.

15

(62)

BAB IV

FAKTOR PENUNJANG DAN PENGHAMBAT PERKEMBANGAN PESANTREN AL-ANWAR

A. Faktor Penunjang Perkembangan Pesantren al-Anwar

1. Faktor Internal

Faktor internal di sini adalah faktor dari dalam keluarga pesantren atau dari lingkungan pesantren sendiri. Sudah lazim diketahui bahwa faktor internal ini amat besar perannya dalam sebuah kemajuan suatu komunitas atau lembaga. Dalam hal ini perkembangan pesantren al-Anwar juga tidak lepas dari faktor internal yang bisa membuat lembaga ini berkembang dan maju. Ada beberapa faktor internal yang amat dominan dalam memajukan pesantren ini, antaralain:

a. Tekad Kuat Hj. Massuni’ah untuk Mengamalkanal-Qur’an

(63)

54

mengajarkannya.1Mengajarkan al-Qur’an di sini tidak cukup hanya dengan ucapan, namun juga perlu disertai dengan perilaku yang mencerminkan pelajaran yang baik di dalamnya, sebab ilmul hal

(tingkah laku) lebih efektif daripada ucapan semata.

Tekad kuat Hj. Masuniah dalam mengamalkan al-Qur’an diwujudkan dalam bentuk mengajarkan al-Qur’an kepada masyarakat.Iamengajarkan cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar serta mengajarkan ajaran Islam di dalamnya. Jalan ini iatempuhuntuk mengabdi dalam agama serta turut mencerdaskan anak bangsa. Dalam mencerdaskan anak bangsa, ulama’ juga telah dikenal mengambil peran di dalamnya. Oleh karena itu ia juga turut berperan di dalamnya karena panggilan hati serta didikan keluarganya yang sejak kecil telah mengajarkannyaagar senantiasa bermanfaat di tengah-tengah masyarakat.

Warisan paling berharga dari Hj. Massuniah kepada masyarakat ialah putera-putera yang mampu melanjutkan perjuangannya menjadi lebih baik.Ia selalu menanamkan doktrin agar anak-anaknya tidak kenal lelah dalam berjuang untuk agama. Iasering berpesan kepada putera-puteranya agar mereka mengamalkan ilmu yang telah didapatkan selama menuntut ilmu sebagaimana dilakukan olehnya. Nampaknya nasehat ini yang melekat pada putera-putera yang menjadi salah satu sosok yang

1

Gambar

TABEL TRANSLITERASI ............................................................................................
   Table 1.1
      Table 1.2

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini penulis membahas pembentukan komunitas menggunakan algoritma Agglomerative Hierarchical Clustering (AHC) berbasis enhanced similarity pada data

Asli Surat Pernyataan yang dibuat sendiri oleh yang bersangkutan di atas kerlas bermaterai cukup (Rp. 6.000), bahwa bersedia untuk tidak merangkap sebagai Pejabat

Solusi dari kendala implementasi karakter percaya diri pada siswa kelas terbuka SMP Negeri 1 Wonosegoro adalah memberikan reward bagi siswa, memberikan tugas

Perbandingan Pengaruh Penggunaan Simulator Cisco Packet Tracer Dan Graphical Network Simulator 3 (GNS3) Sebagai Media Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Penelitian ditujukan untuk menganalisis pengaruh ketebalan lapisan subbase course material batu kapur pada subgrade tanah granuler terhadap nilai CBR dan k v.. Penelitian

Ketika seorang siswa berusaha mencapai tujuan belajar atau dia ingin mencapai prestasi belajar yang optimal maka dia akan menjumpai sejumlah faktor-faktor yang dapat mendorong

Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Siswa Melalui Pembelajaran Tadabur Alam Pada Mata Pelajaran Aqidah

Alexandri (2009), Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau