• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Landasan Pacu (Runway) Bandar Udara Pinang Kampai Dumai.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Landasan Pacu (Runway) Bandar Udara Pinang Kampai Dumai.docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil

Sekolah Tinggi Teknologi Dumai

Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma, ST, MT

Staf Pengajar Bidang Teknik Transportasi Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai

Sebagai satu-satu Bandar Udara yang ada di Kota Dumai, Bandar Udara Pinang Kampai yang terletak 8 km sebelah selatan Kota Dumai mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang peningkatan pengguna jasa transportasi udara. Pendistribusian barang lebih cepat yang memberikan konstruksi bagi peningkatan perekonomian khususnya di Kota Dumai dan Indonesia umumnya. Peningkatan permintaan jasa transportasi udara memerlukan pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana Bandar Udara, baik untuk kepentingan pesawat maupun kepentingan penumpang dan barang. Peningkatan sarana dapat berupa pengembangan prasarana sisi udara (air side) maupun sisi darat (land side). Pengembangan prasarana sisi udara meliputi perpanjangan landasan pacu (runway) dan landasan hubung (taxiway).

Panjang landasan pacu Bandar Udara Pinang Kampai Kota Dumai eksisting adalah 1.800 m dengan lebar 30 m yang kemudian akan ditingkatkan panjangnya menjadi 2.250 m ke arah selatan dengan lebar 45 m agar penerbangan dengan pesawat Boeing 737-400 dapat dilakukan pada berat maksimum lepas landas (maximum take off weight). Lebar landasan hubung (taxiway) yang ada 23 m dan jarak antara sumbu landasan pacu dengan sumbu landasan hubung sebesar 125 m. Analisis tebal perkerasan landasan pacu dengan flexible pavement berdasarkan standar yang disyaratkan pada metode FAA (Federal Aviation Administration).

Dari hasil analisis berdasarkan standar yang disyaratkan International Civil Aviation Organization (ICAO) dengan pesawat rencana Boeing 737-400 yang lepas landas dengan berat maksimum diperlukan panjang landasan pacu 2.938 m. Dengan panjang landasan pacu 2.250 m maka pesawat Boeing 737-400 hanya dapat lepas landas sekitar 90% dari Maximum Take Off Weight (MTOW). Jarak antara sumbu landasan pacu dan sumbu landasan hubung sebesar 168 m, tebal perkerasan lentur

(flexible pavement) disesuaikan dengan masterplan Bandar Udara Pinang Kampai Kota Dumai yaitu sebesar 82 cm dengan nilai PCN 40/F/C/X/U. Kata kunci : Landasan pacu, landasan hubung, Boeing 737-400

(2)

1. PENDAHULUAN

Majunya sistem transportasi udara pada umumnya ditandai dengan peningkatan dan penambahan fasilitas lapangan terbang disetiap kota atau propinsi dan bertambahnya masyarakat pengguna jasa angkutan udara. Untuk melayani transportasi udara di Dumai maka didirikan Bandar Udara Pinang Kampai pada tahun 1971 oleh Pertamina UP II Dumai. Bandara ini selain digunakan untuk kepentingan penerbangan pertamina juga digunakan untuk penerbangan umum yang awalnya dikelola pihak Pertamina tapi sekarang pengelolaannya dilakukan oleh pihak Pemerintah daerah dibawah pengawasan Dinas Perhubungan Kota Dumai. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal dan dalam rangka meningkatkan pelayanan dibidang transportasi udara, maka Pemerintah Kota Dumai berencana untuk mengembangkan Bandar Udara Pinang Kampai Dumai.

Dengan meningkatnya jumlah pengguna transportasi udara di Dumai, maka sejalan dengan itu harus juga ditingkatkan prasarana lapangan terbang salah satunya peningkatan areal pendaratan dan lepas landas pesawat terbang atau disebut landasan pacu agar kemampuan dari landasan pacu tersebut dapat melayani jenis pesawat maksimum rencana yaitu Boeing 737 - 400.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi rencana pengembangan prasarana udara berupa landasan pacu, merencanakan, uji kelayakan MTOW terhadap masterplan serta merencanakan tebal lapis perkerasan landasan pacu baik secara analitis maupun grafis dengan tujuan untuk memberikan masuk berupa kelayakan terhadap rencana yang akan dirancang.

2. Tinjauan Pustaka

Landasan pacu adalah suatu tempat dimana tersedianya areal yang cukup (optimal) yang memenuhi persyaratan untuk landasan suatu pesawat terbang yang berfungsi sebagai tempat pendaratan (landing) dan lepas landas (take off) pesawat-pesawat terbang, Horonjeff ( 1993 ). Untuk memenuhi fungsi landas pacu, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung berlainan, Horonjeff (1983). Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat permukaan yang menghasilkan jalan pesawat yang comfort sesuai fungsinya, maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah cukup kekerasan dan

(3)

ketebalannya sehingga tidak mengalami distress (perubahan karena tidak mampu menahan beban).

FAA telah mengembangkan metode perencanaan perkerasan dengan dasar metodenya didasarkan pada pengklasifikasian tanah menurut karakteristik dari tanah tersebut. Pada umumnya susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) terdiri dari beberapa lapisan yaitu :

a. Lapisan permukaan ( Surface course)

Lapis permukaan adalah bagian dari konstruksi perkerasan yang paling atas, berguna untuk menyediakan lintas permukaan yang rata/ mulus dan aman.

b. Lapisan pondasi atas ( base course )

Base course merupakan bagian dari konstruksi perkerasan yang terletak diantara subbase course dan sutface course, yang terdiri dari material berkualitas tinggi.

c. Lapisan pondasi bawah ( subbase course)

Subbase merupakan kosntruksi perkerasan yang terletak antara subgrade dan base, yang mana pada prinsipnya subbase dan base mempunyai fungsu yang sama, hanya dari segi material yang digunakan berbeda.

d. Tanah dasar ( subgrade )

Tanah dasar merupakan bagian yang terpenting dari struktur konstruksi perkerasan lentur, dimana tanah dasar yang akan mendukung konstruksi runway serta muatan lalulintas lain diatasnya, maka daya dukung tanah (CBR tanah) yang ada harus cukup baik.

3. LANDASAN TEORI

3.1.Perencanaan landasan pacu

Kebutuhan panjang landasan untuk perencanaan lapangan terbang telah dibuat persyaratannya oleh FAA.150/5324-4 atau ICAO.DOC 7920-AN/865 part 1 Air Craft Characteristic, untuk menghitung panjang landasan berbagai macam jenis pesawat.

Dalam semua perhitungan untuk panjang landasan pacu dipakai suatu standar yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length). Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), ARFL (Aeroplane Reference Field Length) adalah landasan pacu minuman yang dibutuhkan pesawat untuk lepas landas, pada saat maximum take off weight, elevasi muka laut, kondisi standar atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, landasan pacu tanpa kemiringan.

(4)

Dalam merencanakan panjang landasan pacu kita harus melakukan penyesuaian (koreksi) dengan standar yang ada. Koreksi tersebut kita lakukan terhadap :

a. Koreksi elevasi

Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) panjang dasar runway akan bertambah 7% setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian muka laut, maka :

Fe = 1 + 0,07h / 300 b. Koreksi temperatur

Pada temperatur tinggi dibutuhkan landasan yang lebih panjang, sebab temperatur tinggi density udara rendah. Dengan dasar ini maka ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus :

Ft = 1 + 0,01 (T – 0,0065 h) c. Koreksi kemiringan

Berdasarkan peratiran yang telah dtetapkan oleh ICAO, untuk koreksi kemiringan adalah panjang runway yang sudah dikoreksi berdasarkan ketinggian dan tenperatur akan bertambah 10% setiap kemiringan effective gradient 1 %.

Fs = 1 + 0,01 (T – 0,0065 h) d. Koreksi angin permukaan (surface wind)

Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin butiran (tail wind) maka runway yang diperlukan lebih panjang.

Tabel 3.1. Pengaruh angin permukaan terhadap panjang runway Kekuatan angin Persentase pertmabahan/

pengurangan runway +5 +10 -5 -3 -5 +7 Sumber : Haronjeff (1983)

(5)

Panjang runway minimum dihitung dengan metode ARFL (Aeroplane Reference Field Lenght) untuk mengetahu Maximum Take off Weight (MTOW), dihitung dengan persamaan :

ARFL = (Lr x Ft x Fe x Fe) Dengan : Lr = Panjang runway rencana

Ft = Faktor koreksi temperatur Fe = Faktor koreksi elevasi Fs = Faktor koreksi kemiringan

Penentuan panjang landasan pacu akan bergantung kepada :

a. Akibat koreksi ketinggian

LR1 = LR0 + LR0 (7% . T0

TML )

b. Akibat koreksi temperatur

Sebagai temperatur standar (t0) = 150C dengan 2% untuk tiap 300 m dari muka

laut, 1% tiap 10C.

LR1 = LR1 + LR1.1% (T – (150C – 20C. T0

TML )

c. Akibat koreksi gradient efektif

LR3 = LR2 + LR2 (20% . GE)

Koreksi landasan pacu untuk Maximum Take off Weight (MTOW) terhadap ARFL adalah sebagai berikut :

a. Faktor koreksi Temperatur untuk kenaikan 10C sebesar 1%

Ft = +1% (T – (T0 – 0,0065 TML))

b. Faktor koreksi terhadap ketinggian sebesar 7% untuk setiap

kenaikan 300 m

Fe = 1 + 7% ( T0

TML )

c. Faktor koreksi terhadap kemiringan landasan (gradien) sebesar 10% tiap kemiringan 1%

Fs = 1 + 10% (GE)

3.3. Perencanaan Tebal Perkerasan Landasan Pacu

(6)

Metode FAA menganggap bahwa berat kotor pesawat (gross weight aircraft) dipikul oleh roda pendaratan utama (main landing gear) sebesar 95%, sedangkan sisanya dipikul oleh nose wheel.

Tabel 3.2. Konversi untuk roda pendaratam

Konversi dari Ke- Faktor Pengali

Single wheel Single wheel Dual wheel

Double dual tandem Dual tandem

Dual tandem Dual wheel

Double dual tandem

Dual wheel Dual tandem Dual tandem Dual tandem Single wheel Dual wheel Single wheel Dual wheel 0,8 0,5 0,6 1,00 2,00 1,70 1,30 1,70 Sumber : Federal Aviation Administration (FAA), 1989 3.4. Tebal perkerasan dengan Analitis

ACN adalah suatu nomor atau angka yang menyatakan kekuatan relatif yang memberikan pengaruh terhadap perkerasan dan ACN berasal dari beban roda pesawat jika berada di bandar udara.

49 , 12 CBR % 878 t ACN 2  

Informasi tambahan yang disertakan dalam pelaporan kekuatan pekerasan yaitu tipe perkerasan, kagiri subgrade strength, tekanan ban maksimum yang diijinkan dan metode evaluasi untuk menentukan nilai PCN.

Dari sudut pandang structural, sebuah pesawat dapat beroperasi pada suatu Bandar udara dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Nilai ACN lebih kecil atau sama dnegan PCN

b. Tekanan ban/roda pesawat tidak melebihi tekana roda

batas yang diijinkan pada perkerasan.

c. Mematuhi berbagai perbatasan berat maksimum yang

diijinkan (terutama untuk pesawat yang mempunyai berat lebih kecil atau sama dengan 5700 kg).

Operator pesawat harus terlebih dahulu melaporkan pada operator Bandar udara yang berwenang, jika pesawatnya akan beroperasi di atas nilai pavement strength (PCN) yang dilaporkan. Kriteria berikut disarankan untuk menentukan dapat tidaknya diterima sautu pesawat terbang beroperasi overload pada perkerasan.

(7)

a. Untuk perkerasan lentur, nilai ACN maksimal yang diijinkan adalah 10% di atas PCN yang dilaporkan.

b. Untuk perkerasan kaku, nilai ACN maksimal

yang diijinkan adalah 5% di atas nilai PCN yang dilaporkan.

c. Untuk perkerasan yang strukturnya tidak

diketahui, nilai ACN maksimal yang diijinkan adalah 5% di atas PCN yang dilaporkan.

d. Jumlah pergerakan overload tiap tahun

maksimal 5% dari total pergerakan pesawat tiap tahun.

4. METODE PENELITIAN

Evalausi yang dilakukan secara garis besar meliputi pengumpulan data, mempelajari literatur mengenai landasan pacu dan membahas hasil yang telah diperoleh.

5. HASIL ANALISIS

Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah Boeing 737-400 dengan karakteristik teknis :

a. Aeroplane references field lenght : 2.400 m

b. Wingspan : 28,5 m

c. Outer main gear wheel span : 7 m

d. Overal lenght : 36,5 m

e. Maximum take off weight : 63.083 kg

Dari karakteristik di atas, menurut ARFL dapat ditentukan kondisi eksisting dari bandara bahwa kode pesawat 4C dengan ARFL > 1800 m, dengan huruf C berarti pesawat Boeing 737-400 mempunyai wing span 24-36 m (lebih 28,5 m) dan outer main gar wheel plan antara 6-9 m.

a. Panjang Landasan Pacu (runway)

Direncanakan panjang landasan pacu yang direncakan untuk lepas landas adalah 2.250 m. Panjang landasan pacu bila pesawat take-off menurut ARFL :

Fe =      o T TML 7% 1 = 1 + 7 %      300 848 . 16 = 1,0039 Ft = 11%(T -(to 0,0065TML)) = 1+1% (320C-(150C-0,0065 x 16,848)) = 1,1710

(8)

Fs = 1 + 10% (GE) = 1 + 10% (1,14) = 1,0011 ARFL rencana = m 718 , 1 1140 , 1 x 1719 , 1 x 0039 , 1 250 . 2

Adapun Faktor koreksi terhadap penentuan panjang landasan pacu dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan 6.2 berikut.

Tabel 6.1. Faktor koreksi panjang landasan pacu menurut ICAO N

o

Faktor Koreksi Lamban

g Hasil koreksi (m) 1 Ketinggian Lr1 1.725 2 Temperatur Lr2 2.020 3 Gradient Efektif Lr3 2.025

Sumber : Hasil Pengolahan

Jadi menurut ICAO, panjang landasan pacu rencana adalah 2.025 m. Tabel 6.2. Faktor koreksi panjang landasan pacu menurut ARFL N

o

Faktor Koreksi Lamban

g

Hasil koreksi 1 Temperatur untuk kenaikan 10C sebesar

1%

Ft 1,1710

2 Ketinggian sebesar 7% setiap kenaikan sebanyak 300 m

Fe 1,0039

3 Kemirinan landasan (gradient) sebesar 10% tiap kemiringan 1%

Fs 1,0011

Sumber : Hasil Pengolahan

Berdasarkan standar dari ARFL, panjang landasan pacu yang dibutuhkan untuk lepas landas (take off) adalah :

ARFL = Lr3 x Ft x Fe x Fs

= 2.025 x 1,1710 x 1,0039 x 1,0011 = 2.400 m

Untuk menghitung panjang landasan pacu agar sesuai dengan Maximum take oof Weight (MTOW), maka dengan menggunakan standar yang ditetapkan ARFL dari ICAO dengan nilai pengoreksian seperti pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Faktor koreksi panjang landasan pacu dengan MTOW N

o

Faktor Koreksi Lamban

g

Hasil koreksi (m) 1 Terhadap ketinggian permukaan tanah

dari air laut

L1 2.509

2 Terhadap temperatur L2 2.938

(9)

Sumber : Hasil Pengolahan

Jadi, panjang landasan pacu yang diperlukan dengan kondisi MTOW berdasarkan ARFL yang disyaratkan ICAO adalah 2.938 m.

b. Lebar Landasan Pacu

International Civil Aircraft Organiation (ICAO) mengklasifikasikan lebar landasan pacu berdasarkan code letter dan code number, dimana sesua denan perencanaan bahwa sesuai dengan persyaratan bahwa untuk bandara dengan kode 4C memiliki lebar landasan pacu sebesar 45 m.

c. Jarak Minimum Landaan Pacu dan Landasan Hubung (Taxi way)

Jarak minimum antara landasan pacu dan landasan hubung dapat diperoleh dengan persamaan yang dikeluarkan oleh ICAO, yaitu :

Jrt = 0,5 x (LS x W1)

= 0,5 x (300 +36) = 168 m

6. PEMBAHASAN

Dari hasil analisis terlihat bahwa landasan pacu yang ada (yang direncanakan) tidak dapat melayani pesawat rencana dengan kondisi maximum take off weight (MTOW). Berat pesawat terbang ketika lepas landas maksimum adalah 90% MTOW. Lebar runway, taxiway dan runway strip sudah memenuhi syarat, namun jarak dari sumbu landasan pacu ke sumbu landasan hubung terlalu pendek. Ini dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 6.4 berikut.

Tabel 6.4. Perbandingan hasil dari master plan dengan hasil perhitungan

No Pembanding Satua

n Master Plan

Hasil perhitungan

1 Panjang landasan pacu m 2.250 2.938

2 Perbandingan TOW dan

MTOW

% 100

(diharapkan)

90

3 Lebar landasan pacu m 45 45

4 Lebar landasan hubung m 18 18

5 Lebar runway strip m 300 300

6 Jarak dari sumbu landasan pacu dan sumbu landasan hubung

m 125 168

Sumber : Hasil pengolahan

(10)

Setelah dilakukan penelitian dengan beberapa koreksi yang ada, maka peningkatan landasan pacu pada bandar udara Pinang Kampai Dumai dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. Panjang landasan pacu pada master plan adalah 2.250 m, sedangkan hasil pwerhitungan 2.938 m.

b. Jarak dari sumbu landasan pacu ke sumbu landasan hubung diperlukan 168 m, sedangkan kondisi pada master plan 125 m.

c. Lebar landasan pacu, landasan hubung dan runway strip sudah memenuhi persyaratan ICAO.

d. Jika direncanakan pesawat Boeing 737-400 akan beroprasi di bandar udara Pinang Kampai, maka tidak beroperasi dengan kondis MTOW.

REFERENSI

1. Asfhord, N, 1992, Airport Engineering, John Wiley and Sons, Inc, Canada

2. Boeing Commercial Airplane Group, 1993, Operation Manual, Boeing 737-400, Seattle. 3. Federal Aviation Administration, 1989, Airport Design, Advisory Circular, AC 150/5300-13,

Washington.

4. Horonjeff, R, McKelvey, Francis X, 1993, Planning and Design of Airport, Edisi Keempat, McGraw-Hill, Inc. California.

5. International Civil Aircraf Organization, 1984, Annex 14, Aerodrome Design Manual, Part 1: Runways, Montreal, Canada

6. Norma, A, 1992, Airport Engineering Aviley Interscience Publication, Includers Index, Canada.

7. Putra, P.,D, 1998, Lalulintas dan Landasan Pacu Bandar Udara, Edisi pertama, Andi Offset, Yogyakarta.

(11)

Gambar

Tabel 3.2. Konversi untuk roda pendaratam Konversi dari Ke- Faktor Pengali Single wheel
Tabel 6.3. Faktor koreksi panjang landasan pacu dengan MTOW N
Tabel 6.4. Perbandingan hasil dari master plan dengan hasil perhitungan

Referensi

Dokumen terkait

perencanaan tebal perkerasan lentur (flexible pavement) pada landas pacu (runway) sepanjang 2500 m untuk pesawat rencana B 737-900ER dengan menggunakan tiga metode

Berdasarkan hasil perhitungan yang mengacu pada standar Internasional Civil Aviation organization (ICAO) dengan pesawat rencana ATR 42-200 maka dibutuhkan panjang landasan 1.735

Sesuai dengan rencana pengembangan bandar udara Japura kabupaten Indragiri Hulu, pada tahap ultimate panjang runway yang dibutuhkan untuk pesawat rencana boeing 737-400,

Panjang landas pacu pada Bandar Udara Mali Alor saat ini belum dapat digunakan untuk pengoperasian pesawat terbang jenis Boeing 737-200, karena panjang landas pacu minimum

sebagai tempat mendarat sekaligus lepas landas pesawat. Dengan panjang landasan runway , yaitu 2600 meter. Bandar udara Adi Soemarmo sebagai salah satu Bandar

Dalam perencanaan pengembangan bandar udara Wamena, yang direncanakan yaitu Runway, taxiway, Apron dengan menggunakan pesawat standar Boeing 737-400 dan mengacu pada

Berdasarkan hasil perhitungan yang mengacu pada standar Internasional Civil Aviation organization (ICAO) dengan pesawat rencana ATR 42-200 maka dibutuhkan panjang landasan 1.735

Dalam perencanaan pengembangan bandar udara Wamena, yang direncanakan yaitu Runway, taxiway, Apron dengan menggunakan pesawat standar Boeing 737-400 dan mengacu pada