• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999

TENTANG

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

UMUM

Dalam rangka penyelenggaraan pemerint ahan negara dan pembangunan nasional unt uk mencapai masyarakat , adil, makmur, dan merat a berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menet apkan Negara Indonesia adalah negara kesat uan yang berbent uk republik. Selanj ut nya dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 besert a penj elasannya menyat akan bahwa daerah Indonesia t erbagi dalam daerah yang bersif at ot onom at au bersif at daerah administ rasi. Pembangunan daerah sebagai bagian int egral dari pembangunan nasional yang memberikan kesempat an bagi peningkat an demokrasi dan ki nerj a daerah unt uk meningkat kan kesej aht eraan masyarakat menuj u masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepot isme. Penyelengaraan pemerint ahan daerah sebagai sub sist em pemerint ahan negara dimaksudkan unt uk meningkat kan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerint ahan dan pelayanan masyarakat . Sebagai daerah ot onom, Daerah mempunyai kewenangan dan t anggung j awab menyelenggarakan kepent ingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip ket erbukaan, part isipasi masyarakat , dan pert anggungj awaban kepada masyarakat .

Dalam rangka menyelenggarakan pemerint ahan, pelayanan masyarakat , dan pembangunan, maka pemerint ahan suat u negara pada hakekat nya mengemban t iga f ungsi ut ama yakni f ungsi alokasi yang meliput i, ant ara lain, sumber-sumber ekonomi dalam bent uk barang dan j asa pelayanan masyarakat , f ungsi dist ribusi yang meliput i, ant ara lain, pendapat an dan kekayaan masyarakat , pemerat aan pembangunan, dan f ungsi st abilit asi yang meliput i, ant ara lain, pert ahanan-keamanan, ekonomi dan monet er. Fungsi dist ribusi dan f ungsi st abilisasi pada umumnya lebih ef ekt if dilaksanakan oleh

Pemerint ah Pusat sedangkan f ungsi alokasi pada umumnya lebih ef ekt if dilaksanakan oleh Pemerint ah Daerah, karena Daerah pada umumnya lebih menget ahui kebut uhan sert a st andar pelayanan

masyarakat . Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhat ikan kondisi dan sit uasi yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ket iga f ungsi di maksud sangat pent ing sebagai landasan dalam penent uan dasar-dasar perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Derah secara j elas dan t egas.

Unt uk mendukung penyelenggaraan ot onomi Daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyat a, dan bert anggung j awab di Daerah secara proporsional yang diwuj udkan dengan pengat uran, pembagian, dan pemanf aat an sumber daya nasional yang berkeadilan, sert a perimbangan keuangan Pemerint ah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerint ahan Daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerint ah Pusat dan Daerah dilaksanakan at as dasar desent ralisasi, dekonsent rasi, dan t ugas pembant uan.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desent ralisasi t erdiri dari pendapat an asli daerah, dana perimbangan, pinj aman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber pendapat an asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkut an yang t erdiri dari hasil paj ak daerah, hasil ret ribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapat an asli daerah yang sah.

(2)

sert a dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan t ersebut t idak dapat dipisahkan sat u sama lain, mengingat t uj uan masing-masing j eni s sumber t ersebut saling mengisi dan melengkapi. Bagian Daerah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak At as Tanah dan

Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya memperhat ikan pot ensi daerah penghasil. Dana alokasi umum dialokasikan dengan t uj uan pemerat aan dengan memperhat ikan pot ensi daerah, luas daerah, keadaan geograf i, j umlah penduduk, dan t ingkat pendapat an masyarakat di Daerah, sehingga perbedaan ant ara daerah yang maj u dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Dana alokasi khusus bert uj uan unt uk membant u membiayai kebut uhan-kebut uhan khusus Daerah. Di samping it u unt uk menanggulangi keadaan mendesak sepert i bencana alam, kepada Daerah dapat dialokasikan Dana Darurat . Dengan demikian, Undang-undang ini selain memberikan landasan pengat uran bagi pembagian keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah, j uga memberikan landasan bagi perimbangan keuangan ant ar Daerah.

Dalam pelaksanaan perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah t ersebut perlu memperhat ikan kebut uhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menj adi t anggung j awab Pemerint ah Pusat , ant ara lain pembiayaan bagi polit ik luar negeri, pert ahanan-keamanan, peradilan, pengelolaan monet er dan f iskal, agama, sert a kewaj iban pengembalian pinj aman Pemerint ah Pusat . Undang-undang ini j uga mengat ur mengenai kewenangan Daerah unt uk membent uk Dana Cadangan yang bersumber dari penerimaan Daerah, sert a si st em pengelolaan dan pert anggungj awaban keuangan dalam pelaksanaan desent ralisasi, dekonsent rasi, dan t ugas pembant uan. Pert anggungj awaban

keuangan dalam rangka desent ralisasi dilakukan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. Berbagai laporan keuangan Daerah dit empat kan dalam dokumen Daerah agar dapat diket ahui oleh masyarakat sehingga t erwuj ud ket erbukaan dalam pengelolaan keuangan Daerah. Dalam hal pemeriksaan keuangan Daerah dilakukan oleh inst ansi pemeriksa f ungsional. Di samping it u, unt uk mendukung kelancaran pelaksanaan sist em alokasi kepada Daerah, diat ur pula sist em inf ormasi keuangan daerah dan menet apkan

Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang bert ugas mempersiapkan rekomendasi mengenai perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah.

Perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah sebagaimana diat ur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 t idak dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan, karena ant ara lain beberapa f akt or unt uk menghit ung pembagian keuangan kepada Daerah belum memungkinkan unt uk

dipergunakan. Selain it u, berbagai j enis paj ak yang merupakan sumber bagi pelaksanaan perimbangan keuangan t ersebut saat ini sudah t idak diberlakukan lagi melalui berbagai perat uran perundangan sert a adanya kebut uhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam mendukung ot onomi daerah, maka perlu dit et apkan Undang-undang yang mengat ur perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah.

Berdasarkan uraian di at as, Undang-undang ini mempunyai t uj uan pokok ant ara lain: a. Memberdayakan dan meningkat kan kemampuan perekonomian daerah.

b. Mencipt akan sist em pembiayaan daerah yang adil, proposional, rasional, t ransparan, part isipat if , bert anggungj awab (akunt abel), dan past i.

c. Mewuj udkan sist em perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah yang

mencerminkan pembagian t ugas kewenangan dan t anggung j awab yang j elas ant ara Pemerint ah Pusat dan Pemerint ah Daerah, mendukung pelaksanaan ot onomi Daerah dengan penyelenggaraan pemerint ahan daerah yang t ransparan, memperhat ikan part isipasi masyarakat dan

pert anggungj awaban kepada masyarakat , mengurangi kesenj angan ant ar Daerah dalam

(3)

d. Menj adi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi Daerah.

e. Mempert egas sist em pert anggungj awaban keuangan oleh Pemerint ah Daerah. f . Menj adi pedoman pokok t ent ang keuangan Daerah.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pasal ini menegaskan art i beberapa ist ilah yang digunakan dalam Undang-undang ini, dengan maksud unt uk menyamakan pengert ian at as ist ilah-ist ilah t ersebut , sehingga dapat dihindarkan kesalahpahaman dalam menaf sirkannya.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Penyerahan at au pelimpahan kewenangan Pemerint ah Pusat kepada Gubernur at au Bupat i/ Walikot a dapat dilakukan dalam rangka Desent raliasasi, Dekonsent rasi, dan Tugas Pembant uan. Set iap penyerahan at au pelimpahan kewenangan dari Pemerint ah Pusat kepada Daerah dalam rangka Desent ralisasi dan Dekonsent rasi disert ai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana sert a pengalokasian anggaran yang diperlukan unt uk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan t ersebut .

Sement ara it u, penugasan dari Pemerint ah Pusat kepada Daerah dalam rangka Tugas Pembant uan disert ai pengalokasian anggaran.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan Pendapat an Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Perat uran Daerah sesuai dengan perat uran perundangan yang berlaku.

Huruf b

Cukup j elas Huruf c

(4)

Lain-lain penerimaan yang sah, ant ara lain, hibah, Dana Darurat , dan penerimaan lainnya sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Jenis penerimaan yang t ermasuk hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan, ant ara lain, bagian laba, deviden, dan penj ualan saham milik Daerah. Huruf d

Lain-lain Pendapat an Asli Daerah yang sah, ant ara lain, hasil penj ualan aset t et ap Daerah dan j asa giro.

Pasal 5

Ayat (1)

Jenis-j enis paj ak Daerah dan ret ribusi Daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a. Penyesuaian t ersebut dilakukan dengan mengubah Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 t ent ang Paj ak Daerah dan Ret ribusi Daerah.

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 6

Ayat (1)

Dana perimbangan yang t erdiri dari 3 (t iga) j enis sumber dana, merupakan sumber pembiayaan pelaksanaan Desent ralisasi yang alokasinya t idak dapat dipisahkan sat u dengan yang lain, mengingat t uj uan masing-masing j enis penerimaan t ersebut saling mengisi dan melengkapi.

Huruf a

Yang dimaksud dengan bagian Daerah dari penerimaan sumber daya alam adalah bagian Daerah dari penerimaan Negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam, ant ara lain, di bi dang pert ambangan umum, pert ambangan minyak dan gas alam, kehut anan dan perikanan.

Huruf b

Penggunaan dana ini dit et apkan sepenuhnya oleh Daerah. Huruf c

(5)

Pembagian lebih lanj ut ant ara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)

Pembagian lebih lanj ut ant ara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam dari sekt or kehut anan, sekt or pert ambangan umum, dan sekt or perikanan yang dit erima dari Pemerint ah Pusat dit et apkan sebagai berikut :

a. Sekt or kehut anan dibagi sebagai berikut :

1. 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hut an dibagi dengan perincian:

a. bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);

b. bagian Kabupat en/ Kot a penghasil sebesar 64% (enam puluh empat persen).

2. 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Provisi Sumber Daya Hut an dibagi dengan perincian:

a. bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);

b. bagian Kabupat en/ Kot a penghasil sebesar 32% (t iga puluh dua persen);

c. bagian Kabupat en/ Kot a lainnya dalam Propinsi yang bersangkut an sebesar 32% (t iga puluh dua persen). b. Sekt or pert ambangan umum dibagi sebagai berikut

1. 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Tet ap (Land-rent) dibagi dengan perincian:

a. bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);

b. bagian Kabupat en/ Kot a penghasil sebesar 64% (enam puluh empat persen);

2. 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploit asi (royal t y) dibagi dengan perincian:

a. bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);

b. bagian Kabupat en/ Kot a penghasil sebesar 32% (t iga puluh dua persen);

c. bagian Kabupat en/ Kot a lainnya dalam Propinsi yang bersangkut an sebesar 32% (t iga puluh dua persen). c. 80% (delapan puluh persen) dari pungut an Pengusahaan Perikanan dan

Pungut an Hasil Perikanan dibagikan secara merat a kepada seluruh Kabupat en/ Kot a di Indonesia.

Ayat (6)

Huruf a

(6)

i. bagian Propinsi yang bersangkut an sebesar 3% (t iga persen); ii. bagian Kabupat en/ Kot a penghasi l sebesar 6% (enam persen); iii. bagian Kabupat en/ Kot a lainnya dalam Propinsi yang bersangkut an

sebesar 6% (enam persen). Huruf b

Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ini dibagi dengan perincian sebagai berikut :

iv. bagian Propinsi yang bersangkut an sebesar 6% (enam persen); v. bagian Kabupat en/ Kot a penghasil sebesar 12% (dua belas persen); vi. bagian Kabupat en/ Kot a lainnya dalam Propinsi yang bersangkut an

sebesar 12% (dua belas persen). Pasal 7

Ayat (1)

Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan j umlah seluruh alokasi umum unt uk Daerah Propinsi dan unt uk Daerah Kabupat en/ Kot a.

Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sej alan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan Pemerint ah Pusat kepada Daerah dalam rangka Desent ralisasi. Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Penyesuaian persent ase sebagaimana dimaksud pada ayat ini dit et apkan dalam APBN. Ayat (4) dan Ayat (5)

Rumus Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah: Dana Alokasi Umum unt uk sat u Propinsi t ert ent u=

(Jumlah Dana ) Bobot Daerah Propinsi yang bersangkut an (Alokasi Umum) X --- (unt uk Daerah) Jumlah bobot dari seluruh Daerah Propinsi (Propinsi)

Ayat (6) dan Ayat (7)

Rumus Dana Alokasi Umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah: Dana Alokasi Umum unt uk sat u Kabupat en/ Kot a t ert ent u=

(Jumlah Dana )

(7)

(Kot a) Ayat (8)

Bobot Daerah dit ent ukan berdasarkan hasil kaj ian empiris dengan memperhit ungkan variabel-variabel yang relevan.

a. Kebut uhan wilayah ot onomi Daerah paling sedikit dapat dicerminkan dari variabel j umlah penduduk, luas wilayah, keadaan geograf i, dan t ingkat pendapat an masyarakat dengan memperhat ikan kelompok masyarakat miskin. b. Pot ensi ekonomi Daerah ant ara lain dapat dicerminkan dengan pot ensi

penerimaan yang dit erima Daerah sepert i pot ensi indust ri, pot ensi sumber daya alam, pot ensi sumber daya manusia, dan Produk Domest ik Regional Brut o. Ayat (9)

Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah j uga menyusun dan at au menj aga kemukt ahiran dat a yang merupakan variabel dalam rumus t ersebut . Dengan demikian Sekret ariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai inst ansi yang obj ekt if dan independen dapat menj aga ket erbukaan dan t ransparansi dalam pengalokasian Dana Alokasi Umum.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Huruf a

Kebut uhan yang t idak dapat diperkirakan secara umum dengan rumus, adalah kebut uhan yang bersif at khusus yang t i dak sama dengan kebut uhan Daerah lain, misalnya kebut uhan di kawasan t ransmigrasi, dan kebut uhan beberapa j enis invest asi/ prasarana baru, pembangunan j alan di kawasan t erpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer.

Huruf b

Termasuk, ant ara lain, proyek yang dibiayai donor dan proyek-proyek kemanusiaan unt uk memenuhi kebut uhan dasar manusia.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Huruf a

Dana Reboisasi sebagaimana dalam ayat (4) huruf a ini hanya digunakan unt uk pembiayaan kegiat an reboisasi dan penghij auan oleh Daerah penghasil.

Huruf b

(8)

Ayat (5)

Unt uk menyat akan komit men dan t anggung j awab Daerah dalam pembiayaan program-program yang merupakan kebut uhan khusus t ersebut , maka perlu penyediaan dana dari sumber APBD sebagai pendamping at as Dana Alokasi Khusus dari APBN.

Pasal 9

Cukup j elas Pasal 10

Pokok-pokok muat an Perat uran Pemerint ah t ersebut , ant ara lain:

a. t at a cara penghit ungan dan penyaluran bagian Daerah dari penerimaan Negara yang berasal dari pembagian Paj ak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak at as Tanah dan Bangunan, sumber daya alam sekt or kehut anan, sekt or pert ambangan umum, sekt or pert ambangan minyak dan gas alam, dan sekt or perikanan unt uk Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a.

b. rumus Dana Alokasi Umum yang memuat bobot Daerah Propinsi, bobot Daerah Kabupat en/ Kot a, mekanisme penyaluran bagian Daerah kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a yang bersangkut an.

c. Dana Alokasi Khusus yang memuat persent ase minimum dana pendamping, sekt or/ kegiat an yang t idak dapat dibiayai , penggunaan Dana Alokasi Khusus, dan peranan ment eri yang membidangi perencanaan pembangunan nasional dan ment eri t eknis t erkait sert a mekanisme penyaluran bagian Daerah kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupat en/ Kot a.

Pasal 11

Ayat (1)

Pinj aman dalam negeri dapat bersumber dari Pemerint ah Pusat dan/ at au lembaga komersial dan/ at au penerbit an obligasi Daerah.

Ayat (2)

Mekanisme pinj aman dari sumber luar negeri melalui Pemerint ah Pusat mengandung pengert ian bahwa Pemerint ah Pusat akan melakukan evaluasi dari berbagai aspek mengenai dapat t idaknya usulan Pinj aman Daerah unt uk diproses lebih lanj ut . Dengan demikian pemrosesan lebih lanj ut usulan Pinj aman Daerah secara t idak langsung sudah mencerminkan perset uj uan Pemerint ah Pusat at as usulan t ermaksud.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pinj aman j angka panj ang adalah Pinj aman Daerah dengan j angka wakt u lebih dari sat u t ahun dengan persyarat an bahwa biaya pembayaran kembali pinj aman, berupa pokok pinj aman dan/ at au bunga dan/ at au semua biaya lain, sebagian at au seluruhnya akan dilunasi pada t ahun-t ahun anggaran berikut nya. Jangka wakt u pinj aman j angka panj ang t ersebut t idak boleh melebihi umur ekonomis

prasarana t ersebut . Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pinj aman j angka pendek adalah Pinj aman Daerah dengan j angka wakt u kurang at au sama dengan sat u t ahun dengan persyarat an bahwa biaya

(9)

Ayat (1)

Perset uj uan DPRD t erhadap usulan Pemerint ah Daerah unt uk mendapat kan pinj aman dilakukan secara seksama dengan mempert imbangkan, ant ara lain, kemampuan Daerah unt uk membayar dan bat as maksimum pinj aman.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kemampuan Daer ah unt uk memenuhi kewaj ibannya adalah kemampuan Daerah unt uk membiayai kebut uhan pengeluaran, baik at as kewaj iban pinj aman t ersebut maupun pengeluaran lainnya sepert i gaj i pegawai sert a biaya operasional dan pemeliharaan.

Ayat (3)

Ket ent uan ini dimaksudkan agar t erdapat ket erbukaan dan pert anggungj awaban yang j elas kepada masyarakat t ent ang kewaj iban pinj aman t ersebut .

Pasal 13

Ayat (1)

Bat as j umlah Pinj aman Daerah adalah j umlah pinj aman maksimum yang dapat dit erima oleh Daerah dengan memperhat ikan indikat or kemampuan Daerah unt uk meminj am maupun dalam pengembalian pinj aman, yait u suat u rasio yang menunj ukkan

t ersedianya sej umlah dana dalam periode wakt u t ert ent u unt uk menut up kewaj iban pembayaran pinj aman.

Ayat (2)

Penj aminan yang dimaksud pada ayat ini adalah penj aminan Daerah t erhadap ant ara lain pinj aman perusahaan milik Daerah dan pinj aman swast a dalam rangka pelaksanaan proyek Daerah.

Ayat (3)

Perat uran perundang-undangan yang berlaku, ant ara lain, adalah Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Kepegawaian, Undang-undang Perbendaharaan Negara, dan KUHP.

Pasal 14

Ayat (1)

Dengan menempat kan kewaj iban Daerah at as pinj aman Daerah sebagai salah sat u priorit as dalam pengeluaran APBD, pemenuhan kewaj iban t ermaksud diharapkan mempunyai kedudukan yang sej aj ar dengan pengeluaran lain yang harus dipriorit askan Daerah, misalnya pengeluaran yang apabila t idak dilakukan dapat menimbulkan kerawanan sosial. Dengan demikian pemenuhan kewaj iban at as pinj aman Daerah t idak dapat dikesampingkan apabila t arget penerimaan APBD t idak t ercapai.

Ayat (2)

Pelaksanaan ket ent uan ayat ini dilakukan dengan mempert imbangkan keadaan keuangan Daerah.

Pasal 15

Pokok-pokok muat an Perat uran Pemerint ah t ersebut , ant ara lain, j enis dan sumber pinj aman, sekt or yang dapat dibiayai dengan dana pi nj aman, bat as maksimum pinj aman, j angka wakt u pinj aman, dan t at a cara mendapat kan pinj aman.

(10)

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan keperluan mendesak adalah t erj adinya keadaan yang sangat luar biasa yang t idak dapat dit anggulangi oleh Daerah dengan pembiayaan dari APBD, yait u bencana alam dan/ at au perist iwa lain yang dinyat akan Pemerint ah Pusat sebagai bencana nasional.

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 17

Ayat (1)

Kewenangan dan t anggung j awab sehubungan dengan pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi, mengacu pada perat uran perundang-undangan mengenai APBN dan perbendaharaan negara. Dana pembiayaan pelaksanaan Dekonsent rasi t ersebut t idak merupakan penerimaan APBD.

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Cukup j elas Ayat (6)

Cukup j elas Ayat (7)

Pokok-pokok muat an Perat uran Pemerint ah t ersebut , ant ara lain, pengalokasian dan pengadminist rasian keuangan pelaksanaan Dekonsent rasi oleh Gubernur besert a perangkat nya, yang meliput i sist em dan prosedur perencanaan, pelaksanaan pemeriksaan/ pengawasan dan pert anggungj awaban keuangan, sesuai dengan mekanisme keuangan Negara yang berlaku bagi APBN.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

(11)

Cukup j elas Ayat (1)

Pokok-pokok muat an Perat uran Pemerint ah t ersebut , ant ara lain, bent uk dan st rukt ur Anggaran Tugas Pembant uan, pengalokasian dan pengadminist rasian keuangan

pelaksanaan Tugas Pembant uan oleh Gubernur besert a perangkat nya, yang meliput i sist em dan prosedur perencanaan, pelaksanaan pemeriksaan/ pengawasan dan

pert anggungj awaban keuangan, sesuai mekani sme keuangan Negara yang berlaku bagi APBN.

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan dicat at dan dikelola dalam APBD t ermasuk dicat at dan dikelola dalam perubahan dan perhit ungan APBD.

Ayat (2)

Ket ent uan ini unt uk menj amin bahwa semua penerimaan dan pengeluaran yang dikelola Gubernur at au Bupat i/ Walikot a dengan perangkat nya digolongkan dalam rangka

pelaksanaan Desent ralisasi at au dalam rangka pelaksanaan Dekonsent rasi at au dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembant uan. Sebagai cont oh pungut an Puskesmas

merupakan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Desent ralisasi dan diadminist rasikan dalam APBD.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 20

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 21

Ket ent uan Pasal ini berart i Daerah t idak boleh menganggarkan pengeluaran t anpa kepast ian t erlebih dahulu mengenai ket ersediaan sumber pembiayaannya dan mendorong Daerah unt uk meningkat kan ef isiensi pengeluarannya.

Pasal 22

Ayat (1)

Ket ent uan ayat ini memberi peluang kepada Daerah apabila diperlukan unt uk

membent uk dana cadangan bagi kebut uhan pengeluaran yang memerlukan dana relat if cukup besar yang t idak dapat dibebankan dalam sat u t ahun anggaran.

(12)

Dana cadangan dapat disediakan dari sisa anggaran lebih t ahun lalu dan/ at au sumber pendapat an Daerah.

Ayat (3)

Perat uran Daerah t ersebut , ant ara lain, menet apkan t uj uan dana cadangan, sumber pendanaan dana cadangan, dan j enis pengeluaran yang dapat dibi ayai dengan dana cadangan t ersebut .

Ayat (4)

Dana cadangan dibent uk dan diadminist rasikan secara t erbuka, t idak dirahasiakan, disimpan dalam bent uk kas at au yang mudah diuangkan, dan semua t ransaksi harus dicant umkan dalam APBD.

Diadminist rasikan dalam APBD berart i dicat at saldo awal, semua penerimaan dan pengeluaran, sert a saldo akhir dalam bent uk rincian dana cadangan t ersebut . Pasal 23

Ayat (1)

Pokok-pokok muat an Perat uran Daerah t ersebut , ant ara lain, kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD, kewenangan keuangan Kepala Daerah dan DPRD, prinsip-prinsip pengelolaan kas, ot orisasi pengeluaran kas, t at a cara pengadaan barang dan j asa, prosedur melakukan pinj aman, dan pert anggungj awaban keuangan.

Ayat (2)

Sist em dan prosedur pengelolaan keuangan Daerah meliput i, ant ara lain, st rukt ur organisasi, dokument asi, dan prosedur t erperinci dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan, yang bert uj uan unt uk mengopt imalkan ef ekt ivit as, ef esiensi, dan keamanan. Selain it u, sist em dan prosedur t ersebut harus dapat menyediakan inf ormasi kepada Pemerint ah Pusat secara akurat dan t epat pada wakt unya.

Pasal 24

Ayat (1)

Laporan pert anggungj awaban keuangan t ersebut dinyat akan dalam sat u bent uk laporan.

Ayat (2)

Penolakan laporan oleh DPRD harus disert ai dengan alasannya.

Proses lebih lanj ut dari penolakan pert anggungj awaban Kepala Daerah t ersebut mengikut i mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang t ent ang Pemerint ahan Daerah.

Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 25

Cukup j elas Pasal 26

(13)

a. prinsip-prinsip bagi t ransparansi dan akunt abilit as mengenai penyusunan, perubahan, dan perhit ungan APBD, pengelolaan kas, t at a cara pelaporan, pengawasan int ern, ot orisasi, dan sebagainya, sert a pedoman bagi sist em dan prosedur pengelolaan; b. pedoman laporan pert anggungj awaban yang berkait an dengan pelayanan yang dicapai,

biaya sat uan komponen kegiat an, dan st andar akunt ansi Pemerint ah Daerah, sert a persent ase j umlah penerimaan APBD unt uk membiayai administ rasi umum dan pemerint ahan umum.

Pasal 27

Ayat (1)

Sumber inf ormasi bagi sist em inf ormasi keuangan Daerah t erut ama adalah laporan inf ormasi APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Pokok-pokok muat an Keput usan Ment eri Keuangan t ersebut , ant ara lain, inst ansi yang bert anggung j awab menyusun dan memelihara sist em inf ormasi keuangan Daerah, prosedur perolehan inf ormasi yang diperlukan, dan t at a cara penyediaan inf ormasi kepada inst ansi pemerint ah dan masyarakat .

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Pokok-pokok muat an Perat uran Pemerint ah t ersebut , ant ara lain, j enis inf ormasi, bent uk laporan inf ormasi, t at a cara penyusunan, dan penyampaian inf ormasi kepada Ment eri t eknis t erkait .

Pasal 29

Ayat (1)

Rekomendasi t ersebut , ant ara lain, mengenai penent uan besarnya Dana Alokasi Umum unt uk t iap-t iap Daerah berdasarkan rumus yang t elah dit et apkan dan kebij akan pembiayaan Daerah.

Ayat (2)

Pokok-pokok muat an Keput usan Presiden t ersebut , ant ara lain, j umlah dan kualif ikasi anggot a, t at a cara pengangkat an, masa kerj a, sert a t ugas dan t anggung j awab anggot a Sekret ariat .

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 31

(14)

Ayat ini memungkinkan pengalokasian dana APBN guna membiayai urusan Desent ralisasi secara langsung unt uk masa peralihan dua t ahun anggaran. Ket ent uan ini, ant ara lain, memungkinkan dana APBN unt uk menyelesaikan proyek yang pelaksanaannya t elah dimulai dengan dana APBN sekt oral sebelum berlakunya Undang-undang ini. Ket ent uan ini bert uj uan unt uk mengurangi secara bert ahap, dalam j angka wakt u dua t ahun t ersebut , j umlah anggaran pembiayaan urusan Desent ralisasi yang sebelumnya dibiayai langsung dari Pusat melalui depart emen t eknis.

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Yang dimaksud dengan set iap t ahun anggaran dalam ket ent uan ini adalah unt uk 2 (dua) t ahun anggaran dalam masa peralihan.

Ayat (5)

Cukup j elas Pasal 32

Cukup j elas Pasal 33

Cukup j elas

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 31 Desember 2011, aset tetap tertentu milik Perusahaan dan pada tanggal 31 Desember 2010, aset tetap tertentu milik Perusahaan dan PT Aneka

Dalam dunia statistik, yang dimaksud dengan kuartil ialah titik atau skor atau nilai yang membagi seluruh distribusi frekuensi kedalam empat bagian yang sama besar, yaitu

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui gambaran hasil penerapan metode eksperimen untuk meningkatkan hasil

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Kombinasi Eksperimen Nyata-Virtual Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis.. Universitas

Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan

Yang dimaksud dengan Pengendali Perusahaan Terbuka adalah pihak yang memiliki saham lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau Pihak

Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, ditemukan juga bahwa pola asuh otoriter yang diterapkan orangtua terhadap mahasiswa berada dalam kategori rendah dengan