• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1. Definisi

Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain) (Sadeli dkk, 2001).

Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut, dan kronik. Nyeri punggung bawah akut biasanya didefenisikan suatu periode nyeri kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah subakut adalah suatu periode nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah kronik merupakan suatu periode nyeri lebih dari 12 minggu (van Tulder dkk, 2006).

(2)

II.1.2. Epidemiologi

Hampir 80% penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 14,3%. Data epidemiologik mengenai nyeri punggung bawah di Indonesia belum ada. Diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia (Sadeli dkk, 2001).

II.1.3. Faktor Resiko

Dari data epidemiologik faktor resiko untuk nyeri pinggang bawah adalah usia/ bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan yang jelek, masalah psikososial, merokok, kelebihan berat badan, serta faktor fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi, mengangkat, membawa beban, menarik beban dan membungkuk (Sadeli dkk, 2001; Miranda dkk, 2008).

(3)

Tabel 1. Faktor resiko nyeri punggung bawah

Dikutip dari: Walsh, N.E. 2000. Back Pain Matters. Available from: http://www.karger.com/gazette/65/walsh/index.htm

II.1.4. Etiologi

Etiologi nyeri punggung bawah banyak dan meliputi kongenital, metabolik, infeksi, inflamasi, neoplastik, trauma, degenereatif, toksik, vaskular, visceral dan psikososial.

(4)

Tabel 2. Etiologi nyeri punggung bawah

Dikutip dari: Vukmir R.D. 1991. Low Back Pain: Review of Diagnosis and Therapy. Am J Emerg Med. 9:328-335.

II.1.5. Patofisiologi

Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Ropper A.H, Brown R.H, 2005).

(5)

Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Meliala dkk, 2003).

II.2. NYERI KEPALA II.2.1. Definisi

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2004).

II.2.2. Epidemiologi

Nyeri kepala sering ditemukan dalam populasi umum, dimana lebih dari 2/3 melaporkan nyeri kepala pada tahun sebelumnya di United Kingdom dan kebanyakan penderita melaporkan menggunakan obat untuk menangani nyeri kepala mereka (Boardman dkk, 2005).

(6)

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit besar di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut: Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic tension type Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004).

II.2.3. Klasifikasi Nyeri Kepala

Klasifikasi nyeri kepala menurut The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition, dari the International Headache Society (2004). Berikut ini pembagian nyeri kepala sesuai kelompok terbesarnya, yaitu:

1. Migraine

2. Tension-type headache

3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias 4. Other primary headaches

5. Headache attributed to head and/or neck trauma

6. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder 7. Headache attributed to non-vascular disorder

8. Headache attributed to a substance or its withdrawal 9. Headache attributed to infection

10. Headache attributed to disorder of homeostasis

11. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth, mouth or other facial or cranial structures

(7)

13. Cranial neuralgias and central causes of facial pain

14. Other headache, cranial neuralgia, central or primary facial pain

II.2.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer

Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition adalah:

Untuk nyeri kepala primer secara garis besar klasifikasinya adalah: 1. Migren:

1.1. Migren tanpa aura 1.2. Migren dengan aura

1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren

1.4. Migren Retinal 1.5. Komplikasi migren 1.6. Probable migren 2. Tension-type Headache:

2.1. Tension-type headache episodik yang infrequent 2.2. Tension-type headache episodik yang frequent 2.3. Tension-type headache kronik

2.4. Probable tension-type headache

3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya: 3.1. Nyeri kepala Klaster

3.2. Hemikrania paroksismal

3.3. Short-lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing (SUNCT)

(8)

3.4. Probable sefalgia trigeminal otonomik 4. Nyeri kepala primer lainnya:

4.1. Primary stabbing headache 4.2. Primary cough headache 4.3. Primary exertional headache

4.4. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual 4.5. Hypnic headache

4.6. Primary thunderclap headache 4.7. Hemikrania kontinua

4.8. New daily-persistent headache

II.2.5. Patofisiologi Nyeri Kepala Primer

Bukti eksperimental substansiil menunjukkan bahwa sensitisasi sentral, yaitu peningkatan eksibilitas neuron pada sistem saraf pusat yang dihasilkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial, memainkan suatu peran penting pada patofisiologi dari nyeri kronis dan tension-type headache kronis (Ashina, 2004).

Pada pasien-pasien tension-type headache didapati adanya peningkatan sensitisasi nyeri sentral pada level spinal dorsal horn/ trigeminal nucleus yang disebabkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial. Peningkatan input nosiseptif ini pada struktur supraspinal mengakibatkan sensitisasi dari supraspinal. Hal ini menyebabkan meningkatnya aktifitas otot-otot perikranial atau terjadi pelepasan neurotransmitter dari jaringan miofasial sehingga terjadi chronic tension-type headache (Bendtsen, 2000)

(9)

Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron. Aktivasi nervus tigeminalis menyebabkan pelepasan dari CGRP dan neuropeptida lain yang merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi tersebut, termasuk TNF-α, selanjutnya meningkatkan sintesa dan pelepasan CGRP melalui MAPKs.

Dikutip dari: Sjahrir. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo.

Pada migren, aktivasi nukleus Trigeminal melepaskan Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP) yang menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi. Mediator ini meningkatkan CGRP sintese lebih lanjut dan dilepaskan dalam waktu beberapa jam-sampai berhari sesuai dengan episode waktu yang 4-72 jam serangan migren. Peningkatan sintesa dan pelepasan CGRP dimediasi oleh pengaktifan dari jaras mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang pada gilirannya dapat diatur oleh unsur inflamasi endogen seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan yang dipengaruhi obat seperti sumatriptan (Durham cit Sjahrir, 2008)

Patofisiologi yang jelas dari nyeri kepala klaster masih belum jelas. Namun dari ciri khas nyeri kepala klaster ini dapat ditarik kesimpulan. Pertama, oleh karena nyeri kepala klaster berpusat pada mata dan kening, sangat mungkin bahwa jaras nosiseptif trigeminal yang ipsilateral terlibat.

(10)

Kedua, gejala otonom ipsilateral pada klaster menunjukkan aktivasi dari sistem parasimpatik kranial (lakrimasi dan rhinorhea) dan disfungsi dari saraf simpatik ipsilateral (ptosis dan miosis). Cavernous carotid artery dianggap lokasi yang utama, dimana disinilah saraf trigeminal, parasimpatik, dan simpatik berkumpul (Dodick dkk, 2000)

Pada penderita nyeri kepala tipe tegang, sensitivitas otot maupun kulit meningkat dengan demikian hipereksitabilitas dari nosiseptor ke sentral juga meningkat akibat menurunnya sistem inhibitorik, terutama pada penderita kronik (Purba dkk, 2010)

II.3. Tidur II.3.1. Definisi

Tidur adalah keadaan hilangnya persepsi dan responsi yang reversibel terhadap lingkungan luar (Dodick dkk, 2003).

II.3.2. Arsitektur Tidur

Rekaman electroencephalography (EEG) dan rekaman fisiologis lainnya yang dilakukan sewaktu tidur mendefenisikan dua tahap tidur yang nyata, yaitu stadium Rapid Eye Movement (REM) Sleep dan Non-Rapid Eye Movement Sleep (NREM).

Tidur Non-REM dibagi lagi atas 4 tingkat (stadium), yaitu: Tingkat 1: Tidur ringan

Tingkat 2: Tidur konsolidasi (consolidated sleep)

(11)

Stadium atau tingkat 1: keadaan mengantuk, tidur ringan, dapat terlihat perlambatan reaksi terhadap rangsangan dan ketajaman intelektual menurun. Stadium ini ditandai oleh aktivitas theta dengan amplitudo yang relatif rendah bercampuran (intermixed) dengan episode aktivitas alpha.

Stadium 2: Pada stadium ini gerakan badan berkurang dan ambang-bangun terhadap rangsang taktil dan bicara lebih tinggi. Stadium ini ditandai oleh K-kompleks dan sleep-spindles.

Stadium 3 dan 4: Slow wave sleep (SWS), tidur gelombang lambat. Stadium ini merupakan tingkat tidur yang paling dalam, ditandai oleh imobilitas dan lebih sulit dibangunkan, dan terdapat gelombang lambat pada rekaman EEG. Fase tidur ini sering disebut juga sebagai tidur- gelombang-delta atau tidur-dalam. Stadium tidur-gelombang-lambat ini bervariasi berkaitan dengan usia.

Tidur REM berasosiasi dengan bermimpi. Pada tidur REM ditandai oleh aktivitas simpatetik yang intens dan didapatkan gambaran EEG yang serupa dengan keadaan bangun, dengan aktivitas cepat dan amplitudo rendah, dan gerakan bola mata serupa dengan keadaan bangun. (Lumbantobing, S.M, 2004)

II.3.3. Siklus Tidur

Waktu tidur normal, stadium ini cenderung terjadi berurutan, membentuk arsitektur tidur. Umumnya, dari keadaan bangun seseorang jatuh ke tingkat 1, diikuti tingkat 2, 3 dan 4 dan tidur REM. Urutan stadium tidur, yang berakumulasi pada tidur REM, membentuk satu ”siklus tidur”. Lama serta isi siklus tidur (sleep cycle) berubah sepanjang malam dan usia.

(12)

Persentase tidur-dalam paling tinggi pada siklus tidur pertama dan kemudian mengurang dengan berlanjutnya malam dan lamanya tidur. Rapid Eye Movement meningkat selama sepanjang malam. Pada orang dewasa normal, tidur malam hari terdiri atas 4-6 siklus tidur yang masing-masing siklus berlangsung 90 menit yang terdiri atas tidur NREM dan tidur REM. (Sjahrir, 2008; Lumbantobing, 2004)

Bila dijumlahkan stadium tidur pada dewasa muda yang normal, tingkat 1 mengambil 5% dari malam, tingkat 2: 50 %, tidur REM dan tidur gelombang-lambat masing-masing 20-25%. (Lumbantobing, 2004) Persentase relatif ini berubah dengan usia, demikian juga lamanya siklus. (Dodick dkk, 2003)

II.3.4. Kebutuhan Tidur

Tiap makhluk hidup membutuhkan tidur. Dengan demikian tidur merupakan kebutuhan hidup. Bila dilakukan deprivasi tidur secara eksperimental pada hewan, hal ini dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari atau minggu. (Lumbantobing S.M, 2004)

Tabel 3. Kebutuhan tidur, lama tidur dan stadium tidur dengan usia

(13)

II.3.5. Gangguan Tidur

Saat ini dilaporkan berbagai jenis gangguan tidur, yaitu: insomnia, hipersomnia, parasomnia, gangguan pada ritme (siklus) tidur-bangun (Lumbantobing, S.M, 2004; Sadock dkk, 2007; Reite dkk, 2002)

1. Insomnia

Merupakan masalah tidur yang paling umum yang secara sederhana didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur (jatuh tidur), sulit mempertahankan keadaan tidur, dan bangun terlalu pagi.

2. Hipersomnia

Merupakan suatu keadaan dimana pasien biasanya tetap mengantuk, walaupun jumlah jam tidurnya adekuat.

3. Parasomnia

Menggambarkan keadaan-keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi waktu sedang tidur.

4. Gangguan siklus tidur-bangun

Gangguan siklus tidur-bangun yang disebut juga sebagai gangguan ritme sirkadian (circadian rhtyhm) menggambarkan keadaan pasien yang pola irama tidurnya terganggu, waktu tidur dan bangunnya tidak sebagaimana lazimnya. Mungkin ia menjadi mengantuk dan tidur di siang hari, sedang di malam hari ia bangun dan sulit tidur.

II.3.6. Siklus Tidur Bangun

Siklus tidur bangun pada manusia berkisar 24 jam setiap harinya. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa siklus tidur bangun ini diatur oleh jam biologis yang terletak pada suprachiasmatic nucleus (SCN) dari

(14)

hipothalamus. Apabila neuron-neuron generator tidur yang terletak di area preoptik ventrolateral diaktivasi maka neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) dan galanin akan dilepas yang berperan dalam proses tidur. Dari berbagai neurotransmiter yang terlibat dalam SCN, melatonin mempunyai peranan yang lebih spesifik. Melatonin berperan memodulasi aktivitas neuron jam sirkadian dan terus menerus mengikuti irama sirkadian(Cohen cit Sjahrir, 2008; Dodick dkk, 2003)

Gambar 2. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang otak dan hipotalamus posterior menuju seluruh forebrain

(15)

Sistem ascending arousal memancar dari batang otak dan hipothalamus posterior ke arah forebrain. Sel-sel saraf pada laterodorsal tegmental nuclei (LDT) dan pedunculopontine tegmental nuclei (PPT) membawa serabut kolinergik (acetylcholine) ke semua target di forebrain, termasuk juga di talamus, dan kemudian mengatur aktivitas kortikal. Sel-sel saraf pada tuberomammilary nucleus (TMN) berisi histamin, sel-sel saraf daripada raphe nuclei berisi 5 hydroxytripthamine (5-HT) dan neuron daripada locus ceruleus (LC) berisi noradrenalin, sedang sleep promoting neuron daripada ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) berisi GABA (Gamma amino butryric acid) disebut Gaba-ergic neuron dan galanin. Nukleus-nukleus aminergik memancar difus kearah forebrain, yang mengatur aktifitas target di kortikal dan hipothalamus secara langsung. Sinyal dari SCN menimbulkan bangun waspada pada siang hari dan juga menginduksi tidur pada malam hari via proyeksi eferen ke area dorsomedial hipothalamus dan area preoptic kemudian memancar ke area lain yang terlibat dalam regulasi tidur, seperti area VLPO dan wake-promoting centres di batang otak dan hipothalamus posterior. VLPO memancar ke area lainnya di hipothalamus, memodulasi arousal area di batang otak, pons, dan hipothalamus posterior (Sjahrir, 2008; Brennan KC dan Charles A, 2009)

II.4. Tidur dan Nyeri Punggung Bawah

Pada penderita nyeri punggung bawah ditemukan kualitas tidur yang buruk, disertai dengan tingginya keluhan gangguan tidur dan insomnia (Donoghue dkk, 2009).

(16)

Nyeri punggung bawah apakah itu yang disebabkan oleh trauma, inflamasi, tumor ataupun akibat iskemik akan mengakibatkan sekresi dari beberapa mediator yang tujuan utamanya sebenarnya untuk mempertahankan homeostasis fungsi susunan saraf pusat (SSP). Sitokin merupakan salah satu mediator penting yang keluar akibat inflamasi dan infeksi. Jika sekresi ini tidak bisa disesuaikan dengan tujuan utamanya, atau jika tidak ada reaksi perbaikan kerusakan jaringan maka mediator yang secara terus-menerus diproduksi dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi SSP ini akan dikoordinasikan melalui hipotalamus dimana sebagai reaksi sitokin antara lain menyebabkan demam, menurunkan aktivitas tubuh, dan mengganggu pola tidur (Meliala dkk, 2003).

Hubungan antara gangguan tidur dan nyeri punggung bawah melibatkan proses inflamasi melalui kortisol dan sitokin. Gangguan tidur dihubungkan dengan peningkatan kadar sitokin (interleukin) dan mediator inflamasi sistemik lainnya. Keberadaan beberapa jenis sitokin telah ditemukan pada jaringan-jaringan diskus intervertebral dari pasien-pasien yang menderita herniasi diskus. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α) kelihatannya mempunyai peranan pada proses pengaturan fisiologis tidur yang normal (Kangas dkk, 2006; Auvinen dkk, 2010).

(17)

II.5. Tidur dan Nyeri Kepala Primer

Nyeri kepala primer, terutama migren dan nyeri kepala klaster, dikarakteristikkan oleh hubungan yang kuat dengan siklus tidur-bangun dan irama sirkadian. (Dodick dkk, 2003)

Beberapa nyeri kepala primer seperti migren dan nyeri kepala klaster, dipengaruhi oleh tingkat tidur, yang menandakan bahwa hypothalamus, khususnya Suprachiasmatic Nucleus (SCN) mempunyai peran yang penting pada patogenesa antara nyeri kepala dan tidur. Terdapat bukti yang jelas mengenai keterlibatan hipothalamus pada patofisiologi beberapa nyeri kepala primer. Hasil dari studi neuroendokrin telah melaporkan perubahan kadar melatonin pada migren dan nyeri kepala klaster. Sebagai tambahan, noradrenergic locus ceruleus dan serotonergic dorsal raphe secara anatomis mempunyai peranan pada kontrol siklus tidur-bangun dan juga pada modulasi nyeri. Terutama, sistem serotonergik, terlibat pada regulasi tidur dan modulasi nyeri, mempunyai peranan yang penting pada hubungan antara nyeri kepala dan tidur. Serotonin terlibat pada regulasi tidur dan terdapat beberapa data yang menunjukkan hubungannya dengan kejadian migren. (Alberti A, 2006; Rains dkk, 2008)

Nyeri kepala dan gangguan tidur, keduanya dipicu oleh perubahan neurotransmitter dan gangguan pada irama sirkadian. Kadar serotonin telah terbukti mempunyai pengaruh pada tidur REM dan migren. Gangguan siklus antara REM dan non-REM melalui ketidakseimbangan kadar serotonin dapat mengakibatkan gangguan tidur. Dimana, penurunan kadar serotonin dapat memicu migren dan gangguan tidur dengan mempengaruhi tidur REM (Luc dkk, 2006; Isik dkk, 2007)

(18)

Melatonin terlibat pada proses migren dan nyeri kepala primer lainnya. Melatonin berperan sebagai penghambat GABA. Berkurangnya konsentrasi melatonin dapat mengakibatkan penurunan ambang nyeri kepala yang secara normal diinhibisi oleh transmisi GABA (Dodick dkk, 2003). Melatonin diproduksi oleh glandula pineal terutama pada malam hari ke cairan serebrospinal dan sirkulasi darah. Pelepasan melatonin secara irama sirkadian dikontrol oleh SCN yang dibantu oleh sinap noradrenergik ganglion servikalis superior terhadap glandula pineal. Dengan demikian melatonin berperan memodulasi aktivitas neuron jam sirkadian dan terus menerus mengikuti irama sirkadian. Dengan demikian setiap perubahan aktifitas pusat hypothalamic sleep and wake-regulating centers mempunyai peran dalam mekanisme nyeri kepala primer. (Gourineni cit Sjahrir, 2008)

(19)

II.6. KERANGKA TEORI

Nyeri Punggung Bawah

Nyeri Kepala Primer

Alberti, 2006: Nyeri kepala primer dipengaruhi oleh tingkat tidur SCN hipothalamus

Meliala dkk, 2003: nyeri punggung bawah akibat trauma, inflamasi, tumor atau iskemik

kerusakan jaringan Sjahrir, 2008: Siklus tidur-bangun

SCN hipothalamus

Rains dkk, 2008: hypothalamus siklus tidur dan modulasi nyeri

Kerusakan Jaringan Aktivasi SCN dari hypothalamus Isik dkk, 2007: SCN regulasi pelepasan serotonin Purba, 2010: kerusakan jaringan sekresi mediator spt sitokin tidur REM Pengeluaran Sitokin Serotonin Melatonin Gangguan Tidur Luc dkk, 2006: Serotonin gangguan regulasi siklus tidur dan tidur REM migren dan nyeri kepala tension.

Kangas dkk, 2006: Reaksi sitokin kordinasi hypothalamus

Brennan dkk, 2009: Serotonin pinealosite pada glandula pineal melatonin

mengganggu pola tidur

Dodick dkk, 2003: Melatonin

ggn ambang nyeri. Melatonin dikontrol oleh SCN modulasi aktivitas neuron jam

(20)

II.7. KERANGKA KONSEPSIONAL

INTENSITAS NYERI

PUNGGUNG

BAWAH

INTENSITAS NYERI

KEPALA PRIMER

KUALITAS TIDUR

Gambar

Tabel 1. Faktor resiko nyeri punggung bawah
Tabel 2. Etiologi nyeri punggung bawah
Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron. Aktivasi nervus  tigeminalis menyebabkan pelepasan dari CGRP dan neuropeptida lain yang  merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi
Tabel 3. Kebutuhan tidur, lama  tidur dan stadium tidur dengan usia
+2

Referensi

Dokumen terkait

tv, pasien juga mengatakan tidak terdapat masalah dalam tidur, tetapi. setelah dirawat pasien mengatakan susah untuk tidur,

Emisi tersebut dihasilkan dari aktivitas alami dan aktivitas penduduk (antropogenik) seperti emisi hasil konsumsi bahan bakar kendaraan dan aktivitas

Pemberian tekanan penguasaan materi akibat perubahan dalam diri siswa setelah belajar diberikan oleh Soedijarto yang mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan

[r]

Menurut Siregar (2003) analisis korelasional adalah suatu bentuk analisis data untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih, yang merupakan hubungan antara

Pokja Pengadaan Jaket Almamater Mahasiswa Baru ULP Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Tahun 2016 akan melaksanakan Lelang Sederhana

Bahasa tulis yang terdapat “Representasi Semboyan Edukasi Ki Hajar Dewantara Kajian Semantik (Pendekatan behavioral) tersebut mengandung makna atau arti, apa yang

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil disimpulkan bahwa pendekatan Inquiry adalah pendekatan yang