• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kota yang umumnya ada di kota-kota di Indonesia, ciri tersebut antara lain:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kota yang umumnya ada di kota-kota di Indonesia, ciri tersebut antara lain:"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surakarta sebagai salah satu kota yang ada di Indonesia mempunyai ciri kota yang umumnya ada di kota-kota di Indonesia, ciri tersebut antara lain: pembangunan yang berpusat di daerah kota, jenis kegiatan perekonomian dan industri dengan infrastrukturnya, terpusatnya penyediaan fasilitas pendidikan, pariwisata dan lain-lain. Hal ini tentu saja menimbulkan akibat sampingan yang tak terelakkan, salah satunya ialah adanya orientasi pemenuhan kebutuhan hidup cenderung berperilaku menyimpang (deviacy) yang menyebabkan kepincangan sosial, salah satu penyebabnya ialah ketidakseimbangan antara peningkatan penyediaan fasilitas kebutuhan hidup warga kota dengan laju peningkatan penduduk yang semakin membesar. Keadaan ini dapat menimbulkan suatu patologi sosial, yang muncul dalam bentuk kejahatan: pencurian, pelacuran, penipuan, perjudian, penyalahgunaan narkotika, alkoholisme, dan bentuk-bentuk kejahatan yang lain. 1

Kejahatan sangat erat hubungannya dengan proses sosial dan pembangunan, pengangguran, dan lain-lain. Urbanisasi dapat menyebabkan pergeseran nilai dan norma masyarakat. Pelanggaran nilai dan norma menjadi penyebab tindak penyimpangan sosial (social deviacy), antara lain: kenakalan remaja, seks bebas, perceraian, perjudian, dan lain-lain. Pengangguran yang

1Heniy Astiyanto., Sosiologi Kriminalitas, (Yogyakarta: Legal Center 97, 2003), hlm. 3.

(2)

semakin bertambah mendesak orang untuk segera memecahkan masalah hidupnya. Kehidupan kota besar membawa berbagai kesenjangan sosial yang dapat mendorong tindak kejahatan di lingkungan masyarakat.2

Pertumbuhan penduduk Surakarta yang cenderung meningkat setiap tahunnya disebabkan oleh angka kelahiran dalam penduduk sendiri dan ditambah lagi besarnya arus urbanisasi dari luar Surakarta menyebabkan penyebaran penduduk tidak merata. Kebanyakan tindak kejahatan terjadi akibat urbanisasi dan tergantung pada daerah yang menjadi pemusatan penduduk. Umumnya para pendatang tidak dapat beradaptasi dengan masyarakat atau pemikiran kota yang serba cepat sehingga tingkat pemikirannya menjadi mundur. Adanya jurang pemisah yang jelas antara kaya dan miskin kemudian mempengaruhi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Persaingan bebas dan budaya konsumerisme mempunyai kecenderungan seseorang untuk mempersiapkan diri dari berbagai cara penipuan.3 Bergesernya nilai-nilai norma dalam tatanan kehidupan masyarakat, kepadatan penduduk, pengaruh budaya asing, dan pengaruh media massa tanpa disadari ikut menentukan timbulnya tindak kejahatan. Media massa seperti surat kabar, radio, televisi, dan film-film banyak menyajikan kekerasan justru memberikan pelajaran secara langsung yang mendorong masyarakat untuk menirunya.

Kenakalan remaja merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang. Ketika berada di tengah lingkungan keluarga dan kerabat sendiri

2

A. K. Nasution., “Kriminalitas dan Pembangunan, Pencegahan dan Pengendalian”. Majalah Prisma., 5 Mei 1982, hlm. 21-22.

3

Abdul Syani., Sosiologi Kriminalitas, (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm. 47.

(3)

banyak di antara para remaja yang tidak percaya diri dan tidak nyaman, hingga mereka merasa tidak berarti, kurang bermartabat, terkekang, dan tidak berkembang. Justru ketika berada di tengah-tengah kelompok atau geng mereka menemukan solidaritas, ikatan kekeluargaan, menemukan nilai diri dan kehormatan. Secara garis besar keluarga sekolah dan lingkungan sekitar dapat memberikan efek baik dan buruk bagi perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak sering kali menyebabkan remaja melakukan hal-hal yang menyimpang kemudian berlanjut pada tindakan kriminal.4

Surakarta pada tahun 1980-an merupakan tahun yang mencekam, ketika merebaknya GALI yang semakin merajalela dan tidak pandang bulu yang tentu saja juga meresahkan masyarakat. Ditambah lagi dengan terjadinya pembunuhan di mana-mana, seperti mayat yang ditemukan di daerah Komplang dan Manahan. Mayat tersebut memiliki luka lubang peluru di kepala. Walaupun mayat yang diduga merupakan pelaku tindak kejahatan di kota Surakarta, namun dengan adanya kejadian tersebut semakin menambah kerisauan masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari. Ditemukannya kedua mayat tersebut di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Mangkubumen Surakarta sejak bulan Juni sampai Juli 1983 total terdapat 12 mayat yang divisum tewas akibat terkena peluru.5

Pada kenyataan sehari-hari, masyarakat Surakarta terkadang direpotkan oleh keadaan yang mendesak dalam menanggulangi tindakan para GALI. Kegiatan GALI yang paling mencolok adalah pemerasan. Mereka mendapatkan

4

Kartini Kartono., Patologi Sosial 2:Kenakalan Remaja,, (Jakarta: Rajawali Press, 1922), hlm. 7.

5

(4)

uang dengan jalan memeras. Selain memeras, orang-orang tersebut melakukan aktivitas untuk menemukan identitas diri mereka, menunjukkan sifat kejantanan dan mengembalikan harga diri yang semula direndahkan orang. Kekuatan fisik, keberanian melanggar norma-norma sosial dan pelanggaran hukum menjadi sarana untuk menonjolkan diri mereka. Seperti almarhum Wagiyo alias Waluyo penduduk Sangkrah Kelurahan Semanggi, adalah residivis yang sering keluar masuk Lembaga Pemasyarakatan. Selain Wagiyo sering beroperasi di kendaraan umum, ia juga dikenal sebagai residivis yang berani terhadap petugas keamanan, bahkan pernah menantang duel anggota Koramil Pasar Kliwon.6

Peran serta pemuda, remaja, pelajar, dan mahasiswa dalam tindak pidana ternyata cenderung meningkat. Dimulai dari mabuk minuman, pemerasan hingga pencurian kendaraan bermotor, juga penyalahgunaan narkotika. Bukti merembesnya kejahatan di kalangan pelajar dan mahasiswa terlihat dari hasil “Operasi Dharma” yang dilaksanakan Kodam IX Jateng. Dari 102 pelaku kejahatan yang diringkus dalam operasi itu, di antaranya terdapat 13 kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan pelajar SMA. Tingkat tindak kriminalitas meningkat drastis pada saat itu, seketika masyarakat resah akan adanya GALI (Gabungan Anak Liar). Mereka beraksi melakukan tindak kejahatan secara terang-terangan di muka umum dan cenderung brutal. Akhirnya pihak aparat keamanan menggelar Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK). Surakarta merupakan kota yang menjadi sumber berita negatif di bidang keamanan serta merupakan tempat pertama di Jawa Tengah dalam hal kejahatan dengan kekerasan. Pada akhir Juli 1982 hanya dalam waktu dua jam terjadi tujuh kali

6

(5)

perampokan. Surakarta diakui oleh Danwil 95 Kolonel Polisi FX. Yudhomo sebagai asal dari GALI yang kemudian menyebar untuk melakukan aksinya, karena itu Surakarta disebut sebagai “Kota Neraka”.7 Di dalam wilayah Surakarta sendiri pada tahun 80-an terdapat beberapa tempat yang di-black list atau di anggap sebagai wilayah bahaya rawan terjadi tindak kriminalitas para GALI. Seperti daerah Semanggi, Balong, Purwopuran, Nusukan dan masih banyak lagi.

Para pelaku tindak kriminal yang disebut GALI benar-benar dilumpuhkan melalui Operasi Pemberantasan Kejahatan. Penanggulangan kejahatan di Surakarta menjadi sangat menarik ketika pihak keamanan mulai turun tangan melalui jalur non hukum.8 Operasi Pemberantasan Kejahatan memperlihatkan hasilnya dengan tercapainya ketenangan lingkungan bebas dari para GALI. Operasi tersebut sebelumnya telah dilaksanakan di Yogyakarta yang menuai hasil dengan menurunnya tingkat kriminalitas. Oleh karena itu, metode tersebut kemudian diterapkan di tempat lain seperti di Surakarta.

Pemberantasan kejahatan yang dilakukan oleh penegak hukum pada kenyataanya tidak dapat membasmi tindak kriminal secara menyeluruh. Usaha-usaha pemberantasan kejahatan tersebut hanya bersifat menekan dan mengurangi tindak kejahatan yang ada di kalangan masyarakat. Kejahatan akan selalu menyertai kehidupan masyarakat sepanjang jaman. Kejahatan ternyata tidak dapat dibasmi dengan cara apapun, yang terpenting adalah selalu menjunjung tinggi norma-norma sosial yang berbudaya dalam bermasyarakat.

Penelitian mengenai GALI ini dilakukan di kota Surakarta. Pengambilan lokasi tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa di kota Surakarta mengalami

7

Harian Suara Merdeka, 16 Juli 1983, Koleksi Pustaka Yogyakarta.

8

(6)

peningkatan kriminalitas baik secara kuantitas maupun kualitas pada tahun 1980-Paruh 1982. Surakarta merupakan kota asal dari para GALI yang kemudian menyebar untuk melakukan operasinya. Sebelum dilancarkan Operasi Pemberantasan Kejahatan, di kota Surakarta terjadi 35 sampai 40 kali kasus kejahatan setiap harinya.9 Ketika akhir tahun 1982 terdapat kasus dengan modus lain, yaitu perampasan di dalam bus dan penipuan markayak. Untuk mengatasinya pihak kepolisian memonitor hingga sepertiga dari 240 bus yang tiap hari keluar masuk Solo, oleh karena itu, Kolonel Polisi FX. Yudhomo mengungkapakan bahwa Surakarta sampai tahun 1982 disebut sebagai “Kota Neraka” dan merupakan tempat pertama di Jawa Tengah dalam hal kejahatan dengan kekerasan.10 Peningkatan tindak kriminalitas yang dilakukan para GALI tersebut terjadi pada tahun 1980-1982, karena setelah itu pada bulan Maret 1983 dilakukan Operasi Pemberantasan Kejahatan oleh aparat keamanan. Kemudian untuk mengetahui dampak kepada masyarakat Surakarta sendiri mulai dari munculnya keberadaan GALI hingga dilakukan operasi pengendalian GALI oleh pihak aparat keamanan sampai dengan pascaoperasi pemberantasan GALI pada tahun 1985. Dengan demikian, untuk mengetahui dampak pascaoperasi membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun sehingga dapat diketahui dampak stabilitas sosial masyarakat di Surakarta.

9

Harian Suara Merdeka, loc. cit.

10 Ibid.

(7)

A. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah GALI di Surakarta tahun 1980-1985: Kemunculan hingga pengendaliannya?

2. Bagaimanakah dampak aktivitas GALI terhadap masyarakat Surakarta tahun 1980-1985?

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kemunculan hingga pengendalian GALI di Surakarta tahun 1980-1985

2. Untuk mengetahui dampak aktivitas GALI terhadap masyarakat Surakarta tahun 1980-1985

C. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi mengenai perkembangan kriminalitas di Surakarta.

2. Sebagai bahan kajian bagi peneliti lain terhadap penanggulangan. bentuk-bentuk kejahatan baik secara formal maupun informal.

3. Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam rangka peningkatan jumlah tulisan mengenai sejarah sosial.

D. Kajian Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa literatur yang relevan dengan tema penelitian. Gabungan Anak Liar (GALI) di Yogyakarta Tahun 1970-1985 Karya

(8)

F. Purwono Sapto W.11 Skripsis tersebut membantu penulis dalam memahami tentang latar belakang munculnya GALI hingga bentuk solidaritas sesama GALI di Yogyakarta. Dalam karya ini ditemukan pokok pembahasan mengenai struktur dan karakter GALI, khususnya dalam pola kepemimpinannya. Berbeda tempat tentu saja berbeda pula ragam dinamika yang terjadi. Oleh karena itu, penulisan ini menyajikan ragam perbedaan yang ada antara Yogyakarta dan Surakarta, dengan meneliti perkembangan hingga pola tindakan kriminal GALI, wilayah kepemimpinan di dalamnya secara lebih mendalam. Hal ini sesuai dengan latar belakang kota yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Di samping itu, penulisan ini menggunakan pendekatan sosial yang mendalam tentang pola kepemimpinan GALI di Surakarta, hingga sisi manfaat GALI pada masyarakat.

Studi yang dilakukan oleh Heniy Astiyanto yang berjudul Sosiologi Kriminalitas.12 Menjelaskan tentang latar belakang terjadinya kriminalitas yang ditinjau dari aspek sosiologis. Heniy menggambarkan tentang kompleksitas kota sebagai pusat kehidupan menimbulkan persoalan yang dilematis, yaitu di satu pihak kota menjanjikan kehidupan yang lebih baik tetapi di lain pihak daya dukung kota tidak dapat memenuhi janji tersebut. Kemudian muncul akibat sampingan yang tidak terelakkan, yaitu terdapat kepincangan sosial dalam masyarakat kota. Buku ini membantu penulis dalam memahami tentang kriminalitas yang terbentuk dari faktor lingkungan yang begitu kompleks.

11F. Purwono Sapto W., “Gabungan Anak Liar di Yogyakarta Tahun

1970-1985”. Skripsi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, 2006.

12

(9)

Buku karya Suhartono, Bandit-bandit Pedesaan di Jawa: Studi Historis 1850-1942.13 Buku terbitan tahun 1995 inimenjelaskan tentang kriminalitas atau banditisme yang didasarkan pada ketidakpuasan pada “penguasa” yang pernah menindasnya merupakan bagian dari protes sosial. Dalam buku ini diulas mengenai pengertian bandit secara lebih merinci. Bandit atau GALI memiliki pola kegiatan kriminalitas yang sama, sehingga buku ini sangat membantu dalam menganalisis kecenderungan pola kriminalisme GALI di Surakarta.

Kekerasan dan Anarki Negara Indonesia Modern, karya Nico Schulte Nordholt.14 Membahas cara-cara bagaimana monopoli negara atas sarana-sarana kekerasan telah digali oleh tokoh-tokoh paling utama di Indonesia. Hal itu sering berpaling pada kekerasan untuk meneruskan kepentingan mereka dengan menyewa para jago geng-geng kriminal kota, kaum muda yang hilang arah atau suka mencari masalah, juga para militer dan petugas-petugas keamanan swasta (biasanya didominasi oleh para penjahat). Metode menggunakan orang lain untuk mengerjakan tugas kotor seseorang ini bukanlah hal yang baru di Jawa, namun penggunaanya meluas dengan cepat selama kekuasaan Soeharto. Hal ini membawa apa yang disebut oleh Nico Schulte Nordholt “anarki kekuasaan” karena terbukti sangat sulit untuk membasmi para antek ini begitu mereka menyelesaikan tugasnya. Tulisan Nico Schulte Nordholt ini sangat membantu

13

Suhartono., Bandit-bandit Pedesaan di Jawa: Studi Historis 1850-1942,

(Yogyakarta: Aditya Media, 1995), hlm. 93.

14

Nico Schulte Nordholt., “Kekerasan dan Anarki Negara Indonesia Modern” dalam Frans Husken dan Huub de Jonge (eds.), Orde Zonder Order:

Kekerasan dan Dendam di Indonesia 1965-1998, (Yogyakarta: LkiS, 2003), hlm.

(10)

mengkaji latar belakang munculnya gejala-gejala kekerasan dan anarki negara di dalam masyarakat.

Onghokham dalam tulisannya. Gali-gali dan Masyarakat Kita.15

Menjelaskan bahwa para sejarawan masyarakat sedikit banyak bersimpati kepada apa yang kini disebut GALI, sebab mereka menaikkan ke panggung sejarah bukan para negarawan, seperti para sejarawan politik dan konvensional, tetapi tokoh masyarakat. Masalah GALI juga harus dilihat dari sudut defensive crime, kejahatan untuk dapat hidup, maklum di kota-kota dan di desa-desa tidak dapat menjamin keperluan minim. Karya Onghkham ini sangat membantu untuk mengkaji tentang latar belakang munculnya gejala-gejal GALI di dalam masyarakat.

E. Metode Penelitian

Suatu penelitian ilmiah yang didukung dengan mempergunakan metode, teori, dan konsep untuk menganalisis secara sistematis dan kritis. Dalam penelitian ilmiah peranan metode sangat penting. Oleh karena itu, keberhasilan dalam penulisan ilmiah tergantung pada metode yang digunakan.

Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja atau cara berpikir untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa arti yang sesungguhnya metode adalah jalan atau cara dalam penulisan ilmiah.16 Metode

15

Onghokham., “Gali-gali dan Masyarakat Kita” dalam Majalah Tempo 4 Juni 1983, hlm. 54.

16

Koentjaraningrat., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press. 1982), hlm. 7.

(11)

sejarah adalah sebuah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman, jejak-jejak dan peninggalan masa lampau. Langkah kerja dalam penelitian didasarkan pada metode sejarah yang terbagi dalam empat tahapan, yaitu: heuristik (menghimpun sumber-sumber sejarah), kritik (menguji atau menilai suatu sumber) meliputi kritik ekstern dan kritik intern, interpretasi (penafsiran sumber-sumber yang akan diteliti), dan historiografi (penyusunan berdasarkan bukti-bukti yang telah dinilai menjadi tulisan yang berarti).17

Langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan berbagai sumber sejarah yang ada kaitannya dengan tindakan yang dilakukan para GALI (Gabungan Anak Liar) di Surakarta sekitar tahun 1980-1985, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Bagian ini disebut dengan heuristik. Penelitian ini juga mengumpulkan data dengan wawancara beberapa masyarakat di Surakarta terkait GALI tahun 1980-1985, baik dari pelaku (GALI), petugas keamanan, dan masyarakat yang merasakan dampak dari tindak kejahatan tersebut.

Tahap kedua adalah kritik sumber. Kritik sumber merupakan langkah atau cara untuk membuktikan kebenaran dari sumber data yang telah dikumpulkan. Kritik sumber sendiri dibedakan menjadi dua; kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern dilakukan untuk menemukan otentitasnya, sedangkan kritik intern dilakukan guna mencari kredibilitasnya. Bila tahap ini telah dilakukan, maka sumber-sumber yang dianggap valid tersebut kemudian menjadi dasar untuk membangun fakta.

17

(12)

Tahap selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi adalah memahami makna yang sebenarnya dari sumber-sumber atau bukti sejarah yang telah ditemukan. Fakta yang didapat dari sumber sejarah tersebut kemudian dikaitkan dengan sumber sejarah lainnya untuk menemukan fakta lain. Langkah ini disebut eksplanasi. Hasil dari proses eksplanasi ini kemudian disajikan dan ditulis, yang sering disebut dengan rekonstruksi sejarah. Yang dimaksud rekonstruksi sejarah adalah menyusun fakta-fakta yang ada menjadi sebuah sejarah. Rekonstruksi tersebut dimaksudkan untuk merangkaikan berbagai fakta agar menjadi sebuah cerita sejarah, yang berasal dari sumber-sumber yang tadinya belum menjadi cerita sejarah.

Tahap keempat dan yang merupakan tahap terakhir adalah historiografi. Historiografi merupakan penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang baru, yang didasarkan pada bukti-bukti yang telah diuji. Sumber sejarah yang berupa dokumen dan referensi yang ada dilakukan analisis, kemudian diinterpretasikan, ditafsirkan isinya dan ditulis menjadi cerita sejarah dimana fakta dari data yang ditemukan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

F. Sistematika Penulisan

Bab I berisi tentang pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang gambaran umum wilayah yang dijadikan sebagai tempat penelitian, yaitu Surakarta pada tahun 1980-1985. Di sini diuraikan tentang keadaan geografis wilayah, keadaan demografi yang berhubungan dengan

(13)

kependudukan meliputi jumlah penduduk, keadaan penduduk menurut mata pencaharian dan tingkat pendidikan, keadaan sosial budaya masyarakat, dan keadaan ekonomi yang mempengaruhi perkembangan kriminalitas di Surakarta waktu itu.

Bab III menjelaskan tentang GALI dan perkembangannya meliputi istilah GALI, karakter, ciri-cirinya, kemudian diuraikan tentang pola kepemimpinan hingga pola operasi GALI dan pengendaliannya di Surakarta tahun 1980-1985.

Bab IV menguraikan tentang reaksi masyarakat terhadap aktivitas GALI di Surakarta tahun 1980-1985. Mulai dari munculnya GALI hingga pasca pengendalian aktivitas kriminal GALI oleh aparat keamanan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20*+0 tahun' ematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20

Respons imun spesifik merupakan suatu mekanisme yang kompleks dari protein, respon biokimia, sel tertentu, dan gen yang berfungsi untuk memberikan pertahanan tubuh terhadap

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa kaidah mengenai konstruksi verba yang berasal dari onomatope dan pembaca juga disuguhkan pengetahuan mengenai pola

1) Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan sebagainya yang berpengaruh pada ketepatan membedakan keabsahan atau ketidakabsahan serta laik tidaknya kapal perikanan dalam

Tipe lepasan dapat digunakan untuk periode relatif singkat yaitu kurang lebih satu tahun sedangkan untuk tipe cekat didesain dengan bagus dan tidak

Perbedaan pada penelitian ini adalah upaya guru aqidah akhlak dalam mengatasi perilaku menyimpang siswa yang menekankan jenis-jenis perilaku menyimpang siswa di MA Miftahul

Menggunakan informasi dengan kritis dan untuk menyelesaikan masalah Lenox dan Walker (1993) juga membuat kriteria seseorang yang dapat dikatakan melek informasi adalah seseorang

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada